“Kupikir kamu nggak akan ke salon lagi.”
“Kenapa emangnya, Mas?” Julie bertanya balik dengan heran. “Kok ngiranya begitu?”
“Kan kamu lagi hamil,” jawab Ario. “Emang Ipang nggak nyuruh kamu di rumah aja?”
Julie tertawa begitu melihat bagaimana serius dan penasarannya raut wajah Ario saat bertanya.
“Nyuruh sih….” Julie meringis. “Kelihatan banget Mas Ipang bakal begitu ya?”
Kali ini ganti Ario yang terkekeh. “Iyalah, aku tahu dia sejak kuliah, Jules. Jadi aku udah bisa mengira-ngira gimana sikap Ipang begit
Rasanya semakin hari Julie merasa semakin payah.Sudah hampir sebulan berlalu sejak ia tahu kalau ia hamil, tapi hanya bisa dihitung dengan jari kapan ia akan merasa segar selama seharian.Sisanya?Julie merasa lemas dan tak berdaya, seperti sayur yang dimasak hingga terlalu matang.“Kita nggak usah jadi ke rumah Papa ya?” tawar Ipang seraya mengusap peluh di kening Julie dengan tisu di tangannya. “Papa juga ngerti kok kalau kita nggak ke sana dulu.”Tapi bukan Julie namanya kalau langsung setuju untuk menetap di rumah selama sehari penuh. Terlebih lagi, ia sudah janji pada ayah mertuanya sejak dua minggu yang lalu untu
“Gimana Julie? Manjanya jadi sepuluh kali lipat nggak sejak dia hamil?”Ipang tertawa mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Septa, kakak kedua Julie.Hari ini Ipang diajak Septa untuk datang ke restoran milik temannya saat jam makan siang, tentu saja bersama Janu juga.Sejak bergabung dengan keluarga Julie, Ipang kerap kali ikut berkumpul dengan Janu dan Septa. Bertiga saja, waktu khusus untuk para lelaki, kalau mengutip kata Septa.Ipang sendiri sudah cukup akrab dengan Septa sejak lama. Janu yang lebih pendiam dan kadang terlihat seram pun sebenarnya cukup menyenangkan.Ha
“Kamu beneran nggak apa-apa aku tinggal sendiri?""Nggak apa-apa, Mas." Julie berpikir sebentar, lalu bertanya, "Atau... aku ikut aja ya, Mas? Aku juga pengen deh ke makamnya Mama."Ipang langsung menggeleng tegas. "Kamu di rumah aja deh. Mas cuma sebentar kalau gitu.""Nggak usah buru-buru juga nggak apa-apa. Namanya mau ke makam Mama kan." Julie mengusap pelan bahu suaminya, meyakinkan lelaki itu kalau ia tidak apa-apa jika ditinggal sendiri.Hari itu adalah hari ulang tahun ibu kandung Ipang, mendiang ibu mertua Julie yang sudah berpulang bertahun-tahun yang lalu.Rencananya, Ipang akan perg
“Hari ini pada mau ke rumah, Mas. Boleh nggak?”“Siapa yang mau ke rumah?” Ipang yang tengah mengancingkan kemejanya, bertanya seraya menoleh ke belakang, ke arah istrinya yang duduk di tepi ranjang.“Mama Salwa, Mama Sinna, sama Mama Shanine.” Julie menjawab dengan santai. “Mau kumpul-kumpul gitu lho, Mas. Tadinya sih mau di rumah Mama Shanine, tapi katanya nggak mau aku capek. Jadi pada mau ke sini aja.”“Oh… boleh aja. Selagi kamu nggak terganggu dan nggak kecapekan, nggak apa-apa.” Ipang menghampiri Julie dan membiarkan istrinya itu memeriksa penampilannya hari ini.Meski hari ini adalah akhir pekan, tapi Ipang terpaksa keluar rumah karena ada proyek di kantornya yang harus ia datangi. Setidaknya sampai selesai jam makan siang nanti.Tadinya tentu saja Ipang merasa tak rela meninggalkan istrinya di rumah. Sudah cukup bekerja lima hari dalam seminggu, jadi dua hari sisanya ingin ia maksimalkan untuk Julie dan anak mereka yang masih ada di kandungan istrinya tersebut.Apalagi saat i
Meski Julie adalah perempuan yang lumayan cengeng, tapi biasanya ia tak terlalu suka mendengar orang lain menangis.Jika ia mendengar orang lain menangis, maka Julie akan ikut merasa sedih.Tetapi, hal itu tentu berbeda ketika ia mendengar suara tangisan pertama anaknya sendiri setelah proses persalinan yang lumayan lama.Julie sedikit mendongak untuk melihat Ipang yang tengah menatap bayi mereka dengan terharu. Tak lama kemudian, pandangan mereka pun bertemu dan Ipang yang tadinya agak bergeser untuk melihat anak mereka yang baru lahir, kini kembali mendekat padanya dan mencium keningnya dengan penuh perasaan.“Makasih, Babe,” gumam Ipang dengan rasa haru yang memenuhi hatinya.Berjam-jam ia menyaksikan bagaimana Julie berjuang dan berkali-kali juga rasanya Ipang ingin menggantikan istrinya tersebut, supaya Julie tidak perlu mengalami rasa sakit berkepanjangan.Mungkin terdengar berlebihan, tapi kini ia jadi mengerti kenapa ayahnya mengatakan kalau saat dulu sang ibu melahirkannya da
Julie masuk ke kamar anaknya melalui connecting door dan tersenyum saat melihat Ipang yang tengah menggendong Taka, seraya menceritakan masa kecilnya dengan Suri dahulu.“Mas dari selesai makan malam di sini terus gendong Taka, nggak mau istirahat?”Ipang menggeleng. “Taka masih seru dengerin cerita Mas.”Julie terkekeh. Tiga bulan setelah Taka lahir, rutinitas Ipang tentu saja bertambah seperti Julie. Pulang bekerja, Ipang akan segera mandi dan menyapa istri serta anaknya. Lalu mereka akan makan bersama meski kadang makannya harus bergiliran, Julie makan duluan selagi Ipang menggendong Taka atau sebaliknya.Setelahnya, kalau belum waktunya Julie menyusui Taka, maka Ipang-lah yang akan bersama Taka. Ipang tidak mau istrinya itu bahkan tak punya waktu untuk diri sendiri meski hanya satu atau dua jam.Dan bersama Taka, Ipang selalu merasa senang dan bahagia. Meskipun kadang Ipang harus mendadak mengganti popok anaknya atau berkeliling rumah sambil menggendong Taka supaya anaknya itu tak
“Kamu beneran nggak apa-apa ditinggal berdua sama Taka aja, Mas?”Ipang menatap Taka yang tengah tertawa di gendongannya, lalu beralih pada sang istri yang masih duduk di depan meja riasnya dengan gamang.“Beneran, nggak apa-apa.” Ipang berusaha untuk meyakinkan istrinya. “Nggak bakal kenapa-kenapa kok. Anggap aja lagi harinya ayah dan anak.”Julie tertawa grogi, ia jadi ingat kata-kata Padma—istri Badai, sahabat suaminya—yang minggu lalu bertemu dengannya di A Class. Kata Padma, anak dan ayah yang ditinggal tanpa pengawasan bisa saja menciptakan roket lalu pergi ke bulan tanpa bilang-bilang pada mereka.Terdengar berlebihan, tapi yah… kadang memang bisa sekacau itu kalau mereka ditinggal tanpa istrinya.“Tenang, kami nggak akan mengacau.” Ipang menggerakkan tangan kanan Taka seakan-akan anak mereka itu tengah melambaikan tangannya pada Julie, kemudian lelaki itu mengubah suaranya menjadi kekanakan seraya berkata, “Tenang aja, Ma, aku sama Papa nggak akan bikin seisi rumah jadi kolam
“Sebenernya kita ngapain ke sini lagi, Mas?” Julie menatap mall yang baru mereka masuki.Ipang, suaminya, masih sambil menggandeng tangan Julie ketika mengarahkan langkah sang istri menuju supermarket yang ada di lantai paling bawah mall tersebut.“Takut ada yang kurang, Babe,” jawab Ipang dengan kalem. “Mending kelebihan sedikit kan daripada nanti pas hari H ada yang kurang.”“Astaga, sedikit?” desah Julie pelan seraya menekankan nada bicaranya saat mengatakan kata ‘sedikit’. “Mas, kamu mau responsku yang jujur atau yang bohong?”Ipang menjawab dengan cepat. “Jujurlah, Babe.”“Mas, yang ada di rumah aja tuh bisa buat ngerayain ulang tahun Taka satu sampai dua kali lagi.”Ipang meringis begitu mendengar kejujuran tersebut keluar dari bibir istrinya. Lelaki yang hari itu mengenakan pakaian kasual karena mereka baru keluar dari rumah di pertengahan hari Sabtu itu, tertawa kecil dan memilih tak menyahut lagi.Rasanya waktu berjalan dengan begitu cepat ketika kita bahagia. Tahu-tahu mingg
"Kamu siap-siap dulu aja, Babe. Biar anak-anak aku yang urus," kata Ipang kepada Julie yang tengah menggendong Retta, anak ketiga mereka. Lelaki itu baru saja selesai membantu Taka berpakaian."Nggak repot kalau kamu yang urus anak-anak sendirian?"Berbeda dengan Julie yang meragu, Retta di gendongan Julie tampak bertepuk tangan tidak sabaran untuk berpindah ke gendongan sang ayah.Anak ketiga mereka yang menggemaskan itu terlahir sempurna, seorang anak perempuan yang lahir di bulan Maret dan diberi nama Diajeng Maretta Ailendra. Sama halnya dengan Raras, Retta bisa dibilang lumayan manja dengan Ipang."Nggak." Ipang menggeleng dengan yakin. "Kan udah pada mandi sama ganti pakaian."
“Pa, nanti Mas bisa main mobil-mobilan sama adek di perut Mama?”“Bisaaa.” Ipang mengangguk dengan yakin. “Mas bisa ajak Adek main mobil-mobilan atau boneka-bonekaan kayak pas main sama Raras.”“Asyiiik! Nggak sabar! Nggak sabar!”Suri yang sedang menemani dua keponakannya itu ikut bertepuk tangan senang dengan Taka, sementara Raras yang ada di pangkuan Ipang juga ikut tertawa saja. Meskipun baik Ipang maupun Suri yakin kalau Raras belum mengerti dengan apa yang mereka bicarakan.Siang itu Ipang dan Suri duduk-duduk santai di ruang keluarga kediaman Ipang. Julie sedang tidur siang dan Ipang berinisiatif mengajak anak-anaknya bermain, supaya istrinya bisa beri
Pangeran Biyas Ailendra: Bro.Badai Tanaka: Apa?Narayata Darmawangsa: ???Kalu Rakai Parvaiz: Apaan? @Pangeran Biyas AilendraKsatria Auriga Abimayu: Kalau ngomongnya tanggung-tanggung, nanti pantatnya kelap-kelip.Yogaswara Hemachandra: Apaan? Mau ngutang makanya lama ngetiknya? @Pangeran Biyas AilendraPangeran Biyas Ailendra: @Yogaswara Hemachandra SialanPangeran Biyas Ailendra: Aku
“Kamu yakin bisa ngehabisin semua ini?”Julie melirik sinis Candy yang barusan menanyakan pertanyaan sensitif untuknya—yah, setidaknya sensitif untuk Julie belakangan ini.Kenapa sih belakangan ini banyak yang sering nanya aku bisa habisin makananku atau nggak?!Candy segera menyadari kesalahannya. “Iya, iya, ampun,” katanya dengan cepat. “Aku cuma takut kamu kekenyangan dan nggak habis, terus nanti jadi sedih karena ngerasa buang-buang makanan.”Kunyahan Julie memelan dan bibirnya mengerucut sebal. “Bener sih kata kamu,” sahut Julie. “Tapiii, kali ini aku beneran yakin bisa ngehabisin makanan i
Ipang menatap anak-anaknya yang sedang bermain dengan mertuanya. Tatapannya melembut dan senyum selalu terpatri di wajahnya. Siapa pun yang melihat Ipang saat ini, bisa langsung tahu kalau lelaki itu sangat menyayangi keluarganya.“Senyum-senyum mulu,” komentar Janu yang baru saja duduk di sebelah Ipang. “Lagi mikir mau nambah anak ya?”Ledekan itu kerap kali didengar oleh Ipang dari mulut kakak iparnya, sejak sebelum Raras lahir. Saat itu, usia kandungan Julie sudah tujuh bulan dan mereka sedang berkumpul di kediaman ayah mertua Ipang.Selain keluarga Ipang, keluarga Julie memang punya agenda kumpul rutin yang masih terlaksana hingga kini.
“Babe.”“Ya, Mas?”“Suri udah punya pacar ya?”Julie menoleh dengan cepat—sangat cepat, hingga ia bsia mendengar tulang lehernya berderak karena gerakannya tersebut.Di sebelahnya, Ipang mengangkat satu alisnya, pertanda bahwa ia benar-benar membutuhkan jawaban atas pertanyaannya barusan.“Kok Mas tiba-tiba nanya begitu?” Julie memilih untuk bertanya balik terlebih dahulu.Di obrolan terakhir Julie dengan Suri, Suri bilang kalau ia belum bertemu atau berkomunikasi lagi dengan lelaki yang namanya belum Julie ketahui itu. Julie ba
“Kayaknya udah lama kita nggak makan siang di sini,” komentar Suri begitu masuk ke ruangan Julie diA Class.Julie terkekeh dan berpikir sebentar, baru kemudian mengangguk. “Iya juga, kita keseringanlunchdi luar atau di rumahku.”“Iya, soalnya masakan di rumahmu selalu enak dan aku suka main sama Taka dan Raras, hehehe.” Suri nyengir saat sadar bahwa salah satu alasan mereka jarang nongkrong diA Classlagi adalah karena keinginannya sendiri.Sejak memiliki anak, Julie belajar untuk membagi waktunya antara pekerjaan dan keluarganya.Kini Julie tidak lagi se-workaholicdulu. Ia mulai memberi keper
Waktu berjalan lumayan cepat. Setelah Bagindo akhirnya melunak dan mau mulai membiasakan diri dirawat oleh keluarganya, hari ini Bagindo diizinkan pulang ke rumah.Syukurnya, Bagindo belum membutuhkan operasi. Tapi lelaki paruh baya itu harus mengurangi intensitas pekerjaannya dan harussangatmemperhatikan pola hidupnya.Meski istrinya saat ini ada dua, nyatanya Bagindo selama ini tetap sering sesukanya. Saat Sinna dan Shanine sering menasehati serta mencoba mengatur hal-hal kecil nan penting demi hidupnya, Bagindo lebih sering membangkang.“Percuma punya istri dua tapi nggak ada yang didengerin,” cibir Salwa yang duduk di ruang tengah bersama Bagindo, Sinna, Shanine, dan hamp
“Kalian ini apa nggak punya kehidupan? Pulang sana! Ngapain di sini?”“Punya kok,” jawab Ipang. “Tapi aku mau di sini.”“Inget anak dan istrimu, Mas. Masa kamu tinggalin mereka begitu?!"“Mereka ngerti kok kenapa aku ke sini.”“Pulang sana! Besok juga Papa pulang. Ngapain sih kamu sampai nginep di sini berhari-hari?!” Kemudian seolah belum puas mengomeli Ipang, Bagindo beralih pada Raden yang duduk di sebelah Ipang. “Kamu juga pulang sana! Mamamu sama siapa di rumah?”“Sama Mama Salwa dan Mama Sinna. Ada Suri, Nilam, Sultan, dan Gusti juga kok.” Raden menjawab dengan santai. “Justru kalau kami pulang, Papa yang sendirian di sini.”“Ya, terus kenapa?”“Papa yakin mau sendirian?”Julie pernah bilang, katanya lelaki saat sedang sakit bisa dibagi menjadi dua kategori. Ada yang berubah jadi sangat manja sampai-sampai bertingkah seperti anak kecil (Ipang salah satunya) dan ada juga yang berubah jadi sangat galak hingga menyebalkan.Bagindo sepertinya adalah tipe kedua.Kalau dipikir-pikir,