Share

Chapter 6

Pintu ballroom terbuka lagi, dan keramaian yang semula penuh canda tawa perlahan mereda. Semua mata beralih ke arah pintu masuk, di mana seorang pria berpostur tegap melangkah masuk dengan penuh wibawa.

Setelan jas hitam yang ia kenakan tampak sempurna, seakan dijahit khusus untuk membalut tubuh atletisnya. Wajahnya yang tegas terpahat, dengan mata tajam yang memancarkan aura kedalaman dan ketegasan. Rambutnya tersisir rapi, menambah kesan dingin namun memikat.

Langkahnya mantap, tanpa ragu, seolah ia telah terbiasa menjadi pusat perhatian di mana pun ia berada. Dan benar saja, semua mata tak henti-hentinya mengikuti pergerakannya, berdecak kagum pada kehadirannya yang begitu menguasai ruangan.

Bisikan-bisikan penuh kekaguman mulai terdengar dari sudut-sudut ballroom, membicarakan sosok tampan dan karismatik yang baru saja tiba.

Pak Chriss, tuan rumah acara malam itu, segera melangkah maju dengan senyum lebar di wajahnya. "Duke Mikhail, kehormatan besar bagi kami, anda bisa hadir malam ini," ucapnya dengan suara penuh respect. Ia mengulurkan tangan, dan Mikhail menerimanya dengan anggukan ringan, ekspresinya tetap tak berubah.

Meski sambutan itu penuh kehangatan, Mikhail tetap mempertahankan sikapnya yang dingin dan berjarak, membuat semua orang di sekitar merasakan kekuatannya yang tak terlihat namun sangat nyata terasa.

"Maaf, Ayah dan ibuku tak turut datang," ujar Mikhail.

"Oh, tak apa. Sudah ada anda yang mewakili pun suatu kehormatan besar," jawab Chriss tersenyum lebih lebar.

Kehadirannya benar-benar mengubah suasana, membuat ruangan yang semula riuh menjadi lebih tenang

“Duke Mikhail,” ujar Chriss dengan nada akrab namun penuh kehormatan, “Izinkan saya memperkenalkan anda dengan cucu saya.”

Mikhail, yang telah terbiasa dengan pendekatan seperti ini, menatap Pak Chriss sejenak sebelum tersenyum tipis. “Saya menghargai niat baik Anda, Tuan Chriss, namun mungkin lain kali,” balasnya dengan suara yang lembut namun tetap terdengar dingin, menolak halus tawaran tersebut.

Ia tahu betul apa yang sebenarnya dimaksud oleh Pak Chriss, dan ini bukan pertama kalinya ia dihadapkan pada situasi serupa, di mana para kolega atau kenalannya mencoba menjodohkannya dengan anggota keluarga mereka.

Pak Chriss, yang sudah paham dengan sikap Mikhail, mengangguk perlahan, menyadari bahwa tidak ada gunanya memaksa. “Saya hanya ingin memperkenalkan saja, tidak ada maksud lain. Dia akan meneruskan bisnis saya suatu hari nanti,” jelasnya dengan senyum yang sedikit memudar, namun tetap berusaha menjaga percakapan tetap hangat.

Bagi Pak Chriss, tak masalah bila Mikhail tak tertarik dengan cucunya, asalkan ia masih bisa menjaga hubungan bisnis yang baik dengan Mikhail.

Meskipun penolakan Mikhail halus dan sopan, atmosfir di sekitar mereka mulai terasa sedikit canggung. Namun, itu tak menghentikan bisikan di antara para tamu yang berada di dekat mereka.

Mereka yang telah lama ingin menyapa Mikhail, bahkan mungkin mencari kesempatan untuk menjalin hubungan lebih dekat, kini semakin bersemangat. Mikhail telah lama menjadi sosok yang dihormati dan dikagumi, dan bagi banyak orang, kesempatan untuk berbicara dengannya adalah sesuatu yang berharga.

Di tengah suasana itu, Rose akhirnya muncul, menyeberangi ruangan dengan anggun. Gaunnya yang elegan berkibar ringan saat ia melangkah, wajahnya yang ceria berubah sedikit serius ketika ia mendekati kakeknya dan Mikhail.

Aura kepemimpinan yang ia bawa tampak jelas, menandakan bahwa ia adalah wanita muda yang memiliki kedudukan penting dalam keluarga.

Pak Chriss, melihat kedatangan cucunya, memberi isyarat halus. “Rose, ini adalah Duke Mikhail, CEO dari M.J. Hotel Group, beliau akan membuka hotel baru di sekitar stasiun yang akan kakek bangun,” katanya sambil menoleh ke Mikhail dengan senyum bangga.

Rose melirik kakeknya, lalu mengalihkan pandangannya ke Mikhail. Matanya yang cerdas menatap pria di depannya tak lebih dari sekedar rekan bisnis kakeknya. Ia membungkuk sopan untuk menyapa Mikhail.

"Senang bertemu anda Duke Mikhail, semoga hubungan bisnis kita lancar." Rose memberi senyuman sekedarnya sebagai formalitas, ia tak pernah tertarik berada di situasi ini.

Mikhail, meski tetap dengan ekspresi datar, menyambut Rose dengan anggukan ringan. “Senang bertemu dengan Anda, Nona Rose,” ucapnya, suaranya tetap datar namun sopan.

"Kalau begitu saya pamit, karena teman-teman saya telah menunggu," ujar Rose sopan.

Namun mata Pak Chriss tampak membulat lebih besar menatap cucunya itu, merasa cucunya tak sopan meninggalkan tamu sepenting Mikhail.

"Apa yang kau lakukan? temani dulu Tuan Mikhail berbincang," bisik Chriss pada Rose.

"Kakek saja, aku tak paham obrolan bisnis!" jawab Rose cepat.

Chriss tersenyum pada Mikhail dengan sungkan saat sekali lagi Rose membungkuk sopan dan mundur perlahan dari hadapan Mikhail dan Chriss.

"Maafkan aku, dia masih muda jadi sulit di atur," ujar Pak Chriss.

"Tak masalah," sahut Mikhail mengangguk kecil dengan senyuman tipis di bibirnya. Tapi matanya reflek mengikuti kemana Rose pergi ketika ia mendengar satu nama yang di panggil Rose.

"Astoria!"

Pandangannya sedikit terhalang oleh lalu lalang para tamu undangan. Saat Rose menarik lengan seseorang, barulah terlihat sosok wanita itu oleh manik gelap Mikhail. Sosok yang tak asing baginya.

"Astoria?" gumamnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status