*Jangan pulang dulu. Aku ingin mengajakmu makan malam di luar. Ada restoran baru yang ingin aku kunjungi bersama denganmu.* Sebuah pesan singkat dari Noah, membuat Odelia tersenyum-senyum sendiri. Ini sudah waktunya pulang kantor, tapi pesan singkat dari Noah membuat Odelia terbang melambung tinggi. Wanita itu persis seperti anak remaja yang tengah kasmaran.“Odelia, kau ini kenapa senyum-senyum sendiri?” Darla menatap Odelia yang nampak aneh.Odelia sedikit terkejut melihat Darla di hadapannya. Buru-buru, dia menyimpan ponselnya di saku celananya, dan berusaha untuk tenang. “Aku mendapatkan pesan dari ibuku,” jawabnya berdusta.“Ah, bagaimana kabar ibumu? Apa kau ingin pulang ke Florida?” Darla mendekat.Odelia memaksakan senyumannya. “Baik. Mungkin nanti. Aku belum bisa mengambil cuti untuk pulang ke Florida.”Darla mengangguk paham. “Iya, kau jangan dulu mengambil cuti. Perusahaan ini baru saja diambil alih Danzel Group. Kita masih harus penyesuaian dengan aturan-aturan yang berla
Odelia duduk di sofa kamar apartemennya sambil memainkan kukunya, dan menggigit bibir bawahnya pelan. Ya, saat ini Odelia sudah pulang ke apartemennya. Harusnya dirinya menunggu Noah, tetapi dia memutuskan untuk pulang duluan.Alasannya? Karena Noah kedatangan ibunya. Itu yang membuat Odelia memutuskan untuk pulang lebih dulu. Dugaan Odelia mengatakan bahwa Noah pasti akan pulang terlambat. Hari ini bertemu dengan ibu Noah membuat Odelia gugup luar biasa. Semua perasaan Odelia begitu campur aduk. Takut, cemas, khawatir semuanya melebur menjadi satu. Rasanya Odelia belum siap ibu Noah tahu tentang hubungannya dengan Noah.Odelia menarik napas dalam-dalam, dan mengembuskan perlahan. Wanita itu berusaha untuk menenangkan dirinya, dari rasa gugup yang menghantuinya. Otaknya muncul terkaan-terkaan yang belum tentu terjadi. Buru-buru, dia menepis pikiran buruk yang muncul di otaknya.Suara dering ponsel terdengar, menandakan adanya pesan masuk. Refleks, Odelia mengambil ponselnya yang ada
Noah bermalam di apartemen Odelia. Pria itu enggan untuk pulang ke penthouse-nya. Pun dia memang menghindar. Mungkin saja ibunya akan datang ke penthouse-nya untuk membahas hal-hal tak masuk akal. Noah malas bertemu dengan ibunya, setelah kemarin dirinya berdebat dengan ibunya.Noah melangkah keluar kamar, menghampiri Odelia yang sudah berkutat di dapur membuatkan sarapan. Noah sudah rapi dengan pakaian kantor. Tadi pagi-pagi sekali, asistennya mengantarkan pakaian ganti untuknya.“Morning.” Odelia tersenyum menatap Noah yang duduk di kursi meja makan, lalu dia segera menghindangkan sandwich tuna serta teh madu hangat untuk Noah.“Morning.” Noah mengecup bibir Odelia, di kala Odelia memberikan sandwich untuknya.Odelia duduk di hadapan Noah. “Pagi ini apa kau tidak memiliki meeting?” tanyanya.“Tidak, aku baru memiliki meeting nanti siang,” jawab Noah datar. “Kalau kau malas bekerja, kau istirahat saja. Nanti aku akan menyampaikan pada HRD.”Odelia berdecak pelan. “Noah, tidak bisa se
“Noah, aku merindukanmu.” Monica memberikan pelukan erat di kala dirinya sudah tiba di ruang kerja Noah. Tampak jelas Monica sangat merindukan Noah. Wanita itu bahkan sampai memeluk Noah dengan sangat erat, seakan tak ingin terlepaskan.Noah bergeming di tempatnya di kala mendapatkan pelukan dari Monica. Pria tampan itu sama sekali tak menolak, ataupun membalas pelukan Monica. Dia hanya diam membiarkan Monica memeluknya dengan begitu erat.“Kenapa kau ke sini tiba-tiba, Monica?” tanya Noah dingin dan datar.Monica mengurai pelukannya, menatap jengkel Noah. “Kau ini menyebalkan sekali. Aku kan sepupumu. Kenapa malah kau bertanya seperti itu padaku?” jawabnya jengkel.Ya, wanita cantik yang ada di hadapan Noah adalah Monica Danzel—sepupu kandungnya. Kedua orang tua Monica tinggal di Chicago. Sedangkan Monica sejak dulu kerap tinggal di keluarga besar Noah. Jadi memang bisa dikatakan Monica sangat dekat dengan Noah ataupun keluarga besar Noah.“Kau selalu datang dengan tujuan tertentu. K
Bibir Noah menjelajah ke atas bibir Odelia. Ciuman itu begitu menggebu dan tersirat api hasrat. Pria tampan itu menindih tubuh Odelia. Tak ada yang bisa Odelia lakukan selain pasrah di kala Noah menciumnya dengan liar.Tak menampik bahwa memang Odelia terbuai akan ciuman itu. Ciuman yang melumpuhkan seluruh saraf dalam tubuh Odelia. Tidak bisa dipungkiri, bahwa memang Odelia tidak bisa sama sekali menolak sentuhan Noah.“Ah—” Desahan lolos di bibir Odelia di kala tangan kokoh Noah meremas payudaranya. Sialnya, pria itu menyelipkan tangan ke gaun yang dipakai Odelia—dan memberikan cubitan di puting payudara Odelia. Sungguh, tindakan Noah membuat tubuh Odelia menggelinjang. Bahkan kewanitaannya berkedut.Noah melepaskan ciumannya, menatap wajah Odelia yang memerah. Senyuman samar di wajahnya terlukis. Pria itu tahu bahwa Odelia tidak akan pernah bisa menolak sentuhannya.Noah menundukan kepalanya seraya melepaskan kancing depan dress Odelia, lalu menarik bra Odelia—dan mengisap puting p
“Odelia, malam ini kau tidak usah masak. Kita makan di luar saja.” Noah menghampiri Odelia yang baru saja selesai mandi. Tatapan pria itu menatap tubuh Odelia yang masih memakai handuk—dan rambut yang dililit oleh handuk.“Kau bosan masakanku?” tanya Odelia pelan sambil menekuk bibirnya. Sampai detik ini, Noah masih berada di apartemennya. Hal tersebut yang membuat Odelia berpikir kalau akan memasak untuk Noah. Tapi, sayangnya niat Odelia harus terurung, karena Noah melarangnya memasak.Noah melangkah mendekat, melingkarkan tangannya ke pinggang Odelia, mencium leher Odelia yang harum sabun. “Mana mungkin aku bosan dengan masakanmu. Aku hanya tidak ingin kau kelelahan. Tadi kan aku sudah membuat energy-mu banyak terkuras.”Pipi Odelia merona malu mendengar ucapan Noah. Tak dipungkiri memang benar energy-nya banyak terkuras habis. Bagaimana tidak? Noah saja menyerangnya lagi dan lagi. Kewanitaan Odelia saja sampai sekarang masih terasa nyeri.Noah mencium gemas pipi Odelia yang merona
Sepanjang perjalanan, tidak ada percakapan terjalin. Odelia sudah berkali-kali berusaha mengajak Noah bicara, namun sayangnya Noah sama sekali bisa diajak bicara oleh Odelia. Well, sepertinya marah seorang Noah Danzel tidaklah main-main.Setibanya di apartemen Odelia, Noah hendak ingin pulang, namun Odelia mencegahnya. Meskipun pria itu marah, tapi dia tetap bertanggung jawab memulangkan Odelia sampai ke apartemen wanita itu.“Tidurlah. Ini sudah malam,” ucap Noah dingin dan menyingkirkan tangan Odelia yang melingkar di lengannya. Pria itu ingin segera pergi guna meredam kemarahan. Dia tak ingin meledakan kemarahan yang telah mengganggu hati dan pikirannya.Odelia berdiri di depan Noah sambil merentangkan kedua tangannya. “Kau tidak boleh pergi ke mana pun! Kau harus tetap di sini, Noah. Kau salah paham. Ini semua tidak seperti yang kau pikirkan.”Odelia berusaha memberikan penjelasan. Karena memang, bagaimanapun, dia tidak pernah bermaksud untuk membuat Noah marah. Sungguh, dia menga
“Odelia?” Noah yang baru saja masuk ke dalam ruang kerjanya, cukup terkejut melihat Odelia berada di ruang kerjanya. Pria itu sedikit tak mengira kalau Odelia ada di ruang kerjanya.“Darla sudah tahu.” Odelia bangkit berdiri, mendekat ke arah Noah, dan memberikan pelukan pada pria itu.“Sudah tahu apa?” tanya Noah tak mengerti, namun dia tetap membalas pelukan Odelia.Odelia mendongakan kepalanya, menatap Noah. “Tadi malam saat kita makan di restoran, ternyata Darla melihat kita.”“Lalu?” Noah membelai pipi Odelia.Odelia mendesah panjang. “Lalu akhirnya aku memberi tahu Darla tentang hubungan kita. Aku sudah berusaha menutupi, tapi Darla mendesakku untuk bercerita. Jadi terpaksa aku bercerita tentang hubungan kita.” Bibir Odelia sedikit tertekuk.Noah mengangkat tubuh Odelia, mendudukan ke atas mejanya, dan merapatkan tubuhnya ke tubuh wanita itu. “Apa kau kesal karena Darla tahu tentang hubungan kita?” ujarnya bertanya.Odelia menggelengkan kepalanya sambil melingkarkan tangan ke le