“Gimana Julie? Manjanya jadi sepuluh kali lipat nggak sejak dia hamil?”
Ipang tertawa mendengar pertanyaan yang dilontarkan oleh Septa, kakak kedua Julie.
Hari ini Ipang diajak Septa untuk datang ke restoran milik temannya saat jam makan siang, tentu saja bersama Janu juga.
Sejak bergabung dengan keluarga Julie, Ipang kerap kali ikut berkumpul dengan Janu dan Septa. Bertiga saja, waktu khusus untuk para lelaki, kalau mengutip kata Septa.
Ipang sendiri sudah cukup akrab dengan Septa sejak lama. Janu yang lebih pendiam dan kadang terlihat seram pun sebenarnya cukup menyenangkan.
Ha
“Kamu beneran nggak apa-apa aku tinggal sendiri?""Nggak apa-apa, Mas." Julie berpikir sebentar, lalu bertanya, "Atau... aku ikut aja ya, Mas? Aku juga pengen deh ke makamnya Mama."Ipang langsung menggeleng tegas. "Kamu di rumah aja deh. Mas cuma sebentar kalau gitu.""Nggak usah buru-buru juga nggak apa-apa. Namanya mau ke makam Mama kan." Julie mengusap pelan bahu suaminya, meyakinkan lelaki itu kalau ia tidak apa-apa jika ditinggal sendiri.Hari itu adalah hari ulang tahun ibu kandung Ipang, mendiang ibu mertua Julie yang sudah berpulang bertahun-tahun yang lalu.Rencananya, Ipang akan perg
“Hari ini pada mau ke rumah, Mas. Boleh nggak?”“Siapa yang mau ke rumah?” Ipang yang tengah mengancingkan kemejanya, bertanya seraya menoleh ke belakang, ke arah istrinya yang duduk di tepi ranjang.“Mama Salwa, Mama Sinna, sama Mama Shanine.” Julie menjawab dengan santai. “Mau kumpul-kumpul gitu lho, Mas. Tadinya sih mau di rumah Mama Shanine, tapi katanya nggak mau aku capek. Jadi pada mau ke sini aja.”“Oh… boleh aja. Selagi kamu nggak terganggu dan nggak kecapekan, nggak apa-apa.” Ipang menghampiri Julie dan membiarkan istrinya itu memeriksa penampilannya hari ini.Meski hari ini adalah akhir pekan, tapi Ipang terpaksa keluar rumah karena ada proyek di kantornya yang harus ia datangi. Setidaknya sampai selesai jam makan siang nanti.Tadinya tentu saja Ipang merasa tak rela meninggalkan istrinya di rumah. Sudah cukup bekerja lima hari dalam seminggu, jadi dua hari sisanya ingin ia maksimalkan untuk Julie dan anak mereka yang masih ada di kandungan istrinya tersebut.Apalagi saat i
Meski Julie adalah perempuan yang lumayan cengeng, tapi biasanya ia tak terlalu suka mendengar orang lain menangis.Jika ia mendengar orang lain menangis, maka Julie akan ikut merasa sedih.Tetapi, hal itu tentu berbeda ketika ia mendengar suara tangisan pertama anaknya sendiri setelah proses persalinan yang lumayan lama.Julie sedikit mendongak untuk melihat Ipang yang tengah menatap bayi mereka dengan terharu. Tak lama kemudian, pandangan mereka pun bertemu dan Ipang yang tadinya agak bergeser untuk melihat anak mereka yang baru lahir, kini kembali mendekat padanya dan mencium keningnya dengan penuh perasaan.“Makasih, Babe,” gumam Ipang dengan rasa haru yang memenuhi hatinya.Berjam-jam ia menyaksikan bagaimana Julie berjuang dan berkali-kali juga rasanya Ipang ingin menggantikan istrinya tersebut, supaya Julie tidak perlu mengalami rasa sakit berkepanjangan.Mungkin terdengar berlebihan, tapi kini ia jadi mengerti kenapa ayahnya mengatakan kalau saat dulu sang ibu melahirkannya da
Julie masuk ke kamar anaknya melalui connecting door dan tersenyum saat melihat Ipang yang tengah menggendong Taka, seraya menceritakan masa kecilnya dengan Suri dahulu.“Mas dari selesai makan malam di sini terus gendong Taka, nggak mau istirahat?”Ipang menggeleng. “Taka masih seru dengerin cerita Mas.”Julie terkekeh. Tiga bulan setelah Taka lahir, rutinitas Ipang tentu saja bertambah seperti Julie. Pulang bekerja, Ipang akan segera mandi dan menyapa istri serta anaknya. Lalu mereka akan makan bersama meski kadang makannya harus bergiliran, Julie makan duluan selagi Ipang menggendong Taka atau sebaliknya.Setelahnya, kalau belum waktunya Julie menyusui Taka, maka Ipang-lah yang akan bersama Taka. Ipang tidak mau istrinya itu bahkan tak punya waktu untuk diri sendiri meski hanya satu atau dua jam.Dan bersama Taka, Ipang selalu merasa senang dan bahagia. Meskipun kadang Ipang harus mendadak mengganti popok anaknya atau berkeliling rumah sambil menggendong Taka supaya anaknya itu tak
“Kamu beneran nggak apa-apa ditinggal berdua sama Taka aja, Mas?”Ipang menatap Taka yang tengah tertawa di gendongannya, lalu beralih pada sang istri yang masih duduk di depan meja riasnya dengan gamang.“Beneran, nggak apa-apa.” Ipang berusaha untuk meyakinkan istrinya. “Nggak bakal kenapa-kenapa kok. Anggap aja lagi harinya ayah dan anak.”Julie tertawa grogi, ia jadi ingat kata-kata Padma—istri Badai, sahabat suaminya—yang minggu lalu bertemu dengannya di A Class. Kata Padma, anak dan ayah yang ditinggal tanpa pengawasan bisa saja menciptakan roket lalu pergi ke bulan tanpa bilang-bilang pada mereka.Terdengar berlebihan, tapi yah… kadang memang bisa sekacau itu kalau mereka ditinggal tanpa istrinya.“Tenang, kami nggak akan mengacau.” Ipang menggerakkan tangan kanan Taka seakan-akan anak mereka itu tengah melambaikan tangannya pada Julie, kemudian lelaki itu mengubah suaranya menjadi kekanakan seraya berkata, “Tenang aja, Ma, aku sama Papa nggak akan bikin seisi rumah jadi kolam
“Sebenernya kita ngapain ke sini lagi, Mas?” Julie menatap mall yang baru mereka masuki.Ipang, suaminya, masih sambil menggandeng tangan Julie ketika mengarahkan langkah sang istri menuju supermarket yang ada di lantai paling bawah mall tersebut.“Takut ada yang kurang, Babe,” jawab Ipang dengan kalem. “Mending kelebihan sedikit kan daripada nanti pas hari H ada yang kurang.”“Astaga, sedikit?” desah Julie pelan seraya menekankan nada bicaranya saat mengatakan kata ‘sedikit’. “Mas, kamu mau responsku yang jujur atau yang bohong?”Ipang menjawab dengan cepat. “Jujurlah, Babe.”“Mas, yang ada di rumah aja tuh bisa buat ngerayain ulang tahun Taka satu sampai dua kali lagi.”Ipang meringis begitu mendengar kejujuran tersebut keluar dari bibir istrinya. Lelaki yang hari itu mengenakan pakaian kasual karena mereka baru keluar dari rumah di pertengahan hari Sabtu itu, tertawa kecil dan memilih tak menyahut lagi.Rasanya waktu berjalan dengan begitu cepat ketika kita bahagia. Tahu-tahu mingg
[Saat Ipang dan Julie saat masih kuliah….]Ipang menoleh dan mendapati Ario menatap ke luar mobil dengan tatapan nelangsa.Kerutan di kening lelaki bernama Pangeran Biyas Ailendra itu semakin dalam karena sepertinya Ario bukan sekadar melamun biasa, tapi seperti orang yang sedang… sedih.“Jadi pendakian kita minggu ini beneran buat obat patah hatimu?”Pertanyaan Ipang berhasil mencuri perhatian Ario.Mereka memang baru pulang mendaki. Sebagai sesama mahasiswa pecinta alam dan sering mendaki bersama di luar kegiatan UKM, Ipang dan Ario sudah biasa pergi bersama secara mendadak—seperti saat ini.Padahal keduanya berasal dari jurusan yang berbeda. Tetapi, entah sejak kapan mereka jadi sering merencanakan pendakian di luar kegiatan UKM.Minggu lalu, dua hari sebelum pendakian mereka, Ario tiba-tiba menghubunginya pukul sepuluh malam dan mengajak Ipang mendaki bersamanya di akhir pekan.Ipang pikir Ario sedang stress dengan ujian yang baru selesai, jadi ia iyakan saja saat sudah mengantuk
[Dua tahun setelah ulang tahun Taka yang pertama….]“Jangan jauh-jauh dari aku,” rajuk Julie seraya menggamit erat lengan suaminya, Ipang.“Iya, Babe.” Ipang meyakinkan sang istri dengan senyum di wajah. “Aku nggak akan ke mana-mana, tenang aja.”“Bukannya aku mikir kamu bakal ninggalin aku gitu aja begitu kamu ketemu sama temen-temenmu, Mas.” Julie mengerucutkan bibirnya. “Tapi aku takut….”“Takut kenapa?” Ipang meraih tangan Julie yang menggamit lengan kemeja batik yang ia kenakan, lalu membuat mereka kini saling bergenggaman tangan.‘Begini lebih baik,’ pikir Ipang dengan senyum puas di wajahnya. Mereka melenggang santai menuju ballroom yang digunakan untuk reuni SMA mereka dahulu.Reuni akbar ini membuat Ipang dan Julie yang berbeda angkatan, datang bersama-sama. Suri dan Candy, sahabat Julie, juga datang dan kabarnya telah tiba lebih dulu di ballroom.“Takut aja,” cicit Julie. “Aku kan nggak pernah suka reunian. Terakhir kita dateng reuni, temen sekelasmu nggak suka sama aku.”‘O