“Selamat pagi pengantin baru!” sapa Azfar menggoda adik dan suaminya.
“Loh! Kalian mau kerja?” sambung Mama melihat Alea dan Rafif dengan pakaian kerja mereka.
Alea dan Rafif mengangguk menjawab pertanyaan Mama.
Pernikahan mereka yang sangat mendadak membuat Alea dan Rafif tidak sempat mengatur waktu untuk cuti kerja, lagipula mereka hanya melakukan Ijab Kabul jadi tidak begitu menguras energi.
“Kenapa tidak ambil cuti saja? Kalian kan baru menikah,” sambung Mama lagi.
“Rafif tidak bisa meninggalkan perusahaan lebih lama Ma, karena ayah harus fokus mengurus kakek,” jawab Rafif yang langsung membuat Mama mengerti.
“Lalu kamu?” tanya Mama pada Alea.
“Memangnya setelah menikah, apa yang berubah selain statusku Ma? Tentu saja aku juga harus berangkat kerja,” jawab Alea menyebalkan.
Membuat Mama melotot ke arahnya. Azfar yang ikut kesal menyentil kening Alea yang berdiri tepat disampingnya.
“Aduh! Sakit kak!!” teriak Alea. Sambil memijat keningnya yang kesakitan.
“Lagian kamu ini, statusmu yang berubah justru lebih penting dari apapun. Sekarang kamu seorang ISTRI, kok mudah sekali kamu mengucapkannya seperti bukan apa-apa,” ujar Mama kesal menanggapi jawaban Alea.
Rafif yang melihatnya hanya tertawa kecil.
“Tidak apa-apa Ma, mungkin Alea belum terbiasa. Lagipula aku belum bisa menemani Alea hari ini,” jawab Rafif tenang.
Alea memang belum memikirkannya, tentang bagaimana kehidupan setelah pernikahan dan bagaimana seharusnya ketika dia menjadi seorang istri.
Menurut Alea itu masih terlalu jauh dan pernikahannya yang begitu cepat membuat ketidaksiapan Alea menjadi istri tergambar jelas dari sikapnya pagi ini.
“Maaf,” ucap Alea lemah karena merasa bersalah.
“Belajarlah nak, tanya Mama mu apapun kalau kamu bingung,” ucap Papa menambahkan.
“Baik Pa.”
Suasana sarapan pagi yang sedikit gaduh membuat Rafif senang, biasanya dia hanya sarapan dengan orang tuanya, bahkan lebih sering melewatkan sarapan karena kesibukannya.
***
Sebagai suami, Rafif memutuskan untuk mengantar Alea setiap pergi bekerja agar lebih banyak waktu yang bisa dia habiskan bersama istrinya.
“Kak, apa sikapku keterlaluan?” tanya Alea pada Rafif di perjalanan.
“Tidak, sangat wajar karena kamu belum terbiasa,” jawab Rafif tanpa mengalihkan pandangannya dari depan.
“Maaf ya, aku tidak mempertimbangkan apa yang aku ucapkan,” ucap Alea menyesal.
Rafif meraih tangan Alea dan menatapnya sebentar.
“Aku juga tidak tahu bagaimana cara menjadi suami, tapi kita sudah janji untuk menjalaninya bersama. Pelan-pelan saja,” kata Rafif.
Alea memandangi tangan Rafif yang mengenggam punggung tangannya. Ada perasaan aneh yang menelisik hatinya, dia merasa hangat dan tiba-tiba saja senyum menghiasi wajahnya. Alea salting.
Rafif yang menyadari tingkah Alea malah membalikan tangan Alea sehingga telapak mereka bertemu dan mengaitkan jarinya di sela jari Alea, saling mengenggam. Membuat wajah Alea semakin merah menahan malu dan menahan semua perasaannya yang mulai bergejolak.
Sesampainya di kantor, Alea disambut oleh Najwa yang merupakan sahabatnya sejak kecil dan saat ini menjadi asisten pribadinya yang membantu Alea untuk mengelola bisnisnya.
“Eh, lo di anter siapa?” tanya Najwa penasaran.
“Suami,” jawab Alea santai.
“HAHHH? Apa kata lo? SUAMI??” teriak Najwa karena kaget. Bagaimana tidak? Dalam kehidupannya selama 24 tahun, Alea tidak pernah sekalipun memiliki kekasih. Karena bagi Alea, yang terpenting selama ini adalah membangun karir. Lalu tiba-tiba saja Alea mengucapkan kata suami, siapapun tidak akan percaya.
“Ssssttt!” desis Alea.
“Jangan bercanda lo pagi-pagi!” cecar Najwa.
“Gue gak bercanda, baru aja kemarin gue nikah,” Alea menjawab apa adanya.
“Sama siapa?” tanya Najwa tidak percaya.
“Rafif.”
Mendengar nama yang disebut Alea, Najwa semakin kaget. Dia sangat mengenal Rafif, karena Najwa tinggal di satu lingkungan yang sama dengan Alea saat kecil. Najwa juga tahu bagaimana keadaan Alea saat Rafif pergi.
“Rafif?? Rafif yang gue kenal? Gue gak salah ingat kan?” tanya Najwa syok.
“Iya! Rafif yang lo kenal,”
“Gila ya lo!! Kok bisa?”
“Ceritanya panjang,” kemudian Alea menceritakan semua yang terjadi pada Najwa, sahabatnya. Bagi Alea, Najwa merupakan salah satu orang terpenting di hidupnya. Dia tidak sungkan membagi ceritanya pada Najwa.
“Oooh gitu,” ucap Najwa mengerti setelah Alea menceritakan semuanya.
“Lo gak berniat ngasih tahu anak-anak kantor?” tanya Najwa lagi.
“Nanti. Kalo keadaannya udah sedikit membaik, kita mau adain resepsi. Buat sekarang, cukup lo dulu aja yang tahu,” pinta Alea.
“Lo janji harus kasih tahu gue sebelumnya! Jangan kayak gini, syok gue dengernya,” kata Najwa balik meminta.
“Iya, ndoro." jawab Alea
***
‘Al, pulang nanti kita mampir ke tempat kakek ya.’
Sebuah pesan masuk di ponsel Alea.
‘Iya.’ Alea membalasnya singkat.
Alea kembali memeriksa beberapa dokumen laporan pekerjaan yang diterima dari Najwa.
Bisnis yang dijalani Alea bergerak di bidang fashion seperti tas, sepatu dan pakaian. Alea sudah memiliki beberapa store di Jakarta dan juga menjalankannya secara online.
Selain fashion, perusahaan Alea juga memiliki brand parfum yang diproduksinya sendiri. Berawal dari ketertarikan dan hobinya mengoleksi parfum mewah membuat Alea memutuskan untuk memulai usaha parfum dengan brandnya sendiri, yang tidak disangka memiliki daya tarik tersendiri bagi para pelanggannya.
Saat ini bisnis Alea telah berkembang pesat dan memiliki banyak karyawan yang membantu mengelolanya dengan baik.
***
Tepat jam 17.00 Rafif menjemput Alea dan segera berangkat menemui kakek di Rumah Sakit.
Sesampainya di Rumah Sakit, mereka melihat kesibukan yang tidak biasa. Karena beberapa perawat dan dokter berlarian ke arah ruangan tempat kakek berada.
Melihat itu Rafif dan Alea berlari karena ingin segera mengetahui apa yang sedang terjadi.
“Ada apa dengan kakek?” tanya Rafif panik.
“Kita tunggu apa kata dokter,” jawab Ayah.
Mereka semua menunggu diluar ruangan karena dokter tidak memperbolehkan anggota keluarga untuk masuk.
Rafif melihat dari kaca pintu ruangan kakek, disana tubuh kakek telah dipenuhi dengan berbagai alat medis termasuk alat pacu jantung yang sedang disiapkan oleh dokter.
“Bertahanlah, kek! Rafif udah bawa Alea kesini. Kakek harus melihat kami lebih lama lagi,” ucap Rafif lirih.
Dengan perasaan yang dipenuhi ketakutan, Rafif tetap menyaksikan adegan demi adegan dokter yang sedang menangani kakeknya. Sambil memperhatikan monitor tanda vital yang berada tepat disamping kakek.
Sementara Alea dan bunda saling memeluk, berusaha berbagi kekuatan andai sesuatu yang tidak di inginkan terjadi.
“Bertahanlah, kek! Rafif udah bawa Alea kesini. Kakek harus melihat kami lebih lama lagi,” ucap Rafif lirih.Tiga puluh menit berlalu, Rafif masih memperhatikan dokter yang sedang menangani kakek dari kaca pintu ruangan. Sambil terus menatap monitor tanda vital yang berada tepat di samping kakek.‘Tiiiit’ bunyi panjang bersamaan dengan garis di monitor yang perlahan berubah lurus terlihat oleh mata Rafif. “Tidak! Kakek..” jerit Rafif. Sambil terduduk lemas.Tidak berselang lama, seorang dokter keluar dan mengabarkan kalau kakek tidak bisa bertahan.“Pak, bu. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi, mohon maaf nyawa pasien tidak tertolong,” dokter menjelaskan.Tangis semua orang pecah.Alea kemudian menghampiri Rafif dan memeluknya, berbagi sisa tenaga yang dia miliki. Alea juga sama hancurnya dengan Rafif. Tapi dia ada disana untuk menguatkan Rafif.“Alea,” tangis Rafif pecah dalam pelukan Alea.“Menangislah kak, menangislah sekarang. Habis ini, kita antar kakek dengan senyuman.
“Alea, menikahlah denganku.”Alea yang mendengar ucapan itu tersentak. Bagaimana tidak, pria yang duduk di hadapannya saat ini adalah pria yang sangat dia kenali. Sepuluh tahun lamanya, pria ini tidak pernah menunjukkan batang hidungnya di hadapan Alea. Tapi, tiba-tiba saja hari ini dia menemuinya dan mengajaknya menikah.Dia adalah Rafif Hadiwinata, putra dari sahabat lama ayahnya. Sejak kecil Alea dan Rafif sudah tumbuh bersama. Hanya saja sepuluh tahun yang lalu Rafif dan keluarganya pindah ke kota lain tanpa berpamitan satu patah katapun pada Alea.“Apa hal yang sangat mendesak hingga membawamu kemari dan mengucapkan omong kosong seperti ini?” ucap Alea ketus.“Ceritanya panjang Al, akan aku jelaskan semuanya,” jawab Rafif.“Aku tidak butuh penjelasan, aku bahkan tidak ingin mendengarmu bicara.” Sepuluh tahun bukan waktu yang mudah bagi Alea. Dia telah melupakan semua kekecewaan dan amarahnya pada Rafif selama ini. Namun kedatangan Rafif hari ini membuatnya merasakan kembali luka
"Apa maksud dari semua ini? Setelah sekian lama menghilang, kenapa dia tiba-tiba menemuiku dan memintaku untuk menikahinya?"Pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam benak Alea. Tetapi Alea tidak menemukan alasan apa yang membuat Rafif mengajaknya demikian, dia menyesal karena tidak mau mendengarkan sedikit saja penjelasan Rafif.Perasaannya yang kalut membuatnya memutuskan untuk pulang kantor lebih cepat.Sesampianya dirumah Alea tidak menemukan siapapun didalam, karena memang belum waktunya untuk kakak dan orang tua Alea pulang bekerja.Alea memilih naik ke kamarnya dan tidur untuk mengistirahatkan pikirannya.Selepas magrib Alea turun untuk makan malam, disana telah ada Mama, Papa dan Azfar.Sebagai orang tua, Mama dan Papa selalu mengajak anak-anaknya bicara tentang apapun yang mereka lalui setiap hari. Kebiasaan itu telah ada sejak mereka kecil, sehingga ketika sesuatu yang tidak beres terjadi pada anaknya, mereka akan segera mengetahuinya.“Alea, apa ada sesuatu yang mengusikmu?”
“Rafif meminta bantuan Om dan Tante untuk membujuk Alea, semoga Alea mengerti dan mau menjalani ini demi kakek,” ujar Rafif memohon.“Baiklah, nak! Akan kami usahakan.” Jawab Papa Alea.Setelah bertemu dengan Rafif dan ayahnya, Papa dan Mama merasa harus membantu kakek Hadi untuk mendapatkan keinginannya. Mereka mencari cara membujuk Alea agar mau melakukannya.Bagi mereka menikahkan putrinya dengan Rafif bukan hal yang buruk. Terlebih mereka menganggap Rafif sebagai putranya sendiri, mereka mengenal Rafif sebaik mereka mengenal Azfar.Di malam hari Alea dan keluarganya berkumpul untuk berbincang seperti biasa.“Nak, tadi sore Papa dan Mama sudah bertemu dengan Rafif dan ayahnya,” ucap Papa.Alea hanya diam mendengarkan.“Papa sudah tahu alasan apa yang membuat Rafif menemuimu dan mengatakan ingin menikah denganmu,” kata Papa melanjutkan.“Kakek Hadi, saat ini sedang kritis. Beliau sedang dirawat di Rumah Sakit. Kita tidak tahu berapa lama lagi waktu kakek untuk bertahan. Om Eddo baru
Setelah menerima keputusan Alea, semua orang merasa senang dan lega. Mereka menentukan waktu untuk segera melaksanakan pernikahan.Karena kondisi kakek yang tidak mungkin untuk menghadiri pernikahan mereka di tempat lain, Rafif dan Alea sama-sama memutuskan untuk hanya melakukan Ijab kabul saja di ruang rawat inap kakek di Rumah Sakit, sementara untuk resepsi akan mereka pikirkan kembali setelah keadaannya sudah menjadi lebih baik.Besoknya, semua orang sibuk untuk menyiapkan Ijab Kabul Rafif dan Alea, mulai dari meminta izin pihak Rumah Sakit untuk melakukannya disana, serta menyiapkan beberapa dokumen untuk syarat pendaftaran pernikahan mereka di KUA.Hari yang ditentukan pun tiba.Dirumah, Mama sudah menyiapkan baju yang akan dipakai Alea. Yaitu satu set kebaya warna putih dan kain jarik yang tidak lain adalah milik Mama saat menikah dengan Papa 30 tahun yang lalu.“Sayang, coba pakai ini ya,” kata Mama.“Ma, gak usah pakai kebaya. Alea Cuma mau pakai pakaian yang biasa saja,” jawa
Kedatangan Rafif di rumah Alea membuat suasana menjadi lebih hangat. Meskipun Alea masih belum menerima sepenuhnya tentang pernikahannya dengan Rafif, dia tidak menunjukkannya di hadapan orang tersayangnya.Waktu makan malam tiba, sekarang bertambah satu orang yang mengisi kursi di meja makannya. Dan tanpa menghilangkan kebiasaan setelah makan malam, Papa tetap mengajak mereka semua untuk berkumpul di ruang keluarga.“Rafif, Papa titipkan Alea padamu. Papa tidak meminta apapun, hanya tolong jaga Alea sampai kapanpun,” ucap Papa.“Baik pa. Rafif akan selalu mengingat pesan Papa,” jawab Rafif.“Alea, terlepas dari segala yang terjadi, saat ini Rafif adalah suamimu. Bersikap baiklah, karena sekarang tanggung jawab Papa sudah berpindah ke tangan Rafif sepenuhnya. Tapi kami akan selalu ada buat kamu sampai kapan pun,” ucap Papa berganti pada Alea.Alea hanya menunduk dan menitikkan air mata. Dia tahu ini akan menjadi perjalan yang berat bagi dirinya dan Rafif. Alea hanya perlu mengusahakan
“Bertahanlah, kek! Rafif udah bawa Alea kesini. Kakek harus melihat kami lebih lama lagi,” ucap Rafif lirih.Tiga puluh menit berlalu, Rafif masih memperhatikan dokter yang sedang menangani kakek dari kaca pintu ruangan. Sambil terus menatap monitor tanda vital yang berada tepat di samping kakek.‘Tiiiit’ bunyi panjang bersamaan dengan garis di monitor yang perlahan berubah lurus terlihat oleh mata Rafif. “Tidak! Kakek..” jerit Rafif. Sambil terduduk lemas.Tidak berselang lama, seorang dokter keluar dan mengabarkan kalau kakek tidak bisa bertahan.“Pak, bu. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi, mohon maaf nyawa pasien tidak tertolong,” dokter menjelaskan.Tangis semua orang pecah.Alea kemudian menghampiri Rafif dan memeluknya, berbagi sisa tenaga yang dia miliki. Alea juga sama hancurnya dengan Rafif. Tapi dia ada disana untuk menguatkan Rafif.“Alea,” tangis Rafif pecah dalam pelukan Alea.“Menangislah kak, menangislah sekarang. Habis ini, kita antar kakek dengan senyuman.
“Selamat pagi pengantin baru!” sapa Azfar menggoda adik dan suaminya.“Loh! Kalian mau kerja?” sambung Mama melihat Alea dan Rafif dengan pakaian kerja mereka.Alea dan Rafif mengangguk menjawab pertanyaan Mama.Pernikahan mereka yang sangat mendadak membuat Alea dan Rafif tidak sempat mengatur waktu untuk cuti kerja, lagipula mereka hanya melakukan Ijab Kabul jadi tidak begitu menguras energi.“Kenapa tidak ambil cuti saja? Kalian kan baru menikah,” sambung Mama lagi.“Rafif tidak bisa meninggalkan perusahaan lebih lama Ma, karena ayah harus fokus mengurus kakek,” jawab Rafif yang langsung membuat Mama mengerti.“Lalu kamu?” tanya Mama pada Alea.“Memangnya setelah menikah, apa yang berubah selain statusku Ma? Tentu saja aku juga harus berangkat kerja,” jawab Alea menyebalkan.Membuat Mama melotot ke arahnya. Azfar yang ikut kesal menyentil kening Alea yang berdiri tepat disampingnya.“Aduh! Sakit kak!!” teriak Alea. Sambil memijat keningnya yang kesakitan.“Lagian kamu ini, statusmu
Kedatangan Rafif di rumah Alea membuat suasana menjadi lebih hangat. Meskipun Alea masih belum menerima sepenuhnya tentang pernikahannya dengan Rafif, dia tidak menunjukkannya di hadapan orang tersayangnya.Waktu makan malam tiba, sekarang bertambah satu orang yang mengisi kursi di meja makannya. Dan tanpa menghilangkan kebiasaan setelah makan malam, Papa tetap mengajak mereka semua untuk berkumpul di ruang keluarga.“Rafif, Papa titipkan Alea padamu. Papa tidak meminta apapun, hanya tolong jaga Alea sampai kapanpun,” ucap Papa.“Baik pa. Rafif akan selalu mengingat pesan Papa,” jawab Rafif.“Alea, terlepas dari segala yang terjadi, saat ini Rafif adalah suamimu. Bersikap baiklah, karena sekarang tanggung jawab Papa sudah berpindah ke tangan Rafif sepenuhnya. Tapi kami akan selalu ada buat kamu sampai kapan pun,” ucap Papa berganti pada Alea.Alea hanya menunduk dan menitikkan air mata. Dia tahu ini akan menjadi perjalan yang berat bagi dirinya dan Rafif. Alea hanya perlu mengusahakan
Setelah menerima keputusan Alea, semua orang merasa senang dan lega. Mereka menentukan waktu untuk segera melaksanakan pernikahan.Karena kondisi kakek yang tidak mungkin untuk menghadiri pernikahan mereka di tempat lain, Rafif dan Alea sama-sama memutuskan untuk hanya melakukan Ijab kabul saja di ruang rawat inap kakek di Rumah Sakit, sementara untuk resepsi akan mereka pikirkan kembali setelah keadaannya sudah menjadi lebih baik.Besoknya, semua orang sibuk untuk menyiapkan Ijab Kabul Rafif dan Alea, mulai dari meminta izin pihak Rumah Sakit untuk melakukannya disana, serta menyiapkan beberapa dokumen untuk syarat pendaftaran pernikahan mereka di KUA.Hari yang ditentukan pun tiba.Dirumah, Mama sudah menyiapkan baju yang akan dipakai Alea. Yaitu satu set kebaya warna putih dan kain jarik yang tidak lain adalah milik Mama saat menikah dengan Papa 30 tahun yang lalu.“Sayang, coba pakai ini ya,” kata Mama.“Ma, gak usah pakai kebaya. Alea Cuma mau pakai pakaian yang biasa saja,” jawa
“Rafif meminta bantuan Om dan Tante untuk membujuk Alea, semoga Alea mengerti dan mau menjalani ini demi kakek,” ujar Rafif memohon.“Baiklah, nak! Akan kami usahakan.” Jawab Papa Alea.Setelah bertemu dengan Rafif dan ayahnya, Papa dan Mama merasa harus membantu kakek Hadi untuk mendapatkan keinginannya. Mereka mencari cara membujuk Alea agar mau melakukannya.Bagi mereka menikahkan putrinya dengan Rafif bukan hal yang buruk. Terlebih mereka menganggap Rafif sebagai putranya sendiri, mereka mengenal Rafif sebaik mereka mengenal Azfar.Di malam hari Alea dan keluarganya berkumpul untuk berbincang seperti biasa.“Nak, tadi sore Papa dan Mama sudah bertemu dengan Rafif dan ayahnya,” ucap Papa.Alea hanya diam mendengarkan.“Papa sudah tahu alasan apa yang membuat Rafif menemuimu dan mengatakan ingin menikah denganmu,” kata Papa melanjutkan.“Kakek Hadi, saat ini sedang kritis. Beliau sedang dirawat di Rumah Sakit. Kita tidak tahu berapa lama lagi waktu kakek untuk bertahan. Om Eddo baru
"Apa maksud dari semua ini? Setelah sekian lama menghilang, kenapa dia tiba-tiba menemuiku dan memintaku untuk menikahinya?"Pertanyaan demi pertanyaan muncul dalam benak Alea. Tetapi Alea tidak menemukan alasan apa yang membuat Rafif mengajaknya demikian, dia menyesal karena tidak mau mendengarkan sedikit saja penjelasan Rafif.Perasaannya yang kalut membuatnya memutuskan untuk pulang kantor lebih cepat.Sesampianya dirumah Alea tidak menemukan siapapun didalam, karena memang belum waktunya untuk kakak dan orang tua Alea pulang bekerja.Alea memilih naik ke kamarnya dan tidur untuk mengistirahatkan pikirannya.Selepas magrib Alea turun untuk makan malam, disana telah ada Mama, Papa dan Azfar.Sebagai orang tua, Mama dan Papa selalu mengajak anak-anaknya bicara tentang apapun yang mereka lalui setiap hari. Kebiasaan itu telah ada sejak mereka kecil, sehingga ketika sesuatu yang tidak beres terjadi pada anaknya, mereka akan segera mengetahuinya.“Alea, apa ada sesuatu yang mengusikmu?”
“Alea, menikahlah denganku.”Alea yang mendengar ucapan itu tersentak. Bagaimana tidak, pria yang duduk di hadapannya saat ini adalah pria yang sangat dia kenali. Sepuluh tahun lamanya, pria ini tidak pernah menunjukkan batang hidungnya di hadapan Alea. Tapi, tiba-tiba saja hari ini dia menemuinya dan mengajaknya menikah.Dia adalah Rafif Hadiwinata, putra dari sahabat lama ayahnya. Sejak kecil Alea dan Rafif sudah tumbuh bersama. Hanya saja sepuluh tahun yang lalu Rafif dan keluarganya pindah ke kota lain tanpa berpamitan satu patah katapun pada Alea.“Apa hal yang sangat mendesak hingga membawamu kemari dan mengucapkan omong kosong seperti ini?” ucap Alea ketus.“Ceritanya panjang Al, akan aku jelaskan semuanya,” jawab Rafif.“Aku tidak butuh penjelasan, aku bahkan tidak ingin mendengarmu bicara.” Sepuluh tahun bukan waktu yang mudah bagi Alea. Dia telah melupakan semua kekecewaan dan amarahnya pada Rafif selama ini. Namun kedatangan Rafif hari ini membuatnya merasakan kembali luka