“Sssh—” Odelia meringis perih kesakitan di kala baru saja membuka mata. Wanita itu merasakan sakit luar biasa disekujur tubuhnya. Pegal, perih, semua dirasakan oleh tubuh Odelia.Odelia memejamkan matanya lagi. Lalu, perlahan-lahan mata Odelia kembali terbuka seraya mengendarkan pandangan sekitar. Rasa nyeri di titik sensitive-nya mulai membaik. Namun, seketika raut wajah Odelia menegang di kala kepingan memori ingatannya mengingat akan sesuatu.Raut wajah Odelia memucat. Debar jantungnya berdetak tak karuan. Sesaat, Odelia mulai memberanikan menurunkan pandangannya melihat tubuh telanjangnya hanya terbalut oleh selimut tebal. Bahkan di dadanya penuh dengan bercakan merah tanda kissmark. Ya, Odelia mengingat semuanya. Tentang, dirinya yang telah jatuh pada pesona Noah Danzel.“Ya Tuhan, Odelia. Apa yang sudah kau lakukan?” Odelia menutup wajahnya dengan tangannya, merutuki kebodohannya.“Bodoh! Kau benar-benar bodoh, Odelia!” Odelia terus menerus merutuki dirinya. Apa yang dia lakukan
Odelia tak pernah mengira kalau akan memiliki hubungan dengan Noah Danzel—CEO baru di mana Odelia bekerja. Entah hubungan ini dinamakan apa. Odelia tak mengerti. Ya, wanita itu sangat nekat menjalin hubungan yang rumit di tengah-tengah dirinya yang masih dalam peralihan move on dari sang mantan kekasih.Odelia tak pernah berniat menjadikan Noah pelampiasan, tapi hadirnya Noah seakan memberikan warna yang baru di hidupnya yang sudah gelap gulita akibat patah hati. Odelia memilih untuk melangkah maju, tanpa mau peduli akan apa pun. Hidup Odelia sudah penuh dengan lika liku. Jika dirinya terlalu pusing tentang kerumitan hidupnya, maka tentu kerumitan hidupnya tak akan pernah bisa berakhir. Hidup yang rumit, akan lebih mudah kalau orang yang menjalani mengikuti alur kehidupan, seperti aliran sungai yang mengalir. “Odelia, kau dari mana saja? Kenapa datang ke kantor jam segini? Kau terlambat lima belas menit,” seru Darla menatap kesal Odelia yang baru saja keluar dari lift. Hari ini, Od
Noah melangkah keluar dari penthouse-nya, hendak menuju ke halaman parkir. Pria itu sedikit terburu-buru, karena memiliki janji dengan Odelia. Besok adalah weekend, dia memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama dengan Odelia.Namun, saat Noah baru saja hendak masuk ke dalam mobil, langkah kaki Noah terhenti di kala melihat sebuah mobil yang dia kenali memasuki halaman parkir gedung apartemen di mana unit penthouse-nya berada.Noah mengembuskan napas kasar, menatap kesal sosok wanita paruh baya yang turun dari mobil. Wajah kesal Noah nampak terlihat jelas, namun Noah tak bisa langsung pergi, karena jika dia nekat, maka masalah baru akan terjadi.“Kau mau pergi ke mana, Noah?!” Bella—ibu Noah—melangkah menghampiri Noah, dengan mata yang menyalang tajam sambil bertolak pinggang.“Aku memiliki urusan. Kenapa kau ke sini, Mom?” tanya Noah menahan rasa kesal. Jika ibunya datang, maka hanya memperlama dirinya untuk pergi.“Noah, sepupumu sebentar lagi akan menikah! Kapan kau menikah, Noah?
Odelia menerima sebuah paket berukuran sedang yang baru saja diantar oleh kurir. Tertera alamatnya dan namanya. Sebuah kotak yang entah apa isinya. Odelia merasa kalau sedang tak membeli apa pun. Bahkan tadi pun kurir tak banyak bicara. Hanya mengatakan paket ini untuk dirinya. “Ini paket apa?” gumam Odelia pelan sambil meletakan kotak itu ke atas ranjang, menatap lekat dan seksama. Detik selanjutnya, Odelia membuka perlahan kotak tersebut. Seketika mata Odelia melebar terkejut melihat sebuah gaun cantik berwarna silver ada di hadapannya. Bibir Odelia sampai menganga akibat keterkejutannya. Gaun itu sangat cantik dan elegan.Ya, malam ini adalah malam di mana dirinya akan makan malam dengan Noah. Pun ingatan Odelia tergali akan Noah yang mengatakan akan meminta orangnya mengantarkan gaun untuknya. Tapi, sungguh Odelia tak menyangka kalau Noah memiliki selera sebagus ini.Odelia menyentuh gaun itu, lalu menatap sebuah kotak berukuran sedang yang ternyata terselip di pinggir gaun. Ken
Noah melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya sekilas. Pria itu merasa sudah cukup lama Odelia berada di toilet, dan tak kunjung kembali. Dia memutuskan untuk melangkah menghampiri Odelia, namun baru saja melangkah, tatapan pria itu menatap Odelia yang berlari dengan raut wajah yang nampak muram dan sedih.“Odelia?” Noah mendekat, dan menyentuh kedua bahu Odelia.“Noah, aku sedang kurang enak badan. Bisa kita pulang sekarang?” pinta Odelia. Nadanya pelan, tapi terdengar seperti menahan sesak di dada.Kening Noah mengerut, menatap lekat dan bingung Odelia yang seperti terjadi sesuatu pada wanita itu. “Ada apa, Odelia?” tanyanya mulai mencemaskan Odelia.Odelia membenamkan wajahnya ke dada bidang Noah. “Antar aku pulang, Noah. Please. Aku mohon padamu.”Noah terdiam mendengar permintaan Odelia. Dari nada suara Odelia seakan memberi tahu bahwa wanita itu sedang tidak dalam keadaan baik-baik saja. Noah merasa ada yang aneh dan ganjal, namun dia memutuskan untuk tidak memaksa
Menghabiskan weekend bersama dengan Noah Danzel adalah hal yang tak pernah terkira oleh Odelia. Sebelumnya weekend Odelia selalu terasa gelap layaknya tak memiliki kehidupan. Namun, sekarang sangatlah berbeda dari yang dahulu. Sekarang layaknya ada lampu penerang yang memberikan kehidupan baginya.Sayangnya, weekend telah berakhir. Odelia dan Noah harus kembali memulai aktivitas mereka. Untungnya mereka bekerja di kantor yang sama. Hanya posisi yang berbeda terlalu jauh. Sampai membuat Odelia tak pernah berani mengungkapkan hubungannya dengan Noah pada lingkungan kantor.“Selesai.” Odelia menepuk dada Noah, di kala sudah membantu memasangkan dasi pria itu. Ya, kini Odelia dan Noah sama-sama bersiap-siap untuk berangkat ke kantor.“Thanks.” Noah mengecup bibir Odelia. “Kau yakin tidak mau berangkat bersama denganku?” tanyanya memastikan.Odelia meminta untuk berangkat masing-masing. Yang mana artinya Odelia mengemudikan mobilnya sendiri, dan Noah mengemudikan mobilnya sendiri. Ini mema
“Ehm! Sepertinya aku sangat mengganggu.”Odelia terperanjat terkejut di kala mendengar suara berat memasuki ruang kerja Noah. Refleks, Odelia mendorong tubuh Noah, menghindar dari pria itu. Detik selanjutnya tatapan Odelia teralih pada sosok pria asing tampan yang berdiri di ambang pintu.Odelia menjadi salah tingkah tak menentu. Entah siapa pria asing yang ada di hadapannya itu. Yang pasti dia yakin bahwa pria asing itu cukup dekat dengan Noah. Astaga, membayangkan itu semua membuatnya ingin sekali berlari bersembunyi sejauh mungkin. Tapi berlari pun sulit. Yang membuat Odelia kesal adalah pria asing itu melihat dirinya dan Noah tengah berciuman mesra. Itu sangat memalukan!Jika Odelia panik dan gelisah, lain halnya dengan Noah yang nampak begitu santai, dan sama sekali tidak takut. Malah yang ada pria itu menatap jengkel sosok tamu yang datang tak diundang.“Kenapa kau ke sini, Axel?!” seru Noah seraya menatap dingin dan tajam, temannya yang datang.Axel mendekat sambil terkekeh. “R
*Jangan pulang dulu. Aku ingin mengajakmu makan malam di luar. Ada restoran baru yang ingin aku kunjungi bersama denganmu.* Sebuah pesan singkat dari Noah, membuat Odelia tersenyum-senyum sendiri. Ini sudah waktunya pulang kantor, tapi pesan singkat dari Noah membuat Odelia terbang melambung tinggi. Wanita itu persis seperti anak remaja yang tengah kasmaran.“Odelia, kau ini kenapa senyum-senyum sendiri?” Darla menatap Odelia yang nampak aneh.Odelia sedikit terkejut melihat Darla di hadapannya. Buru-buru, dia menyimpan ponselnya di saku celananya, dan berusaha untuk tenang. “Aku mendapatkan pesan dari ibuku,” jawabnya berdusta.“Ah, bagaimana kabar ibumu? Apa kau ingin pulang ke Florida?” Darla mendekat.Odelia memaksakan senyumannya. “Baik. Mungkin nanti. Aku belum bisa mengambil cuti untuk pulang ke Florida.”Darla mengangguk paham. “Iya, kau jangan dulu mengambil cuti. Perusahaan ini baru saja diambil alih Danzel Group. Kita masih harus penyesuaian dengan aturan-aturan yang berla