"Di mana dia?" tanya David saat berada di dalam pesawat.
Ali—sekretaris David—yang mendengar pertanyaan itu mengerutkan kening, tidak tahu 'dia' siapa yang dimaksud tuannya.
"Maaf, Tuan?"
David mendecakkan lidahnya. "Nyonya," jawabnya singkat.
Ali yang mendengar itu menegakkan punggung. Baru kali ini ia kembali ingat jika tuannya memiliki seorang istri.
Ya Tuhan, tuannya langsung meninggalkan istrinya tepat setelah pernikahan mereka selesai. Bukan hanya itu, tuannya bahkan menanyakan keberadaan istrinya padanya? Lalu, ia harus bertanya pada siapa?
"Maafkan saya Tuan, saya belum mengetahuinya. Saya hanya mengabari Thomas jika Tuan akan segera tiba. Apa perlu saya menanyakan keberadaan Nyonya sekarang?" tanya Ali gugup.
David yang mendengar itu mendengus. la membuang muka. "Tidak perlu!" jawabnya datar.
Ali yang merasa jika tuannya itu marah, sedikit kebingungan. Mendengar David menanyakan keberadaan Rachel, entah mengapa ia ingin memukul kepala tuannya itu.
Bukankah David bisa langsung bertanya saja pada istrinya itu? Toh, mereka adalah suami istri. Saling mengirim pesan bukankah menjadi hal yang biasa?
Sementara David yang kesal karena Ali tidak memberikan jawaban tentang keberadaan Rachel memilih diam. Matanya melirik ke arah ponselnya yang gelap. Terakhir kali Rachel mengirimkan pesan adalah saat ia masih berada di negaranya. Dan setelah ia menghabiskan satu minggu di negara asing untuk mengurus perusahaan cabangnya, Rachel sama sekali tak menghubunginya.
"Tuan, sebentar lagi kita akan landing," ujar Ali saat melihat David belum memasang sabuk pengamannya setelah pengumuman dari pramugari.
David yang mendengar itu menganggukkan kepala. la memasang sabuk pengamannya dengan tenang. Matanya mau tak mau menatap lapangan bandara yang mulai terlihat dari jendela.
"Apa dia masih menungguku?" gumam David yang entah mengapa tiba-tiba mengingat pesan yang dikirim Rachel terakhir kali.
Sementara itu, di tempat lain, Rachel tampak berkumpul bersama teman-temannya.
"Aku tidak bisa lama-lama, aku harus kembali," ujar Rachel yang merasa tak nyaman karena mata beberapa laki-laki yang tampak menatapnya dengan tatapan tidak senonoh.
Seira, satu-satunya sahabat yang ia miliki tampak mengerutkan kening. Matanya menatap Rachel dengan pandangan sedih.
"Kenapa secepat itu? Kita baru bertemu beberapa menit, tapi kau sudah ingin kembali?"
Rachel yang mendengar itu hanya bisa memaksakan senyumnya. Matanya menatap Seira dengan tatapan bersalah.
"Apa suamimu yang kaya itu tidak mengizinkanmu keluar?" bisik Seira.
Ya, di antara semua temannya, hanya Seiralah yang tahu jika ia sudah menikah dengan laki-laki kaya.
"Tidak, tidak seperti itu. Tapi, aku benar-benar tidak bisa lama-lama di sini," ujar Rachel dengan nada lemah.
Seira mengerucutkan bibir. Matanya menatap Rachel dengan tatapan marah.
"Apa kau melupakan temanmu setelah kau menikah? Apa kau merasa aku tidak lagi pantas menjadi temanmu?" tanya Seira dengan mata berkaca-kaca.
Rachel dengan cepat menggelengkan kepala. la raih tangan Seira. "Tidak, tidak seperti itu. Sebenarnya... aku tidak nyaman dengan mereka," bisik Rachel memilih jujur.
Seira mengerutkan kening. Matanya melirik ke arah di mana para lelaki memang memandang Rachel seperti binatang buas.
Siapa pun yang melihat Rachel saat ini sudah pasti tidak akan bisa mengalihkan pandangan. Di masa lalu, Rachel tanpa perawatan sudah menjadi wanita tercantik di sekolahnya. Dan sekarang, setelah wanita itu mendapatkan perawatan, dan juga memakai pakaian yang stylish, bahkan ia sebagai wanita juga terpesona.
"Kalian, jaga mata kalian, atau aku akan mencoloknya!" peringat Seira sambil mengangkat garpu ke atas.
Namun, peringatannya itu hanya dianggap lelucon oleh mereka semua. Tiga laki-laki yang terus mengawasi Rachel dan juga menjadi preman sekolah di masa lalu itu hanya tertawa. Rachel yang sudah satu minggu ini selalu menghadiri pesta yang formal hanya bisa menggigit bibir bawahnya tidak nyaman.
"Hu hu hu ... menakutkan sekali," teriak tiga laki-laki itu yang disambut galak tawa dari semua orang.
Rachel tampak gelisah. Sejak dulu, ia sulit berbaur dengan mereka. Terlebih lagi, candaan mereka seringnya tak jauh dari hal-hal berbau mesum.
"Seira, sudah, aku lebih baik pergi sekarang," ujar Rachel yang tidak bisa menahan diri lagi.
Seira yang mendengar itu menatap Rachel kesal. "Kalau kau tidak nyaman karena mereka, kita akan menyewa kamar hotel. Aku masih ingin berbincang denganmu. Kalau kita menyewa kamar hotel sendiri, kita tidak perlu bertemu dengan mereka," ujarnya serius.
Rachel tampak terdiam. Matanya kembali menatap Seira.
"Ayolah, kau sudah tidak memiliki alasan lagi. Kalau kali ini kau juga menolaknya, artinya kau benar-benar tidak menganggapku sahabat," ujar Seira yang membuat Rachel semakin terdiam.
"Kau tidak menganggapku lagi ya?" desak Seira, tak mengizinkan Rachel untuk berpikir.
Mata wanita itu bahkan memerah. Membuat Rachel yang selama ini menyayangi Seira seperti saudara sendiri itu tampak bingung.
"Baiklah, ayo kita sewa kamar hotel," putus Rachel yang tak ingin Seira sedih.
Seira tersenyum sumringah. "Tidak perlu menyewa lagi. Aku sudah menyewa kamar hotel. Kita hanya perlu bergegas ke sana dan menikmati waktu berdua," ujar Seira dengan nada penuh semangat.
Rachel sedikit mengerutkan kening. la merasa ada yang janggal, tapi Seira langsung menarik tangannya, membawa pergi dirinya sebelum ia bisa memikirkan hal janggal apa yang terjadi.
Di belakangnya, ketiga pria yang terus-menerus menatap punggung Rachel tampak menyeringai. Mata mereka bertemu dengan mata Seira yang tiba-tiba menoleh ke arah belakang. Tanpa kata, mereka mengacungkan jempol ke atas.
"Kak David!"David yang sedang menatap sekeliling itu mengerutkan kening saat melihat Clarisa berlari ke arahnya. Matanya mau tak mau menatap ke arah Ali.Ali yang tidak tahu atas kemunculan Clarisa itu tampak sedikit takut. Clarisa memang menanyakan kapan David pulang, dan ia hanya memberikan jawaban apa adanya. Tapi, ia tidak tahu wanita itu akan nekat menjemput majikannya itu."Ah, akhirnya Kak David kembali. Kak David tahu, Clarisa merindukanmu," ujar Clarisa yang ingin memeluk David. Namun, David dengan cepat menghindar.Wajah Clarisa tampak tertegun sejenak. Tapi ia dengan cepat mengubahnya. "Selalu seperti itu. Kak David selalu menolakku," ujarnya dengan ekspresi yang dibuat selucu mungkin.David yang melihat itu hanya memasang ekspresi datar."Oh, di mana Kak Rachel? Kenapa dia belum ke sini?" tanya Clarisa sambil menatap sekeliling, seakan mencari keberadaan Rachel.David yang mendengar bagaimana Clarisa memanggil istrinya itu mengerutkan kening. Mereka berjalan beriringan, d
Sementara di dalam rumah, terlihat David yang masuk ke dalam kamarnya dengan mata menyipit. Kamar itu kosong, bahkan terkesan dingin."Dia belum kembali?"la tatap sekeliling. Tidak ada banyak yang berubah dari kamarnya. Hanya saja, di kaca tempat ia bisa menatap penampilannya itu, terdapat beberapa make up dan krim perawatan wajah wanita yang sudah pasti milik Rachel.Drt ... Drt ...Suara getaran ponselnya membuat dahi David berkerut. Ada pesan gambar dari nomor yang tidak ia kenal."Siapa yang mengirim pesan ini?" gumamnya bingung.Tidak sembarang orang bisa memiliki nomer pribadinya. la bahkan hanya menyimpan nomer Ali, Thomas, dan juga Rachel. Selain itu, nomor-nomor penting lainnya ia simpan di ponsel khusus pekerjaan.Merasa penasaran, ia menekan tombol buka. Hanya saja, ekspresi penasarannya itu dengan cepat berubah saat pertama kali ia melihat gambar di foto itu. Di sana ada sosok Rachel yang tampak berbaring di atas ranjang dengan tiga laki-laki yang tampak menggerayangi tub
Namun, apa david percaya? Setelah melihat reaksi Rachel, setelah melihat ruam ruam ruam di tubuh Rachel, apa ia masih percaya? Tidak! ia sulit mempercayainya.Setelah mengatakan itu, Rachel berbalik. la hanya ingin ke kamar mandi. Mengguyur tubuhnya dengan air dingin dan mencoba menenangkan perasaannya yang benar benar sakit."Berhenti!" ujar David dingin.Namun, Rachel tetap berjalan. la tak ingin mendengar kata kata kejam David lagi. la tak ingin membenci laki laki itu. karena ia tahu, siapa pun suami yang melihat keadaan tubuhnya yang seperti ini, ia pasti akan curiga. Hanya saja, ia belum siap menceritakan apa yang terjadi padanya saat ini. ia membutuhkan waktu, paling tidak satu hari untuk menenangkan diri.David sendiri yang melihat jika Rachel sama sekali tak mengindahkan kata katanya dan terus melangkah itu mendecakkan lidah. Saat pintu kamar mandi tertutup ia dengan mata gelapnya menatap pintu itu dengan dingin."Oh, kau lebih me
"Rachel," panggil David dengan suara serak.Rachel sendiri yang tak memberikan respon apa pun setiap David menyentuhnya hanya menatap ke arah samping. la benar benar enggan menatap wajah David."Kau sudah puas kan? Menyingkirlah dari tubuhku," lirih Rachel dengan suara serak.Sementara David yang sudah mendapatkan pelepasan itu menatap Rachel dengan perasaan bersalah. la dengan hati hati melepaskan diri, membiarkan Rachel terbebas.Sementara Rachel yang merasa tubuhnya benar benar sakit itu dengan cepat memunggungi David sebelum David mengatakan sesuatu. Namun, dibanding tubuhnya, ada yang lebih sakit. Hatinya terasa remuk redam tak terbentuk. Air matanya bahkan tumpah ruah.Malam pertamanya benar benar hancur. Hinaan, cacian, dan pel3c3han benar benar menghancurkannya. Kini ia sadar, di dunia ini, dongeng yang paling penuh kebohongan adalah dongeng cinderela."Maaf," bisik David yang ingin menjangkau punggung Rachel.Na
"Ke mana saja nyonya selama pergi tadi?" tanya David dingin ke arah supir yang kebetulan bertanggung jawab atas kepergian Rachel tadi.Sang supir yang tak tahu menahu tentang hal buruk yang menimpa Rachel itu diam diam menggigil. la dengan hati hati menjelaskan ke mana saja Rachel tadi. Bahkan, ia juga menjelaskan jika Rachel sempat memintanya untuk mengantar ke mall sebelum kembali ke rumah.David yang mendengar itu menggertakkan gigi. "Jadi, kau membiarkan nyonyamu masuk ke dalam tanpa pengawasan?" tanya david dingin.Sang supir yang mulai merasa jika ada yang tidak beres itu menganggukkan kepala kaku. Matanya menatap David yang sorot matanya perlahan berubah menjadi iblis."Kau dipecat!" putus David tanpa pikir panjang.Supir yang mendengar itu membelalakkan mata. Matanya menatap David tak percaya."Tuan?""Silahkan kemasi barang barangmu. Saya tidak membutuhkan pekerja yang tidak berguna!" putus David sama sekali tak
Sementara di luar, terlihat sosok Clarisa yang lagi lagi datang ke mansion David tanpa diundang. Beberapa pelayan yang sudah akrab dengan Clarisa itu tampak tersenyum ramah. Mereka bahkan jauh lebih sopan saat berhadapan dengan Clarisa dibanding dengan Rachel. "Nona, anda datang?" sapa pelayan yang baru saja melayani Rachel. Clarisa yang melihatnya tersenyum. la mengangkat tangan kananya, menunjukan satu kotak besar kue yang baru saja ia beli. "Ya, tadi aku mampir ke toko kue langganan. Aku pikir, kalian pasti menyukainya," ujarnya ramah.Pelayan itu tersenyum puas. Matanya menatap pelayan lainnya yang juga memiliki ekspresi sama."Nona, anda benar benar nona idaman. Sayang sekali," gumam pelayan itu yang masih bisa di dengar Clarisa.Namun, Clarisa tak menunjukan banyak ekspresi. la masih saja tersenyum. Matanya menatap sekeliling."Di mana Kak David?" tanya Clarisa saat tidak melihat keberadaan David.
Semua pelayan menatap David yang memasuki mansion dengan ekspresi tak percaya. Sementara David yang tak mempedulikan mereka terus berjalan."Di mana nyonya?" tanya David saat melihat Thomas yang menatapnya dengan ekspresi terkejut.Thomas yang mendengar pertanyaan itu mengerjap. Matanya teralih dari bunga yang dipegang David, kemudian ke wajah laki laki itu yang terlihat tanpa ekspresi."Nyonya ada di ruang musik," jelas Thomas.David yang mendengar itu mengerutkan kening. "Ruang musik?""Ya Tuan, nyonya sedang melakukan les piano," jelasnya yang mengingatkan jika memang semenjak menikah dengan David, Rachel dituntut untuk menguasi beberapa alat musik.David yang baru memahami hal ini mengerutkan kening. Selama ini, ia benar benar meyerahkan urusan Rachel pada kepala pelayan.Sementara di dalam ruang musik, tampak Rachel yang menatap tuts tuts piano itu dengan pandangan serius. Diantara seluruh pelajaran yang harus ia pe
David melingkarkan tangannya di pinggang Rachel. Rachel sendiri yang melihatnya sama sekali tak berkomentar. Matanya menatap lurus ke depan, tenang seperti yang selalu di latih oleh Emina."Jangan gugup, ada aku di sini," bisik David yang membuat Rachel itu menolehkan kepala."Hm."Mereka berdua berjalan dengan tenang. Blits kamera menyapa mereka, membuat beberapa pengawal dengan sigap melindunginya agar para wartawan tidak menyerbu tamu undangan.Beberapa wanita yang biasanya mengejek Rachel diam diam, bahkan dibuat terdiam saat melihat kali ini Rachel muncul bersama dengan David.Terutama Clarisa, Clarisa yang selama ini diam diam ikut menertawakan Rachel karena selalu datang di acara besar sendiri itu tertegun saat melihat bagaimana David dengan hati hati melindungi Rachel dari beberapa wartawan yang ingin mendekat.Tangannya diam diam mengepal. Matanya menatap dua orang yang menjadi topik hangat. Baik dari reporter, atau pun
"Siapkan pesawat. Kita akan berangkat sekarang juga,' ujar David tepat setelah ia sampai di perusahaan.Ali yang baru saja hendak menyampaikan tentang pertemuan yang harus dilakukan David dengan salah satu investor itu mengerutkan kening. Matanya menatap David yang tampak seperti predator."Tuan, tapi pertemuan ini ,..."Apa kau tuli, hah? tunda semua pertemuan. Siapkan semuanya. Kita harus ke negara Ita** sekarang juga!" selanya dingin.Ali yang mendengar itu hanya bisa mengangguk. Jujur, setelah hubungan David dan perdana menteri memanas akibat David yang memasukan putrinya ke penjara, beberapa pihak sering menekan David.Namun, melihat bagaimana sikap David kali ini, yang bahkan rela mengabaikan pertemuan penting itu membuatnya benar benar berpikir, pasti kepergiannya kali ini ada hubungannya dengan Rachel."Saya akan menyiapkan semuanya, Tuan. Saya juga akan mengalihkan semua pertemuan secara online," ujarnya yang diabaikan D
"Pengadilan masih belum menyetujui gugatan ceraimu, ujar Violet saat melihat Rachel yang baru saja keluar dari kamar Amanda.Rachel yang mendengar itu menghentikan langkahnya. Matanya mau tak mau menatap Violet yang menatapnya dengan tatapan dalam."Biarlah," jawab Rachel acuh."Apa kau tidak ingin perceraianmu segera dikabulkan?" tanya Violet lagi dengan pandangan dalam.Rachel yang baru saja hendak menuangkan air dalam gelas itu kembali menghentikan gerakan tangannya. Matanya tampak rumit, namun sedetik kemudian tatapan matanya terlihat jauh lebih tenang dan jernih."Aku ingin, tapi jika dia mempersulitnya, itu urusannya. Toh, jika ia ingin menikahi wanita itu, ia harus menyetujui gugatanku," jawabnya acuh tak acuh.Setelah itu, ia menegak satu gelas air itu dengan tenang. Mengabaikan tatapan Violet yang intens."Apa kau tahu, wanita itu masuk penjara," ujar Violet menyebut tentang kondisi Catrine.Rachel yang
Ali yang baru saja keluar dari kantor itu mengerutkan kening saat melihat Clarisa yang menangis itu. la hanya menggelengkan kepala."Nona, berhentilah. Tuan tidak akan pernah tergerak dengan anda," ujar Ali benar benar tak ingin melihat Clarisa yang terus menangis setiap bertemu dengan David.Clarisa yang mendengar itu menolehkan kepala. Matanya menatap Ali dengan pandangan dingin."Bukan urusanmu! Urusi saja urusanmu sendiri!" desisnya penuh peringatan.Setelah itu, ia membalikkan badan. Mengusap wajahnya dengan kasar dan masuk ke dalam mobil.Ali yang melihat itu hanya menggelengkan kepala. Kadang ia benar benar bingung dengan orang orang seperti Clarisa.Jika dipikir pikir, Clarisa sudah memiliki semuanya. Kenapa ia harus terpaku dengan satu laki laki yang sudah pasti tidak akan bisa mencintai orang lain. Kenapa logika orang orang seperti itu mati?"Hah, benar benar di luar logika," gumamnya benar benar tak habis piki
"Tuan, saya mendapatkan lokasi terakhir, nyonya, ujar Ali yang baru saja mendapatkan titik lokasi tempat Rachel berada.David yang sibuk menghubungi beberapa orang untuk menyeterilkan bandara itu menolehkan kepala. Wajahnya yang menggelap perlahan memiliki binar.la dengan cepat mendekati Ali. "Di mana?" tanyanya penasaran.Ali dengan cepat menunjukan tabletnya. David yang melihat itu menganggukkan kepala. Segera, mereka berdua keluar untuk menuju lokasi terakhir Rachel.Ali yang melihat itu bahkan dibuat takjub. Jujur, ia benar benar ingin mempertanyakan berapa banyak energi yang dimiliki David saat ini.Kenapa David masih memiliki tenaga banyak untuk berjalan secepat itu? ia tahu betul, bagaimana kehidupan David selama dua minggu lebih ini. Tak ada hari tenang, tak ada hari istirahat.Laki laki itu terus bekerja dan tetap tenang untuk melawan tekanan dari beberapa pihak yang ingin menutup perusahaan cabangnya.Bukan ha
"Di mana istriku?" tanya David dingin.Semua orang yang melihat kemuncuan David di mansion ini kembali terkejut. Lebih lebih Ali yang sedang menyiapkan beberapa pelayan baru."Tuan?""Apa kau melihat istriku?" tanya David saat melihat Ali.Ali semakin mengerutkan kening. "Nyonya? bukankah Nyonya ada di rumah sakit?" gumamnya benar benar bingung.David yang mendengar itu segera mengubah ekspresinya. Kecemasannya benar benar tidak bisa ia tutupi lagi. Entah mengapa ia yakin jika Rachel menghilang."Kumpulkan seluruh pengawal!" perintahnya dengan nada dingin.Ali yang tak tahu apa yang terjadi itu dengan sigap mematuhi perintah David. Ia meminta semua pengawal itu berkumpul.Hanya saja, belum sempat David mengucapkan perintah, terdengar suara kurir di depan gerbang.Ekspresi David yang sudah menggelap semakin menggelap. Pengawal yang melihat itu dengan cepat bergegas, kemudian mengambil paket yang diperunt
"Nyon_Nyonya?" dahi Carla berkerut saat melihat ranjang yang tampak kosong.David yang berdiri di belakang Carla karena memang ia tak ingin langsung muncul itu mengerutkan kening saat melihat keanehan bawahannya itu. Dengan cepat, ia bergegas masuk."Di mana istriku?" tanya David dingin saat ia melihat ranjang yang kosong.Carla juga yang tak menyangka jika nyonya benar benar tidak ada di ruangan itu tampak kelabakan. Ia masih ingat dengan jelas, nyonyanya masih terbaring lemah di atas ranjang sebelum ia pergi."Nyonya ... Nyonya tadi masih ada di sini," ujarnya benar benar bingung dengan situasi yang terjadi saat ini.David mengerutkan kening. Mau tak mau, ingatannya kembali pada saat ia melihat wanita yang duduk di atas kursi roda."Apa ada orang lain yang mengunjungi istriku?" tanya David dengan dingin.Carla menggeleng cemas. "Tidak ada, Tuan, tidak ada satu pun orang yang mengunjungi Nyonya. Hanya saya yang menjagan
Sementara di dalam ruang rawat, terlihat Carla yang menatap Rachel sedikit bingung. "Nyonya, anda benar benar ingin merahasiakan kehamilan anda?" tanya Carla serius.Rachel yang sedang memikirkan sesuatu itu menolehkan kepala. Matanya menatap Carla yang setia menemaninya itu dengan dalam."Ya," jawabnya tanpa ragu.Carla semakin mengerutkan kening tak mengerti. "Tapi kenapa? Bukankah ini hal baik? Nyonya, dengarkan saya, jika Tuan tahu anda mengandung, status anda benar benar akan stabil," ujarnya dengan mata menatap Rachel dalam.Rachel yang mendengar kata status itu diam diam mencemooh dalam hati. Hubungan seperti apa yang ia inginkan? Ia benar benar sudah tak menginginkan hubungan seperti itu dengan David. Lebih lebih, setelah semua skandal dan semua hal buruk yang menimpanya. Lebih baik pergi menjauh, dan mencari kebahagian sendiri."Nyonya, anda tidak sedang merencanakan sesuatu kan?" tanya Carla dengan mata menatap Rachel serius.
"Nyonya," panggil Carla tampak semangat saat melihat mata Rachel yang perlahan terbuka.Rachel sendiri yang tak menyangka dari ruang gelap gulit dan pengap, kini ia sudah berada di tempat yang tampak terang.Matanya menatap sekeliling, hingga tatapannya bertemu dengan tatapan Carla. Carla yang melihat bagaimana cara Rachel menatapnya itu ingin sekali menangis."Nyonya, anda sudah sadar," ujarnya benar benar bahagia.Semalam suhu tubuh Rachel benar benar tinggi.Ia bahkan harus dibuat begadang untuk berjaga jaga jika sewaktu waktu Rachel kejang. Bukan hanya itu, kabar yang ia dapat dari dokter juga membuatnya semakin waspada terkat kesehatan Rachel, karena di sini, tidak hanya satu nyawa yang harus ia jaga, melainkan dua."Carla," panggil Rachel lirih.Tangannya berusaha mengambil alih oksigen yang menutup mulutnya. Namun, Carla dengan cepat mencegahnya."Nyonya, jangan lepaskan. Saya akan memanggil dokter," ujar
Dengan wajah lelah, David memasuki mansion yang terlihat sepi. Dahinya berkerut saat tak menemukan satu pun orang yang menyambutnya.Matanya menatap sekeliling, hingga matanya bertemu dengan pelayan yang tampak terkejut saat melihat kedatangannya itu."Tu... Tuan?""Di mana nyonya?" tanya David tanpa basa basi.Pelayan yang mendengar pertanyaan David itu terdiam kaku. Matanya menatap David takut. Semua orang tahu kejadian yang menimpa Rachel.Meskipun tidak semua orang bertanggung jawab tentang terkuncinya Rachel di dalam ruang musik itu, tapi semuanya merasa bersalahBiar bagaimana pun, mereka mendengar bagaimana Rachel meminta tolong. Dan mereka juga tahu bagaimana Nadine, pelayan yang paling dekat dengan Clarisa mengunci Rachel di dalam ruang musik itu.Meskipun bukan mereka yang merencanakan hal jahat itu, tapi mereka juga ikut andil, karena mereka tidak mencegah, atau pun membantu Rachel untuk keluar dari sana.