Catherine sama sekali tidak bisa fokus sekarang. Ketika dia sudah selesai dengan urusan perkuliahannya, dia lebih memilih untuk diam di kantin dan menunggu sahabatnya yang sedang mengikuti kelas percepatan karena banyak ketinggalan sebelumnya.
Wanita ini terlihat lesu.
Dia sendiri tidak menyangka kalau berhubungan dengan seorang pria bisa menghabiskan energi yang begitu besar seperti apa yang sekarang sedang dirasakan olehnya.
Kelelahan!
Wanita ini kemudian menarik napas dalam-dalam. Untuk pertama kali dia menggerai rambutnya ketika pergi ke kampus dan memakai pakaian yang sedikit tertutup.
"Hari ini kau terlihat sangat berbeda, Cathy!" sapa seorang pria yang kemudian langsung duduk di hadapannya.
Catherine menoleh sekilas ke arahnya. Sejurus kemudian dia mengalihkan pandangan dan memutar bola matanya dengan malas.
Pria itu tahu kalau Catherine pasti masih marah padanya, tetapi bukan Kenzo namanya kalau dia tidak bisa memenangkan hati wanita cantik di hadapannya ini.
"Wajahmu yang cemberut seperti ini semakin membuatku tidak tahan untuk menggodamu, Cath. Jadi, jangan salahkan kalau aku tidak akan pergi dari hadapanmu sebelum kau bersikap ramah padaku!" seringai Ken. Pria itu sekarang melipat kedua tangannya di atas meja lalu tersenyum ke arah Catherine.
Catherine mendengus kesal.
Ingin sekali dia melempar pria di hadapannya ini dengan segelas air agar dia pergi menjauh dari hadapannya karena saat ini Catherine benar-benar tidak ingin diganggu.
"Pergi dari sini, Kenzo. Aku sedang tidak ingin mencari masalah denganmu apalagi berbincang sok akrab," usir Catherine.
Kenzo tertawa. "Bisa-bisanya mahasiswa beasiswa sepertimu mengusirku dengan sangat mudah seperti itu. Hey, apa kau tidak lihat begitu banyak mahasiswa lainnya yang mengantri untuk bisa berbicara denganku?"
"Kau kira aku peduli?" sembur Catherine.
"Seharusnya kau memang peduli!" seloroh Kenzo.
Catherine mengambil tasnya.
Lalu, dengan satu gerakan cepat kemudian dia berdiri, berjalan menjauhi pria yang saat ini masih melipat tangannya di atas meja itu.
"Karena kau adalah seorang mahasiswa kaya dan tampan, maka tolong bayari makanku itu!" suruh Catherine sebelum meninggalkan pria yang terlihat memasang wajah cemberut itu.
Catherine sama sekali tidak peduli lagi ketika pria itu berteriak memanggil namanya. Sekarang dia benar-benar ingin menjauh dan sangat ingin sendiri.
Apalagi Kenzo adalah seseorang yang sangat peka dan sepertinya dia akan mengetahui perbedaan yang ada dalam diri Catherine dengan jelas kalau mereka terus bersama. Itulah alasan Catherine pergi meninggalkannya.
"Kau menekuk wajahmu lagi, apa ini karena ulah Kenzo?" tanya Theresia yang berjalan mendekat menghampiri Catherine yang duduk di salah satu kursi taman.
"Bagaimana kau tahu?" tanya Catherine.
Theresia mengambil posisi duduk di sebelahnya. "Lihatlah di grup. Dia sudah membuat kehebohan di sana!"
Catherine kemudian memeriksa ponselnya.
Wanita ini kemudian mencibikkan bibirnya ketika membaca grup dan di sana sudah ada kehebohan yang diciptakan oleh Kenzo.
"Pria gila!" sembur Catherine ketika membaca bagaimana pesan yang dikirimkan oleh Kenzo di grup itu.
Theresia tertawa. "Sudah, jangan pedulikan dia dengan gosip murahan yang disebarkan olehnya itu. Lagi pula kalau kau minta untuk dibayari olehnya, sepertinya itu adalah hal yang wajar karena dia biasa melakukan itu untuk semua wanita!"
Catherine hanya bisa menggelengkan kepalanya.
Menghadapi tingkah laku Kenzo yang seperti ini adalah makanan sehari-hari baginya. Terlebih lagi pria itu sudah sering mendapatkan penolakan darinya, bukan hanya sekali atau dua kali.
"Kalau begitu sekarang tolong temani aku ke rumah sakit karena aku harus menyelesaikan biaya pengobatan ibuku, There. Sebelumnya antar aku dulu ke bank untuk mencairkan cek ini." Wajah Catherine kemudian terlihat berbeda ketika membicarakan tentang masalah ibunya.
Theresia memegang pundak sahabatnya itu. "Kau sangat bisa mengandalkanku untuk segala hal, Cathy!"
***
Catherine sama sekali tidak menyangka kalau sekarang dia sudah tidak perlu memikirkan bagaimana tentang tunggakan biaya rumah sakit ibunya yang selama ini menjadi beban pikirannya.
Dia juga sama sekali tidak menyangka kalau sekarang ibunya bisa mendapatkan perawatan intensif lagi setelah sebelumnya sempat harus ditunda untuk beberapa pengobatannya.
"Kalau aku tidak melakukannya dengan Tuan Markus kemarin, hari ini mungkin aku tidak tenang karena ibuku yang belum bisa mendapatkan obat-obatan baru, There." Lalu, dengan air matanya yang berlinang wanita ini menunduk di samping brangkar ibunya.
Theresia sekali lagi menepuk pundak sahabatnya. "Sudahlah. Semua sudah terjadi dan sekarang adalah saatnya bagimu untuk berjuang demi kesembuhan Tante Zenny."
"Bagaimana kalau dia memintaku untuk malam ini melayaninya lagi, There?" tanya Catherine setengah terisak.
"Mau tidak mau kau memang harus melakukannya, Cathy. Ini adalah jalan yang sudah kita pilih, tidak ada cara lain untuk bebas dari jalan ini selain kita bekerja dengan baik," sahut Theresia.
Catherine menarik napasnya dalam-dalam.
Dia mengerti kalau dia memang tidak punya pilihan untuk mundur lagi sekarang.
Setelah menyerahkan keperawanannya pada seorang pria kaya raya seperti Markus Hans, maka dia sekarang tidak punya pilihan untuk mundur lagi selain terus bermain di jalan ini.
Pilihannya hanya ada dua.
Bersikap manja selayaknya para sugar baby lainnya dan mengeruk sebanyak-banyaknya keuntungan dari pria itu.
Atau, tetap bersikap keras seperti sekarang dengan memegang prinsipnya yang pada akhirnya akan merugikan dia sendiri karena tersiksa lahir dan batin.
Jalan mana yang harus dipilih oleh Catherine?
"Jangan pikirkan banyak hal dan lakukan saja semuanya sesuai dengan kata hatimu, Cathy. Kau juga boleh menunjukkan sifat aslimu padanya dan tidak usah berpura-pura untuk menjadi orang lain ketika bersama dengannya. Walau dia begitu menyeramkan." Theresia mencoba untuk menguatkan sahabatnya.
Catherine menganggukkan kepalanya.
Dia kemudian melihat bagaimana wajah ibunya yang sekarang terlihat sedikit lebih segar walau belum juga bisa membuka kedua matanya.
Wanita ini begitu pedih melihat bagaimana kondisi ibunya yang masih mengalami koma setelah berbulan-bulan menjalani pengobatan.
Dia tidak ingin menyerah dengan kondisi ibunya.
Dia juga tidak ingin menghentikan segala upaya agar ibunya bisa bangun lagi.
Walau sekarang harus menjual dirinya pada seorang pria seperti Markus Hans, Catherine tidak peduli karena baginya kesehatan ibunya adalah yang utama.
"Kalau begitu sekarang aku pergi dulu, Cath. Hari ini adalah jadwalku untuk bertemu sugar daddy-ku. Maaf karena tidak bisa mengantarmu pulang," pamit Theresia.
Catherine mengangguk dan melambaikan tangan pada sahabatnya.
Dia sama sekali tidak menyangka kalau kehidupan Theresia yang dulu dipandang sebelah mata olehnya, kini harus dijalani juga olehnya.
Sebuah kehidupan di mana dia harus menggantungkan dirinya pada orang lain dengan cara menjual tubuhnya.
"Hah, aku bisa gila kalau terus beranggapan aku adalah orang yang teraniaya di dunia ini. Jadi, bukankah seharusnya aku bersikap pasrah dan mengikuti alurnya saja? Lagi pula sepertinya uang dari pria billioner itu tidak akan habis kalau aku mengeruknya sedikit saja untuk pengobatan ibu." Senyum di wajah Catherine berubah menjadi sedikit menyeringai. Sepertinya keadaan akan membuat wanita ini menjadi sosok yang berbeda.
Hingga, sebuah pesan teks masuk dan membuat wanita ini terkejut.
"Oke, kehidupanmu sebagai seorang sugar baby sudah dimulai, Cathy. Bersiaplah!" gumamnya yang kemudian mengunci ponselnya dan meletakkannya di dalam tas.
Dia harus bersiap sekarang karena sepertinya Markus Hans ingin meminta sesuatu padanya malam ini.
*****
Langkahnya terlihat sangat berhati-hati ketika wanita ini memasuki sebuah kamar yang merupakan presiden suite di hotel ternama di kota tempat dia tinggal. Jantungnya berdebar dengan sangat kencang karena ternyata setelah dia memindai ke sekeliling ruangan sama sekali tidak ada sosok pria yang telah mengambil keperawanannya dengan begitu beringas beberapa hari yang lalu. "Huf, setidaknya aku tidak harus bersikap kikuk karena aku sampai duluan," gumam Catherine yang kemudian meletakkan tasnya dan duduk di sebuah sofa besar yang ada di kamar ini. Wanita ini sama sekali tidak pernah menyangka kalau di dalam hidupnya dia akan memiliki kesempatan untuk memasuki sebuah kamar dengan fasilitas super mewah seperti yang sekarang sedang didatangi olehnya. Ya, kalau bukan karena dia menjadi sugar baby dari seorang Markus Hans, sepertinya sampai seumur hidup pun Catherine tidak akan pernah bisa memasuki kamar seperti ini. "Setidaknya sekarang aku harus belajar untuk bisa menjadi sedikit lebih g
Catherine mencoba untuk menggerakkan tubuhnya. Dia merasakan perih yang begitu luar biasa pada bagian bawah pangkal paha, sehingga ketika dia ingin mencoba berdiri, sesuatu yang sedikit sakit membuatnya tersiksa. "Aww ...." Wanita ini meringis ketika tanpa sengaja dia berdiri dengan terpaksa sehingga bagian bawah tubuhnya terasa begitu sakit. "Jangan paksa dirimu untuk berdiri seperti itu, Catherine!" seru Markus dengan suaranya yang begitu berat. Catherine dengan cepat menoleh ke arah pria itu lalu menutup dadanya yang belum mengenakan sehelai benang pun. Markus tertawa. Pria ini kemudian mendekati Catherine dan memberikan selimut untuknya. "Lucu sekali karena kau malu padaku, Cath." Pria ini kemudian memakaikan selimut pada wanita yang saat ini sedang menunduk di hadapannya. Markus melihat bagaimana polosnya wanita yang tadi digempur habis-habisan olehnya. Wanita yang telah memberinya kepuasan yang selama ini begitu dirindukan olehnya. Wanita ini begitu muda jika dibandingka
Leona bisa mencium sesuatu yang tidak biasa dari gelagat Markus. Sejak saat berbicara di telepon dengannya, pria itu bahkan sudah sangat jauh berbeda dari biasanya. Walau bibirnya berkata 'sayang', tetapi Leona tahu kalau hati dan mata pria itu tidak sedang bersamanya. "Kenapa kau diam saja sejak tadi, Leona? Tadi kau memintaku untuk cepat pulang, tapi sekarang kau sama sekali tidak mau bicara denganku," ucap Markus pelan. Leona tidak menjawab. Wanita ini bahkan memalingkan wajahnya. Dia bisa merasakan bagaimana sekarang wajahnya sedang memanas. Sama panasnya dengan hatinya yang terluka karena menyadari kalau Markus tidak lagi menginginkan dia. "Leona, Sayang ...." Markus berjongkok di hadapan sang istri berharap kalau dengan cara seperti ini dia bisa berbicara dengan Leona. Leona tidak ingin melihat bagaimana tatapan Markus saat ini. Walau pria itu mendongak untuk bisa melihat bagaimana kejelasan wajahnya, tetapi dia mencoba untuk memejamkan mata agar pria ini tahu kalau seka
Sebuah amplop coklat tebal kini telah dipegang oleh Markus. Pria ini sama sekali tidak menduga kalau istrinya akan memberikan dia sebuah benda yang isi di dalamnya pun tidak diketahui olehnya. "Apa ini, Leona?" tanya Markus. Leona tersenyum getir. "Bukalah dan lihat bersama dengan Ibu. Aku yakin kalau kau akan mengetahui kalau sudah melihat dan memeriksa isinya." Markus mengikuti apa yang disuruh oleh istrinya. Pria ini kemudian perlahan membuka amplop coklat tebal itu. Rasanya tidak karuan ketika dia mengeluarkan beberapa buah foto yang sudah tercetak dengan ukuran yang sebesar amplop coklat itu. Ibunya sendiri pun sama sekali tidak menyangka ketika dia mengambil benda yang dipegang oleh Markus itu dan melihat bagaimana tampilan wajah putranya bersama dengan seorang wanita muda. "B-bagaimana bisa?" tanya Markus dengan mata berkaca-kaca dan melihat ke arah Leona sekarang. "Kau bertanya padaku bagaimana bisa, Markus? Bukankah seharusnya itu adalah pertanyaan yang aku tujukan pada
Markus begitu gundah gulana karena ternyata Leona begitu kekeh dengan keputusannya yang tidak ingin mempertahankan rumah tangga mereka. Pria ini bahkan memukul tembok beberapa kali karena dia merasa sangat sakit hati dengan apa yang diinginkan oleh istri tercintanya itu. Sudah beberapa hari Leona tidak mau berbicara dengannya dan dia hanya akan masuk kembali ke kamar setelah semua urusannya selesai. Dia tidak peduli pada Markus yang harus tidur di kamar tamu dan pergi ke kantor dengan perasaan kacau. Siksaan ini nyata diberikan oleh Leona untuknya dalam beberapa hari. Bahkan, Markus tidak menghubungi Catherine sama sekali dan seakan lupa padanya. "Aku hanya ingin bersenang-senang dengan seseorang dan itu hanyalah bersifat sementara saja. Kenapa kau malah berpikiran sempit dan mengira kalau aku telah membuka hati untuk wanita itu, Leona?" Pria ini mengeram dengan emosinya yang tertahan. Ingin sekali dia melampiaskan kemarahannya pada seseorang, tetapi dia tidak tahu harus kepada
Leona benar-benar melakukan sesuatu yang di luar batas perkiraan siapa pun yang ada di ruangan itu. Sekarang mereka begitu terkejut karena sosok seorang wanita cantik yang berusia muda kini hadir di antara perbincangan Leona dan suaminya. Markus sendiri sama sekali tidak habis pikir karena sekarang sosok dari wanita yang beberapa malam telah menghabiskan waktu untuk bertempur dengannya, kini sedang terduduk dengan wajah yang tertunduk dan tidak berani diangkat. "Seperti yang sudah aku katakan padamu tadi, Markus. Kalau kau sama sekali tidak bisa menerima permintaanku untuk bercerai, maka wanita yang saat ini hadir di antara kita harus segera kau nikahi!" suruh Leona dengan begitu santai seakan dia tidak memikirkan bagaimana perasaan Markus dan juga ibunya sekarang. Pria tampan itu menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Jangan bicara ngawur dan berhenti membahas mengenai perceraian! Memangnya kau kira untuk menikah dengan orang lain akan semudah itu?" "Apanya yang susah di saat ka
Catherine menatap wajah ibunya yang begitu sendu dan terbaring dengan begitu lemah di atas brangkar. Pikirannya kini melanglang buana pada saat tadi dia harus diinterogasi oleh istri dari seorang pria yang telah merenggut keperawanannya. Catherine sama sekali tidak ingin menikah dengan Markus Hans. Dia benar-benar tidak ingin menjadi seorang wanita yang harus berada di antara rumah tangga orang lain. "Ibu, ayo bangunlah. Aku benar-benar butuh masukan darimu. Aku benar-benar butuh teman untuk berbagi keluh kesahku," bisik Catherine terisak. "Apa Ibu tahu betapa menderitanya aku sejak Ibu koma seperti ini? Rasanya begitu menyesakkan. Hatiku sakit, Bu." "Seseorang datang dan mengisi hidupku. Lalu, sekarang situasinya menjadi semakin rumit karena aku harus menjadi seseorang yang menghancurkan kehidupan pernikahan orang lain. Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Di tengah isak tangisnya, sebuah tangan besar dan hangat tanpa terasa menyentuh pundaknya. Catherine terperanjat. Wani
Pria ini sekarang memutar tubuhnya.Mencoba untuk menatap wajah Chaterine lebih jelas lagi dan mencari kejujuran dari binar mata gadis cantik itu."Apa kau serius dengan keputusanmu?" tanya Markus penuh penekanan. "Apa kau sama sekali tidak mau memikirkan bagaimana nasib ibumu? Apa kau akan tetap bersikap egois dengan mementingkan dirimu sendiri?"Pertanyaan Markus ini sukses membuat Catherine terdiam.Kenapa dia harus ada dalam situasi yang tidak menguntungkan dan juga membuat dia merasakan sesak yang begitu sakit di dadanya.Dia merasa sangat susah untuk bernapas.Bahkan, rasanya setiap kali Markus mengungkit tentang masalah ibunya membuat hati Catherine terasa begitu sakit seakan ada ribuan jarum tajam yang sedang menghujamnya."Pikirkan sekali lagi tawaranku dan juga pikirkan bagaimana nasib ibumu kalau kamu tetap bersih keras untuk mementingkan egomu sendiri, Cathy!" saran Markus. Ya, dia sedang mencoba untuk memberikan saran yang sesuai dengan kepentingannya.Catherine tersenyum