Catherine sama sekali tidak bisa memaksakan dirinya. Dia yang saat ini sedang ditindih oleh Markus, sepertinya sama sekali tidak memiliki pilihan lain.
Wanita ini sangat ingin pergi dari dekapan hangat pria ini, tetapi semakin dia memberontak maka tubuhnya akan semakin menuntut sesuatu yang lebih lagi dari pria tampan yang sekarang sedang menenangkan dirinya.
"Menangislah saat kau ingin menangis karena untuk kedepannya kau sama sekali tidak memiliki kesempatan untuk itu!" bisik Markus.
Setelah dengan puas lidahnya menari-nari di sekujur tubuh Catherine, rupanya pria ini masih melakukan hal yang lain.
Catherine tidak tahu karena ini adalah pengalaman pertama baginya.
Di mana dia hanya bisa memasrahkan diri ketika dia telah menyerahkan dirinya kepada seorang Markus, membiarkan pria itu menjamah seluruh tubuhnya.
"Kau adalah sugar baby, Sayang. Kau adalah mainan yang bisa aku permainkan kapan aku inginkan." Markus semakin meringas dengan semua hal yang saat ini sedang menguasai dirinya.
Air mata yang terjatuh dari sudut mata Catherine sama sekali tidak bisa menghentikan aksinya.
Dia mendapatkan seluruh intisari dari seorang wanita yang saat ini sedang memasrahkan diri untuk dilepas keperawanannya.
"Ini adalah keputusanku, jadi aku tidak akan menyesali semua ini sama sekali!" batin Catherine dengan air mata yang terus mengalir deras ketika inti tubuhnya mulai mendapatkan sesuatu yang tidak pernah dialami olehnya sebelumnya.
***
Catherine terbangun dengan rasa sakit yang begitu luar biasa pada sekujur tubuhnya.
Dia tersadar kalau sekarang dia bukanlah seorang wanita dengan keperawanan yang bisa dibanggakan olehnya lagi.
Kini dia ibaratnya sekuntum bunga yang telah habis dihisap seluruh madu dan juga intisarinya.
Wanita itu menatap takjub ke arah dirinya sendiri. Mencoba untuk membiasakan tubuhnya pada luka yang terasa seakan telah merobek sesuatu yang sangat berharga baginya.
"Kau sudah berusaha dengan keras untuk mempertahankan semuanya, Cath. Jangan bersedih karena kau masihlah seorang manusia yang berhak untuk mendapatkan kasih sayang!" Wanita ini mencoba untuk menghibur dirinya sendiri dari rasa sakit yang telah dirasakan olehnya.
Meski agak sedikit kesusahan ketika harus beranjak dari tempat tidur, tetapi sepertinya itu tidak menjadi halangan bagi Catherine untuk segera membersihkan dirinya.
Sosok Markus sama sekali tidak terlihat ada di ruangan ini. Ah, bahkan batang hidungnya sekali pun tidak terlihat.
Pandangan mata Catherine tiba-tiba tertuju pada sebuah kertas di atas meja. Tulisan tangan yang begitu rapi tampak berjejer menghiasi selembar kertas itu.
"Tepati janjimu karena aku sudah memberi apa yang kau butuhkan! Kau adalah milikku Catherine Rudolf!"
Seperti itulah pesan yang tertulis pada kertas yang didapat oleh Catherine di atas meja.
Kata-kata bernada ancaman yang terdengar begitu menyayat hatinya, seakan kini terngiang seiring dengan kertas yang kemudian diremas oleh Catherine dan dilemparkan begitu saja ke sembarang arah.
"Ya, dia benar karena sekarang aku bukanlah seorang wanita suci lagi. Aku adalah seorang wanita yang berani untuk bertindak dan berhak untuk melakukan apa saja yang aku suka mulai sekarang!"
Setelah menyemangati dirinya sendiri dengan perkataan seperti itu, Catherine kemudian mengambil selembar cek dengan nominal yang begitu luar biasa tertulis di sana.
Seluruh darahnya berdesir seiring dengan tubuhnya yang terasa begitu rontok tulang belulangnya.
Catherine menangis dalam diamnya.
Dia menangisi sesuatu yang begitu menghancurkan hatinya karena dia menjual dirinya sendiri untuk bisa mendapatkan biaya pengobatan sang ibu.
"Hadapi semua ini dengan senyuman, Cath! Kau adalah wanita tangguh dan sekarang kau pasti bisa memanfaatkan semua situasinya dengan baik," ucapnya pelan.
***
Markus sama sekali tidak menyangka kalau dia telah menghabiskan sebuah malam yang luar biasa dengan seorang wanita.
Wanita yang aroma tubuhnya begitu membuat dia candu dan seakan tidak bisa melupakan setiap gerak-gerik dan juga senyuman di wajah cantiknya.
"Walau dia melakukannya karena tertekan, itu sama sekali tidak menjadi masalah besar bagiku yang pasti bisa mendapatkan apa yang aku inginkan darinya lagi." Pria ini kemudian tersenyum menyeringai.
Dia keluar dari mobilnya setelah merapikan jasnya yang berantakan, dan juga rambutnya yang terlihat acak-acakan.
"Leona sama sekali tidak boleh tahu tentang aktivitasku di luar sana semalam," batin Markus. Sebisa mungkin dia membersihkan seluruh sisa-sisa aroma tubuh Catherine pada dirinya.
Pria ini berjalan dengan begitu santai memasuki rumah besarnya.
Dia bisa melihat bagaimana aktivitas pagi yang biasa dilakukan oleh ibunya dengan memandangi taman dan memberi makan burung-burung kecil di sana.
"Morning, Mama. Maaf karena semalam aku tidak pulang," sapa Markus. Pria ini masih bisa bersifat manja pada ibunya.
"Daripada kau bersikap manja pada ibumu sendiri, lebih baik sekarang kau cepat temui Leona. Sejak semalam dia begitu khawatir padamu," suruh sang ibu yang bernama Gendis.
Markus mengganggukan kepalanya setelah memberikan sebuah kecupan pada pipi ibunya. Sesuatu yang biasa dilakukan olehnya untuk menunjukkan kalau dia sangat menyayangi ibu kandungnya itu.
Sesuai dengan apa yang dititahkan oleh ibunya, pria tampan dengan manik mata biru sedalam lautan itu kemudian dengan cepat menuju ke dalam rumah untuk melihat bagaimana kondisi sang istri sekarang.
"Kenapa kau baru pulang sekarang?" Sebuah suara terdengar begitu lembut tampak menyapa kehadiran Markus.
Markus menoleh ke arah sumber suara, lalu tersenyum dengan begitu tulus. "Sayang, maaf karena membuatmu khawatir dengan ketidakpulanganku semalam. Aku tidak bermaksud untuk membuatmu menunggu."
Wanita bernama Leona itu kemudian menggelengkan kepalanya. "Kau bau alkohol, Markus!" serunya seraya menutup hidung.
"Ah, maaf. Sepertinya aku harus mandi dulu baru memelukmu. Bukan begitu?" goda Markus.
Leona hanya bisa mengusirnya dengan sebuah senyuman yang penuh arti. Dia kemudian merubah ekspresi wajahnya ketika Markus sekarang sudah tidak terlihat lagi.
Wanita ini kemudian berjalan perlahan menuju ke balkon. Tempat di mana dia biasa menghabiskan waktu untuk mencari ketenangan.
"Kau mulai pintar berbohong padaku, Markus." Sembari memejamkan matanya, Leona memegang dadanya karena tahu di sana sangat sakit.
Bohong kalau dikatakan dia tidak bisa mencium aroma tubuh yang terasa begitu asing dari tubuh suaminya.
Bohong juga kalau dia mengatakan kalau dia tidak bisa merasakan ada sesuatu yang berbeda pada raut wajah suaminya.
Dan, adalah sebuah kebohongan besar kalau dia mengatakan tidak bisa mencium aroma parfum wanita yang terasa begitu asing dari tubuh Markus.
"Aku memang bukan wanita sempurna, Markus. Tapi, kalau kau sekarang mulai mencari kesempurnaan di luar sana, bukankah ini adalah waktu yang tepat untukku mengundurkan diri?"
Tanpa terasa air mata Leona mengalir dengan begitu deras.
Wanita ini sedang mencoba untuk menahan perasaannya karena dia tahu sesuatu yang seperti badai akan mengguncang rumah tangganya.
"Mungkin memang kau harus menikahi wanita lain yang akan bisa memberimu keturunan ...." Pada akhirnya Leona tidak bisa menahan diri untuk mengucapkan kata-kata yang tidak semestinya pernah diucapkan olehnya. Meski dalam hati sekali pun.
*****
Theresia begitu terkejut ketika melihat penampakan Catherine yang baru saja memasuki kamar apartemen kecil mereka. Wanita itu terlihat tanpa nyawa dan pandangannya juga sangat kosong. Keceriaan di wajahnya terlihat pias dan sepertinya dia tidak lagi bisa tersenyum dengan ceria seperti biasanya. "Apa kau baik-baik saja, Cath?" tanya Theresia yang begitu khawatir pada kondisi sahabatnya. Catherine tidak menjawab. Dia berjalan memulai dengan sedikit mengangkang lalu terduduk diam di sofa. Theresia mengikutinya dan duduk di sebelahnya dengan pandangan begitu cemas. "Apa semalam sudah terjadi?" tanya wanita itu. Catherine menoleh ke arah Theresia dengan wajah datarnya. Sejurus kemudian pandangannya kembali ke depan dan dia mengangguk pelan. Theresia mengerti arti dari jawaban yang diberikan oleh Catherine itu. Wanita ini kemudian memegang tangan sahabatnya lalu mengelusnya dengan begitu lembut. "Ini pasti sangat berat bagimu, Cath. Tapi, kau sama sekali tidak punya pilihan. Jadi
Markus tertegun mendengar bagaimana Leona yang menuntut sebuah jawaban darinya. Jantungnya sempat berdetak dengan cepat karena dia sangat takut kalau istrinya ini memiliki firasat pada apa yang sudah terjadi padanya dengan wanita yang sekarang sudah resmi dijadikan sebagai sugar baby-nya. Akan tetapi, Markus mencoba untuk bersikap tenang karena dia tidak mau kalau sikap gegabahnya akan membuat semuanya menjadi kacau dan Leona mengetahui perselingkuhannya. "Sekarang kau sedang berpikir kalau aku melakukan sesuatu yang tidak pantas, Sayang?" tanya Markus yang seolah sedang membalikkan situasi. Leona tersenyum lalu menunduk. "Lupakan, Markus. Tidak seharusnya aku bertanya seperti itu padamu karena kau adalah pria yang sangat jujur." Setelah mengatakan kalimat itu Leona mengecup pipi suaminya dan dia beranjak meninggalkan Markus di balkon seorang diri. Markus mengusap pipinya. Kecupan yang diberikan oleh Leona di sana terasa sangat berbeda dan tidak lagi sama. Ya, setelah merasakan
Catherine sama sekali tidak bisa fokus sekarang. Ketika dia sudah selesai dengan urusan perkuliahannya, dia lebih memilih untuk diam di kantin dan menunggu sahabatnya yang sedang mengikuti kelas percepatan karena banyak ketinggalan sebelumnya. Wanita ini terlihat lesu. Dia sendiri tidak menyangka kalau berhubungan dengan seorang pria bisa menghabiskan energi yang begitu besar seperti apa yang sekarang sedang dirasakan olehnya. Kelelahan! Wanita ini kemudian menarik napas dalam-dalam. Untuk pertama kali dia menggerai rambutnya ketika pergi ke kampus dan memakai pakaian yang sedikit tertutup. "Hari ini kau terlihat sangat berbeda, Cathy!" sapa seorang pria yang kemudian langsung duduk di hadapannya. Catherine menoleh sekilas ke arahnya. Sejurus kemudian dia mengalihkan pandangan dan memutar bola matanya dengan malas. Pria itu tahu kalau Catherine pasti masih marah padanya, tetapi bukan Kenzo namanya kalau dia tidak bisa memenangkan hati wanita cantik di hadapannya ini. "Wajahmu y
Langkahnya terlihat sangat berhati-hati ketika wanita ini memasuki sebuah kamar yang merupakan presiden suite di hotel ternama di kota tempat dia tinggal. Jantungnya berdebar dengan sangat kencang karena ternyata setelah dia memindai ke sekeliling ruangan sama sekali tidak ada sosok pria yang telah mengambil keperawanannya dengan begitu beringas beberapa hari yang lalu. "Huf, setidaknya aku tidak harus bersikap kikuk karena aku sampai duluan," gumam Catherine yang kemudian meletakkan tasnya dan duduk di sebuah sofa besar yang ada di kamar ini. Wanita ini sama sekali tidak pernah menyangka kalau di dalam hidupnya dia akan memiliki kesempatan untuk memasuki sebuah kamar dengan fasilitas super mewah seperti yang sekarang sedang didatangi olehnya. Ya, kalau bukan karena dia menjadi sugar baby dari seorang Markus Hans, sepertinya sampai seumur hidup pun Catherine tidak akan pernah bisa memasuki kamar seperti ini. "Setidaknya sekarang aku harus belajar untuk bisa menjadi sedikit lebih g
Catherine mencoba untuk menggerakkan tubuhnya. Dia merasakan perih yang begitu luar biasa pada bagian bawah pangkal paha, sehingga ketika dia ingin mencoba berdiri, sesuatu yang sedikit sakit membuatnya tersiksa. "Aww ...." Wanita ini meringis ketika tanpa sengaja dia berdiri dengan terpaksa sehingga bagian bawah tubuhnya terasa begitu sakit. "Jangan paksa dirimu untuk berdiri seperti itu, Catherine!" seru Markus dengan suaranya yang begitu berat. Catherine dengan cepat menoleh ke arah pria itu lalu menutup dadanya yang belum mengenakan sehelai benang pun. Markus tertawa. Pria ini kemudian mendekati Catherine dan memberikan selimut untuknya. "Lucu sekali karena kau malu padaku, Cath." Pria ini kemudian memakaikan selimut pada wanita yang saat ini sedang menunduk di hadapannya. Markus melihat bagaimana polosnya wanita yang tadi digempur habis-habisan olehnya. Wanita yang telah memberinya kepuasan yang selama ini begitu dirindukan olehnya. Wanita ini begitu muda jika dibandingka
Leona bisa mencium sesuatu yang tidak biasa dari gelagat Markus. Sejak saat berbicara di telepon dengannya, pria itu bahkan sudah sangat jauh berbeda dari biasanya. Walau bibirnya berkata 'sayang', tetapi Leona tahu kalau hati dan mata pria itu tidak sedang bersamanya. "Kenapa kau diam saja sejak tadi, Leona? Tadi kau memintaku untuk cepat pulang, tapi sekarang kau sama sekali tidak mau bicara denganku," ucap Markus pelan. Leona tidak menjawab. Wanita ini bahkan memalingkan wajahnya. Dia bisa merasakan bagaimana sekarang wajahnya sedang memanas. Sama panasnya dengan hatinya yang terluka karena menyadari kalau Markus tidak lagi menginginkan dia. "Leona, Sayang ...." Markus berjongkok di hadapan sang istri berharap kalau dengan cara seperti ini dia bisa berbicara dengan Leona. Leona tidak ingin melihat bagaimana tatapan Markus saat ini. Walau pria itu mendongak untuk bisa melihat bagaimana kejelasan wajahnya, tetapi dia mencoba untuk memejamkan mata agar pria ini tahu kalau seka
Sebuah amplop coklat tebal kini telah dipegang oleh Markus. Pria ini sama sekali tidak menduga kalau istrinya akan memberikan dia sebuah benda yang isi di dalamnya pun tidak diketahui olehnya. "Apa ini, Leona?" tanya Markus. Leona tersenyum getir. "Bukalah dan lihat bersama dengan Ibu. Aku yakin kalau kau akan mengetahui kalau sudah melihat dan memeriksa isinya." Markus mengikuti apa yang disuruh oleh istrinya. Pria ini kemudian perlahan membuka amplop coklat tebal itu. Rasanya tidak karuan ketika dia mengeluarkan beberapa buah foto yang sudah tercetak dengan ukuran yang sebesar amplop coklat itu. Ibunya sendiri pun sama sekali tidak menyangka ketika dia mengambil benda yang dipegang oleh Markus itu dan melihat bagaimana tampilan wajah putranya bersama dengan seorang wanita muda. "B-bagaimana bisa?" tanya Markus dengan mata berkaca-kaca dan melihat ke arah Leona sekarang. "Kau bertanya padaku bagaimana bisa, Markus? Bukankah seharusnya itu adalah pertanyaan yang aku tujukan pada
Markus begitu gundah gulana karena ternyata Leona begitu kekeh dengan keputusannya yang tidak ingin mempertahankan rumah tangga mereka. Pria ini bahkan memukul tembok beberapa kali karena dia merasa sangat sakit hati dengan apa yang diinginkan oleh istri tercintanya itu. Sudah beberapa hari Leona tidak mau berbicara dengannya dan dia hanya akan masuk kembali ke kamar setelah semua urusannya selesai. Dia tidak peduli pada Markus yang harus tidur di kamar tamu dan pergi ke kantor dengan perasaan kacau. Siksaan ini nyata diberikan oleh Leona untuknya dalam beberapa hari. Bahkan, Markus tidak menghubungi Catherine sama sekali dan seakan lupa padanya. "Aku hanya ingin bersenang-senang dengan seseorang dan itu hanyalah bersifat sementara saja. Kenapa kau malah berpikiran sempit dan mengira kalau aku telah membuka hati untuk wanita itu, Leona?" Pria ini mengeram dengan emosinya yang tertahan. Ingin sekali dia melampiaskan kemarahannya pada seseorang, tetapi dia tidak tahu harus kepada