“Odelia, maafkan aku kita harus membatalkan pernikahan kita. Aku sudah memutuskan memilih wanita lain. Sejak awal keluargaku kurang menyukaimu. Aku tidak mau menentang mereka, Odelia. Maafkan aku.”
Odelia menenggak kasar vodka yang ada di tangannya hingga tandas. Dia mengumpat kala pikirannya masih terngiang perkataan calon suaminya yang meninggalkan dirinya dan memilih wanita lain. Rasanya, Odelia ingin menertawakan kebodohannya, menjalin hubungan hampir tiga tahun pada pria itu tapi dia tidak benar-benar mengetahui sifatnya.
“Berikan aku vodka lagi,” ucap Odelia pada sang Bartender.
Sang Bartender tampak ragu memberikan minuman karena melihat Odelia sudah benar-benar mabuk. Namun Odelia terus memintanya paksa. Akhirnya, Sang Bartender pun memberikan kembali vodka yang dipesan Odelia.
Odelia langsung menegak kembali minumannya. Entah sudah berapa gelas dia minum. Dia sungguh tidak peduli, dirinya mabuk. Minum adalah hal yang terbaik saat ini. Hanya dengan minum, Odelia jauh lebih sedikit melupakan masalahnya.
“Aku ingin bertanya padamu,” racau Odelia mabuk pada sang bartender.
“Apa yang ingin kau tanyakan, Nona?” jawab sang bartender seraya meracik minuman.
“Apa aku ini buruk sampai dia meninggalkanku? Kenapa semua hanya dinilai dari uang?” racau Odelia lagi nyaris mengeluarkan air mata. Wajah Odelia persis seperti wanita yang begitu frustrasi dan putus asa.
Senyuman di wajah bartender itu terlukis. Tentu sang bartender tahu dari wajah wanita yang ada di hadapannya menunjukan jelas bahwa wanita itu tengah patah hati. “Nona, Anda memiliki wajah yang sangat cantik. Jangan sia-siakan air mata Anda, hanya untuk pria yang tak menginginkan Anda, Nona.”
Odelia tertawa parau mendengar ucapan sang bartender. Cantik saja tidak cukup. Nyatanya kekasihnya pergi meninggalkannya begitu saja. Semua hanya demi wanita yang lebih kaya darinya.
Hingga kemudian, tatapan Odelia tanpa sengaja menatap sosok pria yang duduk di ujung sana. Pria itu tengah minum seorang diri. Mata Odelia menyipit, wajah tampan dan gagah pria itu mampu menyihir dirinya. Pengaruh alkohol menguasai Odelia. Membuat kewarasan di otaknya tak lagi bekerja. Lantas Odelia melangkah mendekat pada pria itu dengan langkah kaki gontai akibat mabuk.
“Hi,” sapa Odelia pada sang pria asing.
Pria itu menatap Odelia. Tampak senyuman di wajah pria itu terlukis melihat paras cantik Odelia. Sejak tadi banyak yang mengganggunya. Namun wanita yang ada di hadapannya ini memiliki daya tarik yang sangat berbeda dari wanita yang sejak tadi mengganggunya.
“Hi, ingin bergabung minum denganku?” Pria itu menyesap wine di tangannya seraya memberikan senyuman maut yang menggoda para kaum hawa.
“Yes, of course,” jawab Odelia dengan sensual.
Pria itu tersenyum penuh arti. Lantas dia meminta pelayan memberikan minuman yang jauh lebih kuat dari vodka. Pun pelayan menurut. Sang pelayan memberikan dua mimuman alkohol pada pria itu.
“Minumlah.” Pria itu memberikan satu gelas alkohol pada Odelia.
Odelia menerima minuman itu dan langsung menegaknya hingga tandas. Terlihat sang pria sedikt terkejut melihat Odelia meminum alkohol yang dia berikan langsung. Perlahan senyuman di wajah pria itu mulai terlukis. Sosok Odelia sangat menarik di matanya.
“Well, kau seperti tengah memiliki masalah berat,” ucap pria itu dengan tatapan yang tak lepas menatap Odelia.
“Masalah? Tentu saja tidak. Aku ke sini karena aku sedang bahagia. Apa kau tidak lihat betapa senangnya aku?” jawab Odelia dengan tubuh yang nyaris ambruk. Refleks, pria itu dengan sigap menangkap tubuh Odelia.
Jarak Odelia dan pria itu sangat dekat dan intim. Aroma parfume maskulin pria itu mampu membuat darah Odelia berdesir. Mata sayu Odelia menatap wajah tampan pria yang tengah memeluknya itu.
“Tubuhmu harum. Aku menyukai aroma tubuhmu,” bisik Odelia tepat di depan bibir pria itu dengan nada yang sensual.
Pria itu tersenyu seraya membelai pipi Odelia dan berbisik serak, “Apa kau ingin berdansa denganku?”
Odelia melingkarkan tangannya di leher pria itu. Mata sayunya tampak menggoda. “Mana mungkin aku menolak berdansa dengan pria tampan.”
Odelia bersumpah sosok pria itu benar-benar menghipnotis dirinya. Alkohol sialan telah sukses membuat otaknya memiliki imajinasi liar. Membuat dirinya tidak mempu menjauh dari pria yang kini berada di hadapannya. Jika bukan karena pengaruh alkohol, maka Odelia tak akan melakukan hal segila ini dalam hidupnya.
Pria itu menarik dagu Odelia memberikan kecupan di bibir wanita itu. Lantas dia segera membawa Odelia menuju lantai dansa. Tak ada penolakan. Odelia menuruti ke mana saja pria itu membawa dirinya. Luka di hati Odelia memang telah membuat otaknya tak mampu berpikir jernih. Malam ini yang Odelia inginkan hanya melupakan rasa sakitnya.
Musik slow motion membuat para pasangan yang menari di lantai dansa tampak begitu mesra. Odelia yang tengah menari dengan pria itu terlihat sangat mesra layaknya pasangan yang tengah memadung kasih.
Tubuh Odelia nyaris ambruk setiap kali bergerak berdansa. Jika bukan karena pria itu kini memeluk pinggangnya erat maka sudah dipastikan Odelia tergeletak di lantai dansa akibat tak lagi mampu berdiri.
“Pria setampanmu kenapa hanya sendiri, hm? Harusnya banyak wanita yang ada di sekelilingmu,” bisik Odelia tepat di depan bibir pria itu.
“Aku tidak sendiri. Aku bersamamu,” jawab pria itu dengan bisikan serak mneggoda.
“Ah, kau benar. Kau bersama denganku.” Odelia melingkarkan tangannya di leher pria itu. Lalu dengan berani, Odelia lebih dulu mencium bibir di hadapannya. Melumatnya dengan lembut.
Tampak pria itu sedikit terkejut kala Odelia menciumnya tiba-tiba. Namun keterkejutan pria itu hanya sebentar saja. Bibir manis Odelia telah menyihirnya. Pria itu kini membalas ciumanbegitu panas dan liar. Terdengar suara desahan Odelia akibat pria itu menciumnya dengan hebat.
“Siapa namamu?” Pria itu berbisik seraya meremas pinggang Odelia pelan.
“Kau bisa memanggilku Odelia.” Odelia membawa tangannya menyentuh rahang pria itu.
“Namamu indah, Odelia.” Pria itu menatap dalam manik mata abu-abu wanita itu. “Noah. Kau bisa memanggilku Noah,” bisiknya lagi memperkenalkan dirinya.
Senyuman menggoda terlukis di wajah Odelia. Wanita itu semakin merapatkan dadanya ke dada bidang pria yang bernama Noah. “Namamu juga indah, Noah. Sangat cocok dengan wajah tampanmu.”
Mendengar pujian Odelia, membuat Noah langsung menyambar bibir Odelia. Memagutnya dengan lembut. Mereka berciuman begitu panas dan liar. Keduanya terbakar oleh gairah panas yang mereka ciptakan.
“Apa kau mau menemaniku malam ini? Aku ingin menghabiskan malamku bersama pria tampan sepertimu,” bisik Odelia menggoda dengan mata sayu.
Senyuman samar di wajah Noah terlukis kala Odelia mengajaknya menghabiskan malam bersama. Belum dia menawarkan, tapi malah Odelia sudah lebih dulu menawaarkan diri.
“Aku tidak mungkin menolakmu, Odelia,” jawab Noah seraya meremas kuat pinggang Odelia. Pria itu memberikan kecupan di bibir Odelia dan sukses membangkitkan hasrat keduanya.
“Do it, Noah,” bisik Odelia tak sabar. Noah menyeringai puas. Lantas pria itu langsung membawa Odelia meninggalkan lantai dansa.
***
Tubuh Odelia terdorong masuk ke dalam hotel oleh Noah. Pria itu menarik tengkuk leher Odelia, dan melumat bibirnya dengan liar. Tak hanya diam, Odelia pun membalas pagutan yang diberikan Noah. Bibir mereka saling mencecapi, lidah mereka saling berpagutan. Mereka berciuman sangat panas. Noah mengeratkan pelukannya di pinggang Odelia.
“Kau sangat cantik, Odelia,” bisik Noah memuji disela-sela ciumannya.
Odelia tersenyum nakal menatap pria di hadapannya dengan tatapan yang menggoda. Kini wanita itu membawa tangannya mengelus dada bidang pria itu serta lengan kekarnya yang sudah sejak tadi dia inginkan.
“Kau sudah tidak sabar rupanya.” Noah membawa tangannya, menanggalkan gaun yang dipakai oleh Odelia. Dalam sekejap, Noah berhasil melepaskan gaun Odelia, hingga terjatuh di lantai.
Kilat mata pria itu, menatap kagum wanita yang berada di hadapannya itu memiliki lekuk tubuh yang begitu indah. Kulit putih dan mulusnya, membuat dirinya tidak henti menatap wanita itu. Detik selanjutnya, Noah mendorong tubuh Odelia, hingga membuatnya tergeletak di ranjang. Pria itu naik ke atas tubuh Odelia, dan mencium bibir Odelia dengan liar.
Hingga saat tubuh keduanya telah polos tanpa sehelai benang pun, terdengar suara jeritan Odelia memenuhi kamar megah itu. Odelia merasakan pusat tubuhnya terbelah. Dia mencengkram kuat sprei menahan rasa sakit yang luar biasa pada inti tubuh bagian bawahnya.
“Victor…!” Suara Odelia begitu lembut di telinga Noah. Dalam pergulatan panas mereka, tampak kening Noah mengerut melihat wanita yang ada di bawahnya ini menyebut nama pria lain. Namun Noah tak peduli. Malam panjang itu dihabiskan dengan sebuah hasrat yang tersalurkan.
Pelupuk mata Odelia bergerak. Wanita itu mengerjap kala sinar matahari menyentuh wajahnya. Perlahan Odelia mulai membuka mata. Namun, kala matanya telah terbuka, dia merasakan sakit luar biasa di inti tubuh bagian bawahnya. Odelia memijat pelan bahunya. Mata wanita itu masih menyipit akibat menahan sakit.Beberapa kali Odelia meringis menahan perih. Entah dia tak mengerti kenapa inti tubuh bagian bawahnya sangat sakit. Detik selanjutnya Odelia mulai mengedarkan pandangannya ke setiap sudut ruangan. Seketika kening Odelia berkerut. Memperhatikan dirinya berada di sebuah kamar bernuansa putih.“Kenapa aku di sini?” guman Odelia cemas.Tiba-tiba napas Odelia tercekat melihat pakaiannya tergeletak sembarangan di lantai. Dengan cepat Odelia mengalihkan pandangannya, melihat tubuhnya. Jantung Odelia nyaris berhenti melihat tubuh polosnya hanya terbalut oleh selimut tebal.Ditambah banyaknya bercak merah yang ada di dadanya, membuat wajah Odelia semakin pucat. Odelia menggelengkan kepalanya,
“Sial … kenapa sakit sekali.” Odelia meringis perih merasakan inti tubuh bagian bawahnya. Odelia melangkahkan kakinya memasuki perusahaan di mana wanita itu bekerja.Sepulang dari hotel, Odelia segera menuju ke perusahaan. Beruntung, Odelia memiliki pakaian cadangan di dalam mobil. Andai saja dia tak memiliki pakaian cadangan di dalam mobil, sudah pasti Odelia terpaksa harus pulang ke apartemennya.Tak mungkin Odelia berangkat ke kantor dalam keadaan dress-nya yang sudah kacau. Meski masih bisa dipakai tapi tetap saja dress yang dia pakai tadi malam sedikit robek. Pria asing itu benar-benar menyebalkan!“Odelia?” Suara Darla—rekan kerja Odelia—memanggil Odelia dengan sedikit keras. Wanita berambut pirang itu berlari menyusul Odelia yang baru saja tiba di lobby perusahaan.“Darla?” Odelia berusaha menahan rasa perihnya di titik sensitive-nya. Terutama dia bertemu dengan rekan kerjanya. Dia tidak mau sampai Darla curiga padanya yang sedari tadi meringis perih.“Odelia … apa kau tahu kab
“Kau yakin melupakan tentang kejadian tadi malam, Nona Odelia Jakson?”Tubuh Odelia meremang mendengar apa yang dikatakan oleh Noah. Bulu kuduknya merinding. Otak Odelia menjadi blank seketika. Odelia menelan saliva-nya susah payah. Wanita itu sangat tahu bahwa dirinya menjadi pusat perhatian seluruh karyawan, termasuk Direkur Utamanya. Oh, Hell! Odelia tidak tahu harus berbuat apa. Jika saja ada mesin waktu, sudah pasti Odelia lebih memilih untuk berlari menuju ke mesin waktu.“A-aku—” Napas Odelia tercekat. Ada sebuah ucapan yang ingin dia katakan, namun semuanya tertahan di tenggorokannya, dan tak mampu terucap olehnya.Noah tersenyum samar melihat kepanikan di wajah Odelia. “Kenapa kau hanya diam, Odelia? Kau tidak mau mengatakan apa pun, hm?” bisiknya serak di telinga Odelia. Suara yang terdengar begitu menggoda hingga membuat seluruh saraf di tubuh wanita itu bergejolak tak menentu.Odelia bungkam dengan tangan berkeringat dingin.“Tuan Danzel, apa Anda mengenal Odelia?” Elvina
Odelia melepaskan heels dan tasnya, lalu meletakan ke sembarangan arah. Wanita itu masuk ke dalam kamar yang sama sekali tak tertata rapi. Banyak tumpukan barang di kardus itu. Barang-barang pemberian dari mantan kekasihnya.Ya, sebelumnya Odelia telah mengemasi barang-barang hadiah dari mantan kekasihnya. Termasuk foto-foto kenangan mereka di masa lalunya dengan sang mantan kekasih. Odelia bermaksud memasukan barang-barang itu ke dalam gudang penyimpanan barang yang sudah tak terpakai.Odelia ingin melupakan semua kenangan-kenangan palsu itu, dan mengubur dalam-dalam semuanya. Tiga tahun Odelia habiskan waktunya hanya untuk pria pengecut yang sama sekali tak mencintainya dengan tulus.Jika saja sejak awal Odelia tahu sifat Viktor, maka pasti Odelia tak akan membuang waktunya bertahun-tahun hanya untuk sia-sia. Rasanya Odelia ingin menertawakan kehidupannya yang amat menyedihkan ini.Patah hati, lalu berakhir one night stand dengan CEO baru di perusahaannya.Odelia yakin takdir sangat
Odelia memejamkan mata lelah di kala sudah selesai membuat laporan yang diinginkan oleh Noah. Wanita itu nampak sangat sedih bercampur dengan kesal. Entah, Odelia merasa hidupnya benar-benar seperti tengah dikutuk.Suara dering ponsel berbunyi. Odelia mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan menatap ke layar tertera nomor ibunya di sana. Raut wajah Odelia berubah di kala melihat nomor telepon ibunya.Odelia terdiam sejenak. Dia memang menghindari kedua orang tuanya. Sudah sejak tiga tahun lalu, Odelia memutuskan tinggal di New York. Sedangkan kedua orang tuanya berada di Florida.Odelia mendapatkan penawaran pekerjaan di New York, lalu bertemu dengan Viktor. Sayangnya, perjalanan hidup Odelia tak sempurna seperti apa yang dia imajinasikan.“Sorry, Mom.” Odelia menggeser tombol merah menolak panggilan ibunya itu. Dia mengirimkan pesan singkat pada ibunya mengatakan dusta; tengah meeting. Terpaksa, Odelia harus berbohong. Dia tidak memiliki pilihan lain. Pasalnya, Odelia tak ingin
“Apa kau sudah kehilangan akal sehatmu, Noah? Kenapa kau memaksaku masuk ke dalam mobilmu?” Odelia memberikan tatapan dingin dan tajam Noah yang tengah melajukan mobil.Ya, sungguh Odelia tak mengira kalau Noah akan memaksanya masuk ke dalam mobil pria itu. Benak Odelia, pria itu akan meninggalkannya di pinggir jalan, namun ternyata apa yang dirinya pikirkan salah besar. “Terlalu lama kau menunggu pihak bengkel datang menemuimu.” Noah melirik Odelia sekilas, dan melukiskan senyuman tipis. “Anyway, aku jauh lebih menyukai kau memanggil nama depanku, bukan memanggilku dengan bahasa formal.”Odelia mendesah panjang. “Noah, ini tidak lucu. Turunkan aku di pinggir jalan. Aku akan naik taksi. Kau tidak usah membantuku. Aku mampu mengurus diriku sendiri.” Senyuman kembali terlukis di wajah Noah. Rupanya wanita di sampingnya itu memang sangat keras kepala, dan menjunjung tinggi harga diri. “Kalau aku menurunkanmu di pinggir jalan, lalu ada yang melihatmu, maka orang berpikir kau sedang tra
Odelia menghempaskan tubuhnya di ranjang, dan berusaha memejamkan matanya. Wanita itu benar-benar merasa dirinya berada di dalam jurang, dan tak bisa selamat. Odelia ingin menghindari Noah Danzel, tapi bagaimana caranya? Oh, God! Odelia masih sangat membutuhkan pekerjaannya. Odelia mengatur napasnya, namun tiba-tiba sesuatu hal di dalam diri Odelia menggerakan hatinya dan memaksa otaknya untuk melakukan tindakan. Wanita itu mengambil ponselnya yang ada di sampingnya, dan melihat di internet tentang ‘Noah Danzel’.Odelia membaca berita tentang Noah—yang berisikan tentang Noah banyak berkencan dengan wanita-wanita berbeda. Mulai dari model, artis ternama, bahkan anak pengusaha besar. Pun di internet bantak beredar paparazzi yang mengambil gambar Noah diam-diam tengah berlibur dengan salah satu artis ternama.“Dia memang berengsekk,” umpat Odelia kasar dan langsung menutup internet, tak lagi melihat berita tentang Noah Danzel.“Akhh! Kenapa aku harus melihat berita pria sialan itu?” O
Noah terbangun dari tidurnya seraya memijat pelipisnya yang sedikit pusing. Perlahan mata Noah mengendar ke sekitar—menyadari bahwa dirinya berada di kamar yang bukan miliknya.Pertama kali di kala pria itu sudah membuka mata, dia tahu bahwa dirinya memang bukan di kamarnya. Aroma pengharum ruangan bercampur dengan parfume di kamar itu—sudah menjadi jawaban bahwa dia berada di kamar seorang wanita.Ya, ingatan Noah perlahan mulai terkumpul satu demi satu. Pria itu ingat dirinya mendatangi apartemen Odelia setelah dari klub malam. Pun Noah ingat dirinya mencium bibir Odelia. Namun, karena rasa kantuk tak tertahan, membuat Noah akhirnya terlelap di ranjang wanita itu.Noah tersenyum samar mengingat tadi malam. Sebenarnya, dia ingin pulang, namun karena merasakan jenuh luar biasa membuat Noah memutuskan ke apartemen Odelia. Lagi pula, hari ini adalah dirinya tak terlalu memiliki banyak pekerjaan. Jadi dia bisa sedikit lebih bersantai. Noah menoleh ke samping melihat di samping ranjangn