Catherine mencoba untuk menggerakkan tubuhnya. Dia merasakan perih yang begitu luar biasa pada bagian bawah pangkal paha, sehingga ketika dia ingin mencoba berdiri, sesuatu yang sedikit sakit membuatnya tersiksa.
"Aww ...." Wanita ini meringis ketika tanpa sengaja dia berdiri dengan terpaksa sehingga bagian bawah tubuhnya terasa begitu sakit.
"Jangan paksa dirimu untuk berdiri seperti itu, Catherine!" seru Markus dengan suaranya yang begitu berat.
Catherine dengan cepat menoleh ke arah pria itu lalu menutup dadanya yang belum mengenakan sehelai benang pun.
Markus tertawa.
Pria ini kemudian mendekati Catherine dan memberikan selimut untuknya.
"Lucu sekali karena kau malu padaku, Cath." Pria ini kemudian memakaikan selimut pada wanita yang saat ini sedang menunduk di hadapannya.
Markus melihat bagaimana polosnya wanita yang tadi digempur habis-habisan olehnya. Wanita yang telah memberinya kepuasan yang selama ini begitu dirindukan olehnya.
Wanita ini begitu muda jika dibandingkan dengan usianya yang sudah matang. Bahkan, Markus dapat melihat dengan jelas kalau wanita muda di hadapannya ini masih begitu suci.
"Kau jangan pernah takut padaku seperti sekarang karena kita telah menghabiskan dua malam bersama, Cath. Bersikaplah manja dan lakukanlah semua hal yang kau inginkan ketika kau bersamaku," bisik Markus.
Catherine mengangkat wajahnya. Wanita ini bisa melihat bagaimana dalamnya tatapan Markus yang membuat dirinya seakan tenggelam di sana.
Dia sebenarnya sangat malu.
Malu karena tidak biasa bertatapan mata dengan pria, tetapi mengingat bahwa pria ini yang akan terus menghabiskan banyak waktu dengannya, bukankah dia tidak bisa seperti ini terus?
"S-saya butuh waktu, Tuan," jawab Catherine.
Pria tampan itu tersenyum mendengarnya. "Jangan pikirkan masalah waktu. Kau memiliki banyak waktu."
"Terima kasih, Tuan," balas Catherine dengan malu-malu.
Markus mengusap lembut wajah cantik Catherine. Mengecup keningnya dan membiarkan aroma tubuh wanita ini menyeruak dan mengisi seluruh rongga hidungnya.
Ini adalah perasaan yang sudah lama tidak dirasakan oleh pria yang selalu setia pada istrinya itu.
Dia yang sudah berusia matang teringat kalau rasa ini adalah rasa yang dulu pernah dirasakan olehnya pada Leona ketika mereka baru pertama kali saling jatuh cinta.
Jiwa muda Markus saat ini seakan dibangkitkan dengan kehadiran Catherine yang telah mengisi hatinya.
"Kau jangan pernah takut padaku. Kau hanya perlu menjadi dirimu apa adanya, Cath. Aku tidak mungkin berlaku buruk padamu," bisik Markus lagi. Pria ini suka mencium aroma manis dari bagian leher wanita yang sudah ditiduri olehnya itu.
Catherine bisa merasakan sekujur tubuhnya meremang ketika lagi dan lagi kehangatan napas pria dewasa itu menyentuh kulit lehernya.
Wanita ini menganggukkan kepalanya. "I-iya, Tuan. Saya akan berusaha untuk bisa bersikap wajar."
"Bagus, Sayang. Kau harus bisa seperti itu karena aku begitu ingin menjadi segalanya bagimu," sahut Markus dengan ekspresi wajahnya yang terlihat sangat senang.
Catherine tidak menjawab lagi.
Dia membiarkan pria itu memeluk tubuhnya yang hanya tertutup selimut. Dalam benaknya hanya ada rasa ngilu jika membayangkan kalau Markus akan kembali mengajaknya bertempur.
Wanita ini masih merasakan sakit di bawah sana, dia belum siap kalau harus lagi memuaskan Markus dengan rasa sakit yang masih terasa itu.
Aktivitas Markus terhenti ketika ponselnya berdering. Sesuatu yang membuat pria itu berdecak kesal di waktu bersamaan dengan gerakan tubuhnya yang mengambil ponselnya secara kasar.
Catherine dapat melihat dengan jelas bagaimana wajah Markus sekarang.
Antara rasa panik dan juga sedikit rasa gugup yang bercampur menjadi satu ketika dia melihat layar ponselnya.
Pria itu kemudian memilih untuk menjauh dari Catherine.
"Halo, Sayang?" sapa Markus ketika sepertinya panggilannya terhubung dengan orang yang meneleponnya.
Catherine memilih untuk tidak mencuri dengar.
Wanita itu dengan cepat menuju ke kamar mandi untuk segera membersihkan dirinya.
Dia bisa mendengar kalau dari nada bicaranya, Markus terdengar seakan begitu pasrah dan tidak bisa berkutik.Akan tetapi, lagi-lagi Catherine mencoba untuk mengalihkan perhatiannya. Dia tidak mau tahu apa yang membuat pria itu sedikit murung ketika sekarang sudah berdiri di depan kamar mandi dan melihatnya sedang membersihkan diri.
"Catherine, aku sebenarnya ingin menghabiskan waktu lebih banyak lagi denganmu. Tapi, sepertinya tidak hari ini." Ada sedikit kesedihan dari ucapannya.
Catherine tersenyum sembari memandangi pria tampan itu. "Tidak apa-apa, Tuan. Saya bisa mengerti kalau anda ada urusan lain."
"Kau jangan cemas, karena aku akan menghubungimu lagi nanti. Aku harus segera pulang dan menemui istriku," sahut pria dengan manik mata biru sedalam lautan itu.
Catherine sedikit berperangah.
Mendengar kalau Markus harus bertemu dengan istrinya dengan keterpaksaan di wajahnya seperti itu, membuat dia sekarang sedang bertanya-tanya hal apa yang membuat semua itu bisa terjadi.
Apakah selama ini Markus menjalani pernikahan yang tidak bahagia?
Apakah pria ini mencari kesenangan dengannya karena dia tidak mencintai istrinya lagi?
Atau, apakah pria ini sudah tidak memiliki rasa pada istri yang sejak dulu mendampinginya?
Catherine mencoba untuk tidak terlalu mengambil pusing untuk hal itu.
Dia tahu kalau dia tidak memiliki andil dan juga kuasa untuk melarang Markus melakukan apa saja yang diinginkan olehnya.
Terlebih lagi kalau untuk masalah perasaan yang berkaitan dengan kehidupan pria itu dengan istri sahnya.
"Aku akan menghubungimu kalau aku sudah sampai di rumah nanti. Ah, tidak. Kita tidak akan berkomunikasi kalau aku ada di rumah karena itu akan membuat istriku curiga. Mungkin besok aku akan menghubungimu." Markus mendekati wanita itu lalu mengecup keningnya yang basah oleh air.
Catherine hanya bisa mengangguk ketika Markus melakukan hal yang begitu lembut kepadanya itu.
Pria itu kemudian melambaikan tangan ke arahnya. "Setelah kau membersihkan diri kau boleh istirahat, Cath. Aku sudah mengirimkan sesuatu pada dirimu untuk bonus malam ini karena kau sangat manis dan polos."
Catherine bahkan tidak bisa mengucapkan terima kasih ketika pria itu telah pergi dengan cepat dan sepertinya sangat terburu-buru.
Wanita ini hanya tersenyum miris ketika mendapati dia bukanlah seseorang yang penting di hati Markus karena dia hanyalah seorang wanita penghibur yang harus memenuhi kewajibannya untuk membuat pria itu senang.
Di bawah air yang terus mengalir membasahi tubuhnya, sebenarnya Catherine merasakan perasaan besar yang begitu bersalah pada istri sah Markus.
Akan tetapi, di sisi lain dia tahu kalau dia tidak memiliki pilihan apa pun lagi untuk bisa mementingkan egonya dan melupakan rasa sakitnya itu.
"Walau kau selamanya hanyalah menjadi seorang wanita tersembunyi di hidup Markus, kau harus bisa menikmatinya sebagai sesuatu yang sudah menjadi takdirmu, Cath. Kau hanyalah seorang sugar baby yang menjadi wanita simpanan darinya. Jangan mengharapkan perasaan apa pun apalagi berharap kalau kau bisa bahagia di atas penderitaan wanita lainnya." Catherine kemudian terisak di bawah penyesalan yang begitu mendalam.
*****
Leona bisa mencium sesuatu yang tidak biasa dari gelagat Markus. Sejak saat berbicara di telepon dengannya, pria itu bahkan sudah sangat jauh berbeda dari biasanya. Walau bibirnya berkata 'sayang', tetapi Leona tahu kalau hati dan mata pria itu tidak sedang bersamanya. "Kenapa kau diam saja sejak tadi, Leona? Tadi kau memintaku untuk cepat pulang, tapi sekarang kau sama sekali tidak mau bicara denganku," ucap Markus pelan. Leona tidak menjawab. Wanita ini bahkan memalingkan wajahnya. Dia bisa merasakan bagaimana sekarang wajahnya sedang memanas. Sama panasnya dengan hatinya yang terluka karena menyadari kalau Markus tidak lagi menginginkan dia. "Leona, Sayang ...." Markus berjongkok di hadapan sang istri berharap kalau dengan cara seperti ini dia bisa berbicara dengan Leona. Leona tidak ingin melihat bagaimana tatapan Markus saat ini. Walau pria itu mendongak untuk bisa melihat bagaimana kejelasan wajahnya, tetapi dia mencoba untuk memejamkan mata agar pria ini tahu kalau seka
Sebuah amplop coklat tebal kini telah dipegang oleh Markus. Pria ini sama sekali tidak menduga kalau istrinya akan memberikan dia sebuah benda yang isi di dalamnya pun tidak diketahui olehnya. "Apa ini, Leona?" tanya Markus. Leona tersenyum getir. "Bukalah dan lihat bersama dengan Ibu. Aku yakin kalau kau akan mengetahui kalau sudah melihat dan memeriksa isinya." Markus mengikuti apa yang disuruh oleh istrinya. Pria ini kemudian perlahan membuka amplop coklat tebal itu. Rasanya tidak karuan ketika dia mengeluarkan beberapa buah foto yang sudah tercetak dengan ukuran yang sebesar amplop coklat itu. Ibunya sendiri pun sama sekali tidak menyangka ketika dia mengambil benda yang dipegang oleh Markus itu dan melihat bagaimana tampilan wajah putranya bersama dengan seorang wanita muda. "B-bagaimana bisa?" tanya Markus dengan mata berkaca-kaca dan melihat ke arah Leona sekarang. "Kau bertanya padaku bagaimana bisa, Markus? Bukankah seharusnya itu adalah pertanyaan yang aku tujukan pada
Markus begitu gundah gulana karena ternyata Leona begitu kekeh dengan keputusannya yang tidak ingin mempertahankan rumah tangga mereka. Pria ini bahkan memukul tembok beberapa kali karena dia merasa sangat sakit hati dengan apa yang diinginkan oleh istri tercintanya itu. Sudah beberapa hari Leona tidak mau berbicara dengannya dan dia hanya akan masuk kembali ke kamar setelah semua urusannya selesai. Dia tidak peduli pada Markus yang harus tidur di kamar tamu dan pergi ke kantor dengan perasaan kacau. Siksaan ini nyata diberikan oleh Leona untuknya dalam beberapa hari. Bahkan, Markus tidak menghubungi Catherine sama sekali dan seakan lupa padanya. "Aku hanya ingin bersenang-senang dengan seseorang dan itu hanyalah bersifat sementara saja. Kenapa kau malah berpikiran sempit dan mengira kalau aku telah membuka hati untuk wanita itu, Leona?" Pria ini mengeram dengan emosinya yang tertahan. Ingin sekali dia melampiaskan kemarahannya pada seseorang, tetapi dia tidak tahu harus kepada
Leona benar-benar melakukan sesuatu yang di luar batas perkiraan siapa pun yang ada di ruangan itu. Sekarang mereka begitu terkejut karena sosok seorang wanita cantik yang berusia muda kini hadir di antara perbincangan Leona dan suaminya. Markus sendiri sama sekali tidak habis pikir karena sekarang sosok dari wanita yang beberapa malam telah menghabiskan waktu untuk bertempur dengannya, kini sedang terduduk dengan wajah yang tertunduk dan tidak berani diangkat. "Seperti yang sudah aku katakan padamu tadi, Markus. Kalau kau sama sekali tidak bisa menerima permintaanku untuk bercerai, maka wanita yang saat ini hadir di antara kita harus segera kau nikahi!" suruh Leona dengan begitu santai seakan dia tidak memikirkan bagaimana perasaan Markus dan juga ibunya sekarang. Pria tampan itu menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Jangan bicara ngawur dan berhenti membahas mengenai perceraian! Memangnya kau kira untuk menikah dengan orang lain akan semudah itu?" "Apanya yang susah di saat ka
Catherine menatap wajah ibunya yang begitu sendu dan terbaring dengan begitu lemah di atas brangkar. Pikirannya kini melanglang buana pada saat tadi dia harus diinterogasi oleh istri dari seorang pria yang telah merenggut keperawanannya. Catherine sama sekali tidak ingin menikah dengan Markus Hans. Dia benar-benar tidak ingin menjadi seorang wanita yang harus berada di antara rumah tangga orang lain. "Ibu, ayo bangunlah. Aku benar-benar butuh masukan darimu. Aku benar-benar butuh teman untuk berbagi keluh kesahku," bisik Catherine terisak. "Apa Ibu tahu betapa menderitanya aku sejak Ibu koma seperti ini? Rasanya begitu menyesakkan. Hatiku sakit, Bu." "Seseorang datang dan mengisi hidupku. Lalu, sekarang situasinya menjadi semakin rumit karena aku harus menjadi seseorang yang menghancurkan kehidupan pernikahan orang lain. Apa yang harus aku lakukan sekarang?" Di tengah isak tangisnya, sebuah tangan besar dan hangat tanpa terasa menyentuh pundaknya. Catherine terperanjat. Wani
Pria ini sekarang memutar tubuhnya.Mencoba untuk menatap wajah Chaterine lebih jelas lagi dan mencari kejujuran dari binar mata gadis cantik itu."Apa kau serius dengan keputusanmu?" tanya Markus penuh penekanan. "Apa kau sama sekali tidak mau memikirkan bagaimana nasib ibumu? Apa kau akan tetap bersikap egois dengan mementingkan dirimu sendiri?"Pertanyaan Markus ini sukses membuat Catherine terdiam.Kenapa dia harus ada dalam situasi yang tidak menguntungkan dan juga membuat dia merasakan sesak yang begitu sakit di dadanya.Dia merasa sangat susah untuk bernapas.Bahkan, rasanya setiap kali Markus mengungkit tentang masalah ibunya membuat hati Catherine terasa begitu sakit seakan ada ribuan jarum tajam yang sedang menghujamnya."Pikirkan sekali lagi tawaranku dan juga pikirkan bagaimana nasib ibumu kalau kamu tetap bersih keras untuk mementingkan egomu sendiri, Cathy!" saran Markus. Ya, dia sedang mencoba untuk memberikan saran yang sesuai dengan kepentingannya.Catherine tersenyum
Wajah wanita cantik ini memerah. Dia tidak menyangka kalau di usianya yang akan memasuki dua puluh dua tahun, dia harus mengalami dilema terbesar di hidupnya. "Jadi, aku sama sekali tidak punya pilihan lain lagi?" tanya wanita yang wajahnya memerah ini. Seorang wanita yang bersama dengannya duduk berhadapan lalu menggelengkan kepalanya. "Tidak, Catherine. Kau mulai sekarang harus mengikuti semua perkataanku agar bisa mendapatkan apa yang sangat kau inginkan." "Apa kau yakin kalau dengan melakukan hal itu maka aku bisa mendapatkan apa yang aku mau termasuk ponsel baru?" tanya wanita yang ternyata bernama Catherine itu. "Kau jangan meragukanku karena aku sudah sangat terbiasa akan hal ini, Cathy. Ayolah, ini bukanlah sesuatu yang susah! Kau hanya perlu tidur dengannya sesekali dalam seminggu. Ah, kalau misalnya dia mau minta lebih, kau tinggal melayaninya!" papar wanita yang masih duduk dengan santai itu. Wajah Catherine semakin memerah. Dia sama sekali tidak bisa menerima apa yang
Catherine sama sekali tidak bisa memaksakan dirinya. Dia yang saat ini sedang ditindih oleh Markus, sepertinya sama sekali tidak memiliki pilihan lain. Wanita ini sangat ingin pergi dari dekapan hangat pria ini, tetapi semakin dia memberontak maka tubuhnya akan semakin menuntut sesuatu yang lebih lagi dari pria tampan yang sekarang sedang menenangkan dirinya. "Menangislah saat kau ingin menangis karena untuk kedepannya kau sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk itu!" bisik Markus. Setelah dengan puas lidahnya menari-nari di sekujur tubuh Catherine, rupanya pria ini masih melakukan hal yang lain. Catherine tidak tahu karena ini adalah pengalaman pertama baginya. Di mana dia hanya bisa memasrahkan diri ketika dia telah menyerahkan dirinya kepada seorang Markus, membiarkan pria itu menjamah seluruh tubuhnya. "Kau adalah sugar baby, Sayang. Kau adalah mainan yang bisa aku permainkan kapan aku inginkan." Markus semakin meringas dengan semua hal yang saat ini sedang menguasai diri