“Bertahanlah, kek! Rafif udah bawa Alea kesini. Kakek harus melihat kami lebih lama lagi,” ucap Rafif lirih.
Tiga puluh menit berlalu, Rafif masih memperhatikan dokter yang sedang menangani kakek dari kaca pintu ruangan. Sambil terus menatap monitor tanda vital yang berada tepat di samping kakek.
‘Tiiiit’ bunyi panjang bersamaan dengan garis di monitor yang perlahan berubah lurus terlihat oleh mata Rafif.
“Tidak! Kakek..” jerit Rafif. Sambil terduduk lemas.
Tidak berselang lama, seorang dokter keluar dan mengabarkan kalau kakek tidak bisa bertahan.
“Pak, bu. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi, mohon maaf nyawa pasien tidak tertolong,” dokter menjelaskan.
Tangis semua orang pecah.
Alea kemudian menghampiri Rafif dan memeluknya, berbagi sisa tenaga yang dia miliki. Alea juga sama hancurnya dengan Rafif. Tapi dia ada disana untuk menguatkan Rafif.
“Alea,” tangis Rafif pecah dalam pelukan Alea.
“Menangislah kak, menangislah sekarang. Habis ini, kita antar kakek dengan senyuman. Yakinlah, sekarang kakek sudah jauh lebih bahagia.”
Rafif mengeratkan pelukannya, berusaha saling menguatkan.
Setelah lebih tenang, Rafif dan Alea menghampiri ayah dan bundanya yang sudah masuk ke ruangan kakek lebih dulu. Dia berjalan menghampiri jenazah kakek dengan tangan yang mengenggam tangan Alea erat.
“Kek, Rafif sudah bawa Alea ke hadapan kakek. Akan Rafif jaga dan bahagiakan Alea sesuai permintaan kakek. Kakek janji harus lebih bahagia lagi disana ya! Sampaikan salam Rafif untuk nenek dan kakek Abdul,” ucap Rafif pilu.
Mendengar itu Alea semakin mengeratkan genggaman tangannya, berusaha menahan tangis.
Kemudian Rafif bertukar posisi dengan Alea, mempersilahkannya mengucapkan perpisahan.
“Kakek.. Terimakasih sudah bertahan sejauh ini, Alea janji akan bahagia sesuai keinginan kakek,” kalimat Alea terhenti karena tangis yang tak bisa dibendung. Rafif merangkul pundak Alea erat.
“Maafkan Alea baru datang sekarang, semoga kakek selalu bahagia disana. Selamat jalan kakek!” Alea berhasil menyelesaikan kalimatnya meskipun terbata-bata.
Kakek pergi tepat sehari setelah Rafif dan Alea menikah, seolah-olah kakek hanya menunggu pernikahan mereka, lalu pergi dengan tenang.
“Permisi pak, bu. Izinkan kami mengurus jenazah almarhum dulu sebelum dibawa pulang untuk dikebumikan.” Ucap seorang petugas pemakaman dari Rumah Sakit.
Ayah dan Rafif bergegas membantu para petugas, sementara Alea dan bunda menunggu di ruangan kakek sambil membereskan barang bawaan mereka untuk dibawa pulang.
Alea menatap ruangan untuk terakhir kali sebelum meninggalkannya. Ruangan ini menjadi saksi ikatan suci yang di lafalkan Rafif dan Alea.
Setelah semuanya selesai, malam itu juga jenazah dibawa pulang ke rumah.
Di rumah sudah ada Papa, Mama, Azfar dan para tetangga yang sudah membantu segala persiapan. Tangis Alea pecah Kembali saat Mama memeluknya.
“Kakek sudah sehat sayang, kakek pasti bahagia sekarang. Kamu harus tabah, nak!” ucap Mama menguatkan.
Ini adalah kali pertama Alea menginjakkan kaki di rumah keluarga Hadiwinata. Sekaligus menjadi hari terakhirnya untuk bertemu kakek.
“Kamar kita di atas, ayo istirahat sebentar dan berganti pakaian dulu sebelum banyak tamu yang datang,” ajak Rafif pada Alea.
Alea kemudian mengikuti Rafif dengan membawa paper bag berisi pakaian yang Alea minta pada Mama untuk membawakannya dari rumah.
Rafif membersihkan diri lebih dulu, sementara Alea mengamati ruangan yang sangat minimalis, hanya ada rak buku, meja kerja dan tanpa dekorasi yang menarik.
‘Kamar ini dingin sekali,’ batin Alea.
Alea berdiri menghadap jendela yang mengarah langsung ke bagian depan rumah. Terlihat dari sana banyak kendaraan yang mulai memadati area sekitar rumah. Membuat Alea semakin merasa kalau kakek sudah benar-benar pergi. Air matanya terus mengalir membasahi wajahnya.
“Kakek benar-benar sudah pergi,” ucap Rafif sambil memeluk Alea dari belakang.
Alea yang terkejut hanya mematung, tiba-tiba saja hatinya merasakan lagi perasaan asing yang menghampirinya akhir-akhir ini.
“Aku bersyukur kita tidak punya penyesalan apapun atas kepergian kakek,” lanjut Rafif, kemudian memutar badan Alea menghadapnya.
“Terimakasih sudah membantuku mewujudkan keinginan terakhir kakek, Alea,” ucap Rafif yang kemudian menyatukan keningnya dengan kening Alea.
Alea merasakan gemuruh di dadanya, karena wajah mereka yang begitu dekat.
Alea tidak berani menarik badannya menjauh, dia tahu Rafif hanya sedang berusaha menguatkan diri. Yang bisa Alea lakukan saat ini hanyalah memejamkan mata.
Setelah merasa cukup, Rafif menarik kepalanya. Lalu dia menatap wajah Alea dalam. Sorot mata Rafif menggambarkan banyak kesedihan. Rafif memegang wajah Alea dengan kedua tangannya, lalu..
‘Cup!’ sebuah kecupan medarat di kening Alea.
‘Cup!’ satu kecupan di pipi kanan Alea.
‘Cup!’ satu kecupan lagi di pipi kiri Alea.
‘Cup!’ satu kecupan terakhir mendarat tepat di bibir Alea. Berbeda dari kecupan sebelumnya, Rafif mengecup bibir Alea sangat lama. Meskipun hanya sebatas menempelkan bibir.
Mendapat perlakuan Rafif, Alea tidak bergeming. Dia menutup mata dengan segala perasaannya dan membiarkan saja Rafif untuk melakukannya.
Setelah beberapa waktu akhirnya Rafif melepaskan Alea.
“Terimakasih Alea, sudah berbagi kekuatan denganku,” ucapnya dengan tersenyum.
Pipi Alea memerah, dia hanya merespon Rafif dengan anggukan. Lalu dia pamit pada Rafif untuk mandi dan berganti pakaian.
Setelah mandi, mereka kembali ke bawah dan melihat banyak sekali orang yang memadati ruangan tempat jenazah kakek berada. Mereka bergantian menyolatkan kakek.
Rafif pergi menyapa beberapa tamu, sementara Alea bergabung dengan Bunda, Mama dan ibu-ibu yang sedang membacakan surat Yasin.
Malam semakin larut Alea memutuskan untuk beristirahat.
***
Sekitar pukul 10.00 pagi, pemakaman akhirnya dilaksanakan. Semua orang ikut mengantar kepergian kakek. Banyaknya orang yang ikut mengantar membuktikan kalau kakek orang yang baik. Rafif sangat lega dan bersyukur.
Sepanjang jalan menuju pemakaman, Rafif tidak melepaskan genggaman tangannya pada Alea. Seolah kekuatan terbesar Rafif saat ini hanya datang dari sana.
Proses pemakaman berjalan dengan sangat lancar. Rafif, Alea dan keluarga memutuskan untuk kembali ke rumah.
Di rumah, tamu yang datang bertakziah seolah tidak ada habisnya. Mengingat kakek adalah orang yang berpengaruh, ditambah dengan kolega ayah dan Rafif yang tidak kalah banyak juga ikut berbelasungkawa ke kediaman mereka.
Rafif dan Alea yang merasa kelelahan memilih untuk beristirahat dikamar mereka.
Mereka berbaring dengan posisi berhadapan dengan tangan Rafif yang tidak melepaskan genggamannya pada tangan Alea.
“Kak..” panggil Alea lembut.
“Aku lapar, kita belum makan apapun dari kemarin sore,” ucap Alea lagi.
“Astagaa! Maaf Al, aku juga baru sadar,” jawab Rafif.
Respon Rafif yang baru menyadari kalau dia dan Alea belum makan apapun sejak kemarin.
“Kamu mau makan apa? biar aku belikan,” tanya Rafif.
Alea menggeleng, dia tidak tahu apa yang di inginkannya saat ini.
“Kalau begitu, tunggu disini ya,” kata Rafif. Alea mengangguk.
Rafif kemudian pergi dan tidak lama kemudian dia kembali lagi dengan membawa sebuah nampan yang berisi sepiring makanan dan segelas minuman.
Alea segera duduk di ranjang dan menerimanya.
“Kok cuma satu? Buat kamu mana?” tanya Alea heran.
“Mbak sebetulnya masak banyak, tapi hanya ini yang tersisa. Kamu makan saja, nanti kalau kurang kita beli lagi ya,” jawab Rafif.
Alea lalu menarik tangan Rafif untuk duduk disebelahnya.
“Ayo makan bareng. Aku tahu kamu juga lapar,” ajak Alea.
Rafif tersenyum sangat lebar! Dia senang Alea yang sekarang sudah jauh lebih melunak dari pada sejak awal pertemuannya kembali.
“Alea, menikahlah denganku.”Alea yang mendengar ucapan itu tersentak. Bagaimana tidak, pria yang duduk di hadapannya saat ini adalah pria yang sangat dia kenali. Sepuluh tahun lamanya, pria ini tidak pernah menunjukkan batang hidungnya di hadapan Alea. Tapi, tiba-tiba saja hari ini dia menemuinya dan mengajaknya menikah.Dia adalah Rafif Hadiwinata, putra dari sahabat lama ayahnya. Sejak kecil Alea dan Rafif sudah tumbuh bersama. Hanya saja sepuluh tahun yang lalu Rafif dan keluarganya pindah ke kota lain tanpa berpamitan satu patah katapun pada Alea.“Apa hal yang sangat mendesak hingga membawamu kemari dan mengucapkan omong kosong seperti ini?” ucap Alea ketus.“Ceritanya panjang Al, akan aku jelaskan semuanya,” jawab Rafif.“Aku tidak butuh penjelasan, aku bahkan tidak ingin mendengarmu bicara.” Sepuluh tahun bukan waktu yang mudah bagi Alea. Dia telah melupakan semua kekecewaan dan amarahnya pada Rafif selama ini. Namun kedatangan Rafif hari ini membuatnya merasakan kembali luka
"Apa maksud dari semua ini? Setelah sekian lama menghilang, kenapa dia tiba-tiba menemuiku dan memintaku untuk menikahinya?"Pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam benak Alea. Tetapi Alea tidak menemukan alasan apa yang membuat Rafif mengajaknya demikian, dia menyesal karena tidak mau mendengarkan sedikit saja penjelasan Rafif.Perasaannya yang kalut membuatnya memutuskan untuk pulang kantor lebih cepat.Sesampianya dirumah Alea tidak menemukan siapapun didalam, karena memang belum waktunya untuk kakak dan orang tua Alea pulang bekerja.Alea memilih naik ke kamarnya dan tidur untuk mengistirahatkan pikirannya.Selepas magrib Alea turun untuk makan malam, disana telah ada Mama, Papa dan Azfar.Sebagai orang tua, Mama dan Papa selalu mengajak anak-anaknya bicara tentang apapun yang mereka lalui setiap hari. Kebiasaan itu telah ada sejak mereka kecil, sehingga ketika sesuatu yang tidak beres terjadi pada anaknya, mereka akan segera mengetahuinya.“Alea, apa ada sesuatu yang mengusikmu?”
“Rafif meminta bantuan Om dan Tante untuk membujuk Alea, semoga Alea mengerti dan mau menjalani ini demi kakek,” ujar Rafif memohon.“Baiklah, nak! Akan kami usahakan.” Jawab Papa Alea.Setelah bertemu dengan Rafif dan ayahnya, Papa dan Mama merasa harus membantu kakek Hadi untuk mendapatkan keinginannya. Mereka mencari cara membujuk Alea agar mau melakukannya.Bagi mereka menikahkan putrinya dengan Rafif bukan hal yang buruk. Terlebih mereka menganggap Rafif sebagai putranya sendiri, mereka mengenal Rafif sebaik mereka mengenal Azfar.Di malam hari Alea dan keluarganya berkumpul untuk berbincang seperti biasa.“Nak, tadi sore Papa dan Mama sudah bertemu dengan Rafif dan ayahnya,” ucap Papa.Alea hanya diam mendengarkan.“Papa sudah tahu alasan apa yang membuat Rafif menemuimu dan mengatakan ingin menikah denganmu,” kata Papa melanjutkan.“Kakek Hadi, saat ini sedang kritis. Beliau sedang dirawat di Rumah Sakit. Kita tidak tahu berapa lama lagi waktu kakek untuk bertahan. Om Eddo baru
Setelah menerima keputusan Alea, semua orang merasa senang dan lega. Mereka menentukan waktu untuk segera melaksanakan pernikahan.Karena kondisi kakek yang tidak mungkin untuk menghadiri pernikahan mereka di tempat lain, Rafif dan Alea sama-sama memutuskan untuk hanya melakukan Ijab kabul saja di ruang rawat inap kakek di Rumah Sakit, sementara untuk resepsi akan mereka pikirkan kembali setelah keadaannya sudah menjadi lebih baik.Besoknya, semua orang sibuk untuk menyiapkan Ijab Kabul Rafif dan Alea, mulai dari meminta izin pihak Rumah Sakit untuk melakukannya disana, serta menyiapkan beberapa dokumen untuk syarat pendaftaran pernikahan mereka di KUA.Hari yang ditentukan pun tiba.Dirumah, Mama sudah menyiapkan baju yang akan dipakai Alea. Yaitu satu set kebaya warna putih dan kain jarik yang tidak lain adalah milik Mama saat menikah dengan Papa 30 tahun yang lalu.“Sayang, coba pakai ini ya,” kata Mama.“Ma, gak usah pakai kebaya. Alea Cuma mau pakai pakaian yang biasa saja,” jawa
Kedatangan Rafif di rumah Alea membuat suasana menjadi lebih hangat. Meskipun Alea masih belum menerima sepenuhnya tentang pernikahannya dengan Rafif, dia tidak menunjukkannya di hadapan orang tersayangnya.Waktu makan malam tiba, sekarang bertambah satu orang yang mengisi kursi di meja makannya. Dan tanpa menghilangkan kebiasaan setelah makan malam, Papa tetap mengajak mereka semua untuk berkumpul di ruang keluarga.“Rafif, Papa titipkan Alea padamu. Papa tidak meminta apapun, hanya tolong jaga Alea sampai kapanpun,” ucap Papa.“Baik pa. Rafif akan selalu mengingat pesan Papa,” jawab Rafif.“Alea, terlepas dari segala yang terjadi, saat ini Rafif adalah suamimu. Bersikap baiklah, karena sekarang tanggung jawab Papa sudah berpindah ke tangan Rafif sepenuhnya. Tapi kami akan selalu ada buat kamu sampai kapan pun,” ucap Papa berganti pada Alea.Alea hanya menunduk dan menitikkan air mata. Dia tahu ini akan menjadi perjalan yang berat bagi dirinya dan Rafif. Alea hanya perlu mengusahakan
“Selamat pagi pengantin baru!” sapa Azfar menggoda adik dan suaminya.“Loh! Kalian mau kerja?” sambung Mama melihat Alea dan Rafif dengan pakaian kerja mereka.Alea dan Rafif mengangguk menjawab pertanyaan Mama.Pernikahan mereka yang sangat mendadak membuat Alea dan Rafif tidak sempat mengatur waktu untuk cuti kerja, lagipula mereka hanya melakukan Ijab Kabul jadi tidak begitu menguras energi.“Kenapa tidak ambil cuti saja? Kalian kan baru menikah,” sambung Mama lagi.“Rafif tidak bisa meninggalkan perusahaan lebih lama Ma, karena ayah harus fokus mengurus kakek,” jawab Rafif yang langsung membuat Mama mengerti.“Lalu kamu?” tanya Mama pada Alea.“Memangnya setelah menikah, apa yang berubah selain statusku Ma? Tentu saja aku juga harus berangkat kerja,” jawab Alea menyebalkan.Membuat Mama melotot ke arahnya. Azfar yang ikut kesal menyentil kening Alea yang berdiri tepat disampingnya.“Aduh! Sakit kak!!” teriak Alea. Sambil memijat keningnya yang kesakitan.“Lagian kamu ini, statusmu
“Bertahanlah, kek! Rafif udah bawa Alea kesini. Kakek harus melihat kami lebih lama lagi,” ucap Rafif lirih.Tiga puluh menit berlalu, Rafif masih memperhatikan dokter yang sedang menangani kakek dari kaca pintu ruangan. Sambil terus menatap monitor tanda vital yang berada tepat di samping kakek.‘Tiiiit’ bunyi panjang bersamaan dengan garis di monitor yang perlahan berubah lurus terlihat oleh mata Rafif. “Tidak! Kakek..” jerit Rafif. Sambil terduduk lemas.Tidak berselang lama, seorang dokter keluar dan mengabarkan kalau kakek tidak bisa bertahan.“Pak, bu. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi, mohon maaf nyawa pasien tidak tertolong,” dokter menjelaskan.Tangis semua orang pecah.Alea kemudian menghampiri Rafif dan memeluknya, berbagi sisa tenaga yang dia miliki. Alea juga sama hancurnya dengan Rafif. Tapi dia ada disana untuk menguatkan Rafif.“Alea,” tangis Rafif pecah dalam pelukan Alea.“Menangislah kak, menangislah sekarang. Habis ini, kita antar kakek dengan senyuman.
“Selamat pagi pengantin baru!” sapa Azfar menggoda adik dan suaminya.“Loh! Kalian mau kerja?” sambung Mama melihat Alea dan Rafif dengan pakaian kerja mereka.Alea dan Rafif mengangguk menjawab pertanyaan Mama.Pernikahan mereka yang sangat mendadak membuat Alea dan Rafif tidak sempat mengatur waktu untuk cuti kerja, lagipula mereka hanya melakukan Ijab Kabul jadi tidak begitu menguras energi.“Kenapa tidak ambil cuti saja? Kalian kan baru menikah,” sambung Mama lagi.“Rafif tidak bisa meninggalkan perusahaan lebih lama Ma, karena ayah harus fokus mengurus kakek,” jawab Rafif yang langsung membuat Mama mengerti.“Lalu kamu?” tanya Mama pada Alea.“Memangnya setelah menikah, apa yang berubah selain statusku Ma? Tentu saja aku juga harus berangkat kerja,” jawab Alea menyebalkan.Membuat Mama melotot ke arahnya. Azfar yang ikut kesal menyentil kening Alea yang berdiri tepat disampingnya.“Aduh! Sakit kak!!” teriak Alea. Sambil memijat keningnya yang kesakitan.“Lagian kamu ini, statusmu
Kedatangan Rafif di rumah Alea membuat suasana menjadi lebih hangat. Meskipun Alea masih belum menerima sepenuhnya tentang pernikahannya dengan Rafif, dia tidak menunjukkannya di hadapan orang tersayangnya.Waktu makan malam tiba, sekarang bertambah satu orang yang mengisi kursi di meja makannya. Dan tanpa menghilangkan kebiasaan setelah makan malam, Papa tetap mengajak mereka semua untuk berkumpul di ruang keluarga.“Rafif, Papa titipkan Alea padamu. Papa tidak meminta apapun, hanya tolong jaga Alea sampai kapanpun,” ucap Papa.“Baik pa. Rafif akan selalu mengingat pesan Papa,” jawab Rafif.“Alea, terlepas dari segala yang terjadi, saat ini Rafif adalah suamimu. Bersikap baiklah, karena sekarang tanggung jawab Papa sudah berpindah ke tangan Rafif sepenuhnya. Tapi kami akan selalu ada buat kamu sampai kapan pun,” ucap Papa berganti pada Alea.Alea hanya menunduk dan menitikkan air mata. Dia tahu ini akan menjadi perjalan yang berat bagi dirinya dan Rafif. Alea hanya perlu mengusahakan
Setelah menerima keputusan Alea, semua orang merasa senang dan lega. Mereka menentukan waktu untuk segera melaksanakan pernikahan.Karena kondisi kakek yang tidak mungkin untuk menghadiri pernikahan mereka di tempat lain, Rafif dan Alea sama-sama memutuskan untuk hanya melakukan Ijab kabul saja di ruang rawat inap kakek di Rumah Sakit, sementara untuk resepsi akan mereka pikirkan kembali setelah keadaannya sudah menjadi lebih baik.Besoknya, semua orang sibuk untuk menyiapkan Ijab Kabul Rafif dan Alea, mulai dari meminta izin pihak Rumah Sakit untuk melakukannya disana, serta menyiapkan beberapa dokumen untuk syarat pendaftaran pernikahan mereka di KUA.Hari yang ditentukan pun tiba.Dirumah, Mama sudah menyiapkan baju yang akan dipakai Alea. Yaitu satu set kebaya warna putih dan kain jarik yang tidak lain adalah milik Mama saat menikah dengan Papa 30 tahun yang lalu.“Sayang, coba pakai ini ya,” kata Mama.“Ma, gak usah pakai kebaya. Alea Cuma mau pakai pakaian yang biasa saja,” jawa
“Rafif meminta bantuan Om dan Tante untuk membujuk Alea, semoga Alea mengerti dan mau menjalani ini demi kakek,” ujar Rafif memohon.“Baiklah, nak! Akan kami usahakan.” Jawab Papa Alea.Setelah bertemu dengan Rafif dan ayahnya, Papa dan Mama merasa harus membantu kakek Hadi untuk mendapatkan keinginannya. Mereka mencari cara membujuk Alea agar mau melakukannya.Bagi mereka menikahkan putrinya dengan Rafif bukan hal yang buruk. Terlebih mereka menganggap Rafif sebagai putranya sendiri, mereka mengenal Rafif sebaik mereka mengenal Azfar.Di malam hari Alea dan keluarganya berkumpul untuk berbincang seperti biasa.“Nak, tadi sore Papa dan Mama sudah bertemu dengan Rafif dan ayahnya,” ucap Papa.Alea hanya diam mendengarkan.“Papa sudah tahu alasan apa yang membuat Rafif menemuimu dan mengatakan ingin menikah denganmu,” kata Papa melanjutkan.“Kakek Hadi, saat ini sedang kritis. Beliau sedang dirawat di Rumah Sakit. Kita tidak tahu berapa lama lagi waktu kakek untuk bertahan. Om Eddo baru
"Apa maksud dari semua ini? Setelah sekian lama menghilang, kenapa dia tiba-tiba menemuiku dan memintaku untuk menikahinya?"Pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam benak Alea. Tetapi Alea tidak menemukan alasan apa yang membuat Rafif mengajaknya demikian, dia menyesal karena tidak mau mendengarkan sedikit saja penjelasan Rafif.Perasaannya yang kalut membuatnya memutuskan untuk pulang kantor lebih cepat.Sesampianya dirumah Alea tidak menemukan siapapun didalam, karena memang belum waktunya untuk kakak dan orang tua Alea pulang bekerja.Alea memilih naik ke kamarnya dan tidur untuk mengistirahatkan pikirannya.Selepas magrib Alea turun untuk makan malam, disana telah ada Mama, Papa dan Azfar.Sebagai orang tua, Mama dan Papa selalu mengajak anak-anaknya bicara tentang apapun yang mereka lalui setiap hari. Kebiasaan itu telah ada sejak mereka kecil, sehingga ketika sesuatu yang tidak beres terjadi pada anaknya, mereka akan segera mengetahuinya.“Alea, apa ada sesuatu yang mengusikmu?”
“Alea, menikahlah denganku.”Alea yang mendengar ucapan itu tersentak. Bagaimana tidak, pria yang duduk di hadapannya saat ini adalah pria yang sangat dia kenali. Sepuluh tahun lamanya, pria ini tidak pernah menunjukkan batang hidungnya di hadapan Alea. Tapi, tiba-tiba saja hari ini dia menemuinya dan mengajaknya menikah.Dia adalah Rafif Hadiwinata, putra dari sahabat lama ayahnya. Sejak kecil Alea dan Rafif sudah tumbuh bersama. Hanya saja sepuluh tahun yang lalu Rafif dan keluarganya pindah ke kota lain tanpa berpamitan satu patah katapun pada Alea.“Apa hal yang sangat mendesak hingga membawamu kemari dan mengucapkan omong kosong seperti ini?” ucap Alea ketus.“Ceritanya panjang Al, akan aku jelaskan semuanya,” jawab Rafif.“Aku tidak butuh penjelasan, aku bahkan tidak ingin mendengarmu bicara.” Sepuluh tahun bukan waktu yang mudah bagi Alea. Dia telah melupakan semua kekecewaan dan amarahnya pada Rafif selama ini. Namun kedatangan Rafif hari ini membuatnya merasakan kembali luka