Odelia memejamkan mata lelah di kala sudah selesai membuat laporan yang diinginkan oleh Noah. Wanita itu nampak sangat sedih bercampur dengan kesal. Entah, Odelia merasa hidupnya benar-benar seperti tengah dikutuk.
Suara dering ponsel berbunyi. Odelia mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan menatap ke layar tertera nomor ibunya di sana. Raut wajah Odelia berubah di kala melihat nomor telepon ibunya.
Odelia terdiam sejenak. Dia memang menghindari kedua orang tuanya. Sudah sejak tiga tahun lalu, Odelia memutuskan tinggal di New York. Sedangkan kedua orang tuanya berada di Florida.
Odelia mendapatkan penawaran pekerjaan di New York, lalu bertemu dengan Viktor. Sayangnya, perjalanan hidup Odelia tak sempurna seperti apa yang dia imajinasikan.
“Sorry, Mom.” Odelia menggeser tombol merah menolak panggilan ibunya itu. Dia mengirimkan pesan singkat pada ibunya mengatakan dusta; tengah meeting. Terpaksa, Odelia harus berbohong. Dia tidak memiliki pilihan lain. Pasalnya, Odelia tak ingin ditanyakan sudah sampai mana persiapan pernikahannya dengan Viktor. Dia belum siap untuk menjelaskan pada kedua orang tuanya.
Odelia bangkit berdiri seraya membawa laporan yang sudah dia buat. Wanita itu melihat ke cermin, matanya sudah tak terlalu sembab seperti tadi pagi. Jadi, sekarang Odelia tak perlu memakai kaca mata hitam.
Odelia mengatur napasnya pelan, lalu melangkah meninggalkan ruang kerjanya, menuju ke ruang kerja Noah. Dalam hati, Odelia meneguhkan untuk bersikap professional.
Noah Danzel adalah CEO baru di perusahaannya, maka mau tak mau Odelia akan sering berhadapan dengan pria menyebalkan itu. Jika saja, Odelia sudah mendapatkan penawaran pekerjaan lebih baik, sudah pasti Odelia akan memilih meninggalkan perusahaan ini. Namun, di era jaman seperti ini mencari pekerjaan bukanlah hal yang mudah. Sedangkan Odelia membutuhkan uang untuk tetap bisa bertahan hidup.
Setibanya di ruangan Noah, Odelia mengetuk pintu, lalu dia mendengar suara Noah memintanya untuk masuk ke dalam. Odelia pun kini melangkahkan kaki masuk ke dalam ruang kerja Noah.
“Baik, Tuan Danzel. Saya akan menjalankan tugas Anda.” Elvina menundukkan kepalanya, pamit undur diri.
Odelia yang melihat sang Direktur Utama pergi, buru-buru dia menunduk sopan.
Noah duduk di kursi kebesarannya, menatap Odelia yang sejak tadi masih berdiri di ambang pintu. “Kau hanya ingin berdiri diam di sana?”
Odelia melangkah menghampiri Noah sambil menyerahkan dokumen di tangannya. “Tuan Danzel, ini laporan yang Anda minta.”
Noah mengambil dokumen yang diberikan Odelia, dan membaca seksama dokumen tersebut. Tampak sebelah alis Noah terangkat, awalnya pria itu pikir kalau laporan yang dibuat Odelia pasti kurang rapi. Melihat wanita itu adalah wanita yang patah hati—tentunya bekerja akan sangat kacau jika kondisi hati sedang tidak baik.
Namun, ternyata apa yang Noah pikirkan salah besar. Laporan yang dibuat Odelia sangat rapi, tak mencerminkan wanita itu tengah patah hati. Harus Noah akui, bahwa Odelia sangatlah professional. Odelia mampu mengesampingkan urusan pribadi untuk urusan perusahaan.
Noah menutup laporan itu. “Aku pikir wanita patah hati sepertimu, akan bekerja kacau.” Noah menatap Odelia dengan senyuman samar. Senyuman yang mampu melumpuhkan para kaum hawa.
Odelia membalas tatapan Noah. “Aku dibayar di perusahaan ini untuk bersikap professional, Tuan Danzel.”
Noah bangkit berdiri, melangkah mendekat pada Odelia. “Great. Aku suka cara pikirmu.” Pria itu mengikis jaraknya dengan Odelia. “Tapi, tadi pagi kau memakai kaca mata hitam pasti karena kau menangis semalaman, kan?”
“Tidak! Tadi malam aku begadang sampai membuat mataku bengkak!” seru Odelia dengan nada tinggi.
Noah terkekeh meledek. “Kau bisa menipu banyak orang, tapi tidak dengan menipuku, Odelia.”
Odelia semakin salah tingkah, tapi dia tetap tak mau menunjukkan sisi lemahnya. “Kau tidak tahu apa pun tentangku, Tuan Danzel.”
Noah tersenyum penuh arti. “Satu malam bersamamu sepertinya membuatku sedikit banyak mulai tahu dirimu. Dan sekarang kau adalah karyawanku. Of course, aku semakin mengenalmu, Bukan?”
Napas Odelia seakan tercekat di kala Noah sudah berada di hadapannya. Aroma parfume di tubuh Noah begitu menyeruak ke indra penciumannya, melumpuhkan seluruh organ saraf dalam tubuhnya.
Odelia seakan terjebak di dalam lingkaran api yang membuatnya terjebak. Odelia terbelenggu di dalamnya dan tersesat. Sungguh, ingin sekali Odelia berlari sejauh mungkin menghindari Noah Danzel, tapi ke mana dia pergi? Semua langkahnya terhalang.
“Tuan Danzel, apa laporan yang aku berikan sudah cukup jelas untukmu?” Odelia tak menghiraukan apa yang Noah katakan. Dia bersikap professional dengan menanyakan tentang laporan yang dia buat. Tak mau merespon ucapan gila yang lolos di bibir pria itu.
Noah belum menghiraukan pertanyaan Odelia. Pria itu menarik dagu Odelia, menatap dalam dan lekat iris mata wanita itu. “Pekerjaanmu sudah rapi. Aku menyukai cara kerjamu. Tapi—” Noah menundukkan bibirnya ke telinga Odelia seraya berbisik serak, “Sangat disayangkan kalau kau menangisi pria yang sudah tidak menginginkanmu, Odelia. Lebih baik kau bersenang-senang menikmati hidupmu. Seperti contoh, malam waktu itu. Kau tahu? Aku menyukai berada di dalammu.”
Pipi Odelia memerah memanas mendengar ucapan vulgar Noah. “Jika tidak ada lagi yang kau butuhkan, aku akan pergi.” Buru-buru, Odelia berlari meninggalkan ruang kerja Noah. Beruntung, wanita itu tak terjatuh meski memakai heels tinggi.
Senyuman samar di wajah Noah terlukis melihat Odelia pergi dengan wajah memerah malu. Noah mengambil wine yang ada di atas meja, dan menatap Odelia dnegan tatapan penuh makna. Rupanya hanya sedikit menggoda, tapi membuat wanita itu menjadi salah tingkah.
***
Jam pulang tiba. Odelia segera bergegas untuk pulang. Jika biasanya, Odelia bisa berlama-lama di kantor, kali ini berbeda. Odelia enggan terlalu lama di kantor. Wanita itu ingin segera pulang menenangkan segala pikirannya.
“Odelia? Kau mau pulang sekarang?” tanya Darla menatap temannya yang nampak sangat terburu-buru.
Odelia mengangguk. “Ya, Darla. Aku ingin segera pulang.”
Sebelah alis Darla terangkat. “Kau terburu-buru pulang, apa karena ingin berkencan dengan Viktor?”
Odelia menatap jengah Darla yang kerap membahas Viktor. “Darla, please. Jangan bahas Viktor.”
Kening Darla mengerut. “Kenapa kau tidak ingin membahas Viktor lagi? Bukankah biasanya kau selalu membahas Viktor. Apalagi sejak Viktor melamarmu.” Darla merasa ada yang aneh dari Odelia.
Odelia mendesah panjang. “Darla, aku ingin pulang. Jangan membahas Viktor.” Lalu, Odelia melangkah pergi meninggalkan Darla begitu saja. Tampak raut wajah Darla sangat bingung.
“Odelia, kau berhutang cerita padaku,” seru Darla sedikit berteriak cukup kencang, namun sayangnya Odelia tetap tak menggubris Darla. Dia menatap kesal Odelia yang pergi meninggalkannya.
Di perjalanan, Odelia mengemudi dengan kecepatan sedang membelah kota Manhattan. Sore itu, cuaca sangat cerah, namun sayang wajah Odelia tetap kusut. Memiliki masalah yang datang bertubi-tubi memang membuatnya tak bisa berpikir jernih saat ini.
Jika Odelia kacau masalah hubungan asmara, biasa dia fokus pada pekerjaannya, bahkan dia pasti akan berlama-lama di kantor tak langsung pulang. Namun, keadaannya dirinya terjebak dalam masalah rumit. Bayangkan saja, dia one night stand dengan CEO perusahaannya. Kalau para karyawan tahu, pasti Odelia menjadi bahan sindiran. Oh, astaga! Tidak-tidak. Odelia tidak akan membiarkan orang tahu.
Tiba-tiba, mobil Odelia berhenti di tengah jalan. Sontak, Odelia terkejut di kala mobilnya berhenti. Mesin menyala tapi mobil tak bisa berjalan. Dia merasa ada yang tidak beres dengan ban mobilnya.
Odelia memukul setir mobilnya, dengan wajah yang nampak sangat kesal. Dengan terpaksa, Odelia turun dari mobil dan segera memeriksa—ternyata benar ban mobil Odelia terkena ranjau.
“Shit!” Odelia mengumpat kasar. Dia tak mengerti bagaimana cara mengganti ban mobil.
Odelia hendak mengambil tas yang ada di dalam mobil, namun langkah Odelia terhenti di kala melihat ada mobil yang berhenti di hadapannya. Raut wajah wanita itu menunjukkan jelas kebingungan.
Lalu … seketika rasa bingung di wajah Odelia terhenti melihat Noah turun dari mobil. Dalam hati, Odelia mengumpat kasar. Dia sudah pulang cepat dari kantor, malah sekarang dirinya tetap bertemu dengan Noah.
Noah melirik ban mobil Odelia sekilas. “Ban mobilmu bocor.”
Odelia mengangguk. “Ya,” jawabnya dingin.
“Naiklah. Aku akan mengantarmu pulang. Nanti orangku akan membawa mobilmu ke bengkel,” ucap Noah datar.
“Tidak usah. Aku bisa sendiri. Thanks.” Odelia gengsi, tak mau menerima tawaran Noah.
Alis Noah terangkat. “Really kau bisa sendiri, Odelia? Dari tadi aku lihat kau hanya diam, tidak melakukan apa pun.”
Odelia mengembuskan napas kasar. “Aku akan menelepon bengkel untuk—”
Perkataan Odelia terpotong di kala Noah menarik tangan Odelia paksa, dan membawa masuk Odelia ke dalam mobil. Sontak, Odelia terkejut akan tindakan Noah yang menyeretnya paksa.
“Noah, apa yang kau lakukan, akh—” Odelia meringis di kala dipaksa masuk ke dalam mobilnya. Odelia hendak ingin pergi, namun sayang Noah sudah masuk dulu ke dalam mobil dan mengunci pintu mobil hingga membuat Odelia tak bisa keluar.
Lagi dan lagi, Odelia terjebak sampai harus berurusan dengan Noah. Dia sudah menghindari pria sialan itu, tapi tetap saja takdir seakan ingin mereka bertemu.
Sepanjang perjalanan Odelia terus menatap dingin dan tajam Noah.
“Apa kau sudah kehilangan akal sehatmu, Noah? Kenapa kau memaksaku masuk ke dalam mobilmu?” Odelia memberikan tatapan dingin dan tajam Noah yang tengah melajukan mobil.Ya, sungguh Odelia tak mengira kalau Noah akan memaksanya masuk ke dalam mobil pria itu. Benak Odelia, pria itu akan meninggalkannya di pinggir jalan, namun ternyata apa yang dirinya pikirkan salah besar. “Terlalu lama kau menunggu pihak bengkel datang menemuimu.” Noah melirik Odelia sekilas, dan melukiskan senyuman tipis. “Anyway, aku jauh lebih menyukai kau memanggil nama depanku, bukan memanggilku dengan bahasa formal.”Odelia mendesah panjang. “Noah, ini tidak lucu. Turunkan aku di pinggir jalan. Aku akan naik taksi. Kau tidak usah membantuku. Aku mampu mengurus diriku sendiri.” Senyuman kembali terlukis di wajah Noah. Rupanya wanita di sampingnya itu memang sangat keras kepala, dan menjunjung tinggi harga diri. “Kalau aku menurunkanmu di pinggir jalan, lalu ada yang melihatmu, maka orang berpikir kau sedang tra
Odelia menghempaskan tubuhnya di ranjang, dan berusaha memejamkan matanya. Wanita itu benar-benar merasa dirinya berada di dalam jurang, dan tak bisa selamat. Odelia ingin menghindari Noah Danzel, tapi bagaimana caranya? Oh, God! Odelia masih sangat membutuhkan pekerjaannya. Odelia mengatur napasnya, namun tiba-tiba sesuatu hal di dalam diri Odelia menggerakan hatinya dan memaksa otaknya untuk melakukan tindakan. Wanita itu mengambil ponselnya yang ada di sampingnya, dan melihat di internet tentang ‘Noah Danzel’.Odelia membaca berita tentang Noah—yang berisikan tentang Noah banyak berkencan dengan wanita-wanita berbeda. Mulai dari model, artis ternama, bahkan anak pengusaha besar. Pun di internet bantak beredar paparazzi yang mengambil gambar Noah diam-diam tengah berlibur dengan salah satu artis ternama.“Dia memang berengsekk,” umpat Odelia kasar dan langsung menutup internet, tak lagi melihat berita tentang Noah Danzel.“Akhh! Kenapa aku harus melihat berita pria sialan itu?” O
Noah terbangun dari tidurnya seraya memijat pelipisnya yang sedikit pusing. Perlahan mata Noah mengendar ke sekitar—menyadari bahwa dirinya berada di kamar yang bukan miliknya.Pertama kali di kala pria itu sudah membuka mata, dia tahu bahwa dirinya memang bukan di kamarnya. Aroma pengharum ruangan bercampur dengan parfume di kamar itu—sudah menjadi jawaban bahwa dia berada di kamar seorang wanita.Ya, ingatan Noah perlahan mulai terkumpul satu demi satu. Pria itu ingat dirinya mendatangi apartemen Odelia setelah dari klub malam. Pun Noah ingat dirinya mencium bibir Odelia. Namun, karena rasa kantuk tak tertahan, membuat Noah akhirnya terlelap di ranjang wanita itu.Noah tersenyum samar mengingat tadi malam. Sebenarnya, dia ingin pulang, namun karena merasakan jenuh luar biasa membuat Noah memutuskan ke apartemen Odelia. Lagi pula, hari ini adalah dirinya tak terlalu memiliki banyak pekerjaan. Jadi dia bisa sedikit lebih bersantai. Noah menoleh ke samping melihat di samping ranjangn
Jemari Noah membelai bibir ranum Odelia. Manik mata cokelat pria itu tak lepas menatap keindahan manik mata Odelia. Tatapan seperti aliran sungai yang amat tenang dan teduh—hingga membuat kenyamanan yang timbul.Posisi Odelia masih di pangkuan Noah, sama sekali belum beranjak dari sana. Ya, Odelia tak menyadari kalau ‘masih’ berada di pangkuan Noah. Sentuhan pria itu benar-benar melumpuhkannya—seakan membuat Odelia melupakan banyak hal.Odelia memiliki kulit yang sangat putih. Hanya sedikit rona di pipinya saja, sudah sangat terlihat. Jika seperti ini, maka tak akan pernah ada yang tahu bahwa Odelia adalah wanita yang tengah mengalami patah hati. Debar jantung Odelia begitu terasa. Bahkan seakan ingin melompat dari tempatnya. Dadanya yang padat dan sintal menempel di dada bidang Noah. Aroma parfume yang melekat di tubuh Noah pun sukses membuat desiran di seluruh organ Odelia.Noah menggerakan jemarinya menyentuh pipi putih mulus Odelia yang sedikit merona. “You’re so damn beautiful,
Odelia tak tenang. Hatinya selalu saja gelisah sepanjang dirinya membuatkan laporan yang akan nanti dia berikan pada Noah. Jika biasanya, Odelia mampu mengerjakan pekerjaan dengan cepat kali ini berbeda. Entah hal apa yang mengusik ketenangan Odelia. Tak mungkin dirinya tak tenang di kala Noah kedatangan tamu wanita cantik. Memangnya apa hubungannya dengan pria itu?Shit! Odelia mengumpat dalam hati merutuki kebodohannya. Dia yakin otaknya pasti sedang mengalami gangguan. Odelia nampak mengatur napasnya, berusaha untuk tenang. Odelia tak akan membiarkan dirinya terjebak dalam sebuah kebodohan lagi. Suara dering ponsel berbunyi. Refleks, Odelia mengalihkan pandangannya pada ponselnya yang ada di atas meja. Wanita itu awalnya ingin mengabaikan, namun entah kenapa malah hatinya mendorongnya untuk melihat siapa yang menghubunginya. Pun Odelia khawatir kalau yang menghubunginya itu adalah salah satu client pentingnya. Odelia mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan menatap ke laya
Keheningan menyelimuti kamar Odelia. Sejak tadi Odelia hanya diam tak mengatakan sepatah kata pun. Begitu juga dengan Noah yang duduk di hadapan Odelia masih tetap diam. Posisi mereka sudah tak lagi seintim tadi. Nampaknya Noah tak ingin memaksa Odelia. Well, seberengsek-berengsek Noah rupanya Noah memang tak pernah memaksa.Sejak awal, memang Odelia duluan yang mendekati Noah. Sekalipun dalam keadaan mabuk, tetap saja sumbu api bermula dari Odelia, bukan Noah. Namun, sayangnya di kala Noah mulai menikmati keadaan yang ada; Odelia tak bisa menerima itu. Terlebih kenyataan di mana Noah adalah CEO di tempatnya bekerja membuat perasaan Odelia campur aduk. Takut, malu, bingung, kesal, dan marah. Itulah perasaan yang dirasakan oleh Odelia Jackson.Akan tetapi, kejadian hari ini membuktikan bahwa gengsi Odelia mulai sirna bagaikan diterpa oleh ombak. Jika tidak, mana mungkin seorang Odelia Jakson sampai menangis. Hal itu yang membuat Noah gemas pada Odelia. Di depan Odelia selalu menolak ma
“Sssh—” Odelia meringis perih kesakitan di kala baru saja membuka mata. Wanita itu merasakan sakit luar biasa disekujur tubuhnya. Pegal, perih, semua dirasakan oleh tubuh Odelia.Odelia memejamkan matanya lagi. Lalu, perlahan-lahan mata Odelia kembali terbuka seraya mengendarkan pandangan sekitar. Rasa nyeri di titik sensitive-nya mulai membaik. Namun, seketika raut wajah Odelia menegang di kala kepingan memori ingatannya mengingat akan sesuatu.Raut wajah Odelia memucat. Debar jantungnya berdetak tak karuan. Sesaat, Odelia mulai memberanikan menurunkan pandangannya melihat tubuh telanjangnya hanya terbalut oleh selimut tebal. Bahkan di dadanya penuh dengan bercakan merah tanda kissmark. Ya, Odelia mengingat semuanya. Tentang, dirinya yang telah jatuh pada pesona Noah Danzel.“Ya Tuhan, Odelia. Apa yang sudah kau lakukan?” Odelia menutup wajahnya dengan tangannya, merutuki kebodohannya.“Bodoh! Kau benar-benar bodoh, Odelia!” Odelia terus menerus merutuki dirinya. Apa yang dia lakukan
Odelia tak pernah mengira kalau akan memiliki hubungan dengan Noah Danzel—CEO baru di mana Odelia bekerja. Entah hubungan ini dinamakan apa. Odelia tak mengerti. Ya, wanita itu sangat nekat menjalin hubungan yang rumit di tengah-tengah dirinya yang masih dalam peralihan move on dari sang mantan kekasih.Odelia tak pernah berniat menjadikan Noah pelampiasan, tapi hadirnya Noah seakan memberikan warna yang baru di hidupnya yang sudah gelap gulita akibat patah hati. Odelia memilih untuk melangkah maju, tanpa mau peduli akan apa pun. Hidup Odelia sudah penuh dengan lika liku. Jika dirinya terlalu pusing tentang kerumitan hidupnya, maka tentu kerumitan hidupnya tak akan pernah bisa berakhir. Hidup yang rumit, akan lebih mudah kalau orang yang menjalani mengikuti alur kehidupan, seperti aliran sungai yang mengalir. “Odelia, kau dari mana saja? Kenapa datang ke kantor jam segini? Kau terlambat lima belas menit,” seru Darla menatap kesal Odelia yang baru saja keluar dari lift. Hari ini, Od