Gio menggelengkan kepalanya, "masih dalam proses Pak. Apalagi memang beritanya sudah tersebar luas," jawabnya.
"Ya sudah kalian tangani hal ini sampai besok, saya akan mengupayakan agar saham tidak turun lebih banyak," ucap Jevano langsung keluar dari ruangan begitu saja. Laki-laki itu kembali ke ruangannya. Ia tatap sang istri yang sudah tertidur pada sofanya itu. Jevano duduk pada lantai di hadapan istrinya. Ia benarkan rambut Anna yang menghalangi wajahnya, "anna terima kasih sudah percaya sama saya. Mau bagaimanapun hasilnya nanti, saya tidak akan pernah melepaskan kamu." Selepasnya, Jevano memasangkan jas miliknya untuk menutup tubuh Anna. Sedangkan ia akan kembali sibuk dengan pekerjaannya. Keesokan paginya, Anna baru saja terbangun dari tidurnya. Wanita itu langsung menoleh pada sang suami yang masih sibuk dengan kerjaannya."Kamu gak bisa baca?" tanya Jevano. "Saya mau memutuskan kontrak kerjasama dengan kamu," "Kenapa?" tanya Elin. Jevano mendecak dengan senyuman remehnya, "kenapa, kamu bilang? Harusnya saya gak perlu jelasin hal ini lagi." "Tapi Mas, Aku merasa dirugikan dengan pembatalan ini," protes Elin. Jevano manggut-manggut lalu mengambil berkas di meja kerjanya, "kamu bisa lihat kerugian yang saya tanggung karena berita yang tidak benar itu. Kamu mau ganti rugi? Atau kamu terima saja pembatalan kontrak kita?" tanyanya menggunakan pilihan. Elin menatap Jevano dengan kepalan tangannya kesal. Tidak ingin berlama-lama mengurusi Elin, Jevano meminta Gio untuk menyiapkan surat pemutusan kontrak kerjasama antara perusahaan dan Elin sebagai modelnya. Dengan kesalnya, Elin terpaksa menandatangani surat itu dibanding hartanya akan terkuras untuk mengganti kerugian yang Jevano tanggung. Wanita
Jevano membuka pintu kamar mandinya ketika mendengar sang istri sudah menangis. Laki-laki itu membawa Anna pada pelukan hangatnya. "Anna sudah ya!" bujuknya, "saya gak marah sama kamu. Saya tadi hanya berusaha mengontrol napsu saya." Anna mendongak dengan wajah merah dan sisa air mata pada wajahnya, "beneran?" Jevano terkekeh lalu menghapus air mata di wajah istrinya, "iya Anna." "Sekarang kita tidur aja ya! Mas udah ngantuk pengen peluk Anna," ajaknya membuat Anna terkejut kembali. Anna mendongak setelah Jevano mendekapnya, "bukannya Mas dingin ya? Kok malah clingy kayak gini?" tanyanya. "Ya emangnya kenapa? Saya dingin sama yang lain, beda lagi kalau sama istri," jawabnya. "Dulu Mas dingin tuh, sampe suruh Anna tidur di gudang sama bekal makan siang Anna sampe tumpah di depan perusahaan," ujar Anna mengungkitnya. Jevano menunduk menatap istrinya,
Anna masuk ke mobil suaminya, "mas tau gak?" tanyanya dengan semangat. Jevano malah mendekat pada istrinya, memasangkan sabuk pengaman lalu mengecup bibir istrinya ketika wanita itu memundurkan wajahnya dengan tutupan mata. "Enggak Anna, apa memangnya?" tanya Jevano sembari melajukan mobilnya dengan santai keluar dari parkiran rumah sakit. Anna mendelik pada suaminya, "mas pasangin sabuknya sambil modus." Jevano terkekeh, "abisnya suruh siapa merem gitu." "Ya kan Aku kira kamu ngapain," timpalnya. "Tuh kan kamu juga udah berpikiran ke sana, sekalian aja kalau gitu," ucap Jevano. Anna menekuk wajahnya sembari mengedarkan pandangannya dari sang suami yang sangat tampan ketika menyetir dengan lengan kemejanya yang ia gulung. Jevano terkekeh, "barusan mau kasih tau apa? Kok kayaknya semangat banget," tanya Jevano
"Ceritanya Ibu masih gadis atau enggak?" tanya Jevano dengan gurauannya. Anna memukul dada bidang suaminya, "ih tau ah Aku marah beneran," ucapnya. Jevano terkekeh mendengarnya, "iya, iya bercanda Sayangku." "Mas pilih kamu," sambungnya. Anna mendongak pada suaminya. Dengan cepat Jevano mengecup bibir mungil istrinya itu, "udah ayo tidur udah malem tuh!" ajaknya langsung, sebelum istrinya itu protes kembali. Jevano terlihat begitu nyenyak sembari mendekap istrinya. Namun tidak dengan Anna, tengah malamnya Jevano terbangun mendengar igauan sang istri. Tangisan dari Anna bahkan membuatnya bertanya-tanya dengan kejadian sesakit apa setelah sepeninggal ibunya. "Anna ini Mas, Sayang," ucap Jevano membangunkan istrinya. Dengan wajah penuh keringat, wanita itu terbangun lalu menangis sembari memeluk suaminya dengan erat. Piyama Jevano bahkan digenggam erat oleh tangan mungilnya.
Anna mendelik dengan tatapan sinisnya, "gak usah modus," tukasnya lalu masuk ke kamar mandi. Jevano hanya menggelengkan kepalanya sembari terkekeh dengan kelakuan sang istri. Beberapa menit kemudian, Anna keluar dengan pakaian dinasnya. Sedangkan Jevano entah kemana dia karena tidak ada di kamar saat ini. Anna asik berdandan di kamar suaminya. Tidak lama setelah itu, Jevano membawa nampan dengan isi roti panggang dan susu cokelat kesukaan sang istri. "Mas darimana?" tanya Anna sembari menoleh pada sang suami yang baru saja masuk ke kamar. "Abis siapin ini buat kamu," jawabnya dengan menaruh nampan pada meja rias di hadapan sang istri. Anna mengulas senyumannya, "kok dibawa ke sini?" "Ya kan takutnya kamu mogok makan karena ada Ayah di sini," timpalnya membuat Ann
Anna terkekeh ketika tangan suaminya itu langsung terlepas karena terkejut dengan teriakan Bi Ani pada ambang pintu kamarnya. "Tuh kan apa Aku bilang, jadinya ketauan sama orang lain. Malu kan kamu?" ledek Anna sembari menahan senyumannya melihat ekspresi sang suami kali ini. "Bibi sejak kapan ada di sini?" tanya Jevano, "perasaan tadi belum ada." "Bibi baru dateng kok Tuan," jawabnya dengan senyuman. Jevano mengangguk paham lalu kembali menoleh pada asisten rumah tangganya, "bibi panggilnya Mas aja. Kan sama istri saya aja manggilnya Mbak." "Saya makin gak enak Tuan kalau gitu," tolak Bi Ani canggung. Jevano menghela napasnya, "ya udah Bi gak apa-apa, seenaknya bibi aja lah." Setelah mengangguk paham, Bi Ani memilih untuk kembali masuk dan membereskan barang yang dibawanya. Karena Anna yang memasak makan malam hari ini. Beberapa waktu kemudian, Anna sudah menyajikan masakannya di meja maka
Jevano menatap istrinya dengan lekat, "tapi kamu diem di jalan masuknya Sayang. Atau emang mau mandi lagi bareng Mas?" godanya. Anna menyunggingkan bibirnya, "enggak ya!" tolaknya langsung pergi menjauh dari sang suami. Jevano terkekeh mendengarnya. Hari sudah mulai siang, Jevano sendiri yang mengantar istrinya ke rumah sakit karena dirinya memutuskan untuk tidak pergi ke Perusahaan di hari libur ini. Laki-laki itu menoleh pada istrinya setelah sampai di parkiran rumah sakit, melepaskan sabuk pengamannya pada sang istri. "Mas jangan sedih gitu dong!" bujuk Anna, "nanti Anna gak bisa konsen kerjanya." "Ya abisnya masa Mas nanti di rumah berduaan sama Ayah. Kayak bujang sama duda aja," jawabnya membuat Anna terkekeh pelan. "Iya sabar ya!" ucap Anna dengan senyumannya lalu mengecup pipi sang suami. Jevano masih meneku
"Memangnya gak apa-apa Ayah?" tanya Jevano merasa tidak enak, "ayah kan sudah ingin menikmati masa tua sejak kemarin. Tapi Jevano harus kembali membebani Ayah sekarang." Sang Ayah tersenyum mendengarnya, "kamu udah benar-benar berubah sekarang. Ayah suka Jevano yang seperti ini, gak sia-sia Ayah ambil dia dari Ayahnya." "Makasih ya Ayah atas bantuannya," ungkap Jevano. Sang Ayah mengangguk, "sekarang kamu fokus dengan kesembuhan menantu ayah, biar Ayah sama Gio yang menangani kerjaan kamu di kantor." Jevano mengangguk mengiyakan mendengarnya. Keesokan paginya, Anna terbangun dengan rasa pusing pada kepalanya. Wanita itu menoleh pada samping ranjang, dimana sang suami tertidur dengan tumpuan tangannya pada ranjang pasien. Anna mengulas senyumannya. Wanita itu perlahan beranjak dari posisi berbaringnya, menatap sang suami yang wajah tampannya itu tersorot matahari sekarang.
"Anna pengen tidur sambil peluk Mas," jawab Anna membuat suaminya itu dengan semangat memakai baju santainya lalu berbaring di samping sang istri. Ia dekap dengan hangat tubuh anna. Perlahan istrinya itu kembali terlelap hingga keesokan paginya rasa mual kembali menyeruak dari perutnya itu. Anna melepaskan pelukan suaminya lalu berlari ke kamar mandi. Jevano yang ikut terbangun menyusulnya, memijat leher sang istri sembari sesekali mengelus punggungnya lembut. Jevano memapah istrinya untuk duduk pada tepian kasur. Ia tatap dengan lekat istrinya yang sedang meminum air yang memang sengaja disediakan di kamar oleh Jevano. "Mas kenapa liatin Aku kayak gitu?" tanya Anna heran. Jevano menggelengkan kepalanya, "mas cuman gak tega liat kamu tiap kali muntah, mau makan susah, mood cepet berubah, sensitif juga," jelasnya. Anna mengulas senyumannya, "anna kuat kok Mas, percaya aja kalau kita berdua bakalan baik-baik aja. Kan Mas sela
"Maaf Pak! Saya sebelumnya tidak tau dan main nyelonong masuk aja ke ruangan Bapak," ungkap pegawainya itu. Jevano menatapnya dengan tajam, "apa yang kamu ambil dari ruangan saya waktu itu?" Gadis itu nampak semakin gugup, ia bahkan memainkan jemarinya menunduk di hadapan Jevano. Anna yang melihatnya langsung menggenggam tangan sang suami, memberikannya isyarat untuk tidak terlalu memarahinya. "Jawab pertanyaan saya, kamu bukan anak kecil lagi yang bisa saya maklumi. Kalau gagal dalam pekerjaan saya bisa ampuni kamu, tapi kamu mengambil berkas secara di meja saya itu untuk apa?" tegas Jevano mempertanyakannya. Pegawainya itu menelan ludah kuat-kuat, "saya minta maaf Pak!" "Minta maaf saja gak cukup untuk saat ini," timpal Jevano, "kamu tau tidak? Semua pekerja saya jadi sibuk kembali gegara kelakuan kamu." "Dibayar berapa kamu sama dia?" tanya langsung Jevano.
Anna terbangun tepat setelah sang suami menidurkan dirinya di kasur. Wanita itu menahan tangan sang suami, memintanya untuk duduk pada tepian kasur di sampingnya. "Kok bangun lagi?" tanya Jevano. Dengan mata kantuknya, Anna menatap sang suami lalu berkata, "mas kayaknya Anna pernah liat juga deh Bapak-bapak yang dimaksud Pak Satpam barusan." "Kamu kenal gak Sayang?" tanyanya.Anna menggelengkan kepalanya, "tapi Anna ngerasa bapak-bapak itu gak asing, Mas. Anna yakin pernah liat Bapak-bapak itu tapi gak tau dimana," jelasnya. "Ya udah sekarang kamu lanjutin bobonya ya! Mas mau ganti baju dulu," ucap Jevano diangguki oleh sang istri. Keesokan paginya, Anna baru saja keluar bersama sang suami yang sudah siap dengan pakaian kerjanya. Jevano merangkul pinggang istrinya keluar dari rumah. Ia berbalik dengan wajah sendunya, sebenarnya laki-laki itu tidak ingin meninggalkan sang istri sendirian di rumah. Anna men
Dokter itu mengangguk, "mbak kayaknya belum tau ya kalau lagi hamil?" tanyanya. Anna menggelengkan kepalanya, "tadi saya sempet mual terus akhir-akhir ini juga gak terlalu napsu makan." "Ya sudah kalau gitu Mbak istirahat dulu di sini, saya akan minta suami mbak untuk masuk. Sebentar ya!" Anna mengangguk mengiyakan dengan senyumannya. Tidak lama setelah itu, Jevano masuk menghampiri sang istri yang memang masih terlihat lemas. Laki-laki itu menggengam tangan istrinya dengan haru, "sayang, Mas bakal jadi Ayah lagi?" tanyanya. Anna mengangguk, "selamat ya Mas!" Jevano mengecup kening istrinya, lalu mengecup punggung tangan sang istri dengan rasa haru karena masih tidak menyangka akan diberikan anugerah kembali setelah istrinya keguguran kemarin. "Mulai sekarang, kamu gak boleh pergi sendirian. Kalau perlu harus sama Mas kemana-mana," ucap Jevano membuat istrinya terkekeh.
Jevano meminta sekretarisnya untuk mengikuti mobil sang ayah yang baru saja keluar dari rumahnya. "Pak emangnya kenapa kita ngikutin bos besar?" tanya Gio yang sering merubah-rubah panggilannya itu pada ayah atasannya. "Dia mau ketemu pacarnya," jawab Jevano membuat Gio langsung menginjak rem mobil sekuat tenaga. Jevano terdorong ke depan hingga keningnya hampir sama terpentok dashboard mobil. Laki-laki itu menatap sinis sekretarisnya, "kalau rem mobil jangan mendadak bisa gak?""Ya maaf Pak. Namanya juga kaget saya," pungkas Gio sembari melajukan kembali mobilnya."Tuan punya pacar Pak?" tanya Gio. Jevano menggelengkan kepalanya, "gak tau." Gio sedikit menoleh pada atasannya lalu kembali menoleh pada jalanan yang masih cukup ramai. Keduanya mengikuti sang ayah hingga tiba di restoran yang cukup terkenal di daerah itu. Jevano turun bersama dengan Gio yang memilih mengikuti atasannya itu. Langkahnya terhent
"Kira-kira apa yang kamu suka?" tanya Jevano. "Anna suka Mas," jawab Anna dengan senyumannya membuat sang suami terkekeh sembari mengusak rambutnya pelan. "Selain Mas?" tanyanya, "yang menurut kamu, kamu akan selalu senang ketika melakukannya." Anna terlihat berpikir, "sebenernya Anna dulu suka bikin kue sama Ibu." "Nah itu kan ada kesukaan kamu dibanding kamu harus terpaksa mengikuti pekerjaan Mas," jawab Jevano. "Anna gak terpaksa," timpal Anna. "Tapi pikiran dan tubuh kamu terpaksa Sayang. Daripada menyiksa, lebih baik berjalan beriringan. Gimana?" tanya Jevano. Anna menautkan alisnya kebingungan, "maksud Mas?" "Iya misalnya kamu buka toko kue atau restoran atau catering, Mas butik gaun. Kan masih bisa selaras, iya kan?" tanya Jevano. Anna mengulas senyumannya, "emangnya Anna bisa ya jalani nya?" tanyanya. Jevano membawa istrinya pada pelukan, "sayang kalau gak coba kamu gak bakal
Jevano menghela napasnya, "bukan gitu Sayang. Mas ngerasa bersalah aja." "Mas sih kata Aku juga gak perlu bicara sama mereka tetep ngeyel tadi," timpal Anna membuat suaminya itu mendekat lalu tersenyum. Jevano menarik istrinya agar bisa ia dekap, "maaf ya Sayang!" Anna mengangguk, "mas jangan pernah percaya lagi sama mereka. Mau ngobrol tentang apapun." Laki-laki itu mengangguk mengiyakan. Jevano menunduk menatap istrinya, "sayang?""hm?""Kamu gak luka kan?" tanyanya setelah sadar ia dibawah pengaruh obat tadi. Anna mengulas senyumannya, ia menggelengkan kepala, "anna baik kok Mas. Gak usah khawatir." Jevano menghela napasnya lega, lalu memeluk istrinya sembari mengelus punggungnya dengan lembut. Keduanya kembali terlelap setelah aktivitas keduanya tadi. Jika saja tadi Anna tidak meminta Gio untuk mengikuti Elin yang membawa suaminya itu ke hotel. Mungkin Anna akan kembali ke
"Bukan lah Mas. Ya kali hamil, kan Aku belum diapa-apain lagi sama kamu semenjak keguguran kemarin," ucap Anna membuat suaminya itu terkekeh. "Iya, iya maaf Sayangku. Mas cuman bercanda, itu mual karena mabuk semalem kayaknya," ungkap Jevano diangguki istrinya setuju. "Mas sarapan yuk! Anna laper banget," ajak istrinya dengan manja membuat Jevano mengulas senyuman lalu mengangguk setuju. Laki-laki itu menggandeng tangan sang istri turun ke lantai paling bawah lalu masuk ke restoran yang memang tersedia di sana. "Kamu mau makan sama apa?" tanya Jevano sembari menyamping menoleh pada sang istri yang fokus dengan menu masakannya. "Sama beef teriyaki aja Mas," jawab Anna diangguki suaminya. Jevano memanggil pelayannya, lalu memesan makanan yang diinginkan sang istri dengan beberapa tambahan lainnya. Setelah beberapa saat menunggu, pesanannya sudah tersaji di atas meja. Anna me
"Iya, Anna pengen belajar tentang pekerjaan Mas. Maksudnya pengen belajar desain gaun boleh gak?" tanya Anna. Jevano mengulas senyumannya, "boleh dong Sayang. Mas justru senang kalau kamu ada di sisi Mas." Anna mendecak, "bukan di sisi Mas. Anna cuman tertarik aja sama gaun-gaun yang dibuat Mas. Kayaknya Anna pengen berkecimpung pada hal yang sama kayak suami anna." Jevano mengangguk, "kamu mau belajar apapun bilang sama Mas. Nanti Mas usahain kamu belajar sama guru yang tepat." Anna mengangguk mengiyakan dengan senyumannya lalu menggandeng tangan sang suami, "makasih ya Mas!" "Sama-sama Sayang." Malam sudah mulai larut, Jevano mengajak sang istri untuk kembali ke hotelnya dan beristirahat. "Mas gak mau mandi dulu?" tanya Anna melihat suaminya masih dengan pakaian yang sama sedang bersandar pada ranjang kasur. "Enggak ah. Besok aja mandinya," jawabnya la