“Ethan!”Sepuluh wanita cantik tiba-tiba memasuki lokasi acara, menerobos kerumuan para tamu, menatap penuh amarah. Semua tamu sontak terkejut, terutama Ethan, Rebecca, dan Susan.“Luna,” gumam Ethan ketika melihat wanita itu berada di kerumunan kekasih-kekasihnya. “Kenapa dia dan kekasih-kekasihku yang lain bisa berada di tempat ini?”Ethan menoleh pada Caroline yang tengah tersenyum lebar. “Brengsek! Caroline pasti mencari tahu soal Luna setelah kejadian di outlet tempo hari. Dia juga mengirimkan orang-orangnya untuk mengawasiku selama ini.”“Ethan, siapa mereka?” tanya Rebecca dengan tatapan tajam. “Apa mungkin mereka—”“Kami adalah kekasih Ethan!” teriak Luna seraya mendekat.“Apa?” Rebecca menarik-narik tangan Ethan. Dadanya semakin bertambah sesak jika pengkhianatan ini adalah kenyataan. Ia sangat mencintai dan mempercayai Ethan sehingga ia memutuskan untuk mengikat hubungan mereka dengan pertunangan meski pada awalnya hanyalah cara untuk membuat Caroline keluar dari rumah.“A-a
Caroline tersenyum lebar. “Layla, bawa aku pergi dari tempat ini secepatnya. Aku sudah cukup puas melihat penderitaan mereka.”“Baik, Nona.” Layla segera memberi perintah.Caroline berjalan memasuki helikoper, melirik ke belakang, tertawa ketika melihat Rebecca berlari ke arahnya. “Ini baru permulaan, Rebecca.”“Caroline!” Rebecca tiba-tiba terjatuh hingga terbaring di rerumputan. Ia tercenung selama beberapa waktu, menatap semut yang berjalan di atas rerumputan. Seketika saja bayangan kebahagiannya ketika akan menyambut pesta pertunangan berlarian dalam pikirannya.“Rebecca!” Susan bergegas mendekat, menatap helikopter yang mulai bergerak. Ia terdorong hingga berguling-guling karena embusan angin kencang.Caroline mengembus napas panjang, tersenyum penuh kepuasaan dan kebahagiaan. Ia melihat barang-barang berterbangan karena angin. “Semua rencanaku berjalan sempurna. Ini benar-benar hari bahagiaku.”Rebecca dan Susan terus berguling-guling karena angin. Beberapa bawahan mereka berusa
“Dasar wanita gila! Setelah dia menghancurkan pesta pertunanganku dan mempermalukan kita di hadapan semua orang, sekarang dia juga mengirim pencuri sialan ke rumah kita!” Rebecca berteriak geram, mengepalkan tangan erat-erat.“Kembalilah ke kamarmu, Rebecca. Aku akan melihat siapa pencuri itu. Aku harus mengorek informasi darinya.” Susan bergegas menuruni tangga.“Aku akan ikut bersamamu, Bu.” Rebecca bergegas menyusul.Susan dan Rebecca memasuki gudang belakang. Para penjaga tengah mengelilingi seorang pria yang terikat di kursi dengan kondisi wajah babak belur. Darah mengalir dari kaki si pencuri.Susan mendekat, menarik dagu si pencuri. Ia terkejut ketika menyadari siapa pencuri itu. “Dasar brengsek! Kenapa kau mencuri di rumahku, rentenir tua sialan?”“Apa?” Rebecca terkejut, mendekat pada Susan, mengamati pencuri itu lekat-lekat. “Dia memang si rentenir tua.”“Siapa yang kau panggil rentenir tua, brengsek? Aku tidak setua yang kau pikir!”Susan menamparkan si rentenir tua dengan
“Astaga.” Caroline tercenung selama beberapa waktu di kasur. Pikirannya mulai mereka beragam kejadian yang membuat kepalanya pening. Ketika menyentuh dadanya, ia merasakan debaran kencang yang menggila. Menoleh ke arah cermin, wajahnya memerah seperti buah ceri.“Astaga.” Caroline terus mengatakan hal yang sama untuk beberapa kali. “Ba-bagaimana caranya Eric membawaku ke kamarku? Ke-kenapa dia melakukannya?”“Nona Caroline, apa Anda baik-baik saja?” tanya Layla.Caroline tidak menggubris perkataan Layla. Ia terus terdiam dan tenggelam dalam pikirannya sehingga tidak sadar jika Layla memanggil dokter untuk memeriksanya.“Suhu tubuh Anda sedikit panas, Nona. Anda sebaiknya beristirahat,” ujar Dokter.“Hei, apa yang kau lakukan?” tanya Caroline kebingungan, “Layla, kenapa dia ada di kamarku? Aku tidak menyuruhnya masuk.”“Anda tidak meresponsku sebanyak lima kali, Nona. Untuk itu, aku memanggil dokter untuk memeriksa kondisi Anda,” jelas.Caroline berdiri dari kasur, menahan jengkel dan
Caroline dan Eric bertemu di meja makan untuk sarapan.Caroline terbaring selama beberapa waktu di karpet setelah melihat video yang dikirimkan Eric hingga ia tertidur di sana. Begitu bangun, ia seketika mengumpat Eric dalam hati.Caroline menatap sinis Eric, tidak ingin bicara dengan pria itu. Akan tetapi, Eric tampak tenang dan bersikap seolah tidak terjadi apa pun.“Aku sudah mengirim detail mengenai acara pertemuan, aturan pertemuan, informasi anggota keluargaku. Kau bisa mempelajarinya setelah sarapan,” ujar Eric.“Kau tahu, aku tidak ingin mendatangi pertemuan keluargamu,” ketus Caroline.“Aku pun tidak ingin mendatangi pertemuan keluarga itu. Aku … sejujurnya tidak terlalu dekat dengan mereka. Mereka tidak menyukaiku, begitupun denganku. Meski begitu, mereka selalu senang setiap kali pertemuan keluarga diselenggarakan.”“Bukankah mereka tidak menyukaimu?” tanya Caroline.“Mereka memang tidak menyukaiku, tetapi mereka sangat senang bisa bertemu denganku karena mereka bisa menghi
Caroline melewati setiap hari dengan latihan beladiri dan belajar. Ia tidak ingin Eric menganggapnya sebagai tukang tidur dan tukang makan. Ia belajar banyak keterampilan, seperti berkuda, memanah, dan penggunaan senjata api.Langit sudah berubah jingga. Kawanan burung terbang melintasi rumah. Angin sepoi-sepoi berembus pelan, menggoyangkan dedaunan dan bunga yang hampir bermekaran.Caroline tengah duduk di rerumputan, mengendalikan napas yang terengah-engah. “Astaga, latihan ini semakin sulit dari hari ke hari. Namun, aku tidak memiliki pilihan lain selain melakukannya. Aku tidak ingin Eric terus meledekku.”Caroline menatap sinis Eric yang tengah mengawasi di sisi halaman. “Pertemuan keluarga akan berlangsung besok. Aku … sejujurnya cukup tegang. Eric tampaknya juga tegang dan tertekan. Keadaannya memang menjadi sumber olok-olokan orang lain.”“Nona, minumlah,” ujar Layla seraya memberikan sebotol miuman dingin.Caroline meneguk minuman hingga tersisa setengah. “Layla, apakah Eric b
Caroline dan Eric mengunjungi tempat-tempat menarik kota Emerald, salah satunya adalah pusat perbelanjaan. Caroline yang awalnya menolak justru sangat antusias membeli beberapa pakaian dan aksesoris hingg satu jam lamanya.Setelah cukup lelah dan lapar, Eric mengajak Caroline mengunjungi restoran paling terkenal di kota Emerald. Mereka memesan ruangan VVIP di rooftop gedung.“Astaga, ini sungguh luar biasa.” Caroline tersenyum ketika melihat pemandangan kota yang sangat luar biasa. “Ini seperti mimpi bagiku.”“Aku sangat yakin kau pasti menyukai tempat ini, terutama hidangan lezatnya.” Eric tersenyum, mengamati ponsel sesaat.Caroline memutar bola mata, duduk di depan Eric. “Kau membuat suasana tempat ini menjadi hancur. Kau sangat menyebalkan.”Eric tertawa. “Aku bahkan tidak melakukan apa pun selain duduk di kursi roda.”“Jangan tertawa. Kau membuatku sangat ketakutan.” Caroline memotret dirinya dengan gaya sebaik mungkin. “A-aku hanya ingin mengabadikan momenku di tempat ini. Aku ti
“Ja-jangan berpikir macam-macam.” Caorline menyilangkan kedua tangan di depan dada, merasa semakin tegang. “Kau bisa menganggapnya sebagai ucapan terima kasih dariku karena kau sudah membantuku mempermalukan Rebecca, Ethan, dan Susan tempo har.”“Baiklah, aku harap aku melihat pertunjukan menarik lagi,” ujar Eric.“Mari kita lihat apakah kau hanya bisa menjadi penonton, atau kau bisa menjadi pelakon dalam drama nanti. Aku tidak suka melihat pria yang hanya menjadi penonton.”“Baiklah, aku menerima tantanganmu.”Suasana menjadi sangat hening. Caroline dan Eric tenggelam dalam pikiran masing-masing. Mobil semakin dekat dengan lokasi pertemuan keluarga.Caroline nyatanya masih terkagum-kagum dengan rumah-rumah bak istana yang dilihatnya sepanjang jalan. Ia membayangkan jika seandainya dirinya tinggal di istana seperti itu.Di saat yang sama, Rebecca baru selesai membersihkan diri. Ia memeriksa ponselnya dan terkejut ketika mendapatkan kiriman banyak foto dan video dari Caroline.Rebecca