Jevano menatap istrinya dengan lekat, "tapi kamu diem di jalan masuknya Sayang. Atau emang mau mandi lagi bareng Mas?" godanya.
Anna menyunggingkan bibirnya, "enggak ya!" tolaknya langsung pergi menjauh dari sang suami. Jevano terkekeh mendengarnya. Hari sudah mulai siang, Jevano sendiri yang mengantar istrinya ke rumah sakit karena dirinya memutuskan untuk tidak pergi ke Perusahaan di hari libur ini. Laki-laki itu menoleh pada istrinya setelah sampai di parkiran rumah sakit, melepaskan sabuk pengamannya pada sang istri. "Mas jangan sedih gitu dong!" bujuk Anna, "nanti Anna gak bisa konsen kerjanya." "Ya abisnya masa Mas nanti di rumah berduaan sama Ayah. Kayak bujang sama duda aja," jawabnya membuat Anna terkekeh pelan. "Iya sabar ya!" ucap Anna dengan senyumannya lalu mengecup pipi sang suami. Jevano masih meneku"Memangnya gak apa-apa Ayah?" tanya Jevano merasa tidak enak, "ayah kan sudah ingin menikmati masa tua sejak kemarin. Tapi Jevano harus kembali membebani Ayah sekarang." Sang Ayah tersenyum mendengarnya, "kamu udah benar-benar berubah sekarang. Ayah suka Jevano yang seperti ini, gak sia-sia Ayah ambil dia dari Ayahnya." "Makasih ya Ayah atas bantuannya," ungkap Jevano. Sang Ayah mengangguk, "sekarang kamu fokus dengan kesembuhan menantu ayah, biar Ayah sama Gio yang menangani kerjaan kamu di kantor." Jevano mengangguk mengiyakan mendengarnya. Keesokan paginya, Anna terbangun dengan rasa pusing pada kepalanya. Wanita itu menoleh pada samping ranjang, dimana sang suami tertidur dengan tumpuan tangannya pada ranjang pasien. Anna mengulas senyumannya. Wanita itu perlahan beranjak dari posisi berbaringnya, menatap sang suami yang wajah tampannya itu tersorot matahari sekarang.
Pria berjas hitam, gagah nan tampan dengan wanita yang cantik dengan balutan gaun pernikahan di sampingnya, masuk ke rumah mewah bernuansa hitam itu. Koper yang cukup besar itu didorong hingga menabrak pintu kamar yang masih tertutup dekat dengan dapur. "Itu kamar kamu," ucap laki-laki berjas hitam itu. Iya, laki-laki itu bernama Jevano Naratama. CEO yang terkenal dengan wajah dingin dan sifat gila kerjanya. Suami dari Anna Safira, gadis 25 tahun yang terpaksa menikah dengannya. "Kamar kita kayaknya kecil, Mas," timpal Anna. Jevano malah mendengus, "kita? Kamu pikir kita akan tidur sekamar?" "Lah terus gimana? Emangnya beda ya Mas?" tanya Anna. Jevano tersenyum remeh, "ya beda lah. Gila banget mau sekamar sama Aku." "Tapi kan kita udah menikah Mas. Udah sepatutnya kita sebagai suami istri tidur sekamar," timpal Anna. Lagi-lagi Jevano terse
"Abis belanja Mas. kan kamu juga suruh beli sabun makanya harus pergi ke sana kemari selain ke pasar," jawab Anna langsung melengos ke dapur dengan kantong belanjaannya. Setelahnya, Jevano meminta Anna memasak sarapan untuknya. Laki-laki itu akan bersiap sembari menunggu masakan sang istri selesai. Beberapa waktu berlalu, nasi goreng dengan ceplok telur mata sapi di atasnya sudah tersaji sesuai dengan permintaan Jevano tadi. "Mas udah selesai nih!" ucap Anna dengan senyuman senangnya. Jevano duduk pada kursi meja makan. Laki-laki itu mulai mencicipi masakannya bahkan mulai menikmati nasi goreng buatan istrinya. Anna mengulas senyumannya, bersyukur sang suami sepertinya menyukai nasi goreng yang ia buatkan. Sekalipun tidak ada kata terima kasih sedikitpun keluar dari mulut laki-laki dingin itu. Bahkan setelah makanannya itu habis, Jevano langsung pergi begitu saja tanpa berpamitan pad
Malamnya, Jevano menggedor pintu kamar Anna hingga Anna yang sedang sholat pun terburu-buru bangkit dari sejadah setelah salam. "Ada apa sih? Bisa gak pelan-pelan, kan ini lagi waktunya sholat," ucap Anna dengan wajah kesal. "Bikinin saya makan malam," pintanya lalu melengos begitu saja. Anna mengepal tangannya kuat, "kalau aja Ayah gw gak punya hutang, males banget harus nikah sama dia." "Ayah!! Anna gak akan pernah anggap Ayah sebagai orang tua Anna lagi. Ayah tega banget jual Anna sama laki-laki gak tau diri ini," gerutu Anna dengan kesalnya. Wanita itu emang sudah biasa dengan perilaku sang ayah yang sering mabuk dan judi. Tidak jarang juga Anna sering menjadi pelampiasan emosinya setelah ditinggal sang istri beberapa tahun lalu. Tubuh Anna semakin kurus setelah Ibunya meninggal. Dia juga yang kerja kesana kemari sebagai buruh cuci untuk makan sehari
Jevano mengedarkan pandangannya, "ya gak baik aja buat reputasi saya kalau semua orang tau kamu adalah istri saya dan dekat-dekat dengan laki-laki lain." "Tapi kan nyatanya gak ada yang tau kalau Aku istri kamu. Lagipula bukannya aku cuman istri di atas kertas? Kenapa harus kayak gini kalau pernikahan kita aja gak pernah kita inginkan?" tanya Anna, "kamu tenang aja. Aku gak akan pernah membiarkan media tau tentang pernikahan ini." Anna kembali keluar dari mobil Jevano. Laki-laki itu mengepalkan tangannya dengan wajah kesal. "Kamu harus buat dia bekerja di Perusahaan saya. Jangan pernah ada Perusahaan yang bisa menerima selain Perusahaan saya," pinta Jevano pada sekretaris sekaligus supirnya itu. Laki-laki itu hanya mengangguk mengiyakan. Setibanya di Perusahaan, Jevano langsung masuk ke ruangan kerjanya. Laki-laki itu menatap sinis wanita seksi yang kini duduk di sofa.
"Yuk Bi!" ajak Anna menggandeng tangan Bi Ani keluar dari rumah. Jevano menghela napasnya sembari menikmati makanan yang disajikan sang istri. Pikirannya terus terbayang Anna saat di mimpinya tadi. Laki-laki itu menggelengkan kepalanya, lalu meraih jas abu-abu tua di kursi dengan tas kerjanya. Setelahnya, ia pergi mengendarai mobilnya. Seharian ini, Anna memilih untuk tidak bepergian kemana-mana, apalagi uangnya saja sudah tidak tersisa. "Mbak kemarin malam kemana?" tanya Bi Ani, "tuan sampe nungguin Mbak loh di ruang tengah." "Dia nungguin saya karena emang mau marahin saya, Bi. Saya kemarin dari makam Ibu saya, udah lama saya gak ke sana," jawab Anna diangguki paham oleh Bi Ani. Siangnya, Jevano kembali ke rumah. Dengan langkah gagahnya ia masuk ke rumah, celingukan mencari seseorang. Langkahnya berhenti di ruang tengah dimana Anna berada. Anna mendelik pada laki-la
"Kamu masih aja curiga sama Saya. Maunya kamu, saya gimana?" tanya Jevano sembari menikmati makan malamnya. "Mau Aku, kamu baik Mas," timpal Anna namun dalam hatinya. "Terserah maunya gimana," jawab Anna. Jevano hanya manggut-manggut sembari menikmati makan malamnya. Setelahnya meminta Anna untuk menyiapkan kopi tanpa gula dan diantarnya ke ruangan kerja. Sementara dirinya akan berganti pakaian lebih dulu di kamar. Anna dengan santainya masuk ke ruangan kerja. Ia taruh kopinya di atas meja kerja sang suami lalu menoleh pada majalah yang ada di meja kerja suaminya. "ini kan cewek yang Mas Jevano gandeng kemarin di rumah sakit," gumam Anna. Dengan rasa penasarannya, ia mulai membuka majalah pakaian itu. "Astaghfirullah!! Pacar Mas Jevano model kayak beginian? Kok bisa?" Anna masih sibuk dengan obrolannya di dalan hati. Wanita itu hanya tidak menyangka pada wanita yang kini dir
Anna menoleh lalu menjawab, "baik kok Mas. Keterima kerja juga, jadi besok udah bisa mulai kerja." "Wah selamat ya!" ungkapnya dengan senyuman. "Makasih Mas!" ungkap Anna membuat Arkan mengangguk lalu memintanya untuk menikmati kopi yang ia pesan. Cukup lama Anna mengobrol dengan Arkan ini, apalagi memang Arkan sedang ada waktu sebelum jadwal kerjanya dimulai. Siangnya, Anna mendapat pesan dari sang suami. Laki-laki itu meminta Anna untuk segera pulang dan menyerahkan berkas yang tertinggal di ruangan kerjanya pada Gio yang akan ke rumah. Anna bergegas pulang setelah berpamitan pada Arkan. Sekalipun wanita itu sebenarnya malas untuk segera pulang, tapi hatinya tetap saja tidak bisa menolak jika itu Jevano. Setibanya di rumah, Anna naik ke ruangan kerja suaminya. Ia cari berkas yang dikatakan sang suami itu. Beberapa waktu setelah mencarinya, Anna menemukan berkas dengan map biru yang berad
"Memangnya gak apa-apa Ayah?" tanya Jevano merasa tidak enak, "ayah kan sudah ingin menikmati masa tua sejak kemarin. Tapi Jevano harus kembali membebani Ayah sekarang." Sang Ayah tersenyum mendengarnya, "kamu udah benar-benar berubah sekarang. Ayah suka Jevano yang seperti ini, gak sia-sia Ayah ambil dia dari Ayahnya." "Makasih ya Ayah atas bantuannya," ungkap Jevano. Sang Ayah mengangguk, "sekarang kamu fokus dengan kesembuhan menantu ayah, biar Ayah sama Gio yang menangani kerjaan kamu di kantor." Jevano mengangguk mengiyakan mendengarnya. Keesokan paginya, Anna terbangun dengan rasa pusing pada kepalanya. Wanita itu menoleh pada samping ranjang, dimana sang suami tertidur dengan tumpuan tangannya pada ranjang pasien. Anna mengulas senyumannya. Wanita itu perlahan beranjak dari posisi berbaringnya, menatap sang suami yang wajah tampannya itu tersorot matahari sekarang.
Jevano menatap istrinya dengan lekat, "tapi kamu diem di jalan masuknya Sayang. Atau emang mau mandi lagi bareng Mas?" godanya. Anna menyunggingkan bibirnya, "enggak ya!" tolaknya langsung pergi menjauh dari sang suami. Jevano terkekeh mendengarnya. Hari sudah mulai siang, Jevano sendiri yang mengantar istrinya ke rumah sakit karena dirinya memutuskan untuk tidak pergi ke Perusahaan di hari libur ini. Laki-laki itu menoleh pada istrinya setelah sampai di parkiran rumah sakit, melepaskan sabuk pengamannya pada sang istri. "Mas jangan sedih gitu dong!" bujuk Anna, "nanti Anna gak bisa konsen kerjanya." "Ya abisnya masa Mas nanti di rumah berduaan sama Ayah. Kayak bujang sama duda aja," jawabnya membuat Anna terkekeh pelan. "Iya sabar ya!" ucap Anna dengan senyumannya lalu mengecup pipi sang suami. Jevano masih meneku
Anna terkekeh ketika tangan suaminya itu langsung terlepas karena terkejut dengan teriakan Bi Ani pada ambang pintu kamarnya. "Tuh kan apa Aku bilang, jadinya ketauan sama orang lain. Malu kan kamu?" ledek Anna sembari menahan senyumannya melihat ekspresi sang suami kali ini. "Bibi sejak kapan ada di sini?" tanya Jevano, "perasaan tadi belum ada." "Bibi baru dateng kok Tuan," jawabnya dengan senyuman. Jevano mengangguk paham lalu kembali menoleh pada asisten rumah tangganya, "bibi panggilnya Mas aja. Kan sama istri saya aja manggilnya Mbak." "Saya makin gak enak Tuan kalau gitu," tolak Bi Ani canggung. Jevano menghela napasnya, "ya udah Bi gak apa-apa, seenaknya bibi aja lah." Setelah mengangguk paham, Bi Ani memilih untuk kembali masuk dan membereskan barang yang dibawanya. Karena Anna yang memasak makan malam hari ini. Beberapa waktu kemudian, Anna sudah menyajikan masakannya di meja maka
Anna mendelik dengan tatapan sinisnya, "gak usah modus," tukasnya lalu masuk ke kamar mandi. Jevano hanya menggelengkan kepalanya sembari terkekeh dengan kelakuan sang istri. Beberapa menit kemudian, Anna keluar dengan pakaian dinasnya. Sedangkan Jevano entah kemana dia karena tidak ada di kamar saat ini. Anna asik berdandan di kamar suaminya. Tidak lama setelah itu, Jevano membawa nampan dengan isi roti panggang dan susu cokelat kesukaan sang istri. "Mas darimana?" tanya Anna sembari menoleh pada sang suami yang baru saja masuk ke kamar. "Abis siapin ini buat kamu," jawabnya dengan menaruh nampan pada meja rias di hadapan sang istri. Anna mengulas senyumannya, "kok dibawa ke sini?" "Ya kan takutnya kamu mogok makan karena ada Ayah di sini," timpalnya membuat Ann
"Ceritanya Ibu masih gadis atau enggak?" tanya Jevano dengan gurauannya. Anna memukul dada bidang suaminya, "ih tau ah Aku marah beneran," ucapnya. Jevano terkekeh mendengarnya, "iya, iya bercanda Sayangku." "Mas pilih kamu," sambungnya. Anna mendongak pada suaminya. Dengan cepat Jevano mengecup bibir mungil istrinya itu, "udah ayo tidur udah malem tuh!" ajaknya langsung, sebelum istrinya itu protes kembali. Jevano terlihat begitu nyenyak sembari mendekap istrinya. Namun tidak dengan Anna, tengah malamnya Jevano terbangun mendengar igauan sang istri. Tangisan dari Anna bahkan membuatnya bertanya-tanya dengan kejadian sesakit apa setelah sepeninggal ibunya. "Anna ini Mas, Sayang," ucap Jevano membangunkan istrinya. Dengan wajah penuh keringat, wanita itu terbangun lalu menangis sembari memeluk suaminya dengan erat. Piyama Jevano bahkan digenggam erat oleh tangan mungilnya.
Anna masuk ke mobil suaminya, "mas tau gak?" tanyanya dengan semangat. Jevano malah mendekat pada istrinya, memasangkan sabuk pengaman lalu mengecup bibir istrinya ketika wanita itu memundurkan wajahnya dengan tutupan mata. "Enggak Anna, apa memangnya?" tanya Jevano sembari melajukan mobilnya dengan santai keluar dari parkiran rumah sakit. Anna mendelik pada suaminya, "mas pasangin sabuknya sambil modus." Jevano terkekeh, "abisnya suruh siapa merem gitu." "Ya kan Aku kira kamu ngapain," timpalnya. "Tuh kan kamu juga udah berpikiran ke sana, sekalian aja kalau gitu," ucap Jevano. Anna menekuk wajahnya sembari mengedarkan pandangannya dari sang suami yang sangat tampan ketika menyetir dengan lengan kemejanya yang ia gulung. Jevano terkekeh, "barusan mau kasih tau apa? Kok kayaknya semangat banget," tanya Jevano
Jevano membuka pintu kamar mandinya ketika mendengar sang istri sudah menangis. Laki-laki itu membawa Anna pada pelukan hangatnya. "Anna sudah ya!" bujuknya, "saya gak marah sama kamu. Saya tadi hanya berusaha mengontrol napsu saya." Anna mendongak dengan wajah merah dan sisa air mata pada wajahnya, "beneran?" Jevano terkekeh lalu menghapus air mata di wajah istrinya, "iya Anna." "Sekarang kita tidur aja ya! Mas udah ngantuk pengen peluk Anna," ajaknya membuat Anna terkejut kembali. Anna mendongak setelah Jevano mendekapnya, "bukannya Mas dingin ya? Kok malah clingy kayak gini?" tanyanya. "Ya emangnya kenapa? Saya dingin sama yang lain, beda lagi kalau sama istri," jawabnya. "Dulu Mas dingin tuh, sampe suruh Anna tidur di gudang sama bekal makan siang Anna sampe tumpah di depan perusahaan," ujar Anna mengungkitnya. Jevano menunduk menatap istrinya,
"Kamu gak bisa baca?" tanya Jevano. "Saya mau memutuskan kontrak kerjasama dengan kamu," "Kenapa?" tanya Elin. Jevano mendecak dengan senyuman remehnya, "kenapa, kamu bilang? Harusnya saya gak perlu jelasin hal ini lagi." "Tapi Mas, Aku merasa dirugikan dengan pembatalan ini," protes Elin. Jevano manggut-manggut lalu mengambil berkas di meja kerjanya, "kamu bisa lihat kerugian yang saya tanggung karena berita yang tidak benar itu. Kamu mau ganti rugi? Atau kamu terima saja pembatalan kontrak kita?" tanyanya menggunakan pilihan. Elin menatap Jevano dengan kepalan tangannya kesal. Tidak ingin berlama-lama mengurusi Elin, Jevano meminta Gio untuk menyiapkan surat pemutusan kontrak kerjasama antara perusahaan dan Elin sebagai modelnya. Dengan kesalnya, Elin terpaksa menandatangani surat itu dibanding hartanya akan terkuras untuk mengganti kerugian yang Jevano tanggung. Wanita
Gio menggelengkan kepalanya, "masih dalam proses Pak. Apalagi memang beritanya sudah tersebar luas," jawabnya. "Ya sudah kalian tangani hal ini sampai besok, saya akan mengupayakan agar saham tidak turun lebih banyak," ucap Jevano langsung keluar dari ruangan begitu saja. Laki-laki itu kembali ke ruangannya. Ia tatap sang istri yang sudah tertidur pada sofanya itu. Jevano duduk pada lantai di hadapan istrinya. Ia benarkan rambut Anna yang menghalangi wajahnya, "anna terima kasih sudah percaya sama saya. Mau bagaimanapun hasilnya nanti, saya tidak akan pernah melepaskan kamu." Selepasnya, Jevano memasangkan jas miliknya untuk menutup tubuh Anna. Sedangkan ia akan kembali sibuk dengan pekerjaannya. Keesokan paginya, Anna baru saja terbangun dari tidurnya. Wanita itu langsung menoleh pada sang suami yang masih sibuk dengan kerjaannya.