“Apa kau sudah kehilangan akal sehatmu, Noah? Kenapa kau memaksaku masuk ke dalam mobilmu?” Odelia memberikan tatapan dingin dan tajam Noah yang tengah melajukan mobil.
Ya, sungguh Odelia tak mengira kalau Noah akan memaksanya masuk ke dalam mobil pria itu. Benak Odelia, pria itu akan meninggalkannya di pinggir jalan, namun ternyata apa yang dirinya pikirkan salah besar.
“Terlalu lama kau menunggu pihak bengkel datang menemuimu.” Noah melirik Odelia sekilas, dan melukiskan senyuman tipis. “Anyway, aku jauh lebih menyukai kau memanggil nama depanku, bukan memanggilku dengan bahasa formal.”
Odelia mendesah panjang. “Noah, ini tidak lucu. Turunkan aku di pinggir jalan. Aku akan naik taksi. Kau tidak usah membantuku. Aku mampu mengurus diriku sendiri.”
Senyuman kembali terlukis di wajah Noah. Rupanya wanita di sampingnya itu memang sangat keras kepala, dan menjunjung tinggi harga diri. “Kalau aku menurunkanmu di pinggir jalan, lalu ada yang melihatmu, maka orang berpikir kau sedang transaksi jual diri. Apa kau ingin orang berpikir buruk padamu, Odelia?” Noah membalikan ucapan Odelia.
Seketika raut wajah Odelia memucat mendengar ucapan Noah. Perkataan Noah benar. Dirinya tak mungkin turun di pinggir jalan. Jika sampai ada yang melihat, pasti orang akan berpikir buruk padanya. Terlebih mobil yang dia naiki ini adalah mobil mewah. Ah, sial! Odelia mengumpat dalam hati. Odelia membenci kondisi dirinya terjebak, menjadi dekat dengan pria sialan itu.
“Bagaimana? Kau masih ingin aku turunkan di pinggir jalan?” Noah sengaja menanyakan ini, demi sedikit menggoda Odelia yang nampak sangat marah.
Odelia mendecakkan lidahnya kesal. “Ya sudah, kau bisa mengantarku ke apartemenku.”
“Alright.” Noah menyunggingkan senyumannya, lalu menginjak pedal gas, menambah laju kecepatan mobilnya.
***
“Thanks, sudah mengantarkanku pulang.” Kalimat pertama yang Odelia ucap, di kala mobil Noah memasuki lobby gedung apartemen di mana unitnya berada. Tampak Odelia sudah melepas seat belt. Sejak tadi, dia memang sudah ingin segera turun dari mobil Noah. Namun, tentu dia harus menahan diri sampai mobil Noah tiba di depan lobby apartemennya.
“Ucapan terima kasihmu, belum bisa aku terima. Harusnya kau mengajakku masuk ke dalam apartemenmu, paling tidak menawarkan teh atau kopi. Itu baru bentuk ucapan terima kasih yang tepat,” jawab Noah seraya menatap Odelia dengan tatapan penuh arti.
“Aku tidak memiliki teh atau kopi.”
“Oke, kalau begitu air putih.”
“Air putih sedang habis. Tidak ada.”
“Alkohol?”
“Demi menghemat, aku tidak membeli minuman beralkohol.”
Noah mengulum senyumannya mendengar ucapan Odelia. Pria itu tahu bahwa Odelia berbohong padanya. Odelia tak ingin dirinya mampir ke apartemen wanita itu. Well, tapi bukan Noah Danzel namanya kalau tak bisa membujuk.
“Kalau begitu, aku akan meminta asistenku membawakan minuman dan makanan ke apartemenmu.” Noah mengambil ponselnya, dan hendak menghubungi asistennya itu, namun seketika gerak Noah terhenti di kala tangan Odelia menahan tangannya.
“Noah, aku ingin istirahat. Lebih baik kau pulang,” seru Odelia semakin kesal.
Noah mendekatkan bibirnya ke bibir Odelia dan berbisik serak, “Aku akan pulang nanti. Sekarang kau izinkan aku masuk ke dalam apartemenmu. Jika tidak, maka aku akan masuk ke dalam apartemenmu tanpa izin darimu, Nona Jackson.”
Odelia mengumpat dalam hati seraya menatap tajam Noah. Sial, dirinya benar-benar terjebak. “Oke, fine. Kau boleh masuk ke apartemenku.” Dengan penuh terpaksa, akhirnya Odelia mengizinkan Noah untuk masuk ke dalam apartemennya.
Odelia lebih dulu turun dari mobil, dan melangkah masuk ke dalam lobby apartemennya. Noah tersenyum penuh kemenangan. Detik selanjutnya, Noah turun dari mobil dan memberikan kunci mobilnya pada security. Pria itu meminta security untuk memarkirkan mobilnya.
***
Aroma lembut bunga lily menyambut indra penciuman Noah, di kala memasuki apartemen pribadi Odelia. Apartemen sederhana, namun tertata rapi. Noah menyukai kerapian di apartemen Odelia ini.
“Kau ingin minum apa?” tanya Odelia sedikit ketus.
“Bukankah tadi kau bilang kau tidak memiliki minuman?” jawab Noah sengaja meledek. Padahal dia tahu Odelia memang tengah berbohong padanya.
Odelia tak menggubris ucapan Noah. Wanita itu langsung mengambil botol wine yang ada di tempat minuman, lalu menuangkan ke dua gelas berkaki tinggi. “Berhenti meledekku, Noah. Minumlah.”
Noah mengambil gelas yang sudah diisi oleh wine, dan menyesap perlahan. “Apa mantan kekasihmu dulu sering datang ke sini?” tanyanya ingin tahu.
Odelia menatap tajam Noah. “Berhenti membahas tentang mantan kekasihku!”
Noah terkekeh pelan melihat kemarahan Odelia. Pria itu mendekat, mengikis jarak di antaranya dan Odelia. “Di klub malam, aku lihat wajahmu sangatlah patah hati. Aku yakin kau dan kekasihmu itu sudah menjalin hubungan lama.” Noah menjeda, dan mendekatkan bibirnya ke telinga Odelia. “Tapi, sayangnya dia belum pernah memasukimu. Seperti apa gayamu dalam hubungan percintaan, Odelia? Usiamu sudah bukan anak-anak, tapi waktu itu, kau malah masih perawan. Ah, mungkin kau selalu menolak kekasihmu. Itu kenapa dia berselingkuh.”
Wajah Odelia memanas mendengar apa yang dikatakan oleh Noah. Kilat mata wanita itu sudah memerah menahan air mata. “Ya, kau benar. Aku memang kuno sampai kekasihku meninggalkanku. Tapi alasan utama kekasihku meningalkanku, bukan karena aku kuno! Ada alasan lain kenapa dia sampai meninggalkanku!”
Sebelah alis Noah terangkat. “Bisa kau katakana apa alasan utama kekasihmu meninggalkanmu?”
Tangan Odelia mengepal begitu kuat. “Bukan urusanmu! Lagi pula kenapa kau begitu tertarik pada kehidupanku?” serunya dengan nada satu oktaf lebih tinggi.
Noah menarik dagu Odelia. “Kau ingin tahu kenapa aku begitu tertarik pada kehidupanmu, hm?” Noah membelai bibir ranum Odelia. “Itu semua karena dirimu. Kau tidak lupa kan? Kau mengajakku berhubungan seks, dan kau malah menyebut nama pria lain di saat kita sedang berhubungan.”
“Aku mabuk, Noah! Bisakah kau berhenti—”
Perkataan Odelia terpotong kala Noah mencium bibirnya. Tampak Odelia berontak sekuat tenaga saat Noah memagut liar bibirnya. Beberapa kali Odelia memukuli tubuh Noah, tetap saja pagutan itu tak bisa terlepas.
“Hmmmptttt!” Odelia kembali berusaha melepaskan pagutan itu.
Noah menarik tengkuk leher Odelia, memperdalam ciuman itu seraya menyelipkan tangannya ke dress Odelia, dan meremas gundukan kembar di dada gadis itu. Mata Odelia melebar di kala Noah meremas dadanya.
“Ah!” erang Odelia di sela-sela ciuman itu saat jemari Noah mengusap puncak dadanya.
Noah melepaskan pagutan itu dan tangan yang terus meremas dada Odelia. “Kau mabuk, tapi aku tidak, Odelia.” Noah mengecup leher Odelia. “Aku merindukan berada di dalammu.”
Wajah Odelia menegang. “N-Noah—”
Noah tersenyum melihat wajah tegang Odelia. Pria itu melepaskan cumbuannya sambil berbisik, “Relaks, Odelia. Aku tidak akan memasukimu lagi sekarang. Baiklah, aku harus pulang. Aku hanya ingin tahu di mana kau tinggal.” Noah mengecup bibir Odelia, lalu melangkah pergi meninggalkan wanita itu—dengan wajah yang menyeringai puas.
Odelia merapikan dress-nya yang berantakan akibat Noah. Raut wajah wanita itu memerah, menunjukkan jelas rasa malunya. “Berengsekk!” umpatnya kasar.
Odelia menghempaskan tubuhnya di ranjang, dan berusaha memejamkan matanya. Wanita itu benar-benar merasa dirinya berada di dalam jurang, dan tak bisa selamat. Odelia ingin menghindari Noah Danzel, tapi bagaimana caranya? Oh, God! Odelia masih sangat membutuhkan pekerjaannya. Odelia mengatur napasnya, namun tiba-tiba sesuatu hal di dalam diri Odelia menggerakan hatinya dan memaksa otaknya untuk melakukan tindakan. Wanita itu mengambil ponselnya yang ada di sampingnya, dan melihat di internet tentang ‘Noah Danzel’.Odelia membaca berita tentang Noah—yang berisikan tentang Noah banyak berkencan dengan wanita-wanita berbeda. Mulai dari model, artis ternama, bahkan anak pengusaha besar. Pun di internet bantak beredar paparazzi yang mengambil gambar Noah diam-diam tengah berlibur dengan salah satu artis ternama.“Dia memang berengsekk,” umpat Odelia kasar dan langsung menutup internet, tak lagi melihat berita tentang Noah Danzel.“Akhh! Kenapa aku harus melihat berita pria sialan itu?” O
Noah terbangun dari tidurnya seraya memijat pelipisnya yang sedikit pusing. Perlahan mata Noah mengendar ke sekitar—menyadari bahwa dirinya berada di kamar yang bukan miliknya.Pertama kali di kala pria itu sudah membuka mata, dia tahu bahwa dirinya memang bukan di kamarnya. Aroma pengharum ruangan bercampur dengan parfume di kamar itu—sudah menjadi jawaban bahwa dia berada di kamar seorang wanita.Ya, ingatan Noah perlahan mulai terkumpul satu demi satu. Pria itu ingat dirinya mendatangi apartemen Odelia setelah dari klub malam. Pun Noah ingat dirinya mencium bibir Odelia. Namun, karena rasa kantuk tak tertahan, membuat Noah akhirnya terlelap di ranjang wanita itu.Noah tersenyum samar mengingat tadi malam. Sebenarnya, dia ingin pulang, namun karena merasakan jenuh luar biasa membuat Noah memutuskan ke apartemen Odelia. Lagi pula, hari ini adalah dirinya tak terlalu memiliki banyak pekerjaan. Jadi dia bisa sedikit lebih bersantai. Noah menoleh ke samping melihat di samping ranjangn
Jemari Noah membelai bibir ranum Odelia. Manik mata cokelat pria itu tak lepas menatap keindahan manik mata Odelia. Tatapan seperti aliran sungai yang amat tenang dan teduh—hingga membuat kenyamanan yang timbul.Posisi Odelia masih di pangkuan Noah, sama sekali belum beranjak dari sana. Ya, Odelia tak menyadari kalau ‘masih’ berada di pangkuan Noah. Sentuhan pria itu benar-benar melumpuhkannya—seakan membuat Odelia melupakan banyak hal.Odelia memiliki kulit yang sangat putih. Hanya sedikit rona di pipinya saja, sudah sangat terlihat. Jika seperti ini, maka tak akan pernah ada yang tahu bahwa Odelia adalah wanita yang tengah mengalami patah hati. Debar jantung Odelia begitu terasa. Bahkan seakan ingin melompat dari tempatnya. Dadanya yang padat dan sintal menempel di dada bidang Noah. Aroma parfume yang melekat di tubuh Noah pun sukses membuat desiran di seluruh organ Odelia.Noah menggerakan jemarinya menyentuh pipi putih mulus Odelia yang sedikit merona. “You’re so damn beautiful,
Odelia tak tenang. Hatinya selalu saja gelisah sepanjang dirinya membuatkan laporan yang akan nanti dia berikan pada Noah. Jika biasanya, Odelia mampu mengerjakan pekerjaan dengan cepat kali ini berbeda. Entah hal apa yang mengusik ketenangan Odelia. Tak mungkin dirinya tak tenang di kala Noah kedatangan tamu wanita cantik. Memangnya apa hubungannya dengan pria itu?Shit! Odelia mengumpat dalam hati merutuki kebodohannya. Dia yakin otaknya pasti sedang mengalami gangguan. Odelia nampak mengatur napasnya, berusaha untuk tenang. Odelia tak akan membiarkan dirinya terjebak dalam sebuah kebodohan lagi. Suara dering ponsel berbunyi. Refleks, Odelia mengalihkan pandangannya pada ponselnya yang ada di atas meja. Wanita itu awalnya ingin mengabaikan, namun entah kenapa malah hatinya mendorongnya untuk melihat siapa yang menghubunginya. Pun Odelia khawatir kalau yang menghubunginya itu adalah salah satu client pentingnya. Odelia mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan menatap ke laya
Keheningan menyelimuti kamar Odelia. Sejak tadi Odelia hanya diam tak mengatakan sepatah kata pun. Begitu juga dengan Noah yang duduk di hadapan Odelia masih tetap diam. Posisi mereka sudah tak lagi seintim tadi. Nampaknya Noah tak ingin memaksa Odelia. Well, seberengsek-berengsek Noah rupanya Noah memang tak pernah memaksa.Sejak awal, memang Odelia duluan yang mendekati Noah. Sekalipun dalam keadaan mabuk, tetap saja sumbu api bermula dari Odelia, bukan Noah. Namun, sayangnya di kala Noah mulai menikmati keadaan yang ada; Odelia tak bisa menerima itu. Terlebih kenyataan di mana Noah adalah CEO di tempatnya bekerja membuat perasaan Odelia campur aduk. Takut, malu, bingung, kesal, dan marah. Itulah perasaan yang dirasakan oleh Odelia Jackson.Akan tetapi, kejadian hari ini membuktikan bahwa gengsi Odelia mulai sirna bagaikan diterpa oleh ombak. Jika tidak, mana mungkin seorang Odelia Jakson sampai menangis. Hal itu yang membuat Noah gemas pada Odelia. Di depan Odelia selalu menolak ma
“Sssh—” Odelia meringis perih kesakitan di kala baru saja membuka mata. Wanita itu merasakan sakit luar biasa disekujur tubuhnya. Pegal, perih, semua dirasakan oleh tubuh Odelia.Odelia memejamkan matanya lagi. Lalu, perlahan-lahan mata Odelia kembali terbuka seraya mengendarkan pandangan sekitar. Rasa nyeri di titik sensitive-nya mulai membaik. Namun, seketika raut wajah Odelia menegang di kala kepingan memori ingatannya mengingat akan sesuatu.Raut wajah Odelia memucat. Debar jantungnya berdetak tak karuan. Sesaat, Odelia mulai memberanikan menurunkan pandangannya melihat tubuh telanjangnya hanya terbalut oleh selimut tebal. Bahkan di dadanya penuh dengan bercakan merah tanda kissmark. Ya, Odelia mengingat semuanya. Tentang, dirinya yang telah jatuh pada pesona Noah Danzel.“Ya Tuhan, Odelia. Apa yang sudah kau lakukan?” Odelia menutup wajahnya dengan tangannya, merutuki kebodohannya.“Bodoh! Kau benar-benar bodoh, Odelia!” Odelia terus menerus merutuki dirinya. Apa yang dia lakukan
Odelia tak pernah mengira kalau akan memiliki hubungan dengan Noah Danzel—CEO baru di mana Odelia bekerja. Entah hubungan ini dinamakan apa. Odelia tak mengerti. Ya, wanita itu sangat nekat menjalin hubungan yang rumit di tengah-tengah dirinya yang masih dalam peralihan move on dari sang mantan kekasih.Odelia tak pernah berniat menjadikan Noah pelampiasan, tapi hadirnya Noah seakan memberikan warna yang baru di hidupnya yang sudah gelap gulita akibat patah hati. Odelia memilih untuk melangkah maju, tanpa mau peduli akan apa pun. Hidup Odelia sudah penuh dengan lika liku. Jika dirinya terlalu pusing tentang kerumitan hidupnya, maka tentu kerumitan hidupnya tak akan pernah bisa berakhir. Hidup yang rumit, akan lebih mudah kalau orang yang menjalani mengikuti alur kehidupan, seperti aliran sungai yang mengalir. “Odelia, kau dari mana saja? Kenapa datang ke kantor jam segini? Kau terlambat lima belas menit,” seru Darla menatap kesal Odelia yang baru saja keluar dari lift. Hari ini, Od
Noah melangkah keluar dari penthouse-nya, hendak menuju ke halaman parkir. Pria itu sedikit terburu-buru, karena memiliki janji dengan Odelia. Besok adalah weekend, dia memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama dengan Odelia.Namun, saat Noah baru saja hendak masuk ke dalam mobil, langkah kaki Noah terhenti di kala melihat sebuah mobil yang dia kenali memasuki halaman parkir gedung apartemen di mana unit penthouse-nya berada.Noah mengembuskan napas kasar, menatap kesal sosok wanita paruh baya yang turun dari mobil. Wajah kesal Noah nampak terlihat jelas, namun Noah tak bisa langsung pergi, karena jika dia nekat, maka masalah baru akan terjadi.“Kau mau pergi ke mana, Noah?!” Bella—ibu Noah—melangkah menghampiri Noah, dengan mata yang menyalang tajam sambil bertolak pinggang.“Aku memiliki urusan. Kenapa kau ke sini, Mom?” tanya Noah menahan rasa kesal. Jika ibunya datang, maka hanya memperlama dirinya untuk pergi.“Noah, sepupumu sebentar lagi akan menikah! Kapan kau menikah, Noah?