Share

TMK (Bab 7)

Penulis: Alana4444
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-09 12:32:15

“Sudah lunas ya, Bu.”

Aku terkesiap saat perawat di bagian administrasi itu menyodorkan selembar kertas yang sudah diberi cap warna merah bertuliskan LUNAS!

Baru saja aku hanyut dalam ingatan satu jam yang lalu. Rasanya terlalu mustahil bagiku memaksakan diri untuk bersama dengan laki-laki yang tidak aku cintai, meskipun dia memiliki banyak uang.

Dasar memang dia laki-laki urakan dan pemaksa.

“Ah, iya. Terima kasih, Sus,” ucapku sedikit terbata-bata.

Perawat itu tersenyum padaku. “Sekarang pasien akan segera dipindahkan ke ruang operasi.”

Aku hanya bisa menganggukkan kepala. Aku tahu, saat ini bahkan kalian mungkin tengah menghujatku dan menganggapku bodoh. Tapi faktanya memang aku tidak memiliki pilihan lain.

Kuayunkan langkahku dengan gontai dan tatapan mata yang kosong. Aku harus kembali ruang ICU untuk memastikan suamiku benar-benar sudah ditangani dengan baik oleh rumah sakit ini. 

“Ya Allah, kepalaku pusing sekali.” Aku sedikit memijat-mijat pelipisku yang tiba-tiba terasa berdenyut. 

Aku baru ingat kalau tadi belum sempat makan malam. Awalnya karena tidak ingin berlama-lama berada di rumah Bu Ambar dan Pak Wira, akibat Mas Bisma yang terus saja menggangguku.

Tapi kali ini mungkin akibat rasa panik dan tertekan hebat akibat memikirkan nasib suamiku, hingga aku melupakan untuk mengisi perutku sendiri.

Aku memutuskan untuk duduk sejenak, berharap rasa pening di kepalaku menghilang. Tapi tiba-tiba kulihat dari kejauhan sebuah blankar yang didorong dengan cepat dan terus mendekat ke arahku.

Brankar itu melewatiku begitu saja. Tapi hal yang membuatku tertegun adalah pandangan mataku sendiri yang rasanya belum bisa kupercaya. 

‘Itu tadi kan mas Ihsan? Terus kenapa Mbak Rania berlari di samping brankar sambil menggenggam erat tangan mas Ihsan sambil menangis? Apa aku salah lihat?’

Aku masih mencoba untuk berpikiran positif. Bisa saja karena terdorong oleh keadaan, Mbak Rania bersikap seperti itu. Aku menguatkan kakiku untuk bisa berjalan ke arah ruang operasi.

Kali ini tak kulihat Mas Bisma, bahkan bayangannya pun seolah pergi. Syukurlah, aku tenang.

TING

Aku yang sedang berjalan pelan sambil memegangi tembok ke arah bagian depan ruang operasi, seketika menghentikan langkahku untuk melihat siapa orang yang mengirimiku pesan.

“Astaghfirullaah … bisa gak sih dia gak gangguin aku?” Aka sampai memijat pangkal hidung saking jengkelnya dengan makhluk satu itu.

Kuabaikan pesannya dan kulanjutkan langkah kakiku menuju ruang operasi.

Setibanya di sana, melihat Bu Minten duduk dengan mulut yang terlihat berkomat-kamit. Sepertinya dia sedang berdoa. Lalu Mbak Rania, tampak cemas dengan berjalan mondar-mandir di depan pintu ruang operasi.

Bu Minten hanya melirik sinis saja padaku. Meski tak ada satupun yang mengharapkan kehadiranku di sana, namun aku tetap duduk di kursi ruang tunggu.

Mbak Rania mendekat ke arahku. “Den Bisma kemana, Run?”

“Gak tahu, Mbak.”

“Aneh ya ada anak majikan mau nganterin pembantunya,” ucap Mbak Rania.

Aku mengerutkan keningku. Emosiku terpancing oleh kata-katanya. “Maksud Mbak apa ngomong kayak gitu?”

“Kali aja–”

“Cukup, Mbak! Bisa-bisanya di saat seperti ini mbak berpikiran buruk tentang saya!”

Oke, faktanya aku memang wanita buruk saat ini. Tapi tetap saja aku tak terima dengan ucapan kakak iparku ini.

Rasa lelah, kalut, termasuk rasa sakit di hati dan area sensitifku semua bergabung menjadi satu dan berubah menjadi emosi tak terbendung.

Kulihat Bu Minten berdiri sambil menatap tajam ke arahku. “Beraninya kamu membentak menantu kesayanganku. Orang miskin aja belagu. Jangan mentang-mentang kamu udah berhasil mendapatkan pinjaman dari majikanmu, terus kamu bisa bersikap seenak udelmu.”

Kesal. Aku pun memilih pergi meninggalkan bagian depan ruang operasi itu menuju kantin. Betulan juga perutku sudah sangat lapar malam ini. 

Sejak aku meninggalkan ruang ICU menuju bagian administrasi rumah sakit, aku tidak lagi melihat Mas Bisma. Entah ke mana dia pergi. Tapi itu jauh lebih baik.

“Ini pesanannya, Mbak.” Seorang pelayan kantin tapak meletakkan sepiring nasi goreng ayam pesananku.

Tadi pasti banyak di kantin aku langsung memesan makanan..

“Makasih, Mbak,” ucapku dengan tetapan penuh minat ke arah nasi goreng ayam tersebut.

Aku baru ingat kalau tadi Mas Bisma mengirimiku pesan. Meskipun enggan, pada akhirnya aku tetap membuka aplikasi chatting berwarna hijau untuk membaca pesannya. 

Aku harus bersikap profesional terhadap perjanjian yang sudah disepakati bersama. Toh Mas Bisma pun sudah berjanji padaku tidak akan pernah membuka aib ini pada siapapun. Setidaknya aku bisa tenang.

“Tadi ibu sama bapak nelpon dan tanya aku ada di mana. Aku jawab aja kalau aku lagi nongkrong sama temen-temen. Aku cuma mau ngingetin, empat hari lagi kamu siap-siap, karena itu adalah pertemuan kita yang kedua”

Aku yang sedang menelan nasi goreng, tiba-tiba seperti sedang menelan sesendok pasir yang terasa serat tenggorokanku. Tak terasa air mataku kembali menetes membayangkan kalau empat hari lagi aku harus kembali melayaninya.

Siapapun, tolong aku. Rasa sakit itu masih terbayang dalam ingatanku. Aku seperti terjebak dalam sebuah ruangan yang tidak memiliki pintu untuk keluar. 

“Mungkin gak ya kalau perjanjiannya diubah saja? Aku bayar ke mas Bisma pake tenaga gitu.”

Bab terkait

  • Terpaksa Menjual Kehormatan   TMK (Bab 8)

    Aku mengaduk-aduk nasi goreng di depanku. Setiap suapan terasa seperti batu kerikil yang sulit untuk ditelan. Pikiranku melayang-layang, teringat akan nasib suamiku yang masih dalam proses operasi dan pertemuan berikutnya dengan mas Bisma yang terus menghantuiku.“Gak bisa makan juga, Seruni?” gumamku pelan, bertanya pada diriku sendiri, sambil meletakkan sendok. Aku menunduk, menahan air mata yang kembali menggenang di pelupuk mata.Dengan langkah gontai, aku meninggalkan kantin. Di lorong rumah sakit yang sepi, hanya ada suara langkah kakiku yang menggema. Aku tahu bahwa kembali ke depan ruang operasi mungkin hanya akan membuatku disambut dengan cemoohan, tetapi aku merasa tak punya pilihan lain.“Kenapa aku ditakdirkan memiliki ibu mertua yang kejam, Ya Allah? Padahal aku ini anak yatim piatu,” keluhku sambil melangkah. “Ada mas Ihsan yang menyayangiku, tapi saat ini kondisinya sedang berada di antara hidup dan mati.”Setibanya di depan ruang operasi, Bu Minten langsung melayangkan

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-11
  • Terpaksa Menjual Kehormatan   TMK (Bab 9)

    Aku duduk di samping tempat tidur mas Ihsan, memegang tangannya yang dingin.Alat-alat kesehatan masih menempel di tubuhnya, bunyi mesin yang monoton menjadi satu-satunya suara di ruangan ini.Wajah mas Ihsan terlihat seperti orang yang tertidur lelap, tenang dan damai meski belum tahu kapan suamiku ini akan jauh sadar.Sudah beberapa jam sejak aku pingsan dan tersadar kembali, namun tak kulihat bayangan Mbak Rania atau Bu Minten di sini.“Mas, cepatlah sadar,” bisikku pelan. “Aku butuh kamu di sisiku. Cuma kamu yang bisa mengerti aku."Perasaan cemas dan lelah membuatku merasa butuh udara segar. Aku memutuskan untuk pulang sebentar ke rumah."Mas, aku pulang sebentar ya. Aku mau mandi, dan ganti baju. Aku pasti akan kembali lagi kemari," ucapku seraya mengecup kening suamiku dengan penuh cinta.Aku melangkah, meninggalkan ruang rawat mas Ihsan menuju jalan. Aku pun menyetop angkot. Nanti setelah sampai di rumah, mungkin aku akan mengambil beberapa barang yang diperlukan selama di rum

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-12
  • Terpaksa Menjual Kehormatan   TMK (Bab 10)

    Empat hari telah berlalu sejak operasi mas Ihsan dilakukan. Meskipun respons tubuhnya cukup baik, kenyataannya dia belum juga sadar sampai saat ini."Mas, aku pergi kerja dulu ya. Mungkin sebentar lagi ibu akan datang kemari untuk menunggumu di sini," ucapku seraya mengecup gening mas Ihsan.Ya, aku memutuskan untuk tetap bekerja untuk menyambung hidup kami di kemudian hari.Setiap hari aku bekerja di rumah Bu Ambar dan Pak Wira. Anehnya, selama empat hari itu, Bisma sama sekali tak terlihat di rumah. Aku bersyukur atas ketidakberadaan Bisma, memberikan sedikit kedamaian dalam hidupku yang penuh tekanan ini."Run, buatkan teh hangat untuk kami ya," pekik bu Ambar dari ruang tengah."Inggih, Bu."Segera aku buatkan teh hangat untuk kedua majikanku itu. Kebetulan sore ini cuaca mendung, dengan suhu udara yang cukup dingin."Gimana kabar Bisma di Singapura?" tanya Pak Wira."Gitulah. Sibuk dengan kegiatannya," jawab Bu Ambar.'Jadi, laki-laki urakan itu ada di Singapura. Pantesan 4 hari i

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-13
  • Terpaksa Menjual Kehormatan   TMK (Bab 11)

    Aku menoleh ke arah suara yang familiar itu. Tubuhku langsung membeku saat melihat sosok itu.‘Ya Allah! Itu kan Suci? Aku harus gimana ini?’Bibirku mendadak kelu, tidak tahu harus berkata apa. Bayangan amarah mas Ihsan langsung muncul di depanku.Kulihat mas Bisma maju ke depan, hingga posisiku ada di belakangnya, seolah ingin menyelamatkanku dari situasi yang canggung ini."Siapa kamu?" tanya Mas Bisma pada Suci dengan nada dingin.Suci, yang juga mengenakan pakaian pesta meski tidak semewah punyaku, menjawab dengan sopan, "Saya Suci, Den Bisma. Temannya Seruni. Anaknya Pak Atma yang bekerja di perkebunan kentang punya Pak Wira, bapaknya Den Bisma.”“Oh begitu? Maaf, kalau saya ndak kenal kamu.” Mas Bisma tampak mengernyitkan keningnya, sepertinya dia baru ingat dengan pertanyaan Suci padaku. Kemudian dia menjawab dengan nada tegas, "Tadi kamu bertanya tentang wanita di belakang saya kan? Dia ini Arumi, calon istri saya. Bukan Seruni seperti pikiranmu."Suci tampak mematung, sedikit

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-13
  • Terpaksa Menjual Kehormatan   TMK (Bab 12)

    Setelah berada di dalam ruang rawat mas Ihsan, hal pertama yang ingin kulakukan adalah mandi, tak peduli meski sekarang sudah jam 1 malam.“Aku hanya seorang wanita kotor saat ini,” gumamku diantara kepedihan hatiku dengan nasib hidupku yang buruk menurutku.Rasanya semua yang terjadi malam ini seperti mimpi buruk yang tidak pernah berakhir. Tubuhku terasa berat, dan kepalaku penuh dengan pikiran yang membuatku hampir gila. Andai semua ini tak segera berakhir, mungkin perhentian terakhir perjalanan hidupku adalah rumah sakit jiwa.“Ya Allah, tolong aku agar bisam segera keluar dari lingkaran se-tan ini,” gumamku.Aku masuk ke kamar mandi rumah sakit dengan langkah gontai. Begitu pintu tertutup, aku langsung menyalakan shower dan membiarkan air hangat mengalir di tubuhku. Tanpa suara, air mataku mulai mengalir deras.“Seluruh tubuhku kini terasa kotor. Bukan hanya karena keringat dan debu, tapi juga karena perasaan bersalah yang menghantui,” bisikku di tengah kucuran air yang tercurah d

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-22
  • Terpaksa Menjual Kehormatan   TMK (Bab 13)

    “Ngapain mas Bisma sama perempuan itu?” gumamku tanpa sadar. “Bagus. Bisa-bisanya dia sama perempuan lain sekarang. Sementara semalam dengan mudahnya dia bilang cinta sama aku. Omong kosong! Dasar laki-laki urakan! Untung aja gak aku gubris.”Namun seketika aku melirik ke arah dua penumpang lain yang menatapku dengan tatapan horor. Mereka pasti mengira aku ini gila.“Astaghfirullaahal Adziim.” Aku mengusap dadaku lalu meminta maaf pada kedua penumpang itu.Demi menutupi rasa maluku, aku tutupi wajahku dengan masker lalu menatap ke jalan dari kaca belakang.Akhirnya angkot pun tiba tepat di depan sebuah rumah besar milik Juragan Wira. Setelah menyerahkan ongkos angkot, aku pun masuk ke dalam rumah dengan sejuta sesak dalam yang masih juga tak kusadari.“Kalau aja gak butuh, rasanya aku males banget masuk kerja hari ini,” gumamku setelah mengganti bajuku dengan baju yang biasa aku pakai saat bebenah rumah besar ini.Seperti biasa, aku langsung mengerjakan tugas pertama sebagai pembantu,

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-26
  • Terpaksa Menjual Kehormatan   TMK (Bab 14)

    Aku segera berlari ke ruang makan dan menemukan Bisma tergeletak di lantai dengan wajahnya yang memucat.“Mas Bisma, kamu kenapa?” tanyaku sambil mencoba menggoyang-goyangkan tubuhnya, tapi dia masih bergeming di posisinya. “Mas, jangan buat aku takut dong.”Sepertinya laki-laki itu memang benar-benar pingsan. Dengan sekuat tenaga kutarik tubuh tinggi besar itu ke arah ruang tengah. Aku menyamankan tubuh Mas Bisma di atas karpet, sebab tak kuat menariknya ke atas sofa. “Malah pingsan segala sih? Duh, aku harus gimana?”Kulihat wajahnya yang memerah, bahkan ada bintik-bintik merah di sekitar lehernya. Sepertinya dia benar-benar pingsan.“Aku coba ulaskan minyak angin di hidungnya deh.”Gegas aku berlari ke arah kamar untuk mengambil minyak angin yang biasa ada dalam tas slempangku. Setelah mendapatkannya, aku kemabli ke ruang tengah. Kubiarkan kepalanya rebahan di pahaku.“Bangun dong, Mas. Kalau mau ngeprank jangan kayak gini,” ucapku sambil mendketakna botol minyak angin yang sudah

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-26
  • Terpaksa Menjual Kehormatan   TMK (Bab 15)

    Aku meringis menahan rasa sakit akibat rambutku yang di jambak oleh ibu mertuaku. Bu Minten menatapku dengan penuh amarah. "Jangan coba-coba bohongi aku, Seruni! Kalau kamu tidak kasih uang itu sekarang, kamu akan tahu apa akibatnya!" ancamnya sambil menunjuk wajahku.Aku hanya bisa terdiam, merasa terjebak dalam situasi yang semakin rumit. Di satu sisi, ada foto USG yang membuatku penasaran, di sisi lain, ada ibu mertua kejam yang terus memaksaku untuk memberinya uang. Aku merasa seperti berada di antara dua jurang yang siap menelanku kapan saja.Aku terhuyung dan jatuh ke lantai setelah ibu mertua menjambak rambutku dengan keras, alu mendorongku. Tubuhku terhempas ke lantai, sakitnya terasa sampai ke tulang. Aku hanya bisa menangis, meratapi nasibku yang terasa semakin buruk setiap harinya. Air mata mengalir deras di pipiku, sementara ibu mertua masih berdiri di depanku dengan wajah marah."Aku gak mau tahu, malam ini juga aku minta uang 10 juta itu," pekik ibu mertuaku dengan tel

    Terakhir Diperbarui : 2024-07-27

Bab terbaru

  • Terpaksa Menjual Kehormatan   TMK (Bab 36)

    POV Bisma.Aku mendengar teriakan Ihsan yang penuh dengan amarah dan kecemburuan.Aku menoleh dengan sinis pad Ihsan. “Sok-sokan marah. Padahal apa yang dia lakukan juga udah nyakitin Seruni banget.”Seruni yang masih ada dalam pelukanku mendongakkan kepalanya. “Mas, ngomong apa?”Aku lupa kalau ada Seruni dalam pelukanku. “Gak ada kok. Aku cuma ngomong gak jelas aja.”Aku jelaskan pun rasanya percuma karena bisa saja Seruni tidak percaya dengan ceritaku tentang Ihsan. Untuk saat ini aku memilih zona aman. Kesalahpahaman hanya akan membuat Seruni menjauh lagi dariku dan aku tidak ingin hal itu terjadi.Tanpa menghiraukan Ihsan, aku segera menggendong Seruni sebelum tiga pria yang menculiknya bangkit dan mencoba melawan lagi. Aku melewati Ihsan yang masih berusaha berjalan dengan susah payah, sambil berusaha menenangkan diri dari se

  • Terpaksa Menjual Kehormatan   TMK (Bab 35)

    POV BismaAku menggeliatkan tubuhku yang masih terasa lemah setelah melepaskan segala hormon stress ku tadi bersama Seruni. Beberapa waktu lalu, kami habis memadu kasih dengan penuh gairah.“Kamu itu menggemaskan, Seruni,” ucapku membayangkan kegilaan kami tadi.Aku melepas kepergian Seruni yang memutuskan untuk pulang sendiri dan menolak diantar olehku.“Sudahlah, yang penting sekarang Seruni benar-benar akan jadi milikku,” gumamku.Aku turun dari ranjang dengan perasaan bahagia. Tubuhku masih polos tanpa sehelai benang pun, namun aku tidak peduli. Lagi pula kami sudah mengikat janji akan bersama setelah ini, dan aku merasa perjuanganku tidak sia-sia meski harus memakai cara jahat dan licik dengan memanfaatkan kesulitan Seruni saat dia membutuhkan uang untuk biaya operasi Ihsan.Toh aku tahu, Ihsan bukan laki-laki baik sebenarny

  • Terpaksa Menjual Kehormatan   TMK (Bab 34)

    POV Ihsan.Jam menunjukkan angka 7.30, namun Seruni belum kembali dari apotek. Aku mondar-mandir di ruang tamu dengan gelisah, hati terasa semakin berat seiring berjalannya waktu.“Kenapa Seruni belum kembali?” gumamku pelan.Pikiran-pikiran buruk mulai menguasai benakku. Bagaimana jika sesuatu terjadi padanya? Bukan karena aku khawatir dengan keselamatannya. Aku yakin akan hal itu, tapi Seruni adalah calon pohon uangku.“Udahlah, Ihsan. Nanti juga dia akan pulang,” ucap ibuku.Aku menatap tajam pada ibuku. “Ibu yang bikin Seruni pergi malam-malam dan nenek juga udah bilang gak jadi, tapi ibu terus maksa!” seruku marah, melemparkan pandangan tajam ke arah ibuku.Nenekku tampak terdiam dan merasa bersalah. Ibuku yang melihat hal itu merasa tak suka.“Bu, istirahat saja di kamar ya,&rdqu

  • Terpaksa Menjual Kehormatan   TMK (Bab 33)

    POV Seruni.“Mas Bisma!” pekikku dengan kedua mata yang masih melebar. “Kok bisa ada di sini?”Dia hanya tersenyum padaku sambil mengemudi. Wajahnya penuh keringat dan sedikit darah di sudut bibirnya. Tatapan matanya penuh kekhawatiran padaku.“Panjang kalau diceritain. Bisa ngabisin 1 buku novel cetak,” jawabnya, yang membuatku merubah raut wajahku menjadi masam. “Kamu baik-baik aja kan?” tanyanya untuk yang kedua kali.Aku mengangguk, meskipun raut wajahku masih cukup masam. “Aku gak apa-apa. Kamu sendiri gimana, Mas?”Dia tersenyum lemah. “Aku akan baik-baik saja. Yang penting sekarang kita selamat dulu dari kejaran orang-orang itu.”Dalam keheningan mobil, aku tidak bisa menahan rasa terima kasih yang meluap-luap di dalam hatiku. Mas Bisma telah menyelamatkanku. Ini bukan pertama kalinya aku merasa aman berada di dekatnya meskipun situasinya begitu berbahaya.

  • Terpaksa Menjual Kehormatan   TMK (Bab 32)

    POV SeruniSiang telah berlalu berganti malam. Keheningan merayapi rumah neneknya mas Ihsan yang sudah cukup tua dan penuh kenangan. Saat ini aku berada di dapur, mencuci piring bekas makan malam beberapa waktu yang lalu.Air dingin mengalir deras, mengguyur piring-piring dengan suara gemericik yang menenangkan."Seruni!" panggil Bu Minten dengan nada tajam, mengagetkanku.Aku menoleh dan melihat beliau berdiri di ambang pintu dapur, wajahnya terlihat sinis seperti biasa. Beliau mendekat lalu menarik lenganku dengan kasar."Ikut aku sebentar," katanya dengan nada memerintah, kemudian membawaku ke samping rumah, jauh dari telinga yang mungkin mendengar."Ada apa, Bu?" tanyaku dengan jantungku yang berdegup kencang."Seruni, aku mau kamu ninggalin Ihsan. Aku lihat semua udah gak sesuai rencana awal," kata Bu Minten tegas, suaranya penuh

  • Terpaksa Menjual Kehormatan   TMK (Bab 31)

    POV Ihsan.Rupanya itu telepon dari Heru, laki-laki yang sedang mencariku. Hal inilah yang mendasariku untuk diam sementara di rumah nenekku dengan membawa Seruni. Mereka menuduhku berkhianat karena dianggap menghilang.“Dimana kamu? Kenapa nomormu lama tidak aktif?” tanya Heru begitu sambungan telepon aku terima.“Aku kecelakaan dan koma sampai dua minggu lamanya,” bisikku. Aku takut Seruni mendengar. Seruni memang tampak tidur, tapi itu bukan jaminan kalau dia benar-benar tidur.“Sialan! Bos terus nanyain aku tentang kamu dan istrimu itu,” ucapnya begitu kencang di telingaku."Aku tidak bisa memberitahumu banyak lewat telepon. Kita harus bertemu langsung," ucapku masih dengan suara berbisik."Baiklah. Di mana kita bisa bertemu?" tanyanya."Aku akan mengirimkan lokasi. Tapi ingat, pertemuan ini hanya antara kita berdua," ucapku.“Oke.”Meski Heru sempat berkata ’oke’ dan tak akan mengatakan pertemuan ini pada siapapun, tapi aku harus mempersiapkan segala kemungkinan terburuk.Aku men

  • Terpaksa Menjual Kehormatan   TMK (Bab 30)

    POV Ihsan.Aku terbangun karena suara dering ponsel yang memecah keheningan kamar. Kubuka mataku sedikit. Rupanya ponsel Seruni yang berdering, tapi aku tak tahu siapa orang yang menghubunginya.Tak lama kemudian, aku mendengar langkah kaki Seruni keluar dari kamar. Rasa penasaran membuatku bangkit, meski tubuhku masih lemah.“Ah, sial! Kenapa juga aku harus harus ngalamin ini sih?” keluhku, seraya beringsut ke arah kursi roda.Setelah duduk di kursi roda, dengan susah payah aku menggerakkan kursi roda menuju pintu kamar.“Kok sepi? Ibu sama nenek kemana ya? Tidur kali ya,” gumamku lalu kembali menggulirkan roda di kursi ke arah ruang tamu.“Perempuan itu kemana sih? Bukannya nemenin suami tidur, ini malah ngeloyor gak jelas,” omelku.Ya, inilah aku. Sosok Ihsan Kusuma, suami Seruni yang sebenarnya memben

  • Terpaksa Menjual Kehormatan   TMK (Bab 29)

    POV Ihsan.Saat pagi tiba, aku sudah berada di ruang rawat Mas Ihsan. Setelah berlama-lama berada di taman, aku memutuskan untuk kembali lalu tidur sebentar.Aku terbangun karena dibangunkan oleh mas Ihsan. Saking lelapnya aku bahkan tak mendengar suara adzan subuh berkumandang. Bahkan saat Ibu mertuaku pulang pun aku tak tahu.“Mas kok gak bangunin aku?” tanyaku saat melihat jam sudah menunjukkan angka 6.30 pagi.Mas Ihsan tersenyum padaku. Dulu senyum itu selalu membuatku tenang dan bahagia, tapi sekarang justru malah membuatku merasa sesak.“Aku gak tega bangunin kamu, Sayang,” ucap mas Ihsan.Aku tertegun mendengar ucapan mas Ihsan. Percayakah kalian kalau ini adalah panggilan sayang pertama mas Ihsan padaku, bahkan sejak kami mulai berpacaran dulu.Aku seketika merasa serba salah. Lalu aku pamit untuk pergi ke mushola d

  • Terpaksa Menjual Kehormatan   TMK (Bab 28)

    POV Seruni.Ajakan Mas Bisma membuatku terkejut. Apalagi dia bicara seperti itu di depan ibu mertuaku sendiri. Membuatku serba salah. Beruntung wajah Bu Minten tak seperti orang curiga kalau ada apa-apa diantara aku dan mas Bisma.Saat aku ingin menjawab, tiba-tiba suara lemah Mas Ihsan menghentikan niatku.“Seruni…” panggil Mas Ihsan lirih, membuatku segera menoleh ke arah ruang rawat.“Gara-gara kamu berisik, Ihsan jadi bangun,” omel Bu Minten, lagi-lagi menyalahkanku. AKu hanya bisa menghela napas pasrah.Bu Minten segera masuk, diikuti olehku. Namun, sebelum aku bisa melangkah lebih jauh ke dalam ruang rawat suamiku, Mas Bisma menahan tanganku.Aku menatapnya dengan bingung, tapi tatapannya seolah-olah mengatakan, "Jangan masuk, ikutlah denganku."“Mas, tolong lepaskan tanganku. Aku harus masuk

DMCA.com Protection Status