"Hooaammm..." Bella mengeliat. Saat ia hendak bangun ia merasa sesuatu menumpang di atas perutnya.
"Apaan nih?" Bella membuka selimut dan mendapati tangan Gara berada di atas perutnya. Entah Gara sadar atau tidak jika melakukan hal ini.Bella menoleh pada Gara. Dalam keadaan tidur seperti ini wajahnya terlihat sangat tenang. Gara adalah laki-laki tampan yang populer di sekolah. Dengan adanya kejadian kemarin sudah pasti semua citra Gara hancur."Ra... Bangun Ra." Bella menusuk pipi Gara sampai laki-laki itu kaget."Ngapain sih Bel?" Gerutu Gara. Ia tidak terima dibangunkan dengan cara seperti itu."Bangun. Pindahin tanganmu nih. Aku jadi nggak bisa bangun.""Tangan apa?" Rupanya Gara masih tidak sadar."Tanganmu. Kamu semalam tidur sambil meluk aku ya? Cieee... Ciee..."Seketika Gara menarik tangannya. Ia tidak mau dianggap tidur sambil memeluk Bella."Mana ada. Namanya orang tidur bisa aja nggak sadar kan tangannya kemana. Lagian aku ngiranya kamu pasti guling. Jangan sok kepedean kamu.""Emang pede wekkk..." Bella mengejek Gara sesaat sebelum ia turun dari ranjang."Wastaga jam tujuh!!!" Seru Bella kaget begitu melihat jam di gawai miliknya. Bella buru-buru menyambar handuk, masuk ke kamar mandi untuk mandi bebek. Setelahnya ia keluar dengan handuk melilit tubuhnya. Ia masih terlihat panik dan buru-buru. Bahkan ia tak sabaran saat mengambil seragam dari dalam lemari.Gara hanya bisa melongo menyaksikan tingkah istrinya. Sepagi ini ia sudah disuguhkan pemandangan seperti ini."Mau kemana?" Tanya Gara curiga saat melihat Bella mulai mengenakan seragam sekolah."Sekolahlah. Ini dah hampir telat. Kamu nggak siap-siap?"Sagara mendekat.Cletak!Ia menyentil jidat Bella."Oucchh! Sakit Ra!" Bella mengusap jidatnya."Sekolah kemana? Kita udah dikeluarkan dari sekolah tahu." Gara mengingatkan."Ohhh, iya! Bilang kek dari tadi Ra. Jangan buat orang panik kelabakan.""Harus banget aku bilang ke kamu?" Tanya Gara dengan nada seperti tidak sudi untuk mengingatkan istrinya."Harus. Soalnya aku ini orangnya pelupa. Mungkin kita memang berjodoh supaya kamu bisa selalu jadi pengingat buat aku.""Aku nikahin kamu bukan buat jadi pengingat. Kalo mau diingatkan setiap saat nikah aja sama alarm.""Terus kamu nikah buat apa?""Ya, kita nikah kan udah jelas untuk menjaga nama baik kedua keluarga. Pake ditanya lagi. Kalau bukan karena difitnah hari ini aku masih jadi bujangan Bel.""Jahat!" Bella mendengus."Bodo amat! Kamu tuh yang jahat. Difitnah ngajak-ngajak.""Tapi kamu suka kan nikah sama aku?" Sergah Bella."Yang bilang suka siapa? Aneh!""Lihat aja. Nanti lama-lama kamu juga suka sama aku.""Oh, ya? Percaya diri sekali kau Tuan Putri?" Gara meledek istrinya."Hei, Tuan Muda, aku ini cantik. Kamu nggak normal kalau nggak suka sama aku.""Iya, karena kamu merasa cantik, kamu jadi berpikir semua laki-laki akan menyukaimu. Padahal nggak semua laki-laki menyukai gadis dari kecantikannya. Percuma cantik kalau otaknya kosong. Itulah kamu jadi kena fitnah hamil di luar nikah.""Yang penting aku nggak hamil kok." Tukas Bella."Mana aku tahu kamu hamil apa nggak.""Hihhh... Nyebelin!"Drttt... Drrrtttt...Lagi-lagi gawai Gara berdering menampilkan panggilan masuk dari Sabia."Ciiee sepagi ini pacarnya dah nelpon. Angkat tuh."Gara mengambil gawainya tapi langsung menolak panggilan dari Sabia."Kenapa nggak diangkat?" Selidik Bella."Males. Ntar jadi perkara."Bella tertawa karena teringat kejadian semalam. Mungkin Gara tidak mau lagi jika pacarnya dibuat cemburu oleh Bella. Terlebih pagi hari seperti ini mereka sudah bersama. Sabia bisa berpikiran yang tidak-tidak."Nggak usah ketawa!" Gara merengut kesal."Ngapa sih. Orang ketawa nggak dilarang kamu sok ngelarang.""Nggak lucu ya Bella bikin suamimu kesel terus. Kamu mau mau ngajak berumah tangga apa ngajak gelut sih?"Bella seketika terdiam. Ia memperbaiki air mukanya agar terlihat tidak sedang menahan tawa. Padahal sebenarnya ia masih ingin tertawa. Terlebih saat melihat wajah kesal Gara."Yaudah sih. Aku minta maaf kalo udah bikin kamu kesel."Bella berjinjit sambil menangkup wajah Gara.Cup!Ia mendaratkan satu ciuman di pipi Gara dengan maksud meredam amarah suaminya. Setelahnya Bella bermaksud hendak ganti pakaian."Heh, mau kemana?" Gara menahan tangan Bella."Ganti baju. Kan nggak jadi sekolah.""Kau dari semalam seenaknya saja ciam cium pipiku." Protes Gara."Apa yang salah? Kita gini-gini suami istri lo Ra. Nggak ada larangan buat cium kamu. Apalagi cuma sekedar cium pipi.""Sekedar ciuman pipi? Sini aku kasih tahu caranya ciuman yang bener."Gara menarik tubuh Bella ke dalam dekapannya. Setelahnya ia mengajari Bella bagaimana ciuman yang sesungguhnya. Bukan sekedar kecupan dipipi.***Setelah keributan tadi pagi yang ditutup dengan adegan ciuman mesra, Gara tidak tampak di rumah seharian. Entah ia kemana Bella tidak tahu. Yang jelas Gara baru kembali saat malam sudah tiba.Dor! Dor! Dor!Gara menggedor pintu tidak sabaran. Bi Ina tergopoh-gopoh menuju pintu."Siapa Bi?" Tanya Bella."Sepertinya Tuan Muda Gara, Non.""Biarin aja. Bibi kembali saja. Biar aku yang buka pintunya.""Baik Nona."Dor! Dor! Dor!Bella mendengus. Ia sengaja berlama-lama membukakan pintu.Drrtttt... Dddrrrttt...Kali ini Gara menelpon Bella. Tapi dasar Bella saja tidak mau mengangkat telepon dari Gara.Ceklek!Akhirnya Bella membukakan pintu. Terlihat Gara masih menempelkan gawainya di telinga."Sialan! Lama amat bukain pintu." Gara langsung mengumpat kesal."Enak aja datang-datang ngumpat ke orang. Nggak usah masuk lah sekalian. Pergi lagi sana!"Bella benar-benar akan menutup pintu kalau saja Gara tidak menahan pintu itu dengan kakinya."Lagian buka pintu lama amat.""Siapa suruh pulang malam banget. Dari mana? Mana pergi nggak ngabarin.""Posesif banget sih Bel?""Wajib itu," tukas Bella. "Jangan bilang ya kamu pergi seharian sama Sab..."Bella tidak melanjutkan kalimatnya. Ia merasa kesal sendiri kalau saja Gara benar-benar pergi seharian untuk bertemu dengan Sabia."Tauklah. Terserah kamu!" Bella berbalik dengan cepat meninggalkan Gara. Sepanjang jalannya menuju ke lantai dua terdengar langkah kakinya dihentak-hentakkan. Sepertinya ia sedang kesal.Blam!Gara menutup pintu di belakangnya. Ia segera menyusul Bella ke kamar."Ngapain sih Bel, marah-marah?"Bella bergelung di dalam selimut. Ia menutupi seluruh tubuhnya dengan selimut sampai ke kepala."Bel," Gara menowel lengan Bella karena gadis itu tak kunjung menjawab.Bella membuka selimutnya dengan kesal."Ya, kamu sih kelayapan dengan gadis sampai malam.""Maksudmu apa?" Tanya Gara tak paham."Pake nanya. Kamu abis ketemuan sama Sabia kan? Di depanku sok-sokan reject teleponnya. Ternyata diam-diam ketemuan.""Iya... Aku memang pergi Bel."Jawaban Gara cukup membuat hati Bella hancur."Tapi...""Nggak ada tapi-tapi. Aku nggak mau denger penjelasan kamu lagi!""Bel...""Tauk ah, Ra. Dah malem ini nggak usah berisik. Aku mau tidur."Gara naik ke atas tempat tidur. Ia menarik selimut Bella dengan sekali tarik."Aku pergi seharian dengan Ayah untuk mencari sekolah baru untuk kita. Setelah itu aku nganter Papamu ke bandara. Dia bilang mau ke luar negeri untuk urusan entah urusan apa yang diurus mafia sepertinya aku tidak tahu. Dan pulang-pulang kau marah begini denganku.""Aku nggak marah. Terserah kamu aja deh. Mau kemana kek."Gara diam."Ngapain diem aja?""Lagi mikir enaknya cewek modelan kamu ini diapain."Bella melebarkan matanya."Emangnya kamu mau ngapain?""Ngapain aja boleh kan kamu istriku.""Ih, sumpah kamu serem banget. Katanya nggak suka sama aku. Kenapa sekarang begini?""Cowok bisa aja kok Bel bercinta tanpa mencintai.""Dih gila."Cletak!Lagi-lagi Gara menyentil jidat Bella."Aww...""Nggak usah punya pikiran macem-macem. Besok kita mulai sekolah lagi. Bangun yang pagi. Aku nggak mau menjadi alarmmu.""Peluk boleh?" Tanya Bell
"Oh, Saraga! Hai...!"Sagara menoleh dan saat itulah ia melihat Sabia. Gadis cantik dan pintar yang kemarin sempat meneleponnya."Hai," balas Gara singkat."Kok disini?""Sagara sekarang pindah ke sekolah kita Bia," Edo menjelaskan."Oh, kok nggak ngomong-ngomong dulu sih Ra? Tapi bagus deh kalo kamu sekarang di sekolah ini. Kita jadi bisa deketan. Ya kan Ra?"Gara hanya tersenyum sekilas."Sabia ngarep banget sih bisa balikan. Daripada ngarep balikan sama Gara mending nerima cintaku aja deh Bi. Masak tiap nembak ditolak terus. Dah lima tahun loh aku suka sama kamu. Spek setia gini langka tau di jaman sekarang," ujar Revan."Hmm, bener tuh Bi. Kurang apa sih Revan. Kalo masalah ganteng nggak kalah ganteng kok sama Gara." Timpal Edo."Kurangnya Revan nggak pinter kayak Gara. Aku sukanya tipe cowok kayak Gara.""Orang Gara aja belum tentu mau balikan kok. Ya kan Ra?" Tanya Revan."Apaan sih kalian. Udah bel masuk loh. Telat masuk kelas ntar kita. Aku nggak mau telat dihari pertama aku p
Tinn!!! Tinnnn!!!Mobil di belakang Gara sudah mengklakson tidak sabaran. Terpaksa Gara melajukan mobilnya. Ia sampai di depan gerbang. Dilihatnya Bella berdiri di pinggir jalan panas-panasan. Gara semakin bingung menghadapi situasi ini.Bukan apa-apa sih. Meskipun Gara tidak mencintai Bella tapi ia tetap menghargai Bella sebagai istrinya. Terlebih karena Bella anaknya mafia. Agak riskan jika ingin membuat gara-gara."Aduh, gimana nih?" Batin Gara bingung.Tiba-tiba Revan berlalu di samping mobil Gara dengan mendorong motornya. Aturan sekolah memang mewajibkan untuk mendorong motor hingga ke luar gerbang. Ini demi sopan santun."Duluan ya Ra," kata Revan.Gara langsung mendapatkan ide cemerlang."Van, tunggu bentar. Nepi dulu.""Ada apa?" Tanya Revan dengan kening berkerut. Tapi ia segera melihat ada Sabia yang duduk di kursi samping Gara. Revan pun tidak bertanya lagi. Ia menepi mengikuti permintaan Gara.Gara buru-buru keluar dari mobil sebelum Bella melihatnya."Ada Sabia mau neben
"BEELLL!!!" Gara berteriak panik.Grep!Gara sigap menangkap tubuh Bella. Keduanya jatuh terduduk di tangga dengan posisi Bella berada di pangkuan Gara."Ehhh???" Jantung Bella berdegup kencang. Hampir saja ia meluncur dari tangga. Entah bagaimana jadinya kalau Gara tidak menyelamatkannya."Kek bocah sih lari-larian. Kalo jatuh gimana? Aku lagi loh nanti yang disalahin Ibuk.""Tapi aku nggak jadi jatuh kan?" Bella berkilah."Iya, karena aku tangkap. Kalo nggak gimana?""Nah, itulah makanya kita ditakdirkan menikah Ra. Adanya kamu memang untuk menjaga dan melindungi aku. Makasih ya Gara sayang.""Apaan sih lebay. Kita nikah ya karena kita difitnah. Nggak usah ngaco kemana-mana. Buruan bangun gih. Kamu berat tau."Bella mendengus sambil berdiri. Ia segera turun ke ruang makan. Kali ini langkahnya lebih hati-hati. Takut kalau-kalau jatuh lagi."Ada apa Ra, kok tadi teriak?" Selidik Ibunya Gara."Nggak kok Ma." Gara duduk di samping Bella."Ra, Bel, besokkan hari minggu. Gimana kalau kali
Bella dengan asyiknya membalur seluruh tubuhnya dengan busa sabun. Ia kemudian menikmati siraman air hangat dari shower. Air hangat memang dapat memberikan kenyamanan dan merilekskan otot-otot kakinya yang pegal karena berjam-jam keliling mall.Tiba-tiba...Ceklek!Kenop pintu kamar mandi diputar. Daun pintunya terbuka. Gara masuk begitu saja tanpa tahu jika Bella sedang mandi.Refleks Bella menoleh."KKKYYYYYYAAAAAAAAAAA!!!" Bella berteriak sekencang-kencangnya sambil menutupi tubuhnya. Sedangkan Gara bukannya keluar ia justru membeku di tempat."Be-Bella...""Keluar Ra! Buruan keluar!"Kesadaran Gara belum pulih sepenuhnya. Ia masih terpesona melihat Bella."Ra!" Teriak Bella."Cepet keluar!" Bella mengulangi perintahnya."I-iya aku keluar." Gara berbalik badan. Ia buru-buru keluar. Seketika tubuhnya panas dingin. Ia menyenderkan punggungnya di tembok di samping pintu kamar mandi. Berusaha menguasai dirinya, juga menahan gejolak yang ada di dalam tubuhnya.Tak berapa lama Bella kelu
Senin pagi, semua siswa-siswi SMA swasta tengah melaksanakan upacara bendera rutin. Acara upacara berlangsung dengan tertib dan baik. Sampai ketika pada acara amanat berlangsung terdengar suara gaduh dari kelas 12 IPA 1.Glebuk!Sabia tiba-tiba tumbang."Bi!" Teriak Gara panik. Ia lah orang yang menangkap tubuh Sabia. Pasalnya Sabia memang berbaris di sampingnya.Tanpa memikirkan apapun selain rasa khawatir pada Sabia, Gara langsung membopong tubuh Sabia menyebrangi lapangan. Langkahnya setengah berlari menuju UKS. Kejadian ini tentu disaksikan oleh seluruh siswa tanpa terkecuali Bella. Ia hanya bisa menunduk sambil menggigit bibir bawahnya menyaksikan suaminya membopong mantan kekasihnya.Seketika Bella merasa hatinya begitu ngilu. Apalagi suasana diperburuk dengan bisik-bisik siswa lainnya yang mengatakan so sweet banget Gara mau membopong ketua OSIS seorang diri. Bagaimana Bella tidak kesal mendengar suaminya dikatakan so sweet dengan gadis lain."Coba yang lain nggak usah ribut. D
Bel istirahat akhirnya berbunyi. Wajah ketiga bocah itu sudah penuh dengan keringat. Merah padam karena tersengat sinar matahari. Mereka langsung berlari ke kantin untuk memesan es."Bel, ikut eskul apa?" Tanya Vanilla membuka obrolan sembari menunggu pesanan mereka tiba. Kantin masih sepi. Mereka bertiga adalah pengunjung pertama."Ada apa aja?" Tanya Bella.Pesanan es datang."Banyak. Tinggal kamu minat bakatnya dimana?""Dance ada nggak?" Tanya Bella sambil menyedot esnya."Ada. Kita juga gabung eskul seni tari kok. Kan nanti bisa selang seling latihan tari tradisional sama tarian modern.""Boleh lah aku didaftarin. Vano ternyata bisa nari?""Bisa dibilang jago dance kalo dia Bel," jawab Vanilla."Wahh... Nggak nyangka aku Van.""Kenapa? Karena aku kayak gini ya? Gini-gini aku juga punya kelebihan loh Bel.""Hehehe bukan maksud ngeremehin kok Van.""Kalo beneran minat gabung eskul seni tari besok sore kita mulai latihan Bel," ujar Vano."Oke, siap."Obrolan terhenti saat pesanan ba
Hari ini segala sesuatu tentang Bella tampak mulai berubah. Saat pagi hari Gara bangun, Bella sudah tidak ada di sampingnya. Ia sudah masak bekal untuk dibawa sekolah karena Bella punya kebiasaan tidak sarapan pagi.Begitu di mobil bersama Gara, Bella masih berceloteh seperti biasanya. Hanya saja Gara merasakan ada yang berbeda dari cara Bella berbicara. Bella terkesan agak dingin, meskipun Bella menutupi sikap itu dengan senyuman."Aku turun dulu ya Ra. Oh, ya nanti kamu nggak perlu nunggu aku. Kamu pulang duluan aja nggak apa-apa." Bella menyandang tasnya. Ia sudah akan membuka pintu mobil saat Gara menahan tangannya."Kamu mau kemana lagi?""Aku mau latihan tari," jawab Bella singkat. Ia melepaskan tangan Gara lalu bergegas keluar. Bella bahkan tidak menoleh sama sekali saat meninggalkan Gara. Diperlakukan Bella seperti ini entah mengapa membuat Gara sedih.***Gara tidak pulang begitu kelasnya bubar."Nggak pulang Ra?" Tanya Edo yang melihat Gara masih berdiri di depan kelas."Ngg