Andini dilahirkan di Bandung 24 tahun silam, nama lengkapnya Andini Arfaana Adi Atmadja. Masa kecilnya dihabiskan di sana, tetapi setelah lulus SD ayahnya meneruskan usaha kakeknya di daerah Subang, sehingga mereka pun pindah. Sifatnya yang selalu ceria, agak jahil tetapi sangat baik sama semua orang. Namun, dia paling tidak senang kalau ada orang yang menghina atau membully teman-temannya, pasti dia yang akan duluan melawannya. Parasnya sangat cantik seperti wajah blasteran, rambutnya ikal, matanya belok, alisnya tebal seperti wajah ibunya yang mempunyai darah keturunan Pakistan dari kakeknya.
Dia anak kedua dari empat bersaudara, ayahnya adalah mantan Lurah daerah Subang kabupaten Bandung bernama Bapak H. Drs Herman Adi Atmadja, dan sekarang menjadi seorang pejabat daerah di sana. Ibunya bernama Hj dr. Sri Arfaana Arham, seorang dokter kecantikan dan mempunyai tempat spa di Subang. Kakaknya bernama Anton Fahmi Adi Atmadja, adeknya yang cewek bernama Anggita Arfaana Adi Atmadja, sedangkan yang bungsu bernama Attaf Fahmi Adi Atmadja.
Namun semenjak kuliah Andini tinggal kembali di Bandung, di rumah lama orang tuanya. Yang sekarang ditinggali oleh keluarga kecil kakaknya, yang bekerja di sebuah Bank Swasta. Beserta adeknya yang masih kuliah semester dua di sebuah Perguruan Tinggi Swasta. Mereka sangat akrab dan kompak dalam hal apapun, sehingga rasa persaudaraan di antara mereka begitu erat. Keluarga dari ibunya kebanyakan bertempat tinggal dan berkumpul di seputaran kompleks Batununggal, membuat mereka semakin betah di sana. Kedua orang tuanya tinggal di Subang bersama si bungsu. Sedangkan kerabat ayahnya berkumpul di daerah Subang karena kakeknya asli orang sana, tapi ada juga yang merantau di Jakarta dan Tasikmalaya.
Semasa masih SMA Andini adalah primadona di desa dan sekolahnya, banyak cowok-cowok yang naksir kepadanya. Namun, dia tidak pernah menganggap cowok yang dekat dengannya sebagai pacarnya, cuma dianggapnya sebagai teman saja. Ada salah satu kakak kelasnya yang ngebet banget sama dia, sampai setiap pria yang mendekatinya sering di serangnya. Kebetulan dia punya gengs yang cukup disegani di sekolahnya. Membuat Andini sangat muak melihat kelakuannya.
Andini orangnya sangat ramah dan mudah bergaul, serta tidak pernah pilih-pilih teman, sehingga banyak teman-temannya yang senang bermain bersamanya. Walaupun kehidupan orang tuanya kaya raya dan kakeknya orang terpandang di daerahnya, tetapi dia tidak pernah sombong dan selalu menolong orang yang sedang kesusahan.
Sekarang Andini bekerja di sebuah rumah sakit daerah Bandung, dan ikut praktek di klinik milik keluarga Andre tunangannya. Dia dibagian dokter gigi, sedangkan Andre dibagian dokter umum. Dia sudah lama berpacaran dengan Andre, dari semenjak kuliah di kedokteran PTN di Bandung. Akan tetapi Andre kuliahnya dua tingkat lebih tinggi darinya, umur tunanganya itu sekarang menginjak 26 tahun. Dua bulan yang lalu mereka baru saja bertunangan. Tadinya mereka akan mengadakan pernikahan bulan depan, tetapi takdir berkata lain, hingga rencana itu hanya angan-angannya saja.
Sebenarnya Andre masih melanjutkan kuliah S2 jurusan spesialis dalam, dia ingin melanjutkan jejak ayahnya. Ibunya seorang dokter spesialis kulit dan kandungan. Sehingga klinik yang di buka ayahnya cukup besar dan lengkap. Andini sangat senang mempunyai pacar dan calon suami seperti Andre, selain wajahnya yang ganteng, ramah dan hormat sama orang yang lebih tua, calon mertuanya juga baik dan kerjanya seprofesi dengannya. Dia telah merencanakan pernikahan yang meriah, dan pergi umroh bersama keluarga besarnya setelah resepsi pernikahannya selesai.
Rumahnya yang di Bandung cukup besar, tempat tinggalnya itu dibeli sejak kedua orang tuanya menikah dan mereka tinggal di sana . Akan tetapi Pak Herman harus berhenti bekerja di sebuah perusahaan BUMN, karena ingin mengurus ibunya serta menjalankan usaha peninggalan ayahnya di Subang. Dia anak bungsu dan cowok satu-satunya dari tujuh bersaudara. Sehingga dialah yang harus meneruskan usaha kakek Andini di bidang perkebunan, ada bisnis tempat pariwisata dan kuliner juga.
Walaupun Andini tinggal di Bandung, tetapi dia sering pulang ke Subang bersama Andre apalagi kalau ada libur nasional. Seperti tahun baru kemarin, mereka menghabiskan liburannya bersama keluarga besarnya. Keluarga Andre menginap di villa milik ayahnya dekat pantai selama tiga hari. Mereka sangat senang bisa berkumpul bersama, acara tahun baru pun bertambah rame, dengan berbagai macam menu makanan yang dihidangkan orang tua Andini.
Sore itu Andini duduk di kursi sendirian, dekat kolam di depan villa sambil menunggu terbenamnya matahari. Sinar senja dengan beraneka macam warna ada orange, biru, ungu serta siluet yang terlukis di angkasa, begitu indah dipandang mata, membuat penglihatannya enggan berkedip. Andre yang baru saja habis berenang di kolam villa langsung naik, terus mendekati pujaan hatinya. Cipratan air dari rambut yang basah terus di kibas-kibas tangannya, dan mengenai wajah putih merona kekasihnya. Sepertinya memang sengaja dilakukannya untuk mengganggu calon istrinya itu.
"Abang, basah!" Andini pun cepat beranjak dari duduknya, terus berlari dan berteriak,
"Iiih, jahil banget!" Ucapnya sambil cemberut.
Melihat muka Andini yang masem seperti itu, membuat Andre malah makin gemas ingin mencubit kedua pipinya. Dia pun tertawa dan terus duduk di pinggir kolam, sambil menyiprat-nyiprat air ke arahnya. Kekasih pun tidak mau kalah, dia ikut membalasnya. Andre kemudian berdiri, tubuhnya yang atletis terlihat kekar saat dia meraih handuk diatas kursi, terus berjalan menghampiri Andini. Rambut cepak hitam legam membingkai parasnya yang tampan, hidungnya yang mancung, tatapan matanya yang tajam terus menyipit, kala melihat wajah kekasihnya yang sedang terpana memandangnya. Wangi tubuhnya yang khas, membuat cewek di hadapannya itu tidak bisa berkutik dan berkata-kata lagi. .
"Hey, kenapa bengong!" ucap Andre sambil menggerak-gerakkan tangannya di depan muka Andini, yang dari tadi menatapnya dengan tajam, "Terpana,ya!" Serunya lagi sambil tertawa lepas.
"Dih! Siapa yang terpana? geer!?" ketus Andini malu-malu, kemudian dia menatap ke arah langit kembali.
"Ah, bohong, ngaku aja dak usah malu-malu kayak gitu!" goda Andre, terus ikut duduk di sebelahnya, mereka menikmati indahnya mentari senja yang hendak tenggelam di lautan.
Malam harinya Andini dikasih surprise, dengan diberikan hadiah sebuah kalung liontin love bermata merah marun, serta sebuket mawar merah. Dia sangat senang menerimanya, kemudian mereka menyalakan kembang api bersama keluarga besarnya. Malam tahun baru terakhir yang sangat romantis yang pernah dirasakannya. Itulah kenangan yang mungkin tidak akan pernah dilupakan semasa hidupnya. Baru kali ini Andre memberinya sebuah kejutan dihadapan keluarga besarnya.
Selama pacaran Andre memang sering memberikan kejutan kepada Andini, tetapi tidak pernah memberikannya di hadapan kedua keluarga besarnya. Paling ketika dia jalan-jalan berdua, atau pas perayaan ulang tahun, itu pun dirayain di rumahnya atau rumah kekasihnya. Hal-hal itulah yang membuat Andini semakin sayang dan cinta sama dia. Kenangan indahnya begitu melekat dihatinya, sehingga susah untuk dilupakan walau maut yang memisahkan.
Sebelum kejadian naas menimpanya, Andini dan Andre adalah pasangan yang sangat kompak dan serasi. Mereka selalu bersama dalam keadaan apapun, baik dalam keadaan susah maupun senang, sehingga teman-temannya suka iri melihat keromantisan dan kekompakan keduanya. Sudah sekian lama Andini berpacaran dengan Andre, sebenarnya dia sudah berharap dipersunting secepatnya oleh pujaannya. Namun, dia tidak mau mengganggu konsentrasi pacarnya yang sedang melanjutkan S2-nya. Sehingga gadis cantik nan manja itu lebih memilih bersabar dan mensupport Andre untuk menyelesaikan kuliahnya.Pemikiran Andre justru berbeda dengan Andini, dia ingin secepatnya melamarnya. Karena dia merasa sudah lama berpacaran, dan sudah saatnya untuk mempersunting cewek pujaannya. Kedua orang tuanya menyuruh dia untuk melamar gadis pilihannya itu, agar terhindar dari godaan setan. Mereka juga ingin cepat-cepat menimang seorang cucu dari anak cowok satu-satunya itu."Dre, sebaiknya k
Setelah acara lamaran selesai, Andini mendapatkan undangan reuni dari teman-temannya. Yang akan di selenggarakan dua pekan lagi, dan akan diadakan di sebuah resort di Subang. Dengan senang hati dia menerima undangan itu, serta akan mengajak tunangannya. Niatnya dia hendak mengenalkan tunangan itu pada semua teman-teman sekolahnya dulu. Sesampainya di sana Andini kaget ternyata banyak teman-temannya yang datang, sehingga pesertanya banyak banget. Wajahnya celingukan ke kanan, ke kiri, dan ke depan, terlihat dia sedang mencari seseorang. Setelah wajah teman-temannya terlihat, dia langsung mendekati sohib-sohibnya yang sedang duduk, sambil becanda di pojok resto dekat taman."Hai, Dini, Melia, Renti! Apa kabar?" serunya, terus Andini bersalaman, lalu mencium pipi kanan dan kiri teman satu gang'snya, semasa masih sekolah SMA dulu."Hai, Andini! Aduh ... seneng banget aku ketemu kau lagi," seru Dini. Terus dia memperkenalkan keluarga kecilnya, "Kenalkan in
Sebenarnya Alex tidak langsung pergi ke Bandung, dia malah nginep di rumah nenek dari ayahnya, yang kediamannya tidak jauh dari resort dan resto orang tua Andini. Dia masih penasaran dan menyangka, gadis idolanya itu masih menginap di rumah kedua orang tuanya. Padahal Andini dan Andre langsung pulang ke Bandung setelah pamit kepada Bu Sri dan Pak Herman--ayah dan ibunya.Andini sengaja langsung pulang ke Bandung selain takut ketemu Alex lagi, dia dan tunangannya harus bekerja esok harinya. Dalam perjalanan dia seperti sedang memikirkan kejadian tadi ketika didamprat Leli sohib semasa SMA dan teman semasa kecilnya itu. Dia tidak menyangka kalau temannya itu masih membencinya, padahal dulu mereka sangat akrab sekali. Sebenarnya dalam batinnya dia sangat kangen dan ingin memeluk Leli, tetapi melihat raut wajahnya yang memerah dan langsung memakainya, hatinya jadi sedih dan kecewa. Namun dia tidak mau menangis di depan mereka, takut teman-teman dan tunangannya tau kej
Setelah lampu lalu lintas berwarna hijau, Andini cepat-cepat melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Gerakan tangannya begitu cepat menggeser setir mobilnya ke arah kanan dan kiri. Kemudian kakinya menginjak pedal gas setelah bisa menyalip mobil-mobil lain dan ada ruang untuk mempercepat laju kendaraannya. Untung dia sangat mahir mengemudi, sehingga bisa terlepas dari kejaran orang asing yang mengikutinya dan menghilangkan jejak.Sesampai di rumah sakit Andini cepat-cepat masuk untuk menenangkan diri di ruangannya. Wajahnya terlihat pucat, sesekali dada dan mulutnya mengatur napasnya, lalu mengambil air terus meneguknya Sambil berdiri melihat ke arah luar jendela, pikirannya melayang. Lalu beragam, "Siapa mereka? Dari kemarin kok ngikutin aku terus, nanya apa dariku? Perasaan aku tidak mempunyai musuh atau jangan ... jangan ...! Tidak, tidak mungkin mereka suruhan dia."Andini terus menggeleng-gelengkan kepalanya, terus duduk di kursi, lalu memijit-miji
Setelah kejadian kemarin, hati Andini sering merasa was-was. Apalagi ketika dia lagi duduk sendirian. Seperti saat ini, di depan teras dia duduk termenung sambil melamun, dipikirinnya berkecamuk pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa dipecahkannya. Tiba-tiba Andre datang dan menyapanya. Tubuhnya langsung gemetaran, wajahnya pucat, terlihat ada rasa takut yang terpancar dari raut mukanya. Padahal setiap pagi Andre datang untuk menjemputnya pergi bekerja."Sayang, kok belum mandi?" Tubuh Andini sontak bergetar, alisnya tersentak bersama-sama. Tangannya langsung memegang dadanya. Terlihat ada rasa kaget ketika Andre datang dan memanggilnya. Matanya langsung menoleh ke arahnya, wajahnya pucat pasi."Kamu kenapa, Sayang? Kok wajahmu pucat kayak gitu?" Wajah Andre terlihat bingung, terus tangannya langsung memegang keningnya, " Kamu sakit? Kok tubuhmu berkeringat kayak gini?" ujarnya kembali."Emm, enggak apa-apa, S
Dor! Sebuah tembakan melesat mengenai ban mobil yang dikendarai Andre bersama Andini hingga laju kendaraannya oleng tak terkendali, pria tampan itu berusaha membanting setir ke semak-semak dan menginjak remnya kuat-kuat hingga mobil itu berhenti dan menumbur sebuah pohon di pinggir jalan. Rencananya malam ini mereka mau pergi ke rumah orang tua Andini yang tinggal di Subang untuk memberikan berkas-berkas surat pernikahannya. Akan tetapi, di tengah jalan nan sepi kendaraannya dihadang segerombolan gang's motor. Braaak! Bamper mobil pun ringsek, kap depannya sedikit menganga, untung kedua pasangan itu memakai sabuk pengaman sehingga hanya sedikit benturan ke kepalanya. "Aduuh!" sontak Andini sambil memegang jidatnya. "Kamu, tidak apa-apa, Sayang?" tanya Andre penuh cemas. Tok ... tok ... tok. "Ayok, Keluar!" perintah seseorang dari luar mobil sambil mengetuk kaca mobil. "Sayang, t
Kedua mata Andini terus memasati wajah orang yang tergelantung dan sudah terbujur kaku di atas dahan. Meskipun tanpa penerangan dan terlihat gelap gulita, tetapi remang-remang ada pantulan sinar rembulan yang membantu penglihatannya sehingga bisa melihat sekilas wajah pria tersebut meski hanya terlihat samar-samar. Gadis berkerudung merah marun itu sangat shock dan kaget setelah mengenali baju dan celana jeans yang dipake pria tersebut, rasanya tidak percaya kalau itu jasad tunangannya. "Abang ... kenapa kamu, Bang!" Andini berteriak histeris dan terduduk lemas. Matanya melebar ketika melihat wajah sang pujaan hatinya sudah tak berdaya di atas pohon. "Bang, ayok turun! Kita pulang!" teriaknya kembali. Namun, masih tidak ada reaksi dari Andre membuat dirinya semakin cemas dan gelisah, terus bermonolog, "Ya Alloh, apa yang telah terjadi dengan tunanganku?!" "Abaaang ... bangun! Ayok turun!" teriaknya kembali. Akan tetapi, tubuh Andre terlihat te
Di bawah pohon pak polisi menurunkan jasad Andre sambil menunggu mobil ambulans. Andini berjalan setengah berlari, tangisannya kembali pecah dan berteriak histeris."Bang Andre, jangan tinggalin aku, Baaang ...!""Bangun! Bentar lagi kita menikah, Bang," jeritnya sambil berjongkok dan mengguncang-guncang tubuh kekasihnya yang sudah terbujur kaku di atas tanah.Pak Herman langsung memegang pundaknya dan mengajaknya ke mobil."Ayok, Nak. Kita ke mobil!" paksanya.Akan tetapi, putrinya tidak mau dan bergeming serta terus berteriak histeris, "Tidak, jangan pisahin aku darinya, Pih!"Tangis haru Andini semakin menjadi membuat semua orang yang mendengarnya teriris pilu. Tubuhnya lunglai, tenaganya terkuras membuat keseimbangannya oleng dan hampir tersungkur ke tanah, untung ayahnya dan Derry berada di dekatnya sehingga bisa menahannya.Pak Herman lalu mendekap dan memeluk Andini, akhirnya air matanya tumpah ruah 'tak
Setelah kejadian kemarin, hati Andini sering merasa was-was. Apalagi ketika dia lagi duduk sendirian. Seperti saat ini, di depan teras dia duduk termenung sambil melamun, dipikirinnya berkecamuk pertanyaan-pertanyaan yang tidak bisa dipecahkannya. Tiba-tiba Andre datang dan menyapanya. Tubuhnya langsung gemetaran, wajahnya pucat, terlihat ada rasa takut yang terpancar dari raut mukanya. Padahal setiap pagi Andre datang untuk menjemputnya pergi bekerja."Sayang, kok belum mandi?" Tubuh Andini sontak bergetar, alisnya tersentak bersama-sama. Tangannya langsung memegang dadanya. Terlihat ada rasa kaget ketika Andre datang dan memanggilnya. Matanya langsung menoleh ke arahnya, wajahnya pucat pasi."Kamu kenapa, Sayang? Kok wajahmu pucat kayak gitu?" Wajah Andre terlihat bingung, terus tangannya langsung memegang keningnya, " Kamu sakit? Kok tubuhmu berkeringat kayak gini?" ujarnya kembali."Emm, enggak apa-apa, S
Setelah lampu lalu lintas berwarna hijau, Andini cepat-cepat melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Gerakan tangannya begitu cepat menggeser setir mobilnya ke arah kanan dan kiri. Kemudian kakinya menginjak pedal gas setelah bisa menyalip mobil-mobil lain dan ada ruang untuk mempercepat laju kendaraannya. Untung dia sangat mahir mengemudi, sehingga bisa terlepas dari kejaran orang asing yang mengikutinya dan menghilangkan jejak.Sesampai di rumah sakit Andini cepat-cepat masuk untuk menenangkan diri di ruangannya. Wajahnya terlihat pucat, sesekali dada dan mulutnya mengatur napasnya, lalu mengambil air terus meneguknya Sambil berdiri melihat ke arah luar jendela, pikirannya melayang. Lalu beragam, "Siapa mereka? Dari kemarin kok ngikutin aku terus, nanya apa dariku? Perasaan aku tidak mempunyai musuh atau jangan ... jangan ...! Tidak, tidak mungkin mereka suruhan dia."Andini terus menggeleng-gelengkan kepalanya, terus duduk di kursi, lalu memijit-miji
Sebenarnya Alex tidak langsung pergi ke Bandung, dia malah nginep di rumah nenek dari ayahnya, yang kediamannya tidak jauh dari resort dan resto orang tua Andini. Dia masih penasaran dan menyangka, gadis idolanya itu masih menginap di rumah kedua orang tuanya. Padahal Andini dan Andre langsung pulang ke Bandung setelah pamit kepada Bu Sri dan Pak Herman--ayah dan ibunya.Andini sengaja langsung pulang ke Bandung selain takut ketemu Alex lagi, dia dan tunangannya harus bekerja esok harinya. Dalam perjalanan dia seperti sedang memikirkan kejadian tadi ketika didamprat Leli sohib semasa SMA dan teman semasa kecilnya itu. Dia tidak menyangka kalau temannya itu masih membencinya, padahal dulu mereka sangat akrab sekali. Sebenarnya dalam batinnya dia sangat kangen dan ingin memeluk Leli, tetapi melihat raut wajahnya yang memerah dan langsung memakainya, hatinya jadi sedih dan kecewa. Namun dia tidak mau menangis di depan mereka, takut teman-teman dan tunangannya tau kej
Setelah acara lamaran selesai, Andini mendapatkan undangan reuni dari teman-temannya. Yang akan di selenggarakan dua pekan lagi, dan akan diadakan di sebuah resort di Subang. Dengan senang hati dia menerima undangan itu, serta akan mengajak tunangannya. Niatnya dia hendak mengenalkan tunangan itu pada semua teman-teman sekolahnya dulu. Sesampainya di sana Andini kaget ternyata banyak teman-temannya yang datang, sehingga pesertanya banyak banget. Wajahnya celingukan ke kanan, ke kiri, dan ke depan, terlihat dia sedang mencari seseorang. Setelah wajah teman-temannya terlihat, dia langsung mendekati sohib-sohibnya yang sedang duduk, sambil becanda di pojok resto dekat taman."Hai, Dini, Melia, Renti! Apa kabar?" serunya, terus Andini bersalaman, lalu mencium pipi kanan dan kiri teman satu gang'snya, semasa masih sekolah SMA dulu."Hai, Andini! Aduh ... seneng banget aku ketemu kau lagi," seru Dini. Terus dia memperkenalkan keluarga kecilnya, "Kenalkan in
Sebelum kejadian naas menimpanya, Andini dan Andre adalah pasangan yang sangat kompak dan serasi. Mereka selalu bersama dalam keadaan apapun, baik dalam keadaan susah maupun senang, sehingga teman-temannya suka iri melihat keromantisan dan kekompakan keduanya. Sudah sekian lama Andini berpacaran dengan Andre, sebenarnya dia sudah berharap dipersunting secepatnya oleh pujaannya. Namun, dia tidak mau mengganggu konsentrasi pacarnya yang sedang melanjutkan S2-nya. Sehingga gadis cantik nan manja itu lebih memilih bersabar dan mensupport Andre untuk menyelesaikan kuliahnya.Pemikiran Andre justru berbeda dengan Andini, dia ingin secepatnya melamarnya. Karena dia merasa sudah lama berpacaran, dan sudah saatnya untuk mempersunting cewek pujaannya. Kedua orang tuanya menyuruh dia untuk melamar gadis pilihannya itu, agar terhindar dari godaan setan. Mereka juga ingin cepat-cepat menimang seorang cucu dari anak cowok satu-satunya itu."Dre, sebaiknya k
Andini dilahirkan di Bandung 24 tahun silam, nama lengkapnya Andini Arfaana Adi Atmadja. Masa kecilnya dihabiskan di sana, tetapi setelah lulus SD ayahnya meneruskan usaha kakeknya di daerah Subang, sehingga mereka pun pindah. Sifatnya yang selalu ceria, agak jahil tetapi sangat baik sama semua orang. Namun, dia paling tidak senang kalau ada orang yang menghina atau membully teman-temannya, pasti dia yang akan duluan melawannya. Parasnya sangat cantik seperti wajah blasteran, rambutnya ikal, matanya belok, alisnya tebal seperti wajah ibunya yang mempunyai darah keturunan Pakistan dari kakeknya.Dia anak kedua dari empat bersaudara, ayahnya adalah mantan Lurah daerah Subang kabupaten Bandung bernama Bapak H. Drs Herman Adi Atmadja, dan sekarang menjadi seorang pejabat daerah di sana. Ibunya bernama Hj dr. Sri Arfaana Arham, seorang dokter kecantikan dan mempunyai tempat spa di Subang. Kakaknya bernama Anton Fahmi Adi Atmadja, adeknya yang cewek bernama Anggita Arfaana Ad
Pak Herman yang mendengar teriakan istrinya, langsung berlari menuju kamar, "Ada apa, Mah? Kenapa dia?"Anton dan Derry pun ikut masuk, lalu menghampiri Ibu Sri yang sedang memeluk Andini. Kemudian Anton mengangkat tubuhnya, lalu menidurkannya di atas kasur. Ayahnya langsung memanggil perawat yang berada di ruangan sebelah.Perawat langsung memanggil dokter, tidak lama dr. Delia datang untuk memeriksanya. Setelah selesai, dokter pun berbincang dengan Pak Herman. Menurut dokter, Andini tidak apa-apa cuma agak sedikit shock setelah mengetahui keadaan Andre sebenarnya, dan dia menyuruh perawat untuk memberikan obat yang ada di kertas resepnya. Kemudian Derry pun ijin pulang karena hari sudah malam.****Pagi ini sinar mentari begitu cerah, tidak terasa Andini sudah sebulan lebih dirawat di rumah sakit ini. Kondisi kesehatannya mulai membaik, walaupun di hatinya belum bisa menerima kenyataan pahit ini. Dia masih tidak bisa kehilangan s
Di rumah sakit keadaan Andini belum membaik selain tubuhnya lebam-lebam, kesehatan psikisnya terganggu. Dia sering teriak-teriak dan menangis kencang, sehingga para dokter dan perawat memberikan suntikan penenang tiap dia mulai mengamuk.Setiap ada orang masuk, dia selalu ketakutan dan melempar barang yang ada di dekatnya, terus berteriak memanggil Andre tunangannya."Pergi! Jangan dekatin aku!" teriaknya.Bantal pun di lempar kearahnya, padahal perawat itu hendak menaroh obatnya di atas meja."Andini, dia perawat, Nak. Jangan begitu!" seru ibunya."Pokoknya dia harus keluaaar!" teriaknya."Iya, baik-baik," ucap perawat itu dan langsung pergi keluar.Melihat keadaannya begitu membuat para perawat kewalahan dan pihak rumah sakit angkat tangan menanganinya, akhirnya Andini dibawa pulang ke rumah oleh kedua orang tuanya.Di rumahnya, kesehatan psikis Andini bukan semakin membaik kelakuannya malah menj
"Sudah, Tante. Yang sabar!" ucap Nisa menenangkan. "Tante harus tegar biar Andini bisa kuat dan ikhlas menghadapinya," bujuknya sambil menahan tangis. Di samping mereka Derry hanya bisa berdiri dan diam seribu bahasa, sesekali matanya memandangi wajah Andini yang tertidur pulas sambil mengusap air mata yang menetes keluar sendiri dari sudut matanya. Beberapa saat kemudian dia keluar dan berpamitan. " Tante, Nisa, aku mau pamit pulang, nanti kalau butuh bantuanku tinggal telpon aja," ucap Derry sambil bersalaman. "Iya, makasih ya, Der. Sudah menolong Andini," jawab Nisa sambil tersenyum. "Nanti kalau polisi minta kesaksian, kamu bersedia membantu kami, kan?" tanyanya kembali. "Tentu, jangan sungkan. Aku pasti membantunya. Kalau ada waktu aku pasti menengok Andini lagi," ucapnya, "Tante, yang sabar ya. Semoga pelakunya cepat tertangkap," hiburnya. Kemudian dia pergi meninggalkan rumah sakit tersebut.