“Kau yakin melupakan tentang kejadian tadi malam, Nona Odelia Jakson?”
Tubuh Odelia meremang mendengar apa yang dikatakan oleh Noah. Bulu kuduknya merinding. Otak Odelia menjadi blank seketika. Odelia menelan saliva-nya susah payah. Wanita itu sangat tahu bahwa dirinya menjadi pusat perhatian seluruh karyawan, termasuk Direkur Utamanya. Oh, Hell! Odelia tidak tahu harus berbuat apa. Jika saja ada mesin waktu, sudah pasti Odelia lebih memilih untuk berlari menuju ke mesin waktu.
“A-aku—” Napas Odelia tercekat. Ada sebuah ucapan yang ingin dia katakan, namun semuanya tertahan di tenggorokannya, dan tak mampu terucap olehnya.
Noah tersenyum samar melihat kepanikan di wajah Odelia. “Kenapa kau hanya diam, Odelia? Kau tidak mau mengatakan apa pun, hm?” bisiknya serak di telinga Odelia. Suara yang terdengar begitu menggoda hingga membuat seluruh saraf di tubuh wanita itu bergejolak tak menentu.
Odelia bungkam dengan tangan berkeringat dingin.
“Tuan Danzel, apa Anda mengenal Odelia?” Elvina langsung bertanya, akibat tak bisa menahan rasa penasarannya.
Noah menatap Odelia yang begitu pucat, lalu menatap Elvina seraya berkata dengan suara tenang dan tegas, “Aku salah mengenali orang. Aku pikir, aku pernah bertemu wanita ini, tapi ternyata tidak.”
Odelia mendesah lega di kala Noah tak mengakui pernah bertemu dengannya. Sungguh, Odelia pikir Noah akan mempermalukannya, tapi ternyata tidak. Astaga, kalau saja sampai Noah mempermalukannya, lebih baik Odelia memilih untuk mengakhiri hidupnya.
“Baik, Tuan Danzel. Mari saya antar Anda berkeliling perusahaan. Saya pun akan menunjukkan ruang kerja Anda,” ujar Elvina sopan.
Noah mengangguk singkat merespon ucapan Elvina.
“Kalian semuanya kembali bekerja. Aku akan membawa Tuan Danzel berkeliling,” seru Elvina memberi perintah pada seluruh karyawan.
Semua karyawan menurut, mereka mulai pergi meninggalkan tempat itu. Detik selanjutnya, Noah melangkah mengikuti Elvina. Tampak Noah melirik Odelia sekilas, lirikan yang menunjukkan memiliki makna.
Sial! Odelia mengumpati Noah yang meliriknya. Buru-buru, Odelia menunduk, dia tak mau sampai ada yang curiga. Jantung Odelia berdetak semakin kencang. Perlahan di kala aroma parfume maskulin Noah menghilang, hati Odelia mulai tenang. Itu artinya Noah sudah menjauh.
“Odelia?” Darla menghampiri Odelia dengan langkah kaki terburu-buru. “Kau mengenal Tuan Noah Danzel?” tanyanya memastikan.
“Tidak, dia salah lihat orang. Aku tidak mengenalnya sama sekali,” ucap Odelia berdusta sambil melangkah cepat masuk ke dalam lift. Refleks, Darla mengikuti Odelia yang sudah masuk ke dalam lift.
Ting!
Pintu lift terbuka. Odelia segera menuju ke ruang kerjanya. Pun Darla mengikuti Odelia. Nampaknya Darla sangat penasaran. Raut wajah Odelia tak bisa tertutupi bahwa Odelia seperti tengah menyembunyikan sesuatu.
“Odelia, apa ada yang kau tutupi dariku?” Darla duduk di atas meja, menatap Odelia dengan tatapan lekat, meminta rekan kerjanya itu untuk bercerita padanya.
Odelia mengambil air putih yang ada di atas meja, dan meminumnya perlahan. “Tidak ada yang aku tutupi darimu, Darla. Aku memang tidak mengenal Tuan Noah Danzel. Dia yang salah mengenali orang. Sudahlah, lebih baik kau kembali ke ruang kerjamu. Masih banyak sekali pekerjaan yang harus aku selesaikan, dan aku yakin kau pun demikian.”
Darla melirik arlojinya sekilas. “Alright, aku akan kembali ke ruang kerjaku. Tapi awas saja kalau ada hal yang kau tutupi dariku. Aku pasti akan marah padamu.”
“Iya-iya. Kau ini cerewet sekali,” seru Odelia kesal pada Darla yang begitu cerewet.
Darla tersenyum, lalu melangkah pergi meninggalkan ruang kerja Odelia.
Odelia menghempaskan punggungnya ke kursi kerjanya. Matanya terpejam sebentar dan mengembuskan napas panjang. Ya, Odelia tentu tak mungkin menceritakan pada Darla tentang dirinya yang one night stand dengan CEO baru di perusahaannya.
Tadi malam adalah hal tergila yang pernah Odelia lakukan sepanjang hidupnya.
***
Jam dinding menunjukkan pukul dua siang. Odelia baru saja selesai makan siang bersama dengan Darla di kafe yang dekat dengan perusahaannya. Sepanjang hari, Odelia selalu saja tidak tenang. Benaknya kacau memikirkan tentang kebodohannya.
“Odelia?” panggil Elvina seraya melangkah mendekat pada Odelia yang hendak masuk ke dalam ruang kerjanya.
“Iya?” Odelia mengalihkan pandangannya menatap sang Direktur Utama yang ada di hadapannya.
“Odelia, tolong kau antarkan dokumen ini pada Tuan Danzel. Aku harus bertemu dengan client,” jawab Elvina seraya menyerahkan dokumen yang ada di tangannya pada Odelia.
Odelia terbelalak terkejut. “Nyonya, kenapa harus aku yang mengantarkan dokumen ini?”
Elvina berdecak kesal. “Kau dan Darla sangat paham tentang kondisi perusahaan. Kalau Tuan Danzel bertanya tentang perusahaan, kau pasti mampu menjawab pertanyaannya dengan baik.”
“Nyonya, maaf mungkin Darla bisa mengantarkan dokumen ini. Aku masih memiliki pekerjaan yang harus aku selesaikan,” ucap Odelia cepat. Dalam hati, Odelia berharap kalau Elvina meminta Darla yang mengantarkan dokumen ini pada Noah. Sungguh, Odelia masih belum siap kembali bertemu dengan pria sialan itu.
“Darla tidak bisa. Aku memintanya untuk menyiapkan laporan keuangan lima tahun terakhir. Sekarang lebih baik kau antar dokumen ini ke ruang kerja Tuan Noah Danzel. Beliau bisa marah kalau sampai dokumen ini sampai di tempatnya lama,” seru Elvina tegas, lalu dia melangkah pergi meninggalkan Odelia begitu saja.
Odelia mengumpat dalam hati di kala Elvina sudah pergi. Bagaimana ini? Apa yang harus dilakukannya? Jutaan hal terngiang di dalam pikrian Odelia, membuatnya kebingungan dan takt ahu harus melakukan apa.
Odelia tak ingin bertemu dengan Noah, tapi semua itu tak mungkin karena dia mendapatkan tugas untuk mengantar dokumen ini. Pun Odelia tak bisa membantah. Bisa-bisa dirinya dipecat kalau sampai tak patuh. Odelia sangat membutuhkan pekerjaan ini demi tetap bisa bertahan hidup.
Odelia mengatur napasnya, kemudian melangkahkan kaki menuju ke ruang kerja Noah. Dalam benak Odelia, dia menekankan untuk bersikap professional. Odelia menganggap tak pernah mengenal Noah Danzel.
Saat tiba di depan ruang kerja Noah, Odelia mengetuk pintu ruang kerja, dan di kala suara Noah memberi perintah Odelia untuk masuk, Odelia segera menurut untuk masuk ke dalam ruang kerja pria itu.
“Selamat siang, Tuan Danzel. Aku ke sini ingin mengantarkan dokumen dari Nyonya Elvina Dwyne untukmu,” ucap Odelia sopan seraya menunjukkan dokumen yang ada di tangannya pada Noah.
Noah tersenyum melihat Odelia di hadapannya. Pria itu bangkit berdiri mendekat pada Odelia. “Kau bisa memanggilku dengan nama panggilanku jika kita hanya berdua.”
“Maaf, itu tidak sopan. Kau adalah CEO di perusahaan ini,” jawab Odelia menolak permintaan Noah.
Noah mengambil dokumen yang ada di tangan Odelia, dan meletakan dokumen itu ke atas meja.
“Baiklah, Tuan. Aku permisi.” Di kala dokumen sudah diambil Noah, buru-buru Odelia pamit undur diri dari hadapan Noah, namun sayangnya gerak Odelia terhenti di kala Noah menarik tangannya, dan menggendong tubuh Odelia—mendudukkan tubuh Odelia ke atas meja kerja pria itu.
“Akhhh!” Odelia menjerit di kala Noah memindahkan tubuhnya ke atas meja.
Noah menghimpat tubuh Odelia, membuat seluruh pergerakan tubuh Odelia sama sekali tak berkutik di dalam kungkungan pria itu. Berkali-kali Odelia berusaha berontak, tapi tetap tidak bisa.
“Lepaskan aku! Nanti banyak orang yang melihat,” seru Odelia meminta Noah untuk segera melepaskannya.
Noah menarik dagu Odelia. “Tadi malam, kau yang mengajakku, tapi sekarang kau malah berpura-pura melupakan segalanya.”
Odelia menatap dingin Noah. “Tadi malam aku mabuk. Lagi pula, anggap saja kita one night stand. Itu artinya apa yang terjadi tadi malam semuanya ada pada tadi malam. Tidak ada hari esok.”
Noah terkekeh. “One night stand buat seorang wanita yang masih perawan. Terdengar sangat asing di telingaku.”
“Siapa bilang aku masih perawan?” seru Odelia kesal.
Noah membelai bibir ranum Odelia. “Tadi malam kau mabuk, tapi aku tidak, Odelia. Aku tahu aku adalah pria pertama yang memasukimu,” bisiknya serak.
Wajah Odelia memerah. “Noah Danzel, aku sudah tidak mau membahas apa pun. Lepaskan aku!”
Noah tak mengindahkan ucapan Odelia. “Siapa Viktor?” tanyanya langsung, dan sontak membuat Odelia terkejut.
“Bagaimana kau tahu tentang Viktor?” seru Odelia.
Noah tersenyum. “Saat kita berhubungan seks, kau menyebut nama Viktor. Ah, aku tahu dia pasti mantan kekasihmu.”
Odelia mengumpati kebodohannya. Dia benar-benar tak mengingat apa pun tentang tadi malam. Dengan sekuat tenaga Odelia mendorong Noah yang kungkungannya sudah mengendur, lalu turun dari meja.
“Bukan urusanmu, Tuan Danzel. Mulai sekarang anggap aku adalah bawahanmu,” seru Odelia menekankan, lalu dia segera berlari pergi meninggalkan ruang kerja Noah—dengan raut wajah yang nampak sangat marah.
Noah tersenyum melihat Odelia sudah pergi. Pria itu mengambil wine yang ada di atas meja dan menyesapnya perlahan. “Penolakan yang manis,” gumamnya.
Odelia melepaskan heels dan tasnya, lalu meletakan ke sembarangan arah. Wanita itu masuk ke dalam kamar yang sama sekali tak tertata rapi. Banyak tumpukan barang di kardus itu. Barang-barang pemberian dari mantan kekasihnya.Ya, sebelumnya Odelia telah mengemasi barang-barang hadiah dari mantan kekasihnya. Termasuk foto-foto kenangan mereka di masa lalunya dengan sang mantan kekasih. Odelia bermaksud memasukan barang-barang itu ke dalam gudang penyimpanan barang yang sudah tak terpakai.Odelia ingin melupakan semua kenangan-kenangan palsu itu, dan mengubur dalam-dalam semuanya. Tiga tahun Odelia habiskan waktunya hanya untuk pria pengecut yang sama sekali tak mencintainya dengan tulus.Jika saja sejak awal Odelia tahu sifat Viktor, maka pasti Odelia tak akan membuang waktunya bertahun-tahun hanya untuk sia-sia. Rasanya Odelia ingin menertawakan kehidupannya yang amat menyedihkan ini.Patah hati, lalu berakhir one night stand dengan CEO baru di perusahaannya.Odelia yakin takdir sangat
Odelia memejamkan mata lelah di kala sudah selesai membuat laporan yang diinginkan oleh Noah. Wanita itu nampak sangat sedih bercampur dengan kesal. Entah, Odelia merasa hidupnya benar-benar seperti tengah dikutuk.Suara dering ponsel berbunyi. Odelia mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan menatap ke layar tertera nomor ibunya di sana. Raut wajah Odelia berubah di kala melihat nomor telepon ibunya.Odelia terdiam sejenak. Dia memang menghindari kedua orang tuanya. Sudah sejak tiga tahun lalu, Odelia memutuskan tinggal di New York. Sedangkan kedua orang tuanya berada di Florida.Odelia mendapatkan penawaran pekerjaan di New York, lalu bertemu dengan Viktor. Sayangnya, perjalanan hidup Odelia tak sempurna seperti apa yang dia imajinasikan.“Sorry, Mom.” Odelia menggeser tombol merah menolak panggilan ibunya itu. Dia mengirimkan pesan singkat pada ibunya mengatakan dusta; tengah meeting. Terpaksa, Odelia harus berbohong. Dia tidak memiliki pilihan lain. Pasalnya, Odelia tak ingin
“Apa kau sudah kehilangan akal sehatmu, Noah? Kenapa kau memaksaku masuk ke dalam mobilmu?” Odelia memberikan tatapan dingin dan tajam Noah yang tengah melajukan mobil.Ya, sungguh Odelia tak mengira kalau Noah akan memaksanya masuk ke dalam mobil pria itu. Benak Odelia, pria itu akan meninggalkannya di pinggir jalan, namun ternyata apa yang dirinya pikirkan salah besar. “Terlalu lama kau menunggu pihak bengkel datang menemuimu.” Noah melirik Odelia sekilas, dan melukiskan senyuman tipis. “Anyway, aku jauh lebih menyukai kau memanggil nama depanku, bukan memanggilku dengan bahasa formal.”Odelia mendesah panjang. “Noah, ini tidak lucu. Turunkan aku di pinggir jalan. Aku akan naik taksi. Kau tidak usah membantuku. Aku mampu mengurus diriku sendiri.” Senyuman kembali terlukis di wajah Noah. Rupanya wanita di sampingnya itu memang sangat keras kepala, dan menjunjung tinggi harga diri. “Kalau aku menurunkanmu di pinggir jalan, lalu ada yang melihatmu, maka orang berpikir kau sedang tra
Odelia menghempaskan tubuhnya di ranjang, dan berusaha memejamkan matanya. Wanita itu benar-benar merasa dirinya berada di dalam jurang, dan tak bisa selamat. Odelia ingin menghindari Noah Danzel, tapi bagaimana caranya? Oh, God! Odelia masih sangat membutuhkan pekerjaannya. Odelia mengatur napasnya, namun tiba-tiba sesuatu hal di dalam diri Odelia menggerakan hatinya dan memaksa otaknya untuk melakukan tindakan. Wanita itu mengambil ponselnya yang ada di sampingnya, dan melihat di internet tentang ‘Noah Danzel’.Odelia membaca berita tentang Noah—yang berisikan tentang Noah banyak berkencan dengan wanita-wanita berbeda. Mulai dari model, artis ternama, bahkan anak pengusaha besar. Pun di internet bantak beredar paparazzi yang mengambil gambar Noah diam-diam tengah berlibur dengan salah satu artis ternama.“Dia memang berengsekk,” umpat Odelia kasar dan langsung menutup internet, tak lagi melihat berita tentang Noah Danzel.“Akhh! Kenapa aku harus melihat berita pria sialan itu?” O
Noah terbangun dari tidurnya seraya memijat pelipisnya yang sedikit pusing. Perlahan mata Noah mengendar ke sekitar—menyadari bahwa dirinya berada di kamar yang bukan miliknya.Pertama kali di kala pria itu sudah membuka mata, dia tahu bahwa dirinya memang bukan di kamarnya. Aroma pengharum ruangan bercampur dengan parfume di kamar itu—sudah menjadi jawaban bahwa dia berada di kamar seorang wanita.Ya, ingatan Noah perlahan mulai terkumpul satu demi satu. Pria itu ingat dirinya mendatangi apartemen Odelia setelah dari klub malam. Pun Noah ingat dirinya mencium bibir Odelia. Namun, karena rasa kantuk tak tertahan, membuat Noah akhirnya terlelap di ranjang wanita itu.Noah tersenyum samar mengingat tadi malam. Sebenarnya, dia ingin pulang, namun karena merasakan jenuh luar biasa membuat Noah memutuskan ke apartemen Odelia. Lagi pula, hari ini adalah dirinya tak terlalu memiliki banyak pekerjaan. Jadi dia bisa sedikit lebih bersantai. Noah menoleh ke samping melihat di samping ranjangn
Jemari Noah membelai bibir ranum Odelia. Manik mata cokelat pria itu tak lepas menatap keindahan manik mata Odelia. Tatapan seperti aliran sungai yang amat tenang dan teduh—hingga membuat kenyamanan yang timbul.Posisi Odelia masih di pangkuan Noah, sama sekali belum beranjak dari sana. Ya, Odelia tak menyadari kalau ‘masih’ berada di pangkuan Noah. Sentuhan pria itu benar-benar melumpuhkannya—seakan membuat Odelia melupakan banyak hal.Odelia memiliki kulit yang sangat putih. Hanya sedikit rona di pipinya saja, sudah sangat terlihat. Jika seperti ini, maka tak akan pernah ada yang tahu bahwa Odelia adalah wanita yang tengah mengalami patah hati. Debar jantung Odelia begitu terasa. Bahkan seakan ingin melompat dari tempatnya. Dadanya yang padat dan sintal menempel di dada bidang Noah. Aroma parfume yang melekat di tubuh Noah pun sukses membuat desiran di seluruh organ Odelia.Noah menggerakan jemarinya menyentuh pipi putih mulus Odelia yang sedikit merona. “You’re so damn beautiful,
Odelia tak tenang. Hatinya selalu saja gelisah sepanjang dirinya membuatkan laporan yang akan nanti dia berikan pada Noah. Jika biasanya, Odelia mampu mengerjakan pekerjaan dengan cepat kali ini berbeda. Entah hal apa yang mengusik ketenangan Odelia. Tak mungkin dirinya tak tenang di kala Noah kedatangan tamu wanita cantik. Memangnya apa hubungannya dengan pria itu?Shit! Odelia mengumpat dalam hati merutuki kebodohannya. Dia yakin otaknya pasti sedang mengalami gangguan. Odelia nampak mengatur napasnya, berusaha untuk tenang. Odelia tak akan membiarkan dirinya terjebak dalam sebuah kebodohan lagi. Suara dering ponsel berbunyi. Refleks, Odelia mengalihkan pandangannya pada ponselnya yang ada di atas meja. Wanita itu awalnya ingin mengabaikan, namun entah kenapa malah hatinya mendorongnya untuk melihat siapa yang menghubunginya. Pun Odelia khawatir kalau yang menghubunginya itu adalah salah satu client pentingnya. Odelia mengambil ponselnya yang ada di atas meja, dan menatap ke laya
Keheningan menyelimuti kamar Odelia. Sejak tadi Odelia hanya diam tak mengatakan sepatah kata pun. Begitu juga dengan Noah yang duduk di hadapan Odelia masih tetap diam. Posisi mereka sudah tak lagi seintim tadi. Nampaknya Noah tak ingin memaksa Odelia. Well, seberengsek-berengsek Noah rupanya Noah memang tak pernah memaksa.Sejak awal, memang Odelia duluan yang mendekati Noah. Sekalipun dalam keadaan mabuk, tetap saja sumbu api bermula dari Odelia, bukan Noah. Namun, sayangnya di kala Noah mulai menikmati keadaan yang ada; Odelia tak bisa menerima itu. Terlebih kenyataan di mana Noah adalah CEO di tempatnya bekerja membuat perasaan Odelia campur aduk. Takut, malu, bingung, kesal, dan marah. Itulah perasaan yang dirasakan oleh Odelia Jackson.Akan tetapi, kejadian hari ini membuktikan bahwa gengsi Odelia mulai sirna bagaikan diterpa oleh ombak. Jika tidak, mana mungkin seorang Odelia Jakson sampai menangis. Hal itu yang membuat Noah gemas pada Odelia. Di depan Odelia selalu menolak ma