Jake dan Ethan tertawa lalu saling bertos setelah mobil Sabrina tak terlihat lagi dari pandangan mereka.“Aku dari tadi nahan ketawa tau!” kata Ethan.“Kamu pikir aku enggak juga,” sahut Jake.“Lucu banget ngelihat Sabrina yang biasanya tampangnya angkuh dan sok iye jadi kayak orang goblok gitu!” sahut Ethan. Dia lalu terbahak.***Sabrina tak langsung pulang ke rumah. Di tengah perjalanan, dia menghentikan mobilnya lalu melakukan panggilan video pada Desy dan Anne.“Kenapa tampang kamu kusut banget gitu?” tanya Desy ketika wajahnya muncul di layar. Dia lalu terbahak.“Aku lagi nggak mood,” sahut Sabrina.“Nggak mood kenapa?” tanya Anne. Gadis itu kelihatannya sedang makan karena dia tampak sedang sibuk mengupas sesuatu.Sabrina lalu menceritakan semua yang terjadi padanya sejak dia datang ke rumah Jake sampai dia harus terpaksa meminta maaf pada Emma dan orang tuanya.Desy dan Anne tertawa bersamaan setelah mendengar Sabrina bercerita. Namun, dalam hitungan detik, Anne segera menutup
“By the way, mahluk astral itu masih ganggu kamu?” tanya Tony.Emma tersenyum miris. Dia lalu mengangguk. “Sekitar dua hari yang lalu aku baru aja mimpi buruk,” sahut Emma.“Mimpi buruk gimana?” tanya Tony.“Aku mimpi lagi di hutan. Terus ada di rumah tua. Pas aku datengin ternyata ada dua orang itu,” kata Emma.“Coba entar aku meditasi lagi,” kata Tony.“Nggak usah,” sahut Emma, buru-buru, “ngapain sih? Aku nggak mau ya kalo sampe kamu ngorbanin keselamatan kamu.”Tony tertawa. “Kamu tuh kayak sama siapa aja sih,” katanya, “aku kan teman kamu. Nggak apa-apa dong kalo aku mau bantuin kamu.”“Nggak!” bantah Emma, “awas ya!”Tony tertawa lagi. Dia hanya bercanda. Karena kalaupun dia akan melakukan meditasi lagi, dia tak akan pernah bilang-bilang pada Emma.***Jake duduk di teras markas. Dia sedang memakan buah yang tadi dia petik. Sementara itu, Ethan ada di atas pohon belimbing. Dia menikmati semilir angin dari sana sambil sedikit-sedikit memejamkan mata.“Ethan, turun kenapa sih. Aku
Lily mengangguk. “Aku nggak tahu gimana jadinya kalau kamu nggak ke dapur? Karena aku bener-bener nggak bisa mengendalikan diriku,” kata Lily.Lily lantas berpaling pada Emma. “Sekali lagi maafkan Ibu ya, Nak,” katanya.Emma menganguk. Dia lalu tersenyum.***Sabrina tampak gelisah. Dia terlihat santai duduk di kursi taman, tapi pikirannya melayang ke mana-mana. Dia bingung memikirkan apa yang harus dia lakukan untuk mengambil hati Jake.“Guys, kalo aku ngasih kado ke Jake, enaknya kasih apaan ya?” kata Sabrina. Pandangannya menerawang. Tangan kanannya memilin rambut.“Kalo kamu yang suka Jake aja tanya kita, kita tanya siapa?” sahut Desy.“Tau itu, kamu kan yang suka sama dia. Harusnya kamu yang lebih banyak tahu tentang dia,” sahut Anne.Desy berdecak. “Emang ya nanyain sesuatu ke kalian tuh dari dulu nggak pernah ada gunanya,” katanya.Sabrina lalu mengeluarkan ponselnya dari saku celana piyama. Dia lalu membuka aplikasi Instagram. Dia ingin men-stalk Instagram Jake. Siapa tahu, da
Sofia terbangun karena dia merasa haus. Dia lalu keluar dari kamar dan berjalan menuju dapur. Sekembalinya dari dapur, dia baru menyadari kalau pintu ruangan yang biasa dipakai meditasi terbuka sedikit. Dia membelalakkan mata saat menyadari kalau kunci ruangan itu menempel di pintu.Sofia buru-buru membuka pintu, karena firasatnya buruk. Dia terkejut bukan main saat melihat Tony terbaring tak sadarkan diri di tengah ruangan.“Tony ... bangun, Nak,” katanya sambil menepuk-nepuk pipi Tony dengan pelan. Tapi Tony tak juga bangun.Sofia lalu bangkit. Dia berjalan meninggalkan ruangan dengan langkah-langkah cepat. Dia harus segera membangunkan Jeremy.Setibanya di kamar, Sofia segera membangungkan Jeremy. Dia mengguncang-guncang tubuh suaminya itu.“Jeremy, bangun!” katanya.Jeremy membuka mata perlahan. Dia lalu bangkit. “Ada apa?” tanyanya.“Tony ..., “ kata Sofia.“Tony kenapa?” sahut Jeremy. Dia turun dari ranjang.“Tony pingsan di ruang meditasi,” katanya.Keduanya lalu keluar dari ka
Setelah Sabrina dan dua temannya pergi, Jake fokus lagi pada Emma. “Emma, kendalikan diri kamu,” katanya. Dia terus mengendalikan tubuh Emma yang terus berusaha berontak dan melepaskan diri.Emma berhasil mengendalikan diri setelah sekitar sepuluh menit tubuhnya ditahan oleh Jake. Gadis itu lalu merosot dan terkulai lemas di lantai.“Emma, kamu nggak apa-apa?” tanya Jake.Emma tak menyahut. Dia hanya mengangguk lemah.Jake lalu mengambil minuman Emma lalu diberikan pada gadis itu. Setelah itu, dia membantu Emma duduk di kursi lagi.“Kamu kenapa sih tadi pake nahan Emma? Harusnya biarin aja wajah dia biar dicakar sekalian biar nggak sok iye,” kata Ethan sambil menyendok basonya.“Aku juga pengennya gitu. Tapi aku nggak mau ada keributan berlarut-larut. Lagian nanti kalo misalnya ada yang manggil dosen gimana? Entar Emma juga kena hukuman,” sahut Jake.Emma mengangguk pelan. “Bener apa kata Jake, Ethan,” sahutnya, “by the way, maaf ya. Karena aku, kalian jadi pusat perhatian.”Jake meli
Laki-laki yang saat ini terbaring di ranjang itu tadi sudah menikmati tubuh Desy. Ya, sekitar jam sembilan malam lalu, laki-laki itu sudah menyerang Desy tanpa ampun, hingga membuat Desy lemas tak berdaya karena melakukan pelepasan berkali-kali. Saat laki-laki itu akhirnya tertidur, Desy pikir laki-laki itu sudah puas. Ternyata tidak, sekitar jam tiga dini hari laki-laki itu bangun lagi.“Kenapa?” tanya Desy saat dia dibangunkan oleh laki-laki berkumis tipis itu.Laki-laki itu tertawa kecil. “Kamu tadi minta sampel sabu ya?” katanya.Desy mengangguk. “Iya,” jawabnya, “kenapa?”“Bisa nggak aku minta lagi sebagai imbalannya?” kata laki-laki itu.Desy membelalakkan mata. Yang benar saja. Dia masih mengantuk. Dan lagi pula, dia sudah membersihkan diri dan memakai pakaiannya lagi dengan lengkap.“Nggak ah,” sahut Desy, “kamu nggak lihat apa aku udah pakai baju lengkap gini?!”“Ya tinggal dibuka lagi apa susahnya sih?” sahut laki-laki di sampingnya itu.Desy tak menyahut. Kadang pelanggan y
Di kantin kampus, saat makan siang, Sabrina marah-marah karena Desy tak masuk kuliah. Dia kesal karena gadis itu mengingkari janjinya.“Udah dong, Sabrina, jangan cemberut terus,” kata Anne. Gadis itu bingung kalau melihat Sabrina memburuk suasana hatinya seperti sekarang. Selain itu, dia lelah menghadapi Sabrina yang uring-uringan.“Gimana aku nggak kesel? Desy tuh nggak nepatin janjinya. Dia bilang mau kasih samplenya ke kita. Tapi mana?” katanya, “kalau nggak punya bilang nggak punya saja nggak apa-apa sebenernya. Bukannya malah kabur.”“Kamu nggak coba telfon dia?” tanya Anne sambil memotong basonya.“Udah, tadi pagi. Tapi nggak direspon,” baals Sabrina. Dia mengaduk-aduk jusnya dengan kasar.“Coba deh telfon lagi. Barangkali dia mau ngerespon,” kata Anne.Sabrina lalu mengambil ponselnya yang sedari tadi dia letakkan di atas meja. Dia lalu mencari nomor Desy di kontaknya dan menelepon gadis itu. Dia menghembuskan napas lega setelah akhirnya mendengar suara Desy dari seberang.“Ka
“Tau dong. Kan aku cenanyang,” kata Jake. Dia lalu terbahak.“Hah, yang bener?” tanya Emma.“Engak ... enggak bercanda. Kan emang aku tahu kalo kamu suka baca-baca gitu. Jaai aku punya inisiatif kasih kamu novel. Terus dari internet aku tahu dua novel itu yang lagi booming dibahas booklovers. Jadi, yaudah aku beliin kamu itu,” kata Jake.“By the way, ke depan yuk. Mau nggak? Aku ingin ngeliat pemandangan. Dari pada di sini,” kata Jake.“Boleh ... boleh,” kata Emma. Keduanya lalu berjalan keluar rumah.Mereka berjalan pelan menyusuri halaman rumah Emma sambil berbincang-bincang.“Emma ...,” kata Jake.“Hmm?” sahut Emma.“Aku boleh tahu nggak tipe cowok yang kamu suka tuh kayak gimana?” tanya Jake. Dia menghentikan langkahnya.Emma menghentikan langkahnya juga. “Aku suka sebagai apa? Pacar?” tanya Emma.Jake mengangguk.“Sebenernya, aku nggak kepikiran pacaran sih. Tapi kalo ditanyain tipe ... aku maunya orangnya baik. Terus setia dan perhatian. Udah gitu aja paling,” kata Emma.Jake me