"Coba semuanya lihat. Ibu menemukan ini di tas Bella." Bu Rea mengangkat sebuah tespek bergaris dua. Saat ini memang sedang ada razia rutin di kelasWajah Bella panik."Ibu, itu bukan punya Bella. Serius Bella tidak hamil.""Woe, ngaku aja deh. Keluargamu kan keluarga mafia. Bibit-bibit orang kotor seperti itu pasti mengalir juga ke darahmu. Melihatmu hamil di luar nikah bukan hal yang mengejutkan buat kita. Iya nggak guys?" Sonya melayangkan hinaan kepada Bella."Bener banget. Ibu percaya aja deh dengan bukti itu. Orang udah jelas ada buktinya mau ngelak gimana lagi?" Timpal teman sekelas Bella yang lain.Bu Rea memandang Bella."Bella, bagaimana kau akan menjelaskan semua ini?""Bener Bu. Percaya sama Bella. Bella hanya difitnah. Bella tidak mungkin hamil di luar nikah.'"Tukang zina mana ada yang ngaku huuu...""Iya bener. Udah ngaku aja Bel siapa laki-laki yang menghamili kamu."Tiba-tiba Pak Rehan lari menuju kelas 11 IPS 6 dengan wajah panik."Gawat Bu Rea. Ini gawat!" Pak Rehan
Setelah acara pernikahan sederhana selesai di gelar Gara harus pindah ke rumah Bella. Saat ini keduanya ada di dalam kamar yang sama."Gara... Aku mau ngomong sama kamu."Gara melihat Bella dengan tatapan marah."Kenapa harus aku?" Tanya Gara dengan nada sinis."Maksudnya?" Bella mengerutkan keningnya."Jika kau ingin menjebak laki-laki masuk ke dalam permainanmu kenapa harus aku yang kau pilih Bella? Laki-laki lain masih banyak. Kau menghancurkan segala impianku tentang sekolah, tentang prestasi dan segalanya."Bella ternganga tak percaya pada ucapan Gara."Gara, kau pikir aku sedang menjebakmu? Gara, sadarlah. Disini aku pun dijebak. Jika kau mencurigai aku sebagai dalang dibalik semua kejadian ini, kau jelas salah."Gara mendengus sebal. Ia sepertinya tidak ingin berdebat dengan Bella."Kau bilang saja sebenarnya hamil dengan siapa?""Hamil? Gara, jadi kau percaya dengan fitnah itu? Gara, aku bahkan masih perawan asal kau tahu saja.""Oh, ya?" Gara meragukan.Bella terlihat tidak t
"Hooaammm..." Bella mengeliat. Saat ia hendak bangun ia merasa sesuatu menumpang di atas perutnya."Apaan nih?" Bella membuka selimut dan mendapati tangan Gara berada di atas perutnya. Entah Gara sadar atau tidak jika melakukan hal ini.Bella menoleh pada Gara. Dalam keadaan tidur seperti ini wajahnya terlihat sangat tenang. Gara adalah laki-laki tampan yang populer di sekolah. Dengan adanya kejadian kemarin sudah pasti semua citra Gara hancur."Ra... Bangun Ra." Bella menusuk pipi Gara sampai laki-laki itu kaget."Ngapain sih Bel?" Gerutu Gara. Ia tidak terima dibangunkan dengan cara seperti itu."Bangun. Pindahin tanganmu nih. Aku jadi nggak bisa bangun.""Tangan apa?" Rupanya Gara masih tidak sadar."Tanganmu. Kamu semalam tidur sambil meluk aku ya? Cieee... Ciee..."Seketika Gara menarik tangannya. Ia tidak mau dianggap tidur sambil memeluk Bella."Mana ada. Namanya orang tidur bisa aja nggak sadar kan tangannya kemana. Lagian aku ngiranya kamu pasti guling. Jangan sok kepedean ka
"Bel...""Tauk ah, Ra. Dah malem ini nggak usah berisik. Aku mau tidur."Gara naik ke atas tempat tidur. Ia menarik selimut Bella dengan sekali tarik."Aku pergi seharian dengan Ayah untuk mencari sekolah baru untuk kita. Setelah itu aku nganter Papamu ke bandara. Dia bilang mau ke luar negeri untuk urusan entah urusan apa yang diurus mafia sepertinya aku tidak tahu. Dan pulang-pulang kau marah begini denganku.""Aku nggak marah. Terserah kamu aja deh. Mau kemana kek."Gara diam."Ngapain diem aja?""Lagi mikir enaknya cewek modelan kamu ini diapain."Bella melebarkan matanya."Emangnya kamu mau ngapain?""Ngapain aja boleh kan kamu istriku.""Ih, sumpah kamu serem banget. Katanya nggak suka sama aku. Kenapa sekarang begini?""Cowok bisa aja kok Bel bercinta tanpa mencintai.""Dih gila."Cletak!Lagi-lagi Gara menyentil jidat Bella."Aww...""Nggak usah punya pikiran macem-macem. Besok kita mulai sekolah lagi. Bangun yang pagi. Aku nggak mau menjadi alarmmu.""Peluk boleh?" Tanya Bell
"Oh, Saraga! Hai...!"Sagara menoleh dan saat itulah ia melihat Sabia. Gadis cantik dan pintar yang kemarin sempat meneleponnya."Hai," balas Gara singkat."Kok disini?""Sagara sekarang pindah ke sekolah kita Bia," Edo menjelaskan."Oh, kok nggak ngomong-ngomong dulu sih Ra? Tapi bagus deh kalo kamu sekarang di sekolah ini. Kita jadi bisa deketan. Ya kan Ra?"Gara hanya tersenyum sekilas."Sabia ngarep banget sih bisa balikan. Daripada ngarep balikan sama Gara mending nerima cintaku aja deh Bi. Masak tiap nembak ditolak terus. Dah lima tahun loh aku suka sama kamu. Spek setia gini langka tau di jaman sekarang," ujar Revan."Hmm, bener tuh Bi. Kurang apa sih Revan. Kalo masalah ganteng nggak kalah ganteng kok sama Gara." Timpal Edo."Kurangnya Revan nggak pinter kayak Gara. Aku sukanya tipe cowok kayak Gara.""Orang Gara aja belum tentu mau balikan kok. Ya kan Ra?" Tanya Revan."Apaan sih kalian. Udah bel masuk loh. Telat masuk kelas ntar kita. Aku nggak mau telat dihari pertama aku p
Tinn!!! Tinnnn!!!Mobil di belakang Gara sudah mengklakson tidak sabaran. Terpaksa Gara melajukan mobilnya. Ia sampai di depan gerbang. Dilihatnya Bella berdiri di pinggir jalan panas-panasan. Gara semakin bingung menghadapi situasi ini.Bukan apa-apa sih. Meskipun Gara tidak mencintai Bella tapi ia tetap menghargai Bella sebagai istrinya. Terlebih karena Bella anaknya mafia. Agak riskan jika ingin membuat gara-gara."Aduh, gimana nih?" Batin Gara bingung.Tiba-tiba Revan berlalu di samping mobil Gara dengan mendorong motornya. Aturan sekolah memang mewajibkan untuk mendorong motor hingga ke luar gerbang. Ini demi sopan santun."Duluan ya Ra," kata Revan.Gara langsung mendapatkan ide cemerlang."Van, tunggu bentar. Nepi dulu.""Ada apa?" Tanya Revan dengan kening berkerut. Tapi ia segera melihat ada Sabia yang duduk di kursi samping Gara. Revan pun tidak bertanya lagi. Ia menepi mengikuti permintaan Gara.Gara buru-buru keluar dari mobil sebelum Bella melihatnya."Ada Sabia mau neben
"BEELLL!!!" Gara berteriak panik.Grep!Gara sigap menangkap tubuh Bella. Keduanya jatuh terduduk di tangga dengan posisi Bella berada di pangkuan Gara."Ehhh???" Jantung Bella berdegup kencang. Hampir saja ia meluncur dari tangga. Entah bagaimana jadinya kalau Gara tidak menyelamatkannya."Kek bocah sih lari-larian. Kalo jatuh gimana? Aku lagi loh nanti yang disalahin Ibuk.""Tapi aku nggak jadi jatuh kan?" Bella berkilah."Iya, karena aku tangkap. Kalo nggak gimana?""Nah, itulah makanya kita ditakdirkan menikah Ra. Adanya kamu memang untuk menjaga dan melindungi aku. Makasih ya Gara sayang.""Apaan sih lebay. Kita nikah ya karena kita difitnah. Nggak usah ngaco kemana-mana. Buruan bangun gih. Kamu berat tau."Bella mendengus sambil berdiri. Ia segera turun ke ruang makan. Kali ini langkahnya lebih hati-hati. Takut kalau-kalau jatuh lagi."Ada apa Ra, kok tadi teriak?" Selidik Ibunya Gara."Nggak kok Ma." Gara duduk di samping Bella."Ra, Bel, besokkan hari minggu. Gimana kalau kali
Bella dengan asyiknya membalur seluruh tubuhnya dengan busa sabun. Ia kemudian menikmati siraman air hangat dari shower. Air hangat memang dapat memberikan kenyamanan dan merilekskan otot-otot kakinya yang pegal karena berjam-jam keliling mall.Tiba-tiba...Ceklek!Kenop pintu kamar mandi diputar. Daun pintunya terbuka. Gara masuk begitu saja tanpa tahu jika Bella sedang mandi.Refleks Bella menoleh."KKKYYYYYYAAAAAAAAAAA!!!" Bella berteriak sekencang-kencangnya sambil menutupi tubuhnya. Sedangkan Gara bukannya keluar ia justru membeku di tempat."Be-Bella...""Keluar Ra! Buruan keluar!"Kesadaran Gara belum pulih sepenuhnya. Ia masih terpesona melihat Bella."Ra!" Teriak Bella."Cepet keluar!" Bella mengulangi perintahnya."I-iya aku keluar." Gara berbalik badan. Ia buru-buru keluar. Seketika tubuhnya panas dingin. Ia menyenderkan punggungnya di tembok di samping pintu kamar mandi. Berusaha menguasai dirinya, juga menahan gejolak yang ada di dalam tubuhnya.Tak berapa lama Bella kelu
"Udah?" Tanya Gara begitu Bella kembali ke ruang Kepsek."Udah," jawab Bella singkat."Terus, Bu Anjar mana?""Masih di belakang."Setelah percakapan itu suasana di dalam ruang Pak Kepsek menjadi hening. Mereka menunggu Bu Anjar membawa bukti yang mungkin bisa meringankan beban sanksi Bella dan Gara.Akhirnya Bu Anjar muncul juga setelah ditunggu-tunggu."Nunggu lama ya? Maafkan saya ya Bapak Ibu sekalian," ucap Bu Anjar sopan tak lupa diiringi senyuman ramah."Bagaimana dengan hasilnya Bu Anjar?" Tanya Pak Kepsek.Bu Anjar dengan gerakan sopan menyodorkan alat tes kehamilan itu ke atas meja Pak Kepek."Hasilnya Bella memang tidak hamil Pak," jawab Bu Anjar yang wajahnya jelas kentara jika ia menyembunyikan sesuatu. Rupanya Bu Anjar memilih untuk menukar hasil tes kehamilan Bella demi menyelamatkan bocah itu."Sekarang keputusan masalah ini ada pada Bapak Kepala Sekolah," ujar Bu Anjar."Baiklah, Gara dan Bella. Bapak masih belum bisa memutuskan sanksi ini. Bapak mesti memanggil wali
SMA swasta pagi ini benar-benar gempar dengan berita pengakuan Gara di acara dance kompetition bahwa laki-laki yang memiliki banyak penggemar itu telah menikah dengan Bella.Kini Gara dan Bella duduk ruang kepala sekolah berhadapan dengan kepala sekolah beserta empat wakilnya."Jadi, tolong jelaskan bagaimana kronologi pernikahan rahasia ini Gara?" Tanya Pak Kepsek."Bukan apa-apa. Kejadian kamu ini bisa dianggap pelopor bagi siswa-siswi lain untuk mengikuti tindakanmu. Yang terjadi di masa depan justru akan ada banyak siswa SMA yang melakukan pernikahan di bawah umur," ujar Bapak Kepsek."Jika pernikahan saya dan Bella dianggap sebagai sebuah tindakan yang salah dan tidak patut dicontoh maka kami meminta maaf kepada seluruh pihak yang bersangkutan di SMA swasta. Kami menikah bukan karena sebuah kesengajaan yang direncanakan," terang Gara merendah.Ia memang siap menghadapi situasi ini kala mengumumkan pernikahannya dengan Bella."Jadi? Karena apa?" Tanya Pak Kepsek."Karena kasus pem
"Kamu keren banget hari ini," puji Edo pada istrinya karena perempuan itu berani mengatakan hal sebenarnya di acara dance competition."Eh???" Sabia mendadak jadi blushing. Nggak biasa-biasanya Edo memuji dirinya."Beneran?" Tanya Sabia malu-malu."Bener." Edo berlutut di depan Sabia yang sedang duduk di sofa. Kemudian laki-laki itu mengusap perut istrinya."Kamu ngapain sih Do?" Tanya Sabia. Ia sebenarnya malu diperlakukan Edo seperti ini."Nggak apa-apa. Cuma pengen ngusap perut kamu aja. Udah keliatan agak buncit aja ya sekarang Bi?"Edo membuka baju Sabia dan mencium perut Sabia yang memang tidak serata sebelum-sebelumnya."Hai, kesayangan Papa gimana kabarnya hari ini?" Tanya Edo menyapa bayinya yang masih di dalam perut Sabia."Namanya juga udah empat bulan. Ini bahkan udah mulai kerasa gerak-gerak loh Do." Sabia memberitahu."Oh ya? Sejak kapan?" Tanya Edo antusias."Sejak dua hari yang lalu," jawab Sabia."Kok kamu diem aja nggak kasih tau aku?""Ck, kamukan sibuk tuh ngurusi
"CUKUP!!!" Teriakan keras itu membungkam mulut semua orang seketika."Gara?" Tanya Sabia yang sejak tadi diam saja di kursi penonton.Gara naik ke atas panggung. Ia berhenti di depan Bella."Ra..." Air mata Bella sudah tumpah. Trofi dan hadian di tangannya terlepas begitu saja. Saat ini hal yang ingin Bella lakukan adalah menghilangkan dari bumi daripada merasakan rasa malu yang tak tertanggungkan ini.Gara meraih kedua tangan istrinya."Bella, kita hanya punya dua tangan jadi kita tidak bisa membungkam mulut orang sebanyak ini. Tapi..." Gara mengarahkan kedua tangan Bella ke telinga."Kita bisa menutup telinga kita hanya dengan dua tangan agar kita tidak mendengar suara orang sebanyak ini."Bella menatap Gara dengan mata yang penuh dengan bulir-bulir kristal bening yang berjatuhan.Grep!Gara menarik tubuh Bella ke dalam pelukannya. Ya, laki-laki itu benar-benar memeluk Bella di hadapan banyak orang."Cih, kalian lihat saja kan. Dia benar-benar seperti gadis murahan yang bisa dipeluk
Keadaan di belakang panggung sudah mulai ricuh. Mereka yang tidak bisa menerima kekalahan mulai melayangkan protes pada panitia acara. Tapi panitia acara mengatakan bahwa keputusan dewan juri adalah mutlak."Baiklah, ini saat-saat yang paling kita tunggu. Pengumuman juara pertama."Penonton di luar sepi. Benar-benar sepi. Seakan mereka siap menerima kejutan berikutnya."Juara pertama dance competition tahun ini diraih oleh...""SMA swasta!""Whoooaaaaaaaaaaaa!!!"Teriakan penonton di luar begitu membahana. Tepuk tangan, suita panjang, dan teriakan kemenangan menjadikan tempat ini benar-benar berisik sampai-sampai mengalahkan kerasnya bunyi pengeras suara."Good job anak-anak! Kalian luar biasa. Selamat menjadi juara!" Kata Edo kepada anak-anak seni tari yang tampil hari ini. Tak terkecuali pada Bella, Vano, dan Vanilla."Ini berkat arahan dan bimbingan Kak Edo juga loh. Kak Edo yang terbaik pokoknya." Bella tersenyum sambil mengacungkan jempolnya untuk Edo. Jika itu Edo yang dulu past
Kompetisi dance tingkat kota yang sangat dinantikan di gelar hari ini. Kompetisi antar sekolah ini adalah kompetisi paling bergengsi di antara kompetisi-kompetisi yang lain. Pasalnya pemenang kompetisi ini akan menentukan prestasi dari sebuah sekolah.Antusiasme sekolah-sekolah lain juga sangat tinggi. Tiap tahunnya peserta kompetisi dance selalu bertambah. Bahkan tahun ini juga. Maka persaingan akan semakin ketat."Gara bagaimana dengan riasan wajahku?" Tanya Bella begitu suaminya memasuki ruang ganti yang disediakan khusus untuk para peserta lomba."Cantik," jawab Gara sambil mengelus pelan pipi mulus istrinya.Bella tersenyum mendengar pujian dari suaminya."Bella, kamu yakin akan mengikuti kompetisi ini?" Tanya Gara. Perasaan laki-laki itu khawatir karena peringatan Sabia sebelumnya."Kamu bicara apa Ra? Aku sudah tiga bulan berlatih keras demi kompetisi ini dan saat kompetisi ini tinggal hitungan menit untuk dimulai kamu justru melemparkan pertanyaan meragukan itu?""Aku hanya kh
"Aku mau ngelatih dance anak-anak kelas 11 untuk terakhir kalinya sebelum semua jabatan kita di sekolah di copot besok," pamit Edo pada Sabia.Besok memang sudah dijadwalkan untuk serah terima jabatan seluruh OSIS lama kepada OSIS baru.Sabia mengangguk. Edo sudah mau keluar dari kelas ketika Sabia memanggil."Edo!"Laki-laki yang dipanggil itu menoleh."Ya?""Kalau aku bilang jaga hati dari Bella apa boleh?" Tanya Sabia tampak ragu-ragu. Kemarin mereka memang baru saja melangsungkan pernikahan sederhana sehingga sekarang mereka sudah menjadi suami dan istri.Edo tersenyum singkat."Bella sudah jadi milik Gara. Jadi kamu jangan berpikiran yang aneh-aneh kepadaku Bi."Sabia membalas senyuman Edo. Tak berapa lama laki-laki itu benar-benar meninggalkan kelas.Sabia memilih untuk ke ruang OSIS, niatnya semula ingin melihat latihan acara serah terima jabatan ketua OSIS, namun di depan koperasi yang memisahkan gedung A dengan bangunan ruang OSIS Sabia bertemu dengan Gara."Ra!" Panggil Sabi
Bella tengah tertidur di kursi samping kemudi. Gadis kecil yang cantik jelita itu benar-benar damai sekali dalam tidurnya. Mamanya Bella tersenyum bahagia menyaksikan putri kecilnya."Lelah banget ya sayang mainnya hari ini sampe tidur pules banget," ucap mamanya Bella. Wanita itu mengemudikan mobilnya dengan tenang.Hari ini mereka baru saja bersenang-senang dari sebuah taman hiburan. Saking asyiknya main sampai-sampai mereka kemalaman di jalan saat pulang.Suasana yang tenang dan hati yang tenang seketika berganti panik kala mamanya Bella melihat datangnya sebuah truk dengan kecepatan tinggi dari arah depan. Truk itu sepertinya mengalami rem blong."Ini bagaimana? Ya Tuhan selamatkan kami," ucap mamanya Bella ketakutan.Ttttiinnnn!!! Tttiiinnnnnn!!!Truk itu mengklakson dengan keras membuat makanya Bella jauh bertambah panik. Sementara jarak truk itu semakin dekat saja.Demi menghindari tabrakan mamanya Bella membanting setir ke kanan.BBRRRAAAAAKKKKK!!!Sudut depan mobil itu mengha
Tok! Tok! Tok!"Bi, kamu lagi apa? Aku masuk ya," kata Edo.Sabia gemetar ketakutan. Ia meletakkan cutter itu di atas meja.Ceklek!Edo muncul di depan pintu tepat saat Sabia baru selesai meletakkan cutter. Edo jelas melihat hal itu. Apalagi sekarang posisi cutternya berpindah dari dalam gelas wadah pensil ke atas meja."Apa yang ingin kamu lakukan?" Tanya Edo penuh selidik.Sabia hanya menggeleng kaku. Edo meletakkan makanan dan susu yang dibawanya di atas meja. Ia kemudian meraih kadua bahu Sabia."Jangan gila Bi. Yang kita lakukan saja sudah gila. Kenapa kamu justru ingin menambah sesuatu yang lebih gila?"Sabia menggeleng. Ia menggigit bibir bawahnya untuk menahan tangis. Kehidupannya saat ini benar-benar di titik paling rendah. Ia tidak berdaya."Jangan pernah berpikir untuk mengakhiri hidup. Itu bukan solusi.""Tapi... Gara-gara aku orang tuamu."Edo meggeleng."Ini bukan gara-gara kamu saja. Tapi gara-gara kita. Kalau kamu memilih mengakhiri hidup. Bukan saja kamu yang mati tapi