Jemari Noah membelai bibir ranum Odelia. Manik mata cokelat pria itu tak lepas menatap keindahan manik mata Odelia. Tatapan seperti aliran sungai yang amat tenang dan teduh—hingga membuat kenyamanan yang timbul.Posisi Odelia masih di pangkuan Noah, sama sekali belum beranjak dari sana. Ya, Odelia tak menyadari kalau ‘masih’ berada di pangkuan Noah. Sentuhan pria itu benar-benar melumpuhkannya—seakan membuat Odelia melupakan banyak hal.Odelia memiliki kulit yang sangat putih. Hanya sedikit rona di pipinya saja, sudah sangat terlihat. Jika seperti ini, maka tak akan pernah ada yang tahu bahwa Odelia adalah wanita yang tengah mengalami patah hati. Debar jantung Odelia begitu terasa. Bahkan seakan ingin melompat dari tempatnya. Dadanya yang padat dan sintal menempel di dada bidang Noah. Aroma parfume yang melekat di tubuh Noah pun sukses membuat desiran di seluruh organ Odelia.Noah menggerakan jemarinya menyentuh pipi putih mulus Odelia yang sedikit merona. “You’re so damn beautiful,
Odelia tak tenang. Hatinya selalu saja gelisah sepanjang dirinya membuatkan laporan yang akan nanti dia berikan pada Noah. Jika biasanya, Odelia mampu mengerjakan pekerjaan dengan cepat kali ini berbeda. Entah hal apa yang mengusik ketenangan Odelia. Tak mungkin dirinya tak tenang di kala Noah kedatangan tamu wanita cantik. Memangnya apa hubungannya dengan pria itu?Shit! Odelia mengumpat dalam hati merutuki kebodohannya. Dia yakin otaknya pasti sedang mengalami gangguan. Odelia nampak mengatur napasnya, berusaha untuk tenang. Odelia tak akan membiarkan dirinya terjebak dalam sebuah kebodohan lagi. Suara dering ponsel berbunyi. Refleks, Odelia mengalihkan pandangannya pada ponselnya yang ada di atas meja. Wanita itu awalnya ingin mengabaikan, namun entah kenapa malah hatinya mendorongnya untuk melihat siapa yang menghubunginya. Pun Odelia khawatir kalau yang menghubunginya itu adalah salah satu client pentingnya. Odelia mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan menatap ke laya
Keheningan menyelimuti kamar Odelia. Sejak tadi Odelia hanya diam tak mengatakan sepatah kata pun. Begitu juga dengan Noah yang duduk di hadapan Odelia masih tetap diam. Posisi mereka sudah tak lagi seintim tadi. Nampaknya Noah tak ingin memaksa Odelia. Well, seberengsek-berengsek Noah rupanya Noah memang tak pernah memaksa.Sejak awal, memang Odelia duluan yang mendekati Noah. Sekalipun dalam keadaan mabuk, tetap saja sumbu api bermula dari Odelia, bukan Noah. Namun, sayangnya di kala Noah mulai menikmati keadaan yang ada; Odelia tak bisa menerima itu. Terlebih kenyataan di mana Noah adalah CEO di tempatnya bekerja membuat perasaan Odelia campur aduk. Takut, malu, bingung, kesal, dan marah. Itulah perasaan yang dirasakan oleh Odelia Jackson.Akan tetapi, kejadian hari ini membuktikan bahwa gengsi Odelia mulai sirna bagaikan diterpa oleh ombak. Jika tidak, mana mungkin seorang Odelia Jakson sampai menangis. Hal itu yang membuat Noah gemas pada Odelia. Di depan Odelia selalu menolak ma
“Sssh—” Odelia meringis perih kesakitan di kala baru saja membuka mata. Wanita itu merasakan sakit luar biasa disekujur tubuhnya. Pegal, perih, semua dirasakan oleh tubuh Odelia.Odelia memejamkan matanya lagi. Lalu, perlahan-lahan mata Odelia kembali terbuka seraya mengendarkan pandangan sekitar. Rasa nyeri di titik sensitive-nya mulai membaik. Namun, seketika raut wajah Odelia menegang di kala kepingan memori ingatannya mengingat akan sesuatu.Raut wajah Odelia memucat. Debar jantungnya berdetak tak karuan. Sesaat, Odelia mulai memberanikan menurunkan pandangannya melihat tubuh telanjangnya hanya terbalut oleh selimut tebal. Bahkan di dadanya penuh dengan bercakan merah tanda kissmark. Ya, Odelia mengingat semuanya. Tentang, dirinya yang telah jatuh pada pesona Noah Danzel.“Ya Tuhan, Odelia. Apa yang sudah kau lakukan?” Odelia menutup wajahnya dengan tangannya, merutuki kebodohannya.“Bodoh! Kau benar-benar bodoh, Odelia!” Odelia terus menerus merutuki dirinya. Apa yang dia lakukan
Odelia tak pernah mengira kalau akan memiliki hubungan dengan Noah Danzel—CEO baru di mana Odelia bekerja. Entah hubungan ini dinamakan apa. Odelia tak mengerti. Ya, wanita itu sangat nekat menjalin hubungan yang rumit di tengah-tengah dirinya yang masih dalam peralihan move on dari sang mantan kekasih.Odelia tak pernah berniat menjadikan Noah pelampiasan, tapi hadirnya Noah seakan memberikan warna yang baru di hidupnya yang sudah gelap gulita akibat patah hati. Odelia memilih untuk melangkah maju, tanpa mau peduli akan apa pun. Hidup Odelia sudah penuh dengan lika liku. Jika dirinya terlalu pusing tentang kerumitan hidupnya, maka tentu kerumitan hidupnya tak akan pernah bisa berakhir. Hidup yang rumit, akan lebih mudah kalau orang yang menjalani mengikuti alur kehidupan, seperti aliran sungai yang mengalir. “Odelia, kau dari mana saja? Kenapa datang ke kantor jam segini? Kau terlambat lima belas menit,” seru Darla menatap kesal Odelia yang baru saja keluar dari lift. Hari ini, Od
Noah melangkah keluar dari penthouse-nya, hendak menuju ke halaman parkir. Pria itu sedikit terburu-buru, karena memiliki janji dengan Odelia. Besok adalah weekend, dia memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama dengan Odelia.Namun, saat Noah baru saja hendak masuk ke dalam mobil, langkah kaki Noah terhenti di kala melihat sebuah mobil yang dia kenali memasuki halaman parkir gedung apartemen di mana unit penthouse-nya berada.Noah mengembuskan napas kasar, menatap kesal sosok wanita paruh baya yang turun dari mobil. Wajah kesal Noah nampak terlihat jelas, namun Noah tak bisa langsung pergi, karena jika dia nekat, maka masalah baru akan terjadi.“Kau mau pergi ke mana, Noah?!” Bella—ibu Noah—melangkah menghampiri Noah, dengan mata yang menyalang tajam sambil bertolak pinggang.“Aku memiliki urusan. Kenapa kau ke sini, Mom?” tanya Noah menahan rasa kesal. Jika ibunya datang, maka hanya memperlama dirinya untuk pergi.“Noah, sepupumu sebentar lagi akan menikah! Kapan kau menikah, Noah?
Odelia menerima sebuah paket berukuran sedang yang baru saja diantar oleh kurir. Tertera alamatnya dan namanya. Sebuah kotak yang entah apa isinya. Odelia merasa kalau sedang tak membeli apa pun. Bahkan tadi pun kurir tak banyak bicara. Hanya mengatakan paket ini untuk dirinya. “Ini paket apa?” gumam Odelia pelan sambil meletakan kotak itu ke atas ranjang, menatap lekat dan seksama. Detik selanjutnya, Odelia membuka perlahan kotak tersebut. Seketika mata Odelia melebar terkejut melihat sebuah gaun cantik berwarna silver ada di hadapannya. Bibir Odelia sampai menganga akibat keterkejutannya. Gaun itu sangat cantik dan elegan.Ya, malam ini adalah malam di mana dirinya akan makan malam dengan Noah. Pun ingatan Odelia tergali akan Noah yang mengatakan akan meminta orangnya mengantarkan gaun untuknya. Tapi, sungguh Odelia tak menyangka kalau Noah memiliki selera sebagus ini.Odelia menyentuh gaun itu, lalu menatap sebuah kotak berukuran sedang yang ternyata terselip di pinggir gaun. Ken
Noah melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya sekilas. Pria itu merasa sudah cukup lama Odelia berada di toilet, dan tak kunjung kembali. Dia memutuskan untuk melangkah menghampiri Odelia, namun baru saja melangkah, tatapan pria itu menatap Odelia yang berlari dengan raut wajah yang nampak muram dan sedih.“Odelia?” Noah mendekat, dan menyentuh kedua bahu Odelia.“Noah, aku sedang kurang enak badan. Bisa kita pulang sekarang?” pinta Odelia. Nadanya pelan, tapi terdengar seperti menahan sesak di dada.Kening Noah mengerut, menatap lekat dan bingung Odelia yang seperti terjadi sesuatu pada wanita itu. “Ada apa, Odelia?” tanyanya mulai mencemaskan Odelia.Odelia membenamkan wajahnya ke dada bidang Noah. “Antar aku pulang, Noah. Please. Aku mohon padamu.”Noah terdiam mendengar permintaan Odelia. Dari nada suara Odelia seakan memberi tahu bahwa wanita itu sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Noah merasa ada yang aneh dan ganjal, namun dia memutuskan untuk tidak memaksa