Bastian mengusap wajahnya, Dia duduk termenung di atas ranjang kamarnya. Bastian menutup sebagian wajahnya yang memerah dengan telapak tangannya."Akhirnya aku justru melakukannya dengan wanita asing yang tak kukenal."gumam Bastian heran sendiri."Siapa dia?" kenapa dia begitu menggangguku?""Aku yang tak suka dengan hal merepotkan seperti wanita, bagaimana bisa terjebak begitu saja pada wanita asing." Gumam Bastian lagi."Tadi itu rasanya....." Bastian membekap mulutnya sendiri. Wajahnya merona mengingat hal besar yang baru saja terjadi.Hening sesaat.."Aku.... ingin mencobanya lagi..."Sepuluh menit berlalu. Hp Bastian berdering. Telpon dari asistennya, Fang.Bastian menempelkan benda pipih itu ke telinganya tanpa mengatakan apapun."Nama gadis itu Violeta Govinda. Dua puluh dua tahun. baru saja lulus dari univ X. dan dua bulan bekerja di perusahaan Hongfang sebagai engenering product di wilayah X. Anak tertua di keluarga Hendrawan." ucap Fang diseberang sana, "Perlukah saya menyam
Vio bersungut mendekati pintu. Membuka pintu depan dan, tiba-tiba semua menjadi terang, sangat terang hingga membutakan matanya. Dan hilanglah seluruh kesadarannya.Tangan Bastian sudah menangkap tubuh Vio sebelum menyentuh lantai."Wanita? Kau kenapa?" Bastian menepuk-nepuk pipinya.Panas!? batin Bastian tersentak, wajahnya berubah panik dan khawatir. Apa dia sedang sakit? batinnya lagi."Tuan Bastian, sepertinya nona Vio sedang sakit. Wajahnya sangat pucat. Bagaimana jika kita bawa ke rumah sakit dulu?"saran Fang Asistennya."Kau benar." Bastian mengangkat tubuh Vio menggendong, dan berbalik."Kalian siapa?"pekik seorang wanita dari balik orang-orang pengikut Bastian yang ada belasan itu.Davi sahabat Vio menerobos dan melihat Vio dalam gendongan Bastian."Vio?" pekiknya panik."Apa yang terjadi?" Davi menatap tubuh dan wajah Vio yang pucat dan tak sadarkan diri."Maaf! Anda siapa nona?" tanya Asisten Fang menghalangi."Aku Davi! sahabat Vio. siapa kalian? Dan mau apa?"seru Davi membe
Di lokasi lain, di rumah sakit.Davi menunggu di luar ruangan dimana Vio dirawat. Di luar ruangan itu, ada beberapa orang tegap yang berdiri didepan pintu menjaga.Davi melirik mereka.Apa-apaan mereka ini? Apa Vio tahanan? Kenapa harus dijaga seperti ini. Siapa pria misterius itu? Bagaimana caraku masuk."Permisi!" Davi melangkah hendak memasuki ruangan dimana Vio dirawat. Namun ditahan oleh tangan menjaga yang berdiri didepan pintu."Biarkan aku masuk! Kalian ini siapa? Apa yang dilakukannya didalam sana dengan temanku!"pekik Davi kesal."Maaf nona Davi, mohon duduk tenang. Ini di rumah sakit."ucap Fang dengan senyuman ramah,"Apa kau ingin berada disini sebagai pasien?""A-apa?"Davi sedikit gentar."Ta-tapi temanku....""Tenang saja. Nona Vio baik-baik saja, Tuan Bastian kami menjaganya.""Uuugghh.. Bagaimana ini?" Davi celingukan berharap bisa menerobos masuk."Biarkan aku masuk! Aku mohon."sambungnya memelas.Asisten Fang menghela nafasnya panjang. Fang mengetuk pintu,tak ada sahuta
Vio berjalan memasuki rumahnya yang tampak masih sepi. Vio bernafas lega."Sepertinya Ibu dan yang lainnya belum kembali. Syukurlah."gumam Vio pelan.Vio mengendap-endap memasuki rumah dan langsung menuju kamarnya. Vio mengemasi barang-barangnya.Memasukkan bajunya ke dalam koper. Setelah semua terkemas. Vio bersiap keluar dari kamarnya dilantai dua. Perlahan Vio menggeret kopernya yang memang tidak terlalu berat dan kecil itu.Vio menuruni tangga, belum sampai setengah tangga terlewati, terdengar suara mesin mobil. Vio menghentikan langkahnya. Jantung Vio berdegup kencang. Habislah jika itu benar ibu tirinya. Tak lama terdengar suara pintu depan dibuka."Sialan! Ibu sudah datang!"gumamnya pelan dengan kekesalan. Vio bergegas naik kembali ke kamarnya. Vio mengunci pintu kamarnya. Vio berfikir keras, Sudah pasti dia tak akan bisa keluar mengingat perangai Mariah dan kejadian malam terakhir diantara mereka."Pertama sembunyikan dulu kopernya."gumam Vio menyembunyikan koper dikolong temp
Mobil putih yang Fang kendarai meluncur membelah jalan kota X dengan kecepatan sedang, Dibelakangnya berderet beberapa mobil yang mengiringi. Bastian yang duduk di jog belakang memangku wajahnya menatap keluar jendela. Sesekali Fang melirik tuannya melalui kaca.Apa yang tuan Bastian pikirkan? Dia terlihat sedikit gusar. Apakah dia gugup akan bertemu dengan nona Vio? Ohohoho.... Fang membatin dengan senyum lebar."Berhenti."Fang melirik kebelakang, lalu menghentikan laju mobilnya.Bastian keluar dari mobil dan masuk ke dalam restoran Korea. Fang tertegun, menatap tuannya lalu menatap plang restoran itu.Oohoooo... sengaja berhenti untuk membeli makanan korea kesukaan nona Vio, manis sekali tuan. Fang membatin lagi dengan senyum sumringah.Setelah menunggu sesaat. Bastian kembali dengan beberapa bungkusan ditangannya. Fang mengulas senyum."Hmmmppp......"Fang terkekeh"Apa yang lucu?"Bastian duduk di jog belakang bertanya datar."Tidak ada tuan."jawab Fang menstater mobilnya."kita lan
Makanan dalam bungkusan sudah habis tanpa sisa.Uueeeeeeekkk...Vio bersendawa. Bastian menutup mulutnya."Ahahaha... Biasanya juga aku bersikap sopan tanpa sendawa, dan makanku tidak sebanyak ini. Ini karena aku memang belum makan sejak aku keluar dari rumah sakit." ucap Vio beralasan dengan senyum canggung.Aaaaa.. Tunggu! wajah Vio berubah menjadi tak sedap dipandang. Rumah sakit mengingatkannya pada pria misterius yang membawanya, seperti yang Davi katakan.Kelebatan kehadiran orang disampingnya muncul dibenaknya.Puluhan mobil berderet disekitar rumahnya, Lalu makanan yang dia makan sekarang, juga waktu di dalam mobil.Bayangan wajah Davi dengan apa yang dikatakannya. saat dirumah sakit terlintas dibenaknya."orangnya sangat berpengaruh. Dan punya pengikut." suara Davi."Kupikir dia pacarmu, dia sangat perduli sekali padamu" suara Davi."Namanya Bastian." suara Davi.Dengan wajah canggung dan senyum yang dipaksakan, Vio menoleh ke samping menatap pada pria disampingnya."Namamu B
Morena pagi itu melangkahkan kaki nya memasuki ruangan manager perencanaan. Setelah dia menikah dengan Felix Ferdinan Alexander, Rena langsung dipercaya menjadi manager perencanaan. Rena menangani beberapa project baru.Rena duduk di kursi kerjanya. memeriksa beberapa berkas."Aku harus menarik perhatian Neno Alkatiri agar bisa menang tender." gumam Rena, "bagaimana caranya?""Vio, mungkin aku harus memanfaatkannya." Rena tersenyum licik. "Cukup untuk menyingkirkannya dari Felix. Jika aku bisa membuatnya terlihat sebagai gadis murahan yang menjual tubuhnya pada pria hidung belang.""Hmmmpppp... hihihi... hahahah...."****Vio menatap pantulan diri di cermin. Hari ini hari pertama dia kerja setelah mengambil cuti untuk resepsi acara pernikahan adiknya Rena dengan Felix."Vio? Masih belum siapkah?" seru Davi dari luar kamar mandi."Iya." Vio keluar disusul suara siulan dari Davi.Suuiitt.. suuiitt... Cantiknya engener kita." goda Davi, Vio tersenyum malu."Sudahlah, ayo berangkat. Nanti
"Ingatlah untuk makan malam dengan direktur Marsal besok." tegas Mariah dengan mendominasi."Kalau aku menolak?"tantang Vio dengan tatapan menantang."Kau akan kehilangan Nenekmu! Aku akan hentikan pengobatannya, hingga dia mati perlahan." ancam Mariah dengan mata mendelik penuh ancaman."Coba saja!"Vio menggeretakan gigi. Mariah tersenyum menang. Dia sudah lama menggenggam kelemahan Vio. Yaitu neneknya yang teramat disayanginya. Hanya Neneknyalah yang paling baik padanya. Selalu memberinya kasih sayang. Berbeda dengan anggota keluarga yang lain.Dengan kekesalan penuh Vii keluar dari rumah itu dan pergi ke warung tenda pinggir jalan."Bibi! makgauli dan pajeon."seru Vio yang masih kesal.Tak lama Bibi pemilik warung datang dengan seteko makgauli dan sepiring pajeon.Vio langsung menuang makgauli pesanannya dan meminum habis. Lalu memakan Pajeonnya dengan cepat. Vio menepuk-nepuk dadanya karena sesak yang semakin menghimpit dadanya. Rasa marah masih bergemuruh di sana. Dia ingin menge
Setelah Vio sadar, beberapa saat kemudian, bayi-bayi vio dibawa keruangan an vip. sang dokter juga mengarahkan bagaimana cara menyusui bayi kembar juga berlatih duduk dan bergerak pasca oprasi caesar."Sayang! Lihat! Doble J lucu sekali." Ucap Vio sambil menyusui keduanya.Bastian menelan ludahnya. Didalam ruangan itu hanya ada Bastian dan Vio dan satu dokter wanita satu perawat wanita. Tentu saja Fang dan laki laki tak di ijinkan melihat Vio menyusui. Mau mati apa mereka?Setelah beberapa hari dirumah sakit, Vio pun di ijinkan pulang. Di vila pribadi Bastian, mobil yang membawa Vio dan dan doble J berhenti dihalaman. Bastian dengan sigap memapah istrinya. menuntun wanita itu untuk masuk kediamannya.Didepan pintu, keluarga kecil itu disambut oleh bibi Ana dan para pelayan. Vio tersenyum haru. Mungkin, inilah keluarga yang selama ini dia impikan. Yang tidak dia dapatkan dari keluarga Tan.Vio mwnatap satu persatu wajah-wajah yang menyambu
"Bagaimana dokter?" Bastian sangat tak sabar dan cemas.Sang dokter tersenyum maklum."Semuanya selamat dan berjalan dengan lancar. Selama beberapa jam kedepan pasien akan ditempatkan diruang isolasi dulu. Mohon bersabar."Bastian bernafas lega, tubuhnya lemas dan merosot kebawah, seolah dia sudah tak punya tulang lagi."Ba-bagaimana dengan bayi nya?""Sangat sehat dan sempurna. Sementara kami akan menempatkannya di ruang khusus. Anda bisa melihatnya nanti.""Fang! Apa yang harus aku lakukan? Aku sangat bahagia, juga bersyukur.""Lakukan seperti biasanya tuan. Saya bisa menyiapkan segalanya."Fang ikut berjongkok disamping tuannya yang terduduk lemas dilantai."Tapi aku, seperti tak bertulang.""Apa anda mau saya menggantikannya untuk anda tuan?"Bastian tersentak menatap Fang."kau mau?""Tidak!" jawab Fang yakin dengan gelengan kepala mantap."Sialan kau!""
Davi meniup luka di wajah Jil. Dia mengobati bekas pukulan Andi. Davi menatap pria yang terus memperhatikannya itu."Kenapa?" tanya Davi masih mengolesi luka di wajah Jil."Seorang dokter tidak boleh terlihat memiliki memar seperti ini." ucap Davi lagi."Aku sangat bersyukur pria itu memukulku sampai seperti ini."Davi menghentikan pergerakan tangannya,"Dengan begitu aku bisa sedekat ini denganmu."Davi terkekeh kecil."Jangan menggombal." cibir Davi masih terkekeh."Harusnya kau yang menghajar dia. bukan bersikap sok gagah seperti tadi, tapi justru kena pukul lebih banyak." Ejek Davi dengan senyum geli."Sudah kubilang aku ini dokter. Mana boleh dokter menambah jumlah pasien rumah sakit dengan tangannya yang berharga ini."Davi tergelak."Jangan kau samakan dokter dengan ganster macam duo macan FB."Davi terdiam sejenak mendengar duo macan FB."Siapa duo macan FB?""
Fang berjalan dalam gang sempit di sekitar kosan Davi. Pria itu mengenakan jaket dan sepatu boot kulit. Fang berhenti tepat di ujung gang, di mana dari sana dia dapat melihat kosan Davi dengan lebih penuh dan leluasa.Fang menggigit batang rokok di mulutnya, menyalakan memantik dan menyulut rokok. Api telah padam. Bara tembakau dari rokok menyala-nyala oleh kuatnya isapan dari mulut Fang. Dia menjepit batang rokok dengan jarinya, dan menyemburkan asap ke udara.Mata elangnya tak lepas menatap bangunan tua itu dalam pekatnya malam.***Pagi yang cerah, menggantikan malam yang dingin dan gelap. Membawa hari baru yang lebih ceria, suara riang burung gereja yang hinggap di dahan pohon di samping Vila Bastian membangunkan Vio yang masih terlelap dalam pelukan hangat suaminya.Vio mengangkat lengan Bastian dari atas perutnya dengan hati-hati. Vio perlahan turun dari ranjangnya, berjinjit menuju kamar mandi, guna membersihkan diri.Pagi
Davi meremas-remas tangannya. Jantung gadis cantik itu berdetak lebih kencang dari biasanya. Dari wajahnya terlihat sekali dia sangat tegang.Jil melirik Davi dari ekor matanya. Sementara dia masih menyetir."Kenapa?""Bagaimana jika ayah dan ibumu menolak ku?" tanya Davi masih sangat gelisah.Jil tersenyum maklum."Mereka bukan orang yang kolot.""Tapi... Aku hanya gadis biasa. Aku bahkan tak punya orang tua...""Itu bukan masalah bagi mereka.""Tapii...""Percaya padaku, dan tegakkan dada mu. Heeemm?"Davi membuang nafasnya. Masih ada kekhawatiran di dirinya. Jil tersenyum gemas melihat Davi yang masih gelisah tak kunjung tenang. Pria itu menghentikan laju mobilnya dan menepi. Davi menatapnya dengan tatapan tanya."Sepertinya wanitaku ini masih butuh penyemangat dan energi positif."Jil mendekatkan wajahnya, mengecup ringan bibir ranum Davi. Gadis itupun membalasnya. Dengan
"Suamiku?"Vio, mengeratkan pelukannya pada tubuh Bastian.. Sehabis pertempuran malam itu."Apa Fang sungguhan tak punya pacar?"Bastian menghela nafasnya dengan sabar."Kenapa menanyakannya lagi?""Aku hanya ingin tau.""Kau menanyakannya berulang. Dan aku juga sudah menjawabnya sampai lelah.""Bagaimana kalau kita dekatkan Davi dan Fang?""Tidak usah.""Kenapa?" Vio memukul dada bidang suaminya itu dengan sedikit mengangkat tubuhnya menjauh dari suaminya."Fang tidak tertarik pada wanita."Bastian menarik kembali lengan Vio dan mendekapnya."Jangan terlalu jauh dariku. Aku bisa kangen.""Apa sih? Orang masih disini juga.""Tubuhku kanngen. Jika tidak menempel di kulit mu.""Iiiisshhh.." Vio mencubit perut Bastian."Auuu.. sakit sayang." Bastian mengusap perutnya."Oo iya, kapan USG lagi? Aku sangat ingin melihat doble J laki-laki
Pagi itu, daun- daun basah oleh embun, tetesannya jatuh dan membias tak tapak di tanah. Sinar kekuningan menghangatkan hawa sejuk dan menyibak kabut perlahan.Dalam ruang yang begitu rapi dan manly, netra Davi mengerjab, melihat sekeliling dengan pandangan yang sedikit berkabut, lalu terang oleh biasnya warna pagi itu.Davi merasa berada di tempat yang asing. Di manakah dia? Dia tak pernah berada di sana sebelumnya. Davi bangun terduduk dengan wajah bingungnya.Davi mencoba mengingat-ingat."Aahh,, benar! Aku bersama dokter Jil."Davi pun tersentak, sekilat ingatannya timbul, Dia sempat minum saat masih berada didalam pesta. Lalu dokter Jil mengantarnya, Mereka sempat terlibat percakapan kecil. Lalu tiba-tiba Dokter Jil menciumnya. Lalu berlanjut hingga akhirnya Dokter itu membawa Davi ke Apartemennya."Astaga!" Davi menutup mulutnya tak percaya. "Apa yang sudah kulakukan? Kami bahkan melakukannya lebih dari sekali."CEK
"Fang!""Iya Nyonya?""Duduklah."Fang melihat sekitar."Bastian sedang mandi. Biasanya lama."Dengan ragu duduk di sofa yang lain disisi sofa yang Vio duduki."Mmmm... Kau bisa menyelidiki apapun kan?" tanya Vio."Apa anda punya tugas untuk saya?""Mmm... Kau tau, Davi memiliki seorang pacar. Kalau tidak salah, namanya Andi. Tapi dia tidak terlihat sama sekali di pemakaman ibu Davi. Apa kau tau kenapa?""Aaahh, pria brengsek itu sudah putus dengan Nona Davi, nyonya.""Benarkah?" Vio tampak sangat terkejut"Heem.."Vio merasa menyayangkan karena Davi bahkan tidak bercerita padanya. Vii menghela nafasnya. Tak lama Bastian ikut bergabung."Ada apa?""Nyonya hanya menanyakan tentang nona Davi, tuan."Bastian manggut-manggut."Besok kita datangi keluarga Hendrawan.""Baiklah""Kenapa begitu lesu?""Sebenarnya aku sudah
"Nona Lyn." Jil mendekat dan berhenti tepat didepan Lyn. Tangan nya menengadah, Lyn meletakkan tangannya pada tangan Jin."Selamat ulang tahun." ucap Jil sambil mencium tangan Lyn.Tentu saja itu membuat Lyn tersipu malu. Sedangkan Andi jadi marah dan kesal. Di pisahkannya tangan keduanya segera. Lalu merangkul pinggang Lyn."Dia pacarku! Jangan sembarangan menyentuhnya."Jil tercengang, begitupun dengan orang-orang disekitarnya."Sayang sekali kau sudah punya pacar." oceh Jil lembut dengan memasang wajah sedih."Ya ampuunn... Tangkapan besar lepas demi ikan teri.""Sayang sekali ya, padahal Jil terlihat begitu berharap.""Aku tidak menyangka selera Lyn begitu rendah dengan memilih pria yang tak ada apa-apanya itu."Gumaman-gumaman teman Lyn sangat menggelitik telinga Andi. Tentu saja dia sangat kesal dengan ocehan teman-teman Lyn."Tidak!" Lyn segera melepaskan tangan Andi dari pingg