Theresia begitu terkejut ketika melihat penampakan Catherine yang baru saja memasuki kamar apartemen kecil mereka.
Wanita itu terlihat tanpa nyawa dan pandangannya juga sangat kosong.
Keceriaan di wajahnya terlihat pias dan sepertinya dia tidak lagi bisa tersenyum dengan ceria seperti biasanya.
"Apa kau baik-baik saja, Cath?" tanya Theresia yang begitu khawatir pada kondisi sahabatnya.
Catherine tidak menjawab.
Dia berjalan memulai dengan sedikit mengangkang lalu terduduk diam di sofa.
Theresia mengikutinya dan duduk di sebelahnya dengan pandangan begitu cemas.
"Apa semalam sudah terjadi?" tanya wanita itu.
Catherine menoleh ke arah Theresia dengan wajah datarnya. Sejurus kemudian pandangannya kembali ke depan dan dia mengangguk pelan.
Theresia mengerti arti dari jawaban yang diberikan oleh Catherine itu.
Wanita ini kemudian memegang tangan sahabatnya lalu mengelusnya dengan begitu lembut.
"Ini pasti sangat berat bagimu, Cath. Tapi, kau sama sekali tidak punya pilihan. Jadi, untuk sekali ini ikhlaskan semuanya karena ibumu benar-benar membutuhkan biaya yang sangat besar, bukan?" bujuk Theresia.
Tanpa terasa bulir bening jatuh membasahi wajah cantik Catherine. "A-aku merasa kalau sangat kotor, There. Aku ...."
Wanita cantik dengan manik mata coklat keemasan itu kemudian terdiam di tengah isak tangisnya.
Tangisannya kemudian berangsur menjadi pilu seiring dengan perasaannya yang begitu hancur jika mengingat bagaimana pengalaman malam pertamanya bersama dengan pria yang akan menjadi sugar daddy-nya.
"Aku tahu ini sangat berat bagimu, Cath. Apalagi Tuan Markus bukanlah seorang pria sembarangan. Dia adalah seorang billionaire yang memiliki wajah sangat tampan dan sudah menikah tentu saja. Mulai sekarang dia pasti akan menjadikanmu mainannya," ucap Theresia penuh iba.
Catherine menggelengkan kepalanya. "Dia bukan hanya sekedar pria yang akan menjadikanku mainannya, There. Dia adalah seorang pria kejam yang pasti bisa melakukan hal-hal buruk padaku lain waktu. Dia bahkan sudah ...."
Wanita ini kemudian membuka satu kancing kemeja atasnya.
Dia kemudian menunjukkan pada Theresia beberapa titik pada tubuhnya yang berwarna merah.
Mulai dari leher kemudian turun hingga ke dadanya. Belum lagi pada bagian perutnya, semua diperlihatkan pada sahabatnya itu untuk menunjukkan betapa beringasnya seorang Markus Hans.
Theresia menarik tubuh sahabatnya.
Wanita ini kemudian mengelus lembut punggungnya seakan sedang berusaha untuk menenangkannya.
"Sepertinya ini benar-benar membuatmu terkejut, Cathy. Tapi, kau jangan cemas karena tanda merah ini akan hilang dalam beberapa hari saja."
Ucapan Theresia itu sedikit menenangkan hati Catherine. Karena biar bagaimanapun ia yang tidak pernah mendapatkan tanda merah seperti itu, pasti akan terkejut dan tidak tahu harus dilakukan apa dengan tanda merah yang bertengkar dengan begitu mulusnya di kulitnya.
"Apa itu benar?"
"Tentu saja, Cath."
"Kau tidak berbohong padaku?"
"Untuk apa juga aku berbohong?"
Catherine menangis sesenggukan. "Aku sangat takut kalau tanda merah ini tidak akan hilang karena ini terlihat sangat mengerikan di tubuhku."
"Kau tenang saja dan percaya padaku karena aku sudah berpengalaman dalam hal itu, Cath. Ah, kalau bisa menggunakan plester untuk menutupinya kalau misalnya kau akan pergi ke kampus?" tawar Theresia.
Catherine tampak terdiam.
Sepertinya sekarang wanita ini sedang berpikir bagaimana jadinya dia akan memakai plester luka di sekujur tubuhnya yang merah-merah karena bekas hisapan yang begitu keras dari seorang Markus Hans.
Terlebih lagi untuk bagian leher dan dadanya yang pasti akan terlihat ketika dia mengenakan pakaian lengan pendek dengan leher yang sedikit turun.
Catherine kemudian menggelengkan kepalanya. "Sepertinya sampai semua tanda merah ini hilang aku tidak akan pergi ke kampus, There. Lagi pula aku juga tidak ada kuliah dan hanya ada kegiatan kampus yang berkaitan dengan nilai non akademik saja."
Theresia menganggukkan kepalanya. "Semua terserah padamu saja, Cath. Lalu sekarang coba kau ceritakan bagaimana sosok seorang Tuan Markus?"
"Dia adalah seorang pria kasar dan juga sangat dominan, There. Bagaimana bisa kau mengenalkanku pada pria jahat seperti itu?" protes Catherine.
"Karena dia yang mengincarmu terlebih dahulu, Cath. Apa dia sama sekali tidak memberitahumu?" jawab Theresia yang membuat Catherine terbelalak tidak percaya.
***
Di sisi lain, Markus yang telah selesai membersihkan dirinya dan mandi, kini yang hanya memakai piyama mandinya saja kemudian mendekati sang istri.
Leona yang duduk sendirian di balkon kemudian tersenyum ketika melihat bagaimana Markus mendekat ke arahnya dengan tatapan penuh kehangatan.
"Bagaimana bisa istriku yang tercinta duduk sendirian di sini dan mencari angin? Kau bisa masuk angin dan flu, Sayang," bisik Markus yang kemudian mengecup lembut kening sang istri.
Leona menggelengkan kepalanya. "Aku bosan di jalan terus dan sekarang sedang ingin mencari ketenangan dan juga udara segar, Markus."
"Kondisi tubuhmu belum sepenuhnya sembuh, Leona. Jadi, kau tahu kan kalau ini sedikit berbahaya untuk kesehatanmu?" peringat Markus dengan nada bicara yang sangat lembut.
"Iya, aku tahu, Tuan Bawel." Leona tersenyum dengan begitu manis sehingga membuat Markus tidak tahan untuk mengecup bibir istri yang begitu dicintai olehnya itu.
Leona membalas ciuman suaminya meski dalam hatinya sekarang masih penuh dengan tanda tanya akan ketidakadiran Markus semalam di rumah.
Markus bisa menyadari kalau ada sedikit penolakan dari Leona.
Ini tidak seperti biasanya karena Leona adalah seorang wanita agresif yang pasti akan membalas ciumannya ketika Markus mulai menggodanya.
"Apa kau belum sehat?" tanya Markus.
Leona menggelengkan kepalanya. "Aku sudah sehat bahkan jauh lebih sehat dari sebelumnya, Markus."
"Kau tidak sedang mencoba untuk menipuku?" tanya Markus mendesak.
"Menipu? Jangan gunakan bahasa yang menyeramkan seperti itu, Markus!" sahut Leona yang kemudian mengerucutkan bibirnya.
Markus kemudian menarik tubuh sang istri lalu mendekapnya dengan begitu erat. Dia memberikan sentuhan kehangatan dari kecupan yang diberikan pada kening sang istri dan berujung pada pipinya.
Leona hanya pasrah mengikuti bagaimana Markus sekarang yang sedang mencoba untuk bersikap baik padanya. Dia tidak melawan dan berusaha sekuat mungkin untuk tidak bersikap berbeda.
"Kau tahu kan kalau aku sangat mengenali sisi dirimu yang seperti ini? Kalau kau berbeda sedikit saja maka aku akan mengetahuinya, Sayang. Jadi, jangan sembunyikan apa pun dariku," pinta Markus.
Leona tersenyum tipis. "Aku tidak pernah berusaha untuk menyembunyikan satu hal pun darimu, Markus. Justru sepertinya kau yang harus berjanji seperti itu padaku," tantangnya.
Markus mengerutkan keningnya. "Maksudmu?"
"Seperti apa yang kau pernah janjikan padaku dulu, walau aku dan kau susah untuk mendapatkan keturunan, kau akan tetap menyayangiku dan akan berkata jujur kalau kau sudah tidak tahan lagi, Markus. Jadi, sekarang kalau kau memang sudah bosan denganku dan ingin mengatakan sesuatu, katakan saja karena aku sudah siap untuk mendengar semuanya." Dengan bulir bening yang jatuh membasahi pipinya, Leona menatap tajam ke arah suaminya.
Dia sedang berusaha untuk mendapatkan sebuah pengakuan jujur dari bibir yang selama ini selalu mengucapkan kata cinta padanya.
*****
Markus tertegun mendengar bagaimana Leona yang menuntut sebuah jawaban darinya. Jantungnya sempat berdetak dengan cepat karena dia sangat takut kalau istrinya ini memiliki firasat pada apa yang sudah terjadi padanya dengan wanita yang sekarang sudah resmi dijadikan sebagai sugar baby-nya. Akan tetapi, Markus mencoba untuk bersikap tenang karena dia tidak mau kalau sikap gegabahnya akan membuat semuanya menjadi kacau dan Leona mengetahui perselingkuhannya. "Sekarang kau sedang berpikir kalau aku melakukan sesuatu yang tidak pantas, Sayang?" tanya Markus yang seolah sedang membalikkan situasi. Leona tersenyum lalu menunduk. "Lupakan, Markus. Tidak seharusnya aku bertanya seperti itu padamu karena kau adalah pria yang sangat jujur." Setelah mengatakan kalimat itu Leona mengecup pipi suaminya dan dia beranjak meninggalkan Markus di balkon seorang diri. Markus mengusap pipinya. Kecupan yang diberikan oleh Leona di sana terasa sangat berbeda dan tidak lagi sama. Ya, setelah merasakan
Catherine sama sekali tidak bisa fokus sekarang. Ketika dia sudah selesai dengan urusan perkuliahannya, dia lebih memilih untuk diam di kantin dan menunggu sahabatnya yang sedang mengikuti kelas percepatan karena banyak ketinggalan sebelumnya. Wanita ini terlihat lesu. Dia sendiri tidak menyangka kalau berhubungan dengan seorang pria bisa menghabiskan energi yang begitu besar seperti apa yang sekarang sedang dirasakan olehnya. Kelelahan! Wanita ini kemudian menarik napas dalam-dalam. Untuk pertama kali dia menggerai rambutnya ketika pergi ke kampus dan memakai pakaian yang sedikit tertutup. "Hari ini kau terlihat sangat berbeda, Cathy!" sapa seorang pria yang kemudian langsung duduk di hadapannya. Catherine menoleh sekilas ke arahnya. Sejurus kemudian dia mengalihkan pandangan dan memutar bola matanya dengan malas. Pria itu tahu kalau Catherine pasti masih marah padanya, tetapi bukan Kenzo namanya kalau dia tidak bisa memenangkan hati wanita cantik di hadapannya ini. "Wajahmu y
Langkahnya terlihat sangat berhati-hati ketika wanita ini memasuki sebuah kamar yang merupakan presiden suite di hotel ternama di kota tempat dia tinggal. Jantungnya berdebar dengan sangat kencang karena ternyata setelah dia memindai ke sekeliling ruangan sama sekali tidak ada sosok pria yang telah mengambil keperawanannya dengan begitu beringas beberapa hari yang lalu. "Huf, setidaknya aku tidak harus bersikap kikuk karena aku sampai duluan," gumam Catherine yang kemudian meletakkan tasnya dan duduk di sebuah sofa besar yang ada di kamar ini. Wanita ini sama sekali tidak pernah menyangka kalau di dalam hidupnya dia akan memiliki kesempatan untuk memasuki sebuah kamar dengan fasilitas super mewah seperti yang sekarang sedang didatangi olehnya. Ya, kalau bukan karena dia menjadi sugar baby dari seorang Markus Hans, sepertinya sampai seumur hidup pun Catherine tidak akan pernah bisa memasuki kamar seperti ini. "Setidaknya sekarang aku harus belajar untuk bisa menjadi sedikit lebih g
Catherine mencoba untuk menggerakkan tubuhnya. Dia merasakan perih yang begitu luar biasa pada bagian bawah pangkal paha, sehingga ketika dia ingin mencoba berdiri, sesuatu yang sedikit sakit membuatnya tersiksa. "Aww ...." Wanita ini meringis ketika tanpa sengaja dia berdiri dengan terpaksa sehingga bagian bawah tubuhnya terasa begitu sakit. "Jangan paksa dirimu untuk berdiri seperti itu, Catherine!" seru Markus dengan suaranya yang begitu berat. Catherine dengan cepat menoleh ke arah pria itu lalu menutup dadanya yang belum mengenakan sehelai benang pun. Markus tertawa. Pria ini kemudian mendekati Catherine dan memberikan selimut untuknya. "Lucu sekali karena kau malu padaku, Cath." Pria ini kemudian memakaikan selimut pada wanita yang saat ini sedang menunduk di hadapannya. Markus melihat bagaimana polosnya wanita yang tadi digempur habis-habisan olehnya. Wanita yang telah memberinya kepuasan yang selama ini begitu dirindukan olehnya. Wanita ini begitu muda jika dibandingka
Leona bisa mencium sesuatu yang tidak biasa dari gelagat Markus. Sejak saat berbicara di telepon dengannya, pria itu bahkan sudah sangat jauh berbeda dari biasanya. Walau bibirnya berkata 'sayang', tetapi Leona tahu kalau hati dan mata pria itu tidak sedang bersamanya. "Kenapa kau diam saja sejak tadi, Leona? Tadi kau memintaku untuk cepat pulang, tapi sekarang kau sama sekali tidak mau bicara denganku," ucap Markus pelan. Leona tidak menjawab. Wanita ini bahkan memalingkan wajahnya. Dia bisa merasakan bagaimana sekarang wajahnya sedang memanas. Sama panasnya dengan hatinya yang terluka karena menyadari kalau Markus tidak lagi menginginkan dia. "Leona, Sayang ...." Markus berjongkok di hadapan sang istri berharap kalau dengan cara seperti ini dia bisa berbicara dengan Leona. Leona tidak ingin melihat bagaimana tatapan Markus saat ini. Walau pria itu mendongak untuk bisa melihat bagaimana kejelasan wajahnya, tetapi dia mencoba untuk memejamkan mata agar pria ini tahu kalau seka
Sebuah amplop coklat tebal kini telah dipegang oleh Markus. Pria ini sama sekali tidak menduga kalau istrinya akan memberikan dia sebuah benda yang isi di dalamnya pun tidak diketahui olehnya. "Apa ini, Leona?" tanya Markus. Leona tersenyum getir. "Bukalah dan lihat bersama dengan Ibu. Aku yakin kalau kau akan mengetahui kalau sudah melihat dan memeriksa isinya." Markus mengikuti apa yang disuruh oleh istrinya. Pria ini kemudian perlahan membuka amplop coklat tebal itu. Rasanya tidak karuan ketika dia mengeluarkan beberapa buah foto yang sudah tercetak dengan ukuran yang sebesar amplop coklat itu. Ibunya sendiri pun sama sekali tidak menyangka ketika dia mengambil benda yang dipegang oleh Markus itu dan melihat bagaimana tampilan wajah putranya bersama dengan seorang wanita muda. "B-bagaimana bisa?" tanya Markus dengan mata berkaca-kaca dan melihat ke arah Leona sekarang. "Kau bertanya padaku bagaimana bisa, Markus? Bukankah seharusnya itu adalah pertanyaan yang aku tujukan pada
Markus begitu gundah gulana karena ternyata Leona begitu kekeh dengan keputusannya yang tidak ingin mempertahankan rumah tangga mereka. Pria ini bahkan memukul tembok beberapa kali karena dia merasa sangat sakit hati dengan apa yang diinginkan oleh istri tercintanya itu. Sudah beberapa hari Leona tidak mau berbicara dengannya dan dia hanya akan masuk kembali ke kamar setelah semua urusannya selesai. Dia tidak peduli pada Markus yang harus tidur di kamar tamu dan pergi ke kantor dengan perasaan kacau. Siksaan ini nyata diberikan oleh Leona untuknya dalam beberapa hari. Bahkan, Markus tidak menghubungi Catherine sama sekali dan seakan lupa padanya. "Aku hanya ingin bersenang-senang dengan seseorang dan itu hanyalah bersifat sementara saja. Kenapa kau malah berpikiran sempit dan mengira kalau aku telah membuka hati untuk wanita itu, Leona?" Pria ini mengeram dengan emosinya yang tertahan. Ingin sekali dia melampiaskan kemarahannya pada seseorang, tetapi dia tidak tahu harus kepada
Leona benar-benar melakukan sesuatu yang di luar batas perkiraan siapa pun yang ada di ruangan itu. Sekarang mereka begitu terkejut karena sosok seorang wanita cantik yang berusia muda kini hadir di antara perbincangan Leona dan suaminya. Markus sendiri sama sekali tidak habis pikir karena sekarang sosok dari wanita yang beberapa malam telah menghabiskan waktu untuk bertempur dengannya, kini sedang terduduk dengan wajah yang tertunduk dan tidak berani diangkat. "Seperti yang sudah aku katakan padamu tadi, Markus. Kalau kau sama sekali tidak bisa menerima permintaanku untuk bercerai, maka wanita yang saat ini hadir di antara kita harus segera kau nikahi!" suruh Leona dengan begitu santai seakan dia tidak memikirkan bagaimana perasaan Markus dan juga ibunya sekarang. Pria tampan itu menggelengkan kepalanya dengan cepat. "Jangan bicara ngawur dan berhenti membahas mengenai perceraian! Memangnya kau kira untuk menikah dengan orang lain akan semudah itu?" "Apanya yang susah di saat ka