"Nyonya, Nona Clarisa adalah adik dari mendiang sahabat Tuan David. Hubungan Tuan David dan mendiang sahabatnya benar-benar baik. Dan hal itu pula yang membuat Nona Clarisa terlihat akrab dengan mansion ini," kata Thomas setelah menjelaskan apa saja tugas Rachel saat menjadi istri David.
Rachel tertegun. "Begitu ya," katanya.
Thomas hendak menjelaskan lebih banyak, tapi ia mengurungkan niat saat Rachel lebih dulu bertanya.
"Jadi dari agenda ini, artinya hari ini saya memiliki pertemuan dengan beberapa sosialita untuk membahas tentang sumbangan?"
Thomas langsung menganggukkan kepala. Ia mulai menjelaskan apa saja yang harus dilakukan Rachel saat berada di pertemuan itu.
"Saya sudah menyiapkan asisten khusus untuk Anda. Asisten inilah yang nanti akan membantu Anda untuk melakukan tugas-tugas Anda di sini," jelas pria itu.
Setelahnya, seorang bodyguard wanita dan juga stylish masuk ke ruangan. Merekalah yang nantinya akan membantu Rachel dalam menjalankan tugasnya sebagai Nyonya Mahendra.
Entah mengapa, pundak Rachel terasa begitu berat, seolah dipaksa menopang beban yang tak ia inginkan.
***
Tak sampai satu jam, mobil berhenti di hotel bintang lima. Rachel menatap gedung yang menjulang tinggi itu sejenak. Cahaya yang tersisa di matanya perlahan meredup.
"Nyonya," panggil Emina, bodyguard-nya, sambil membukakan pintu dan mempersilahkan Rachel untuk keluar.
Rachel menganggukkan kepala. la mengeluarkan kakinya terlebih dahulu. Berjalan dengan anggun sementara Emina setia berjalan di belakangnya.
Saat pertama kali ia melihat posisi Emina, ia benar-benar merasa tak nyaman. Kenapa harus berjalan di belakangnya jika bisa berjalan di samping? Tapi, jawaban Emina hanya membuatnya merasa jika dunia yang ia pijak saat ini berbeda dengan dunia asalnya.
"Oh ya Nyonya, di sana nanti juga akan ada Nona Clarisa," bisik Emina yang membuat wajah Rachel sedikit menegang.
Namun, dalam sekejap, Rachel bisa mengembalikan wajahnya seperti semula. Anggun, dan tampak bermartabat.
"Hmm."
Baru saja Emina menutup mulutnya, sosok wanita yang baru saja dibicarakan itu muncul. Bukan hanya itu, sosok itu tampak tersenyum anggun ke arah Rachel, melambaikan tangan, kemudian kembali berbincang dengan wanita muda lainnya.
"Aku kira, kau yang akan dinikahi Tuan David. Aku benar-benar tidak menyangka, dibanding kau, yang notabene adik dari mendiang sahabatnya, dan juga orang yang lebih dulu Tuan David kenal, tapi Tuan David malah memilih wanita yang tak jelas asal-usulnya itu," ujar salah satu wanita yang kebetulan berdiri di samping Clarisa.
Clarisa yang mendengar itu tersenyum sambil menggelengkan kepala. Matanya melirik ke arah Rachel yang samar-samar mendengar ucapan temannya itu.
Namun, ekspresi Rachel terlihat benar-benar tenang, dan hal itu semakin membuat teman Clarisa menjadi marah.
"Kau ini bicara apa. Aku dan Kak David tidak memiliki hubungan seperti itu," ujar Clarisa dengan malu-malu.
Namun, ujaran itu semakin membuat temannya merasa kesal. "Tidak memiliki hubungan? Ck ck, jangan membual. Siapa yang menjagamu setelah kematian kakakmu itu? Tuan David. Semua orang pun tahu. Selain itu, kita juga tahu, Tuan David tidak pernah dekat dengan wanita mana pun kecuali kau. Lalu, apa kau pikir kami tidak tahu apa artinya itu?" ungkap salah satu sahabatnya yang lain dengan ekspresi kesal.
Clarisa masih menggelengkan kepala. Wajahnya terlihat sedikit menyedihkan, membuat teman-temannya yang melihat itu menatap Rachel dengan pandangan dingin dan muak.
"Jangan katakan itu. Mungkin, Kak Rachel memang jodoh Kak David. Aku hanya bisa mendoakan mereka," jawab Clarisa dengan suara bergetar.
Mata ketiga sahabat Clarisa itu tampak memerah. Mereka menatap Clarisa dengan pandangan iba.
"Kau terlalu baik. Lintah darat seperti wanita itu benar-benar tidak cocok menjadi istri Tuan David. Hanya wanita lemah lembut dan berhati suci sepertimulah yang pantas."
Clarisa tersenyum. Namun, matanya diam-diam melirik ke arah Rachel yang terlihat sama sekali tidak terganggu dengan kata-kata temannya itu. la yakin, Rachel mendengarnya. Tapi mengapa wanita itu diam saja?
Sementara itu, Rachel yang memang mendengar cacian dan hinaan mereka dari awal sampai akhir memilih diam. Ini bukan yang pertama. Bahkan ada yang lebih buruk.
Saat pertama kali ia menghadiri jamuan, ia bahkan dihina langsung di depan muka. Meskipun tidak langsung menyebutkan namanya, tapi kata-kata sarkas dan sindiran para wanita memang tertuju padanya.
Lalu, apa yang bisa ia lakukan? Ia hanya bisa tetap tersenyum. Meskipun senyumnya perlahan menghilang seiring berjalannya waktu.
Mereka memang tidak lagi menghinanya langsung. Tapi, gunjingan di punggungnya tak pernah berkurang.
"Nyonya," bisik Emina yang merasa tidak nyaman.
Rachel hanya tersenyum tipis. Menjadi istri David artinya menjadi lebih kuat. Kata siapa menjadi istri orang berkuasa itu bebas? Itu salah besar. Menjadi istri penguasa, artinya kau menjadi orang yang akan dibatasi setiap gerakannya.
"Bukan apa-apa," balas Rachel dengan menyesap segelas jus.
Emina yang mendengar itu hanya bisa menghela nafas.
"Oh, siapa wanita cantik ini?"
Suara keibuan dan tampak ramah itu membuat Rachel dan Emina menolehkan kepala. Di sana, ia melihat wanita cantik dengan gaun berbahan sutra dengan kalung bertahtakan berlian biru tersenyum ramah ke arahnya.
Senyum di wajah Rachel tetap sama. Bahkan, setelah Emina membisikkan informasi jika wanita di depannya itu tak lain adalah Nyonya Salamon. Wanita yang sudah diwanti-wanti oleh sang bodyguard pada Rachel karena dialah pemimpin dari ibu-ibu sosialita yang hadir di jamuan ini.
"Nyonya Salamon," sapa Rachel dengan menganggukkan kepala.
Wanita yang dipanggil Nyonya Salamon itu tersenyum lebar. la menganggukkan kepala puas, menatap Rachel dengan pandangan dalam.
"Ah, ternyata kau mengenalku."
Rachel tersenyum. "Ya, siapapun pasti mengenal Anda, istri dari perdana menteri, dan juga salah satu wanita yang memiliki bisnis besar di dunia berlian," jelasnya dengan ramah.
Nyonya Salamon yang mendengar itu tampak semakin puas. Ada kebanggan yang sama sekali tidak bisa ditutupinya.
Namun, Rachel juga bisa melihat, tatapan menghina di mata wanita itu juga terlihat begitu kentara.
Semua orang yang melihat interaksi antara Nyonya Salamon dan Rachel diam-diam saling berbisik. Selain memiliki hati yang hitam, siapa pun tahu nyonya Salamon paling membenci wanita miskin yang menikahi laki-laki kaya. Baginya, wanita seperti itu tak ubahnya seperti pelacur.Mereka bahkan menunggu Nyonya Salamon akan memberikan pelajaran untuk Rachel. Wanita itu memiliki identitas istimewa. Meskipun ia menghina Rachel, tidak akan menjadi masalah besar. Siapa yang berani mengeluh tentang istri seorang perdana menteri? Seberkuasa apapun David, tidak mungkin ia rela mempertaruhkan semuanya untuk wanita seperti Rachel."Seperti yang aku dengar, kau benar-benar pandai menyanjung. Aku sebagai wanita saja merasa senang mendengarnya, apalagi seorang laki-laki," ujar nyonya Salamon dengan nada biasa. Namun, siapa pun paham arti dari kata-kata itu.Emina menatap Nyonya Salamon dengan pandangan tak suka. Tapi ia tidak bisa menyinggung wanita itu begitu saja.Sedangkan Rachel masih mempertahankan
"Di mana dia?" tanya David saat berada di dalam pesawat.Ali—sekretaris David—yang mendengar pertanyaan itu mengerutkan kening, tidak tahu 'dia' siapa yang dimaksud tuannya."Maaf, Tuan?"David mendecakkan lidahnya. "Nyonya," jawabnya singkat.Ali yang mendengar itu menegakkan punggung. Baru kali ini ia kembali ingat jika tuannya memiliki seorang istri.Ya Tuhan, tuannya langsung meninggalkan istrinya tepat setelah pernikahan mereka selesai. Bukan hanya itu, tuannya bahkan menanyakan keberadaan istrinya padanya? Lalu, ia harus bertanya pada siapa?"Maafkan saya Tuan, saya belum mengetahuinya. Saya hanya mengabari Thomas jika Tuan akan segera tiba. Apa perlu saya menanyakan keberadaan Nyonya sekarang?" tanya Ali gugup.David yang mendengar itu mendengus. la membuang muka. "Tidak perlu!" jawabnya datar.Ali yang merasa jika tuannya itu marah, sedikit kebingungan. Mendengar David menanyakan keberadaan Rachel, entah mengapa ia ingin memukul kepala tuannya itu.Bukankah David bisa langsung
"Kak David!"David yang sedang menatap sekeliling itu mengerutkan kening saat melihat Clarisa berlari ke arahnya. Matanya mau tak mau menatap ke arah Ali.Ali yang tidak tahu atas kemunculan Clarisa itu tampak sedikit takut. Clarisa memang menanyakan kapan David pulang, dan ia hanya memberikan jawaban apa adanya. Tapi, ia tidak tahu wanita itu akan nekat menjemput majikannya itu."Ah, akhirnya Kak David kembali. Kak David tahu, Clarisa merindukanmu," ujar Clarisa yang ingin memeluk David. Namun, David dengan cepat menghindar.Wajah Clarisa tampak tertegun sejenak. Tapi ia dengan cepat mengubahnya. "Selalu seperti itu. Kak David selalu menolakku," ujarnya dengan ekspresi yang dibuat selucu mungkin.David yang melihat itu hanya memasang ekspresi datar."Oh, di mana Kak Rachel? Kenapa dia belum ke sini?" tanya Clarisa sambil menatap sekeliling, seakan mencari keberadaan Rachel.David yang mendengar bagaimana Clarisa memanggil istrinya itu mengerutkan kening. Mereka berjalan beriringan, d
Sementara di dalam rumah, terlihat David yang masuk ke dalam kamarnya dengan mata menyipit. Kamar itu kosong, bahkan terkesan dingin."Dia belum kembali?"la tatap sekeliling. Tidak ada banyak yang berubah dari kamarnya. Hanya saja, di kaca tempat ia bisa menatap penampilannya itu, terdapat beberapa make up dan krim perawatan wajah wanita yang sudah pasti milik Rachel.Drt ... Drt ...Suara getaran ponselnya membuat dahi David berkerut. Ada pesan gambar dari nomor yang tidak ia kenal."Siapa yang mengirim pesan ini?" gumamnya bingung.Tidak sembarang orang bisa memiliki nomer pribadinya. la bahkan hanya menyimpan nomer Ali, Thomas, dan juga Rachel. Selain itu, nomor-nomor penting lainnya ia simpan di ponsel khusus pekerjaan.Merasa penasaran, ia menekan tombol buka. Hanya saja, ekspresi penasarannya itu dengan cepat berubah saat pertama kali ia melihat gambar di foto itu. Di sana ada sosok Rachel yang tampak berbaring di atas ranjang dengan tiga laki-laki yang tampak menggerayangi tub
Namun, apa david percaya? Setelah melihat reaksi Rachel, setelah melihat ruam ruam ruam di tubuh Rachel, apa ia masih percaya? Tidak! ia sulit mempercayainya.Setelah mengatakan itu, Rachel berbalik. la hanya ingin ke kamar mandi. Mengguyur tubuhnya dengan air dingin dan mencoba menenangkan perasaannya yang benar benar sakit."Berhenti!" ujar David dingin.Namun, Rachel tetap berjalan. la tak ingin mendengar kata kata kejam David lagi. la tak ingin membenci laki laki itu. karena ia tahu, siapa pun suami yang melihat keadaan tubuhnya yang seperti ini, ia pasti akan curiga. Hanya saja, ia belum siap menceritakan apa yang terjadi padanya saat ini. ia membutuhkan waktu, paling tidak satu hari untuk menenangkan diri.David sendiri yang melihat jika Rachel sama sekali tak mengindahkan kata katanya dan terus melangkah itu mendecakkan lidah. Saat pintu kamar mandi tertutup ia dengan mata gelapnya menatap pintu itu dengan dingin."Oh, kau lebih me
"Rachel," panggil David dengan suara serak.Rachel sendiri yang tak memberikan respon apa pun setiap David menyentuhnya hanya menatap ke arah samping. la benar benar enggan menatap wajah David."Kau sudah puas kan? Menyingkirlah dari tubuhku," lirih Rachel dengan suara serak.Sementara David yang sudah mendapatkan pelepasan itu menatap Rachel dengan perasaan bersalah. la dengan hati hati melepaskan diri, membiarkan Rachel terbebas.Sementara Rachel yang merasa tubuhnya benar benar sakit itu dengan cepat memunggungi David sebelum David mengatakan sesuatu. Namun, dibanding tubuhnya, ada yang lebih sakit. Hatinya terasa remuk redam tak terbentuk. Air matanya bahkan tumpah ruah.Malam pertamanya benar benar hancur. Hinaan, cacian, dan pel3c3han benar benar menghancurkannya. Kini ia sadar, di dunia ini, dongeng yang paling penuh kebohongan adalah dongeng cinderela."Maaf," bisik David yang ingin menjangkau punggung Rachel.Na
"Ke mana saja nyonya selama pergi tadi?" tanya David dingin ke arah supir yang kebetulan bertanggung jawab atas kepergian Rachel tadi.Sang supir yang tak tahu menahu tentang hal buruk yang menimpa Rachel itu diam diam menggigil. la dengan hati hati menjelaskan ke mana saja Rachel tadi. Bahkan, ia juga menjelaskan jika Rachel sempat memintanya untuk mengantar ke mall sebelum kembali ke rumah.David yang mendengar itu menggertakkan gigi. "Jadi, kau membiarkan nyonyamu masuk ke dalam tanpa pengawasan?" tanya david dingin.Sang supir yang mulai merasa jika ada yang tidak beres itu menganggukkan kepala kaku. Matanya menatap David yang sorot matanya perlahan berubah menjadi iblis."Kau dipecat!" putus David tanpa pikir panjang.Supir yang mendengar itu membelalakkan mata. Matanya menatap David tak percaya."Tuan?""Silahkan kemasi barang barangmu. Saya tidak membutuhkan pekerja yang tidak berguna!" putus David sama sekali tak
Sementara di luar, terlihat sosok Clarisa yang lagi lagi datang ke mansion David tanpa diundang. Beberapa pelayan yang sudah akrab dengan Clarisa itu tampak tersenyum ramah. Mereka bahkan jauh lebih sopan saat berhadapan dengan Clarisa dibanding dengan Rachel. "Nona, anda datang?" sapa pelayan yang baru saja melayani Rachel. Clarisa yang melihatnya tersenyum. la mengangkat tangan kananya, menunjukan satu kotak besar kue yang baru saja ia beli. "Ya, tadi aku mampir ke toko kue langganan. Aku pikir, kalian pasti menyukainya," ujarnya ramah.Pelayan itu tersenyum puas. Matanya menatap pelayan lainnya yang juga memiliki ekspresi sama."Nona, anda benar benar nona idaman. Sayang sekali," gumam pelayan itu yang masih bisa di dengar Clarisa.Namun, Clarisa tak menunjukan banyak ekspresi. la masih saja tersenyum. Matanya menatap sekeliling."Di mana Kak David?" tanya Clarisa saat tidak melihat keberadaan David.
"Siapkan pesawat. Kita akan berangkat sekarang juga,' ujar David tepat setelah ia sampai di perusahaan.Ali yang baru saja hendak menyampaikan tentang pertemuan yang harus dilakukan David dengan salah satu investor itu mengerutkan kening. Matanya menatap David yang tampak seperti predator."Tuan, tapi pertemuan ini ,..."Apa kau tuli, hah? tunda semua pertemuan. Siapkan semuanya. Kita harus ke negara Ita** sekarang juga!" selanya dingin.Ali yang mendengar itu hanya bisa mengangguk. Jujur, setelah hubungan David dan perdana menteri memanas akibat David yang memasukan putrinya ke penjara, beberapa pihak sering menekan David.Namun, melihat bagaimana sikap David kali ini, yang bahkan rela mengabaikan pertemuan penting itu membuatnya benar benar berpikir, pasti kepergiannya kali ini ada hubungannya dengan Rachel."Saya akan menyiapkan semuanya, Tuan. Saya juga akan mengalihkan semua pertemuan secara online," ujarnya yang diabaikan D
"Pengadilan masih belum menyetujui gugatan ceraimu, ujar Violet saat melihat Rachel yang baru saja keluar dari kamar Amanda.Rachel yang mendengar itu menghentikan langkahnya. Matanya mau tak mau menatap Violet yang menatapnya dengan tatapan dalam."Biarlah," jawab Rachel acuh."Apa kau tidak ingin perceraianmu segera dikabulkan?" tanya Violet lagi dengan pandangan dalam.Rachel yang baru saja hendak menuangkan air dalam gelas itu kembali menghentikan gerakan tangannya. Matanya tampak rumit, namun sedetik kemudian tatapan matanya terlihat jauh lebih tenang dan jernih."Aku ingin, tapi jika dia mempersulitnya, itu urusannya. Toh, jika ia ingin menikahi wanita itu, ia harus menyetujui gugatanku," jawabnya acuh tak acuh.Setelah itu, ia menegak satu gelas air itu dengan tenang. Mengabaikan tatapan Violet yang intens."Apa kau tahu, wanita itu masuk penjara," ujar Violet menyebut tentang kondisi Catrine.Rachel yang
Ali yang baru saja keluar dari kantor itu mengerutkan kening saat melihat Clarisa yang menangis itu. la hanya menggelengkan kepala."Nona, berhentilah. Tuan tidak akan pernah tergerak dengan anda," ujar Ali benar benar tak ingin melihat Clarisa yang terus menangis setiap bertemu dengan David.Clarisa yang mendengar itu menolehkan kepala. Matanya menatap Ali dengan pandangan dingin."Bukan urusanmu! Urusi saja urusanmu sendiri!" desisnya penuh peringatan.Setelah itu, ia membalikkan badan. Mengusap wajahnya dengan kasar dan masuk ke dalam mobil.Ali yang melihat itu hanya menggelengkan kepala. Kadang ia benar benar bingung dengan orang orang seperti Clarisa.Jika dipikir pikir, Clarisa sudah memiliki semuanya. Kenapa ia harus terpaku dengan satu laki laki yang sudah pasti tidak akan bisa mencintai orang lain. Kenapa logika orang orang seperti itu mati?"Hah, benar benar di luar logika," gumamnya benar benar tak habis piki
"Tuan, saya mendapatkan lokasi terakhir, nyonya, ujar Ali yang baru saja mendapatkan titik lokasi tempat Rachel berada.David yang sibuk menghubungi beberapa orang untuk menyeterilkan bandara itu menolehkan kepala. Wajahnya yang menggelap perlahan memiliki binar.la dengan cepat mendekati Ali. "Di mana?" tanyanya penasaran.Ali dengan cepat menunjukan tabletnya. David yang melihat itu menganggukkan kepala. Segera, mereka berdua keluar untuk menuju lokasi terakhir Rachel.Ali yang melihat itu bahkan dibuat takjub. Jujur, ia benar benar ingin mempertanyakan berapa banyak energi yang dimiliki David saat ini.Kenapa David masih memiliki tenaga banyak untuk berjalan secepat itu? ia tahu betul, bagaimana kehidupan David selama dua minggu lebih ini. Tak ada hari tenang, tak ada hari istirahat.Laki laki itu terus bekerja dan tetap tenang untuk melawan tekanan dari beberapa pihak yang ingin menutup perusahaan cabangnya.Bukan ha
"Di mana istriku?" tanya David dingin.Semua orang yang melihat kemuncuan David di mansion ini kembali terkejut. Lebih lebih Ali yang sedang menyiapkan beberapa pelayan baru."Tuan?""Apa kau melihat istriku?" tanya David saat melihat Ali.Ali semakin mengerutkan kening. "Nyonya? bukankah Nyonya ada di rumah sakit?" gumamnya benar benar bingung.David yang mendengar itu segera mengubah ekspresinya. Kecemasannya benar benar tidak bisa ia tutupi lagi. Entah mengapa ia yakin jika Rachel menghilang."Kumpulkan seluruh pengawal!" perintahnya dengan nada dingin.Ali yang tak tahu apa yang terjadi itu dengan sigap mematuhi perintah David. Ia meminta semua pengawal itu berkumpul.Hanya saja, belum sempat David mengucapkan perintah, terdengar suara kurir di depan gerbang.Ekspresi David yang sudah menggelap semakin menggelap. Pengawal yang melihat itu dengan cepat bergegas, kemudian mengambil paket yang diperunt
"Nyon_Nyonya?" dahi Carla berkerut saat melihat ranjang yang tampak kosong.David yang berdiri di belakang Carla karena memang ia tak ingin langsung muncul itu mengerutkan kening saat melihat keanehan bawahannya itu. Dengan cepat, ia bergegas masuk."Di mana istriku?" tanya David dingin saat ia melihat ranjang yang kosong.Carla juga yang tak menyangka jika nyonya benar benar tidak ada di ruangan itu tampak kelabakan. Ia masih ingat dengan jelas, nyonyanya masih terbaring lemah di atas ranjang sebelum ia pergi."Nyonya ... Nyonya tadi masih ada di sini," ujarnya benar benar bingung dengan situasi yang terjadi saat ini.David mengerutkan kening. Mau tak mau, ingatannya kembali pada saat ia melihat wanita yang duduk di atas kursi roda."Apa ada orang lain yang mengunjungi istriku?" tanya David dengan dingin.Carla menggeleng cemas. "Tidak ada, Tuan, tidak ada satu pun orang yang mengunjungi Nyonya. Hanya saya yang menjagan
Sementara di dalam ruang rawat, terlihat Carla yang menatap Rachel sedikit bingung. "Nyonya, anda benar benar ingin merahasiakan kehamilan anda?" tanya Carla serius.Rachel yang sedang memikirkan sesuatu itu menolehkan kepala. Matanya menatap Carla yang setia menemaninya itu dengan dalam."Ya," jawabnya tanpa ragu.Carla semakin mengerutkan kening tak mengerti. "Tapi kenapa? Bukankah ini hal baik? Nyonya, dengarkan saya, jika Tuan tahu anda mengandung, status anda benar benar akan stabil," ujarnya dengan mata menatap Rachel dalam.Rachel yang mendengar kata status itu diam diam mencemooh dalam hati. Hubungan seperti apa yang ia inginkan? Ia benar benar sudah tak menginginkan hubungan seperti itu dengan David. Lebih lebih, setelah semua skandal dan semua hal buruk yang menimpanya. Lebih baik pergi menjauh, dan mencari kebahagian sendiri."Nyonya, anda tidak sedang merencanakan sesuatu kan?" tanya Carla dengan mata menatap Rachel serius.
"Nyonya," panggil Carla tampak semangat saat melihat mata Rachel yang perlahan terbuka.Rachel sendiri yang tak menyangka dari ruang gelap gulit dan pengap, kini ia sudah berada di tempat yang tampak terang.Matanya menatap sekeliling, hingga tatapannya bertemu dengan tatapan Carla. Carla yang melihat bagaimana cara Rachel menatapnya itu ingin sekali menangis."Nyonya, anda sudah sadar," ujarnya benar benar bahagia.Semalam suhu tubuh Rachel benar benar tinggi.Ia bahkan harus dibuat begadang untuk berjaga jaga jika sewaktu waktu Rachel kejang. Bukan hanya itu, kabar yang ia dapat dari dokter juga membuatnya semakin waspada terkat kesehatan Rachel, karena di sini, tidak hanya satu nyawa yang harus ia jaga, melainkan dua."Carla," panggil Rachel lirih.Tangannya berusaha mengambil alih oksigen yang menutup mulutnya. Namun, Carla dengan cepat mencegahnya."Nyonya, jangan lepaskan. Saya akan memanggil dokter," ujar
Dengan wajah lelah, David memasuki mansion yang terlihat sepi. Dahinya berkerut saat tak menemukan satu pun orang yang menyambutnya.Matanya menatap sekeliling, hingga matanya bertemu dengan pelayan yang tampak terkejut saat melihat kedatangannya itu."Tu... Tuan?""Di mana nyonya?" tanya David tanpa basa basi.Pelayan yang mendengar pertanyaan David itu terdiam kaku. Matanya menatap David takut. Semua orang tahu kejadian yang menimpa Rachel.Meskipun tidak semua orang bertanggung jawab tentang terkuncinya Rachel di dalam ruang musik itu, tapi semuanya merasa bersalahBiar bagaimana pun, mereka mendengar bagaimana Rachel meminta tolong. Dan mereka juga tahu bagaimana Nadine, pelayan yang paling dekat dengan Clarisa mengunci Rachel di dalam ruang musik itu.Meskipun bukan mereka yang merencanakan hal jahat itu, tapi mereka juga ikut andil, karena mereka tidak mencegah, atau pun membantu Rachel untuk keluar dari sana.