Dor!
Sebuah tembakan melesat mengenai ban mobil yang dikendarai Andre bersama Andini hingga laju kendaraannya oleng tak terkendali, pria tampan itu berusaha membanting setir ke semak-semak dan menginjak remnya kuat-kuat hingga mobil itu berhenti dan menumbur sebuah pohon di pinggir jalan.
Rencananya malam ini mereka mau pergi ke rumah orang tua Andini yang tinggal di Subang untuk memberikan berkas-berkas surat pernikahannya. Akan tetapi, di tengah jalan nan sepi kendaraannya dihadang segerombolan gang's motor.
Braaak!
Bamper mobil pun ringsek, kap depannya sedikit menganga, untung kedua pasangan itu memakai sabuk pengaman sehingga hanya sedikit benturan ke kepalanya.
"Aduuh!" sontak Andini sambil memegang jidatnya.
"Kamu, tidak apa-apa, Sayang?" tanya Andre penuh cemas.
Tok ... tok ... tok. "Ayok, Keluar!" perintah seseorang dari luar mobil sambil mengetuk kaca mobil.
"Sayang, takut!" Tangan Andini memegang tangan Andre gemetaran, jantungnya berdegup kencang setelah melihat mobilnya sudah dikepung anggota gang's motor itu.
"Tenang, Sayang. Berdo'a saja mudah-mudahan Alloh melindungi kita," ucap Andre menenangkan.
Prang! Kaca mobil belakang langsung dipukul mereka dengan kayu hingga berserakan. Terpaksa Andre keluar dari mobilnya, anggota gang's motor pun langsung menarik dan menyeret mereka ke dekat sebuah gubuk di hutan belantara pinggir jalan.
Tangan Andre dipegang dua orang 'tak di kenal, belum sempat berbicara apapun tubuhnya langsung dipukul bertubi-tubi oleh tiga orang lainnya.
Bak - buk ... dhuak! plak!
"Aaaw!" Darah segar pun mengalir dari sudut bibirnya.
"Kalian siapa?" bentak nya.
Namun, mereka tidak menghiraukan tegurannya. Andre berusaha berontak tapi anggota gang's motor itu semakin menjadi dan brutal menyiksanya hingga tubuhnya sempoyongan dan tidak bisa berbuat apa-apa.
Sedangkan tubuh Andini dipegang kuat dan mulutnya dibekap tangan kekar seorang pria berperawakan tinggi besar dan berambut gondrong. Dia begitu cemas dan marah ketika tunangannya disiksa secara brutal.
Hatinya mulai gundah, darahnya berdesir naik sampai ke ubun-ubun dalam batinnya bergumam, "Aku harus bisa melawan mereka untuk menyelamatkan Andre." Secara spontan dia langsung menggigit tangan dan menendang orang itu.
"Aw, gilaaa! Dasar cewek brengsek!" ujar cowok itu sambil mengibaskan tangannya dan tubuhnya hampir terjengkang setelah ditendang Andin.
"Jangan pukul tunanganku!" teriak Andini sambil berusaha berlari mendekati Andre.
Namun, teman pria tadi cepat-cepat menangkap dan tidak menghiraukan ocehannya, bahkan malah menertawakannya.
Plak!
Sebuah tamparan mendarat di pipi mulusnya.
"Aaaw!" Andini memegang pipi kiri sambil merintih kesakitan.
Lalu dagunya dipegang kuat-kuat oleh pria gondrong itu, tetapi gadis itu terus memberontak dengan menendang tubuhnya kembali sehingga kedua orang itu kewalahan. Dari arah belakang, punggung Andini dipukul hingga tubuhnya roboh dan tak sadarkan diri.
Melihat kekasihnya pingsan, wajah Andre yang lebam-lebam terlihat merah padam, matanya membulat, giginya menggertak memendam amarah. Dia berusaha berdiri untuk menolongnya, tetapi tidak ada kesempatan untuk berlari. Orang-orang yang menghajarnya terlalu banyak, ada sekitar lima orang sehingga kewalahan untuk melawannya. Sampai tubuhnya pun ikut tumbang tidak berdaya lagi.
Setelah Andini pingsan mereka langsung membopongnya ke sebuah gubuk tua dekat sana. Tidak lama sebuah mobil datang menghampiri mereka. Seorang Pria bertubuh atletis berwajah bengis turun dari mobil mewah sepertinya dia ketua gang'snya atau orang yang sudah menyuruh menghadang kedua sejoli itu.
"Gimana Bos? Mereka sudah tak berdaya kelihatannya," ucap salah satu anak buahnya sambil tertawa lepas.
"Bagus, habisi cowok itu!" perintahnya.
Lalu dia berjalan sambil memakai masker kepala seperti ninja dan langsung masuk ke dalam gubuk itu, sedangkan anak buahnya menunggu di luar sambil mengawasi keadaan di sana. Remang-remang dari sinar lampu teplok di ruangan sempit terlihat wajahnya berseri-seri, senyumnya menyeringai ketika gadis cantik nan molek itu terbaring 'tak berdaya di lantai tanah.
Namun, sebelum aksi bejatnya terlaksana Andini mulai tersadar, matanya mulai sedikit terbuka dan berusaha duduk, kemudian mundur pelan-pelan menjauhi pria itu sambil bertanya, "Ka--kamu siapa?"
Pria itu tidak menjawab, dia malah cepat-cepat membekap mulutnya dengan sapu tangan yang sudah disiapkannya dan dikasih obat bius membuat gadis itu tak sadarkan diri kembali.
Senyum dari bibirnya mengembang ketika Andini mulai terkulai lemas. Aksi bejatnya langsung dijalankannya, dia mulai melucuti helai demi helai bajunya dengan paksa. Jari jemarinya mulai menggerayangi tubuh mulusnya, lidahnya menjilat-jilat bibirnya seperti anjing kelaparan, salivanya sesekali ditelannya dalam-dalam, desir jantungnya berdegup kencang hingga membuat syahwatnya memuncak. Kemudian tubuh Andini dicumbui dari leher sampai perutnya dengan penuh nafsu, hingga dia terlena dan tidak bisa mengendalikan nafsu birahinya.
Setelah menikmati tubuh sintal gadis malang itu, dia langsung merapikan bajunya kemudian memakaikan atasan tunik Andini terus bagian lengannya sengaja dirobeknya biar terkesan habis di perkosa oleh begal.
Pria bengis berhati iblis itu sepertinya sudah profesional karena sebelum melakukan aksinya kedua tangannya memakai sarung tangan untuk menghilangkan jejaknya. Kemudian dia keluar gubuk itu dan menyuruh ke enam anak buahnya untuk menggantung Andre di batang pohon nangka dekat gubuk dan menghancurkan mobilnya.
"Ayok cepat, kita balik lagi ke markas sebelum ada mobil lain yang lewat! Jangan lupa barang bukti bakar semua jangan sampai ada jejak kita!" suruh pria itu.
"Ok, Bos. Jangan khawatir semua sudah kuberesin!" ujar pria gondrong dan bertato elang ditangan kiri. Lalu mereka cepat-cepat naik kendaraannya dan pergi ke arah kota Bandung kembali.
Setelah beberapa jam tak sadarkan diri, jari tangan Andini mulai terlihat bergerak. Sepertinya dia baru saja siuman setelah beberapa saat pingsan akibat dihantam benda tumpul dan terkena obat bius tadi, jiwanya tergoncang ketika melihat keadaannya yang lusuh.
Sekujur tubuhnya terasa ngilu, matanya terperanjat manakala di betisnya mengalir darah segar menetes ke kaki dan tanah yang dipijaknya, baju tuniknya terkoyak dibagian lengan, kancing bajunya ada yang lepas mungkin akibat dibuka paksa, celana dan hijabnya pun sudah tertumpuk di pinggir badannya. Pikirannya kacau balau, sekarang dirinya merasa hina karena kesuciannya telah direnggut paksa oleh manusia jahanam itu.
Andini perlahan duduk terus berdiri untuk memakai bajunya dan hijabnya walaupun sekujur tubuhnya terasa nyeri dan linu semua. Kemudian berjalan keluar gubuk untuk mencari Andre tunangannya.
"Andre ... Andre ... di mana kau?" teriaknya.
Namun, dari luar tidak terdengar sahutan dari kekasihnya itu, suasananya pun terlihat sepi. Dia terus berjalan perlahan untuk mencari Andre di mobilnya yang sudah terparkir di pinggir tebing. Di bagian paha dan perutnya terasa sakit sehingga sekali-kali diam berdiri sambil menahan rasa sakitnya, tetapi belum sampai ke mobilnya dia berteriak histeris.
"Tidak!"
Wajah Andini terlihat pucat pasi, mulutnya menganga, kedua matanya terbelalak sampai bola matanya hampir keluar seperti mau lepas setelah melihat tubuh seorang pria tergelantung dengan wajah penuh darah.
Tubuh gadis malang itu bergetar dan mulai lunglai tak berdaya, untuk beberapa saat kedua kakinya terpaku menancap ke bumi, rasanya susah untuk digerakkan lagi. Namun, dia terus berusaha berjalan mendekati pohon untuk mengetahui siapa pria itu.
Kedua mata Andini terus memasati wajah orang yang tergelantung dan sudah terbujur kaku di atas dahan. Meskipun tanpa penerangan dan terlihat gelap gulita, tetapi remang-remang ada pantulan sinar rembulan yang membantu penglihatannya sehingga bisa melihat sekilas wajah pria tersebut meski hanya terlihat samar-samar. Gadis berkerudung merah marun itu sangat shock dan kaget setelah mengenali baju dan celana jeans yang dipake pria tersebut, rasanya tidak percaya kalau itu jasad tunangannya. "Abang ... kenapa kamu, Bang!" Andini berteriak histeris dan terduduk lemas. Matanya melebar ketika melihat wajah sang pujaan hatinya sudah tak berdaya di atas pohon. "Bang, ayok turun! Kita pulang!" teriaknya kembali. Namun, masih tidak ada reaksi dari Andre membuat dirinya semakin cemas dan gelisah, terus bermonolog, "Ya Alloh, apa yang telah terjadi dengan tunanganku?!" "Abaaang ... bangun! Ayok turun!" teriaknya kembali. Akan tetapi, tubuh Andre terlihat te
Di bawah pohon pak polisi menurunkan jasad Andre sambil menunggu mobil ambulans. Andini berjalan setengah berlari, tangisannya kembali pecah dan berteriak histeris."Bang Andre, jangan tinggalin aku, Baaang ...!""Bangun! Bentar lagi kita menikah, Bang," jeritnya sambil berjongkok dan mengguncang-guncang tubuh kekasihnya yang sudah terbujur kaku di atas tanah.Pak Herman langsung memegang pundaknya dan mengajaknya ke mobil."Ayok, Nak. Kita ke mobil!" paksanya.Akan tetapi, putrinya tidak mau dan bergeming serta terus berteriak histeris, "Tidak, jangan pisahin aku darinya, Pih!"Tangis haru Andini semakin menjadi membuat semua orang yang mendengarnya teriris pilu. Tubuhnya lunglai, tenaganya terkuras membuat keseimbangannya oleng dan hampir tersungkur ke tanah, untung ayahnya dan Derry berada di dekatnya sehingga bisa menahannya.Pak Herman lalu mendekap dan memeluk Andini, akhirnya air matanya tumpah ruah 'tak
"Sudah, Tante. Yang sabar!" ucap Nisa menenangkan. "Tante harus tegar biar Andini bisa kuat dan ikhlas menghadapinya," bujuknya sambil menahan tangis. Di samping mereka Derry hanya bisa berdiri dan diam seribu bahasa, sesekali matanya memandangi wajah Andini yang tertidur pulas sambil mengusap air mata yang menetes keluar sendiri dari sudut matanya. Beberapa saat kemudian dia keluar dan berpamitan. " Tante, Nisa, aku mau pamit pulang, nanti kalau butuh bantuanku tinggal telpon aja," ucap Derry sambil bersalaman. "Iya, makasih ya, Der. Sudah menolong Andini," jawab Nisa sambil tersenyum. "Nanti kalau polisi minta kesaksian, kamu bersedia membantu kami, kan?" tanyanya kembali. "Tentu, jangan sungkan. Aku pasti membantunya. Kalau ada waktu aku pasti menengok Andini lagi," ucapnya, "Tante, yang sabar ya. Semoga pelakunya cepat tertangkap," hiburnya. Kemudian dia pergi meninggalkan rumah sakit tersebut.
Di rumah sakit keadaan Andini belum membaik selain tubuhnya lebam-lebam, kesehatan psikisnya terganggu. Dia sering teriak-teriak dan menangis kencang, sehingga para dokter dan perawat memberikan suntikan penenang tiap dia mulai mengamuk.Setiap ada orang masuk, dia selalu ketakutan dan melempar barang yang ada di dekatnya, terus berteriak memanggil Andre tunangannya."Pergi! Jangan dekatin aku!" teriaknya.Bantal pun di lempar kearahnya, padahal perawat itu hendak menaroh obatnya di atas meja."Andini, dia perawat, Nak. Jangan begitu!" seru ibunya."Pokoknya dia harus keluaaar!" teriaknya."Iya, baik-baik," ucap perawat itu dan langsung pergi keluar.Melihat keadaannya begitu membuat para perawat kewalahan dan pihak rumah sakit angkat tangan menanganinya, akhirnya Andini dibawa pulang ke rumah oleh kedua orang tuanya.Di rumahnya, kesehatan psikis Andini bukan semakin membaik kelakuannya malah menj
Pak Herman yang mendengar teriakan istrinya, langsung berlari menuju kamar, "Ada apa, Mah? Kenapa dia?"Anton dan Derry pun ikut masuk, lalu menghampiri Ibu Sri yang sedang memeluk Andini. Kemudian Anton mengangkat tubuhnya, lalu menidurkannya di atas kasur. Ayahnya langsung memanggil perawat yang berada di ruangan sebelah.Perawat langsung memanggil dokter, tidak lama dr. Delia datang untuk memeriksanya. Setelah selesai, dokter pun berbincang dengan Pak Herman. Menurut dokter, Andini tidak apa-apa cuma agak sedikit shock setelah mengetahui keadaan Andre sebenarnya, dan dia menyuruh perawat untuk memberikan obat yang ada di kertas resepnya. Kemudian Derry pun ijin pulang karena hari sudah malam.****Pagi ini sinar mentari begitu cerah, tidak terasa Andini sudah sebulan lebih dirawat di rumah sakit ini. Kondisi kesehatannya mulai membaik, walaupun di hatinya belum bisa menerima kenyataan pahit ini. Dia masih tidak bisa kehilangan s
Andini dilahirkan di Bandung 24 tahun silam, nama lengkapnya Andini Arfaana Adi Atmadja. Masa kecilnya dihabiskan di sana, tetapi setelah lulus SD ayahnya meneruskan usaha kakeknya di daerah Subang, sehingga mereka pun pindah. Sifatnya yang selalu ceria, agak jahil tetapi sangat baik sama semua orang. Namun, dia paling tidak senang kalau ada orang yang menghina atau membully teman-temannya, pasti dia yang akan duluan melawannya. Parasnya sangat cantik seperti wajah blasteran, rambutnya ikal, matanya belok, alisnya tebal seperti wajah ibunya yang mempunyai darah keturunan Pakistan dari kakeknya.Dia anak kedua dari empat bersaudara, ayahnya adalah mantan Lurah daerah Subang kabupaten Bandung bernama Bapak H. Drs Herman Adi Atmadja, dan sekarang menjadi seorang pejabat daerah di sana. Ibunya bernama Hj dr. Sri Arfaana Arham, seorang dokter kecantikan dan mempunyai tempat spa di Subang. Kakaknya bernama Anton Fahmi Adi Atmadja, adeknya yang cewek bernama Anggita Arfaana Ad
Sebelum kejadian naas menimpanya, Andini dan Andre adalah pasangan yang sangat kompak dan serasi. Mereka selalu bersama dalam keadaan apapun, baik dalam keadaan susah maupun senang, sehingga teman-temannya suka iri melihat keromantisan dan kekompakan keduanya. Sudah sekian lama Andini berpacaran dengan Andre, sebenarnya dia sudah berharap dipersunting secepatnya oleh pujaannya. Namun, dia tidak mau mengganggu konsentrasi pacarnya yang sedang melanjutkan S2-nya. Sehingga gadis cantik nan manja itu lebih memilih bersabar dan mensupport Andre untuk menyelesaikan kuliahnya.Pemikiran Andre justru berbeda dengan Andini, dia ingin secepatnya melamarnya. Karena dia merasa sudah lama berpacaran, dan sudah saatnya untuk mempersunting cewek pujaannya. Kedua orang tuanya menyuruh dia untuk melamar gadis pilihannya itu, agar terhindar dari godaan setan. Mereka juga ingin cepat-cepat menimang seorang cucu dari anak cowok satu-satunya itu."Dre, sebaiknya k
Setelah acara lamaran selesai, Andini mendapatkan undangan reuni dari teman-temannya. Yang akan di selenggarakan dua pekan lagi, dan akan diadakan di sebuah resort di Subang. Dengan senang hati dia menerima undangan itu, serta akan mengajak tunangannya. Niatnya dia hendak mengenalkan tunangan itu pada semua teman-teman sekolahnya dulu. Sesampainya di sana Andini kaget ternyata banyak teman-temannya yang datang, sehingga pesertanya banyak banget. Wajahnya celingukan ke kanan, ke kiri, dan ke depan, terlihat dia sedang mencari seseorang. Setelah wajah teman-temannya terlihat, dia langsung mendekati sohib-sohibnya yang sedang duduk, sambil becanda di pojok resto dekat taman."Hai, Dini, Melia, Renti! Apa kabar?" serunya, terus Andini bersalaman, lalu mencium pipi kanan dan kiri teman satu gang'snya, semasa masih sekolah SMA dulu."Hai, Andini! Aduh ... seneng banget aku ketemu kau lagi," seru Dini. Terus dia memperkenalkan keluarga kecilnya, "Kenalkan in