Beranda / CEO / Terjerat Pesona CEO Tampan / Bab 4. Penolakan yang Manis

Share

Bab 4. Penolakan yang Manis

“Kau yakin melupakan tentang kejadian tadi malam, Nona Odelia Jakson?”

Tubuh Odelia meremang mendengar apa yang dikatakan oleh Noah. Bulu kuduknya merinding. Otak Odelia menjadi blank seketika. Odelia menelan saliva-nya susah payah. Wanita itu sangat tahu bahwa dirinya menjadi pusat perhatian seluruh karyawan, termasuk Direkur Utamanya. Oh, Hell! Odelia tidak tahu harus berbuat apa. Jika saja ada mesin waktu, sudah pasti Odelia lebih memilih untuk berlari menuju ke mesin waktu.

“A-aku—” Napas Odelia tercekat. Ada sebuah ucapan yang ingin dia katakan, namun semuanya tertahan di tenggorokannya, dan tak mampu terucap olehnya.

Noah tersenyum samar melihat kepanikan di wajah Odelia. “Kenapa kau hanya diam, Odelia? Kau tidak mau mengatakan apa pun, hm?” bisiknya serak di telinga Odelia. Suara yang terdengar begitu menggoda hingga membuat seluruh saraf di tubuh wanita itu bergejolak tak menentu.

Odelia bungkam dengan tangan berkeringat dingin.

“Tuan Danzel, apa Anda mengenal Odelia?” Elvina langsung bertanya, akibat tak bisa menahan rasa penasarannya.

Noah menatap Odelia yang begitu pucat, lalu menatap Elvina seraya berkata dengan suara tenang dan tegas, “Aku salah mengenali orang. Aku pikir, aku pernah bertemu wanita ini, tapi ternyata tidak.”

Odelia mendesah lega di kala Noah tak mengakui pernah bertemu dengannya. Sungguh, Odelia pikir Noah akan mempermalukannya, tapi ternyata tidak. Astaga, kalau saja sampai Noah mempermalukannya, lebih baik Odelia memilih untuk mengakhiri hidupnya.

“Baik, Tuan Danzel. Mari saya antar Anda berkeliling perusahaan. Saya pun akan menunjukkan ruang kerja Anda,” ujar Elvina sopan.

Noah mengangguk singkat merespon ucapan Elvina.

“Kalian semuanya kembali bekerja. Aku akan membawa Tuan Danzel berkeliling,” seru Elvina memberi perintah pada seluruh karyawan.

Semua karyawan menurut, mereka mulai pergi meninggalkan tempat itu. Detik selanjutnya, Noah melangkah mengikuti Elvina. Tampak Noah melirik Odelia sekilas, lirikan yang menunjukkan memiliki makna.

Sial! Odelia mengumpati Noah yang meliriknya. Buru-buru, Odelia menunduk, dia tak mau sampai ada yang curiga. Jantung Odelia berdetak semakin kencang. Perlahan di kala aroma parfume maskulin Noah menghilang, hati Odelia mulai tenang. Itu artinya Noah sudah menjauh.

“Odelia?” Darla menghampiri Odelia dengan langkah kaki terburu-buru. “Kau mengenal Tuan Noah Danzel?” tanyanya memastikan.

“Tidak, dia salah lihat orang. Aku tidak mengenalnya sama sekali,” ucap Odelia berdusta sambil melangkah cepat masuk ke dalam lift. Refleks, Darla mengikuti Odelia yang sudah masuk ke dalam lift.

Ting!

Pintu lift terbuka. Odelia segera menuju ke ruang kerjanya. Pun Darla mengikuti Odelia. Nampaknya Darla sangat penasaran. Raut wajah Odelia tak bisa tertutupi bahwa Odelia seperti tengah menyembunyikan sesuatu.

“Odelia, apa ada yang kau tutupi dariku?” Darla duduk di atas meja, menatap Odelia dengan tatapan lekat, meminta rekan kerjanya itu untuk bercerita padanya.  

Odelia mengambil air putih yang ada di atas meja, dan meminumnya perlahan. “Tidak ada yang aku tutupi darimu, Darla. Aku memang tidak mengenal Tuan Noah Danzel. Dia yang salah mengenali orang. Sudahlah, lebih baik kau kembali ke ruang kerjamu. Masih banyak sekali pekerjaan yang harus aku selesaikan, dan aku yakin kau pun demikian.”

Darla melirik arlojinya sekilas. “Alright, aku akan kembali ke ruang kerjaku. Tapi awas saja kalau ada hal yang kau tutupi dariku. Aku pasti akan marah padamu.”

“Iya-iya. Kau ini cerewet sekali,” seru Odelia kesal pada Darla yang begitu cerewet.

Darla tersenyum, lalu melangkah pergi meninggalkan ruang kerja Odelia.

Odelia menghempaskan punggungnya ke kursi kerjanya. Matanya terpejam sebentar dan mengembuskan napas panjang. Ya, Odelia tentu tak mungkin menceritakan pada Darla tentang dirinya yang one night stand dengan CEO baru di perusahaannya.

Tadi malam adalah hal tergila yang pernah Odelia lakukan sepanjang hidupnya.

***

Jam dinding menunjukkan pukul dua siang. Odelia baru saja selesai makan siang bersama dengan Darla di kafe yang dekat dengan perusahaannya. Sepanjang hari, Odelia selalu saja tidak tenang. Benaknya kacau memikirkan tentang kebodohannya.

“Odelia?” panggil Elvina seraya melangkah mendekat pada Odelia yang hendak masuk ke dalam ruang kerjanya.

“Iya?” Odelia mengalihkan pandangannya menatap sang Direktur Utama yang ada di hadapannya.

“Odelia, tolong kau antarkan dokumen ini pada Tuan Danzel. Aku harus bertemu dengan client,” jawab Elvina seraya menyerahkan dokumen yang ada di tangannya pada Odelia.

Odelia terbelalak terkejut. “Nyonya, kenapa harus aku yang mengantarkan dokumen ini?” 

Elvina berdecak kesal. “Kau dan Darla sangat paham tentang kondisi perusahaan. Kalau Tuan Danzel bertanya tentang perusahaan, kau pasti mampu menjawab pertanyaannya dengan baik.”

“Nyonya, maaf mungkin Darla bisa mengantarkan dokumen ini. Aku masih memiliki pekerjaan yang harus aku selesaikan,” ucap Odelia cepat. Dalam hati, Odelia berharap kalau Elvina meminta Darla yang mengantarkan dokumen ini pada Noah. Sungguh, Odelia masih belum siap kembali bertemu dengan pria sialan itu.

“Darla tidak bisa. Aku memintanya untuk menyiapkan laporan keuangan lima tahun terakhir. Sekarang lebih baik kau antar dokumen ini ke ruang kerja Tuan Noah Danzel. Beliau bisa marah kalau sampai dokumen ini sampai di tempatnya lama,” seru Elvina tegas, lalu dia melangkah pergi meninggalkan Odelia begitu saja.

Odelia mengumpat dalam hati di kala Elvina sudah pergi. Bagaimana ini? Apa yang harus dilakukannya? Jutaan hal terngiang di dalam pikrian Odelia, membuatnya kebingungan dan takt ahu harus melakukan apa.

Odelia tak ingin bertemu dengan Noah, tapi semua itu tak mungkin karena dia mendapatkan tugas untuk mengantar dokumen ini. Pun Odelia tak bisa membantah. Bisa-bisa dirinya dipecat kalau sampai tak patuh. Odelia sangat membutuhkan pekerjaan ini demi tetap bisa bertahan hidup.

Odelia mengatur napasnya, kemudian melangkahkan kaki menuju ke ruang kerja Noah. Dalam benak Odelia, dia menekankan untuk bersikap professional. Odelia menganggap tak pernah mengenal Noah Danzel.  

Saat tiba di depan ruang kerja Noah, Odelia mengetuk pintu ruang kerja, dan di kala suara Noah memberi perintah Odelia untuk masuk, Odelia segera menurut untuk masuk ke dalam ruang kerja pria itu.

“Selamat siang, Tuan Danzel. Aku ke sini ingin mengantarkan dokumen dari Nyonya Elvina Dwyne untukmu,” ucap Odelia sopan seraya menunjukkan dokumen yang ada di tangannya pada Noah.

Noah tersenyum melihat Odelia di hadapannya. Pria itu bangkit berdiri mendekat pada Odelia. “Kau bisa memanggilku dengan nama panggilanku jika kita hanya berdua.”

“Maaf, itu tidak sopan. Kau adalah CEO di perusahaan ini,” jawab Odelia menolak permintaan Noah.

Noah mengambil dokumen yang ada di tangan Odelia, dan meletakan dokumen itu ke atas meja.

“Baiklah, Tuan. Aku permisi.” Di kala dokumen sudah diambil Noah, buru-buru Odelia pamit undur diri dari hadapan Noah, namun sayangnya gerak Odelia terhenti di kala Noah menarik tangannya, dan menggendong tubuh Odelia—mendudukkan tubuh Odelia ke atas meja kerja pria itu.

“Akhhh!” Odelia menjerit di kala Noah memindahkan tubuhnya ke atas meja.

Noah menghimpat tubuh Odelia, membuat seluruh pergerakan tubuh Odelia sama sekali tak berkutik di dalam kungkungan pria itu. Berkali-kali Odelia berusaha berontak, tapi tetap tidak bisa.

“Lepaskan aku! Nanti banyak orang yang melihat,” seru Odelia meminta Noah untuk segera melepaskannya.

Noah menarik dagu Odelia. “Tadi malam, kau yang mengajakku, tapi sekarang kau malah berpura-pura melupakan segalanya.”

Odelia menatap dingin Noah. “Tadi malam aku mabuk. Lagi pula, anggap saja kita one night stand. Itu artinya apa yang terjadi tadi malam semuanya ada pada tadi malam. Tidak ada hari esok.”

Noah terkekeh. “One night stand buat seorang wanita yang masih perawan. Terdengar sangat asing di telingaku.”

“Siapa bilang aku masih perawan?” seru Odelia kesal.

Noah membelai bibir ranum Odelia. “Tadi malam kau mabuk, tapi aku tidak, Odelia. Aku tahu aku adalah pria pertama yang memasukimu,” bisiknya serak.

Wajah Odelia memerah. “Noah Danzel, aku sudah tidak mau membahas apa pun. Lepaskan aku!”

Noah tak mengindahkan ucapan Odelia. “Siapa Viktor?” tanyanya langsung, dan sontak membuat Odelia terkejut.

“Bagaimana kau tahu tentang Viktor?” seru Odelia.

Noah tersenyum. “Saat kita berhubungan seks, kau menyebut nama Viktor. Ah, aku tahu dia pasti mantan kekasihmu.”

Odelia mengumpati kebodohannya. Dia benar-benar tak mengingat apa pun tentang tadi malam. Dengan sekuat tenaga Odelia mendorong Noah yang kungkungannya sudah mengendur, lalu turun dari meja.

“Bukan urusanmu, Tuan Danzel. Mulai sekarang anggap aku adalah bawahanmu,” seru Odelia menekankan, lalu dia segera berlari pergi meninggalkan ruang kerja Noah—dengan raut wajah yang nampak sangat marah.

Noah tersenyum melihat Odelia sudah pergi. Pria itu mengambil wine yang ada di atas meja dan menyesapnya perlahan. “Penolakan yang manis,” gumamnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status