"Udah?" Tanya Gara begitu Bella kembali ke ruang Kepsek."Udah," jawab Bella singkat."Terus, Bu Anjar mana?""Masih di belakang."Setelah percakapan itu suasana di dalam ruang Pak Kepsek menjadi hening. Mereka menunggu Bu Anjar membawa bukti yang mungkin bisa meringankan beban sanksi Bella dan Gara.Akhirnya Bu Anjar muncul juga setelah ditunggu-tunggu."Nunggu lama ya? Maafkan saya ya Bapak Ibu sekalian," ucap Bu Anjar sopan tak lupa diiringi senyuman ramah."Bagaimana dengan hasilnya Bu Anjar?" Tanya Pak Kepsek.Bu Anjar dengan gerakan sopan menyodorkan alat tes kehamilan itu ke atas meja Pak Kepek."Hasilnya Bella memang tidak hamil Pak," jawab Bu Anjar yang wajahnya jelas kentara jika ia menyembunyikan sesuatu. Rupanya Bu Anjar memilih untuk menukar hasil tes kehamilan Bella demi menyelamatkan bocah itu."Sekarang keputusan masalah ini ada pada Bapak Kepala Sekolah," ujar Bu Anjar."Baiklah, Gara dan Bella. Bapak masih belum bisa memutuskan sanksi ini. Bapak mesti memanggil wali
"Coba semuanya lihat. Ibu menemukan ini di tas Bella." Bu Rea mengangkat sebuah tespek bergaris dua. Saat ini memang sedang ada razia rutin di kelasWajah Bella panik."Ibu, itu bukan punya Bella. Serius Bella tidak hamil.""Woe, ngaku aja deh. Keluargamu kan keluarga mafia. Bibit-bibit orang kotor seperti itu pasti mengalir juga ke darahmu. Melihatmu hamil di luar nikah bukan hal yang mengejutkan buat kita. Iya nggak guys?" Sonya melayangkan hinaan kepada Bella."Bener banget. Ibu percaya aja deh dengan bukti itu. Orang udah jelas ada buktinya mau ngelak gimana lagi?" Timpal teman sekelas Bella yang lain.Bu Rea memandang Bella."Bella, bagaimana kau akan menjelaskan semua ini?""Bener Bu. Percaya sama Bella. Bella hanya difitnah. Bella tidak mungkin hamil di luar nikah.'"Tukang zina mana ada yang ngaku huuu...""Iya bener. Udah ngaku aja Bel siapa laki-laki yang menghamili kamu."Tiba-tiba Pak Rehan lari menuju kelas 11 IPS 6 dengan wajah panik."Gawat Bu Rea. Ini gawat!" Pak Rehan
Setelah acara pernikahan sederhana selesai di gelar Gara harus pindah ke rumah Bella. Saat ini keduanya ada di dalam kamar yang sama."Gara... Aku mau ngomong sama kamu."Gara melihat Bella dengan tatapan marah."Kenapa harus aku?" Tanya Gara dengan nada sinis."Maksudnya?" Bella mengerutkan keningnya."Jika kau ingin menjebak laki-laki masuk ke dalam permainanmu kenapa harus aku yang kau pilih Bella? Laki-laki lain masih banyak. Kau menghancurkan segala impianku tentang sekolah, tentang prestasi dan segalanya."Bella ternganga tak percaya pada ucapan Gara."Gara, kau pikir aku sedang menjebakmu? Gara, sadarlah. Disini aku pun dijebak. Jika kau mencurigai aku sebagai dalang dibalik semua kejadian ini, kau jelas salah."Gara mendengus sebal. Ia sepertinya tidak ingin berdebat dengan Bella."Kau bilang saja sebenarnya hamil dengan siapa?""Hamil? Gara, jadi kau percaya dengan fitnah itu? Gara, aku bahkan masih perawan asal kau tahu saja.""Oh, ya?" Gara meragukan.Bella terlihat tidak t
"Hooaammm..." Bella mengeliat. Saat ia hendak bangun ia merasa sesuatu menumpang di atas perutnya."Apaan nih?" Bella membuka selimut dan mendapati tangan Gara berada di atas perutnya. Entah Gara sadar atau tidak jika melakukan hal ini.Bella menoleh pada Gara. Dalam keadaan tidur seperti ini wajahnya terlihat sangat tenang. Gara adalah laki-laki tampan yang populer di sekolah. Dengan adanya kejadian kemarin sudah pasti semua citra Gara hancur."Ra... Bangun Ra." Bella menusuk pipi Gara sampai laki-laki itu kaget."Ngapain sih Bel?" Gerutu Gara. Ia tidak terima dibangunkan dengan cara seperti itu."Bangun. Pindahin tanganmu nih. Aku jadi nggak bisa bangun.""Tangan apa?" Rupanya Gara masih tidak sadar."Tanganmu. Kamu semalam tidur sambil meluk aku ya? Cieee... Ciee..."Seketika Gara menarik tangannya. Ia tidak mau dianggap tidur sambil memeluk Bella."Mana ada. Namanya orang tidur bisa aja nggak sadar kan tangannya kemana. Lagian aku ngiranya kamu pasti guling. Jangan sok kepedean ka
"Bel...""Tauk ah, Ra. Dah malem ini nggak usah berisik. Aku mau tidur."Gara naik ke atas tempat tidur. Ia menarik selimut Bella dengan sekali tarik."Aku pergi seharian dengan Ayah untuk mencari sekolah baru untuk kita. Setelah itu aku nganter Papamu ke bandara. Dia bilang mau ke luar negeri untuk urusan entah urusan apa yang diurus mafia sepertinya aku tidak tahu. Dan pulang-pulang kau marah begini denganku.""Aku nggak marah. Terserah kamu aja deh. Mau kemana kek."Gara diam."Ngapain diem aja?""Lagi mikir enaknya cewek modelan kamu ini diapain."Bella melebarkan matanya."Emangnya kamu mau ngapain?""Ngapain aja boleh kan kamu istriku.""Ih, sumpah kamu serem banget. Katanya nggak suka sama aku. Kenapa sekarang begini?""Cowok bisa aja kok Bel bercinta tanpa mencintai.""Dih gila."Cletak!Lagi-lagi Gara menyentil jidat Bella."Aww...""Nggak usah punya pikiran macem-macem. Besok kita mulai sekolah lagi. Bangun yang pagi. Aku nggak mau menjadi alarmmu.""Peluk boleh?" Tanya Bell
"Oh, Saraga! Hai...!"Sagara menoleh dan saat itulah ia melihat Sabia. Gadis cantik dan pintar yang kemarin sempat meneleponnya."Hai," balas Gara singkat."Kok disini?""Sagara sekarang pindah ke sekolah kita Bia," Edo menjelaskan."Oh, kok nggak ngomong-ngomong dulu sih Ra? Tapi bagus deh kalo kamu sekarang di sekolah ini. Kita jadi bisa deketan. Ya kan Ra?"Gara hanya tersenyum sekilas."Sabia ngarep banget sih bisa balikan. Daripada ngarep balikan sama Gara mending nerima cintaku aja deh Bi. Masak tiap nembak ditolak terus. Dah lima tahun loh aku suka sama kamu. Spek setia gini langka tau di jaman sekarang," ujar Revan."Hmm, bener tuh Bi. Kurang apa sih Revan. Kalo masalah ganteng nggak kalah ganteng kok sama Gara." Timpal Edo."Kurangnya Revan nggak pinter kayak Gara. Aku sukanya tipe cowok kayak Gara.""Orang Gara aja belum tentu mau balikan kok. Ya kan Ra?" Tanya Revan."Apaan sih kalian. Udah bel masuk loh. Telat masuk kelas ntar kita. Aku nggak mau telat dihari pertama aku p
Tinn!!! Tinnnn!!!Mobil di belakang Gara sudah mengklakson tidak sabaran. Terpaksa Gara melajukan mobilnya. Ia sampai di depan gerbang. Dilihatnya Bella berdiri di pinggir jalan panas-panasan. Gara semakin bingung menghadapi situasi ini.Bukan apa-apa sih. Meskipun Gara tidak mencintai Bella tapi ia tetap menghargai Bella sebagai istrinya. Terlebih karena Bella anaknya mafia. Agak riskan jika ingin membuat gara-gara."Aduh, gimana nih?" Batin Gara bingung.Tiba-tiba Revan berlalu di samping mobil Gara dengan mendorong motornya. Aturan sekolah memang mewajibkan untuk mendorong motor hingga ke luar gerbang. Ini demi sopan santun."Duluan ya Ra," kata Revan.Gara langsung mendapatkan ide cemerlang."Van, tunggu bentar. Nepi dulu.""Ada apa?" Tanya Revan dengan kening berkerut. Tapi ia segera melihat ada Sabia yang duduk di kursi samping Gara. Revan pun tidak bertanya lagi. Ia menepi mengikuti permintaan Gara.Gara buru-buru keluar dari mobil sebelum Bella melihatnya."Ada Sabia mau neben
"BEELLL!!!" Gara berteriak panik.Grep!Gara sigap menangkap tubuh Bella. Keduanya jatuh terduduk di tangga dengan posisi Bella berada di pangkuan Gara."Ehhh???" Jantung Bella berdegup kencang. Hampir saja ia meluncur dari tangga. Entah bagaimana jadinya kalau Gara tidak menyelamatkannya."Kek bocah sih lari-larian. Kalo jatuh gimana? Aku lagi loh nanti yang disalahin Ibuk.""Tapi aku nggak jadi jatuh kan?" Bella berkilah."Iya, karena aku tangkap. Kalo nggak gimana?""Nah, itulah makanya kita ditakdirkan menikah Ra. Adanya kamu memang untuk menjaga dan melindungi aku. Makasih ya Gara sayang.""Apaan sih lebay. Kita nikah ya karena kita difitnah. Nggak usah ngaco kemana-mana. Buruan bangun gih. Kamu berat tau."Bella mendengus sambil berdiri. Ia segera turun ke ruang makan. Kali ini langkahnya lebih hati-hati. Takut kalau-kalau jatuh lagi."Ada apa Ra, kok tadi teriak?" Selidik Ibunya Gara."Nggak kok Ma." Gara duduk di samping Bella."Ra, Bel, besokkan hari minggu. Gimana kalau kali