Share

Chapter 6

Author: Vya Kim
last update Last Updated: 2024-10-29 19:42:56

Pintu ballroom terbuka lagi, dan keramaian yang semula penuh canda tawa perlahan mereda. Semua mata beralih ke arah pintu masuk, di mana seorang pria berpostur tegap melangkah masuk dengan penuh wibawa.

Setelan jas hitam yang ia kenakan tampak sempurna, seakan dijahit khusus untuk membalut tubuh atletisnya. Wajahnya yang tegas terpahat, dengan mata tajam yang memancarkan aura kedalaman dan ketegasan. Rambutnya tersisir rapi, menambah kesan dingin namun memikat.

Langkahnya mantap, tanpa ragu, seolah ia telah terbiasa menjadi pusat perhatian di mana pun ia berada. Dan benar saja, semua mata tak henti-hentinya mengikuti pergerakannya, berdecak kagum pada kehadirannya yang begitu menguasai ruangan.

Bisikan-bisikan penuh kekaguman mulai terdengar dari sudut-sudut ballroom, membicarakan sosok tampan dan karismatik yang baru saja tiba.

Pak Chriss, tuan rumah acara malam itu, segera melangkah maju dengan senyum lebar di wajahnya. "Duke Mikhail, kehormatan besar bagi kami, anda bisa hadir malam ini," ucapnya dengan suara penuh respect. Ia mengulurkan tangan, dan Mikhail menerimanya dengan anggukan ringan, ekspresinya tetap tak berubah.

Meski sambutan itu penuh kehangatan, Mikhail tetap mempertahankan sikapnya yang dingin dan berjarak, membuat semua orang di sekitar merasakan kekuatannya yang tak terlihat namun sangat nyata terasa.

"Maaf, Ayah dan ibuku tak turut datang," ujar Mikhail.

"Oh, tak apa. Sudah ada anda yang mewakili pun suatu kehormatan besar," jawab Chriss tersenyum lebih lebar.

Kehadirannya benar-benar mengubah suasana, membuat ruangan yang semula riuh menjadi lebih tenang

“Duke Mikhail,” ujar Chriss dengan nada akrab namun penuh kehormatan, “Izinkan saya memperkenalkan anda dengan cucu saya.”

Mikhail, yang telah terbiasa dengan pendekatan seperti ini, menatap Pak Chriss sejenak sebelum tersenyum tipis. “Saya menghargai niat baik Anda, Tuan Chriss, namun mungkin lain kali,” balasnya dengan suara yang lembut namun tetap terdengar dingin, menolak halus tawaran tersebut.

Ia tahu betul apa yang sebenarnya dimaksud oleh Pak Chriss, dan ini bukan pertama kalinya ia dihadapkan pada situasi serupa, di mana para kolega atau kenalannya mencoba menjodohkannya dengan anggota keluarga mereka.

Pak Chriss, yang sudah paham dengan sikap Mikhail, mengangguk perlahan, menyadari bahwa tidak ada gunanya memaksa. “Saya hanya ingin memperkenalkan saja, tidak ada maksud lain. Dia akan meneruskan bisnis saya suatu hari nanti,” jelasnya dengan senyum yang sedikit memudar, namun tetap berusaha menjaga percakapan tetap hangat.

Bagi Pak Chriss, tak masalah bila Mikhail tak tertarik dengan cucunya, asalkan ia masih bisa menjaga hubungan bisnis yang baik dengan Mikhail.

Meskipun penolakan Mikhail halus dan sopan, atmosfir di sekitar mereka mulai terasa sedikit canggung. Namun, itu tak menghentikan bisikan di antara para tamu yang berada di dekat mereka.

Mereka yang telah lama ingin menyapa Mikhail, bahkan mungkin mencari kesempatan untuk menjalin hubungan lebih dekat, kini semakin bersemangat. Mikhail telah lama menjadi sosok yang dihormati dan dikagumi, dan bagi banyak orang, kesempatan untuk berbicara dengannya adalah sesuatu yang berharga.

Di tengah suasana itu, Rose akhirnya muncul, menyeberangi ruangan dengan anggun. Gaunnya yang elegan berkibar ringan saat ia melangkah, wajahnya yang ceria berubah sedikit serius ketika ia mendekati kakeknya dan Mikhail.

Aura kepemimpinan yang ia bawa tampak jelas, menandakan bahwa ia adalah wanita muda yang memiliki kedudukan penting dalam keluarga.

Pak Chriss, melihat kedatangan cucunya, memberi isyarat halus. “Rose, ini adalah Duke Mikhail, CEO dari M.J. Hotel Group, beliau akan membuka hotel baru di sekitar stasiun yang akan kakek bangun,” katanya sambil menoleh ke Mikhail dengan senyum bangga.

Rose melirik kakeknya, lalu mengalihkan pandangannya ke Mikhail. Matanya yang cerdas menatap pria di depannya tak lebih dari sekedar rekan bisnis kakeknya. Ia membungkuk sopan untuk menyapa Mikhail.

"Senang bertemu anda Duke Mikhail, semoga hubungan bisnis kita lancar." Rose memberi senyuman sekedarnya sebagai formalitas, ia tak pernah tertarik berada di situasi ini.

Mikhail, meski tetap dengan ekspresi datar, menyambut Rose dengan anggukan ringan. “Senang bertemu dengan Anda, Nona Rose,” ucapnya, suaranya tetap datar namun sopan.

"Kalau begitu saya pamit, karena teman-teman saya telah menunggu," ujar Rose sopan.

Namun mata Pak Chriss tampak membulat lebih besar menatap cucunya itu, merasa cucunya tak sopan meninggalkan tamu sepenting Mikhail.

"Apa yang kau lakukan? temani dulu Tuan Mikhail berbincang," bisik Chriss pada Rose.

"Kakek saja, aku tak paham obrolan bisnis!" jawab Rose cepat.

Chriss tersenyum pada Mikhail dengan sungkan saat sekali lagi Rose membungkuk sopan dan mundur perlahan dari hadapan Mikhail dan Chriss.

"Maafkan aku, dia masih muda jadi sulit di atur," ujar Pak Chriss.

"Tak masalah," sahut Mikhail mengangguk kecil dengan senyuman tipis di bibirnya. Tapi matanya reflek mengikuti kemana Rose pergi ketika ia mendengar satu nama yang di panggil Rose.

"Astoria!"

Pandangannya sedikit terhalang oleh lalu lalang para tamu undangan. Saat Rose menarik lengan seseorang, barulah terlihat sosok wanita itu oleh manik gelap Mikhail. Sosok yang tak asing baginya.

"Astoria?" gumamnya.

Related chapters

  • Terjerat Pesona CEO Dingin   Chapter 7

    Mikhail berdiri tegak di tengah keramaian, dikelilingi oleh kolega dan kenalannya, namun tiba-tiba pandangannya terpaku pada sosok yang familiar di kejauhan. Astoria. Dia ada di sini, di tengah kerumunan yang gemerlap dan riuh.Hatinya bertanya-tanya sejenak, 'Astoria mengenal Rose?' Pikiran itu berputar di kepalanya, namun dia dengan cepat mengalihkan fokusnya kembali ke percakapan dengan Pak Chriss, berusaha tetap tenang meski rasa penasaran menggigit pikirannya.Mikhail tetap mendengarkan Pak Chriss berbicara tentang rencana pembangunan hotel di dekat stasiun yang akan segera dimulai. Hotel yang akan menjadi jantung ekonomi baru di kawasan itu, menguntungkan semua pihak yang terlibat. Mikhail mengangguk, menunjukkan ketertarikannya meskipun pikirannya masih setengah di tempat lain. Sesekali, matanya melirik ke arah Astoria, berusaha memantau situasinya tanpa menimbulkan kecurigaan.Pak Chriss, yang tak menyadari distraksi kecil Mikhail, mengaj

  • Terjerat Pesona CEO Dingin   Chapter 8

    Astoria terbangun perlahan, kelopak matanya terasa berat saat ia mencoba membuka mata. Cahaya putih yang terang menyambutnya, membuatnya harus menyipitkan mata sejenak untuk beradaptasi.Dia merasakan dinginnya seprai di bawah kulitnya dan bau khas antiseptik yang memenuhi udara, memberi tahu bahwa dia berada di tempat yang asing, bukan di rumah atau pesta yang barusan diingatnya, melainkan di kamar rumah sakit.Langit-langit putih bersih di atasnya, suara tetesan air infusan terdengar jelas dalam keheningan, dan rasa nyeri samar di telapak tangannya menjadi tanda bahwa sesuatu yang buruk telah terjadi. Dia merasa tubuhnya lemas, seperti baru saja melewati sesuatu yang sangat melelahkan. Tiba-tiba, sebuah suara lembut dan penuh kekhawatiran menyapanya. "Kau sudah sadar?"Astoria menoleh perlahan, mendapati Rose duduk di samping tempat tidurnya, wajahnya dipenuhi kecemasan. Mata Rose tampak merah, seolah telah menahan air mata yang hampir tumpah.

  • Terjerat Pesona CEO Dingin   Chapter 9

    Dalam perjalanan kembali ke hotel, Mikhail membiarkan pikirannya terhanyut dalam lamunan yang tak terelakkan. Wajah Astoria yang pucat, terbaring di ranjang rumah sakit, membuatnya bertanya-tanya. Ingatan itu membawanya kembali ke momen ketika dokter menemui dirinya setelah Astoria pingsan di pesta malam ini.Saat itu di rumah sakit, Mikhail berdiri di samping ranjang Astoria, melihat dokter memeriksa Astoria yang masih tidak sadarkan diri. Ketika dokter selesai, ia mendekati Mikhail, ekspresi serius terukir di wajahnya."Apa yang terjadi, Dok?" tanya Mikhail serius meski wajahnya nyaris tanpa ekspresi. Dokter menghela napas sebelum menjawab, "Secara fisik, Nona Astoria mengalami luka ringan di tangan akibat pecahan kaca. Namun, kondisi psikologisnya yang perlu lebih diperhatikan."Mikhail mengerutkan kening. "Apa maksud Anda?""Sepertinya Nona Astoria mengalami trauma psikis yang cukup dalam terkait darah," jelas dokter sambil menaikkan

  • Terjerat Pesona CEO Dingin   Chapter 10

    [Ku dengar kau yang membawaku ke rumah sakit, terimakasih.] Pesan singkat itu muncul di layar ponsel Mikhail saat ia duduk di kantornya, pagi ini. Tanpa disadari, sudut bibirnya terangkat sedikit, membentuk senyuman tipis yang hampir tak terlihat. Dia memang sudah terbiasa menjaga jarak emosional, namun pesan dari Astoria pagi ini memberi warna berbeda di awal harinya. Di kantor, kehadiran Mikhail yang lebih pagi dari biasanya membuat para staf eksekutif tegang. Mereka tahu, jika sang CEO datang di pagi hari dengan sikap yang tak terbaca, itu sering kali pertanda akan ada sesuatu yang besar—dan mungkin tidak menyenangkan—yang akan terjadi di antara mereka. Namun, Mikhail sendiri tampaknya tidak peduli dengan ketegangan yang menyelimuti sekitarnya. Dia pun mengambil ponselnya dan membalas pesan Astoria dengan cepat. [Kau sudah lebih baik?] Astoria, yang sedang berbaring di ranjan

  • Terjerat Pesona CEO Dingin   Chapter 11

    Mikhail memiringkan kepalanya sedikit, tatapannya semakin menajam. Suasana dalam ruangan itu terasa mencekam, seolah-olah udara pun berhenti bergerak.Jhein merasakan dinginnya lantai di bawah lututnya, tapi rasa takut yang menusuk hatinya jauh lebih mengerikan daripada dingin yang merayap ke tubuhnya.“Bisa jelaskan saat itu mengapa seorang wartawan ada di sana?” Mikhail menuntut, suaranya tenang tapi dengan kekuatan yang tak terbantahkan. Jhein menunduk semakin dalam, tak berani menatap mata Mikhail. Jemarinya saling meremas, keringat dingin semakin deras mengalir di pelipisnya. “Sa-saya tidak tahu, Tuan,” jawabnya, suaranya hampir tak terdengar, seperti bisikan seorang wanita yang telah dihukum.Mikhail tak memberikan reaksi langsung, hanya membiarkan keheningan yang menggantung di udara menekan Jhein lebih dalam.“Di hotel ini, tidak ada yang bisa masuk kamar sembarangan,” lanjut Mikhail, nada bicaranya tidak berubah, tapi setiap kat

  • Terjerat Pesona CEO Dingin   Chapter 12

    Memikirkan masalah yang begitu berat membuat kepala Mikhail terasa seperti dihimpit beban tak terlihat. Urat-urat di pelipisnya mulai menegang, denyutnya semakin kuat, menghantam keras kesadarannya.Sakit yang menusuk mulai menjalar dari pelipis ke seluruh kepalanya, membuatnya meringis tanpa disadari.Dengan gerakan cepat, namun sedikit gemetar, Mikhail meraih laci mejanya. Tangan kanannya menyusuri bagian dalam laci, mencari sesuatu yang ia butuhkan, obat pereda nyeri yang selalu disimpannya di sana.Sakit ini bukan hal baru baginya, tetapi kali ini terasa lebih tajam, seolah menggambarkan intensitas dari kekacauan yang sedang ia hadapi.Mikhail merasakan sakit di kepalanya semakin menusuk, seakan mencengkeram erat pikirannya. Di balik rasa nyeri yang menyiksa itu, kenangan mengerikan dari lima tahun lalu tiba-tiba muncul kembali, menyeretnya ke malam yang dingin dan bersalju itu.Dalam bayang-bayang pikirannya yang semakin kabur, ia ke

  • Terjerat Pesona CEO Dingin   Chapter 13

    Astoria sibuk di dapur, mengolah seafood dengan cermat. Tangannya bergerak lincah, mengaduk bumbu, memanggang ikan, dan menyiapkan hidangan terbaik yang bisa ia buat. Pikirannya dipenuhi dengan bayangan Mikhail, membayangkan bagaimana ekspresinya saat mencicipi masakan yang ia buat sebagai ucapan terima kasih. Dalam hatinya, ia merasa ada harapan kecil bahwa masakan ini bisa menjadi jembatan yang memperpendek jarak di antara mereka.Setelah semuanya siap, Astoria menata meja makan dengan hati-hati, memastikan setiap detail terlihat sempurna. Hidangan laut yang telah ia siapkan tersaji cantik di atas piring-piring porselen.Ia juga menyiapkan sebuah bekal makan siang untuk David, berharap bisa menunjukkan rasa terima kasihnya kepada asisten suaminya yang selalu setia dan sigap."Terima kasih, Nyonya. Aku akan memakannya nanti. Aku pamit harus kembali ke kantor. 10 menit lagi mungkin dokter Felix akan datang," ujar David sambil menerima bekal itu d

  • Terjerat Pesona CEO Dingin   Chapter 14

    “Apa salahku?” tanya Astoria, suaranya bergetar, dan air mata mulai menitik dari sudut matanya. Mikhail, masih dengan rahang yang mengatup erat, menatap Astoria dengan tatapan yang sulit dibaca, penuh amarah dan kecurigaan yang mendalam. “Seluruh karyawan hotel tahu aku alergi seafood! Tapi kau_,” suaranya terpotong oleh bantahan istrinya itu Astoria, yang tak bisa menahan emosinya lagi, balas menyahut dengan suara yang lebih tinggi. “Aku tidak tahu! Kau tak perlu semarah itu! Dunia ini tak selalu tentang dirimu hingga aku harus tahu segalanya tentangmu!” Kalimat itu terucap dengan begitu kuat dan tegas, hingga suasana ruangan itu seolah membeku. Astoria, yang tak tahan lagi berada di bawah tatapan penuh kecurigaan itu, memutuskan untuk pergi. Dengan air mata yang mengalir, ia melangkah keluar dari ruangan dengan cepat, meninggalkan Mikhail yang masih berdiri kaku di tempatnya. Pintu ruang kerja tertutup de

Latest chapter

  • Terjerat Pesona CEO Dingin   Chapter 101

    Enam bulan setelah Jerry ditangkap dan dipenjara, kantor M.J Hotel Group mulai kembali ke rutinitas yang lebih normal. David, setelah dibebaskan dari segala tuduhan, kembali ke perusahaan dan menggantikan posisi Jerry yang kosong. Kehadirannya disambut hangat oleh para eksekutif dan staf yang telah lama menunggu stabilitas kembali dalam perusahaan. Hari itu suasana kantor terasa lebih meriah dari biasanya. Para karyawan berkumpul di ruang rapat, tetapi bukan untuk diskusi bisnis. David berdiri di tengah ruangan dengan senyum penuh kebahagiaan, memegang tangan Jhein yang tampak terkejut tapi juga sangat bahagia. "Jhein, selama ini kau selalu di sisiku, mendukungku, bahkan saat aku terpuruk. Sekarang, aku ingin kau selalu berada di sisiku, bukan hanya sebagai rekan kerja, tapi sebagai pendamping hidupku," ucap David dengan nada mantap, tapi lembut sambil berlutut memberikan cincin untuk Jhein. Ruangan seketika

  • Terjerat Pesona CEO Dingin   Chapter 100

    Malam itu, di sebuah sudut yang gelap dan tersembunyi, Jhein berdiri sambil memperhatikan Astoria dan Jerry di kafe dari kejauhan. Matanya tajam mengawasi setiap gerakan mereka, sementara jari-jarinya dengan cepat menggesek layar ponselnya, memotret momen yang dianggapnya penting. Dia menyaksikan percakapan penuh ketegangan itu, tak luput dari satu detik pun."Maafkan aku Astoria, ini bagian dari tugasku pada Mikhail," gumam Jhein dengan suara pelan sambil mengirimkan serangkaian foto itu ke nomor Mikhail. Sebuah notifikasi muncul di layar ponselnya, menunjukkan bahwa pesan telah berhasil terkirim.Di dalam kafe, Astoria sedang mencoba meyakinkan Jerry untuk merelakannya, sementara di tempat lain, Mikhail yang menerima pesan dari Jhein tidak tahu apa yang sedang terjadi.Ia membuka pesan tersebut saat tengah sibuk di kantornya, foto-foto Astoria dan Jerry dalam satu frame membuat darahnya mendidih seketika. Meski belum tahu konteksnya, perasaan m

  • Terjerat Pesona CEO Dingin   Chapter 99

    Malam itu, Astoria merasa lelah setelah seharian bekerja di kantor. Semua kesibukan yang menumpuk di hadapannya mulai mempengaruhi pikirannya. Mikhail masih terjebak dalam dunia kerjanya, dan meskipun Astoria mencoba untuk memahami, ada bagian dari hatinya yang merindukan kehadiran suaminya di sampingnya. Malam ini ia ada janji bertemu dengan Jerry untuk mengakhiri segalanya, dan semoga Mikhail tak salah paham. Astoria berharap semoga pertemuan ini bisa meredakan semua ketegangan yang mengganggu pikirannya. Dengan yakin ia melangkah, Astoria masuk ke sebuah kafe kecil yang terletak tidak jauh dari kantor. Suasana di dalam kafe itu hangat dan nyaman, dengan lampu-lampu redup yang memberi nuansa tenang. Aroma kopi yang segar menyambutnya, dan saat ia melangkah lebih dalam, pandangannya langsung tertuju pada sosok yang dikenalnya dengan baik, Jerry, yang sudah menunggu di sudut kafe dengan ekspresi yang sulit dibaca.

  • Terjerat Pesona CEO Dingin   Chapter 98

    Minggu pagi yang cerah. Astoria duduk di sebuah kafe yang tenang. Tangannya gemetar sedikit ketika menggenggam secangkir teh hangat di depannya. Ia menunggu dengan cemas, mengatur napas agar tetap tenang. Tak lama kemudian, sebuah suara berat yang sudah lama tak ia dengar memecah keheningan. "Astoria?" Astoria mendongak, dan di sana berdiri seorang pria dengan rambut yang mulai memutih. Wajah Brandon tampak lebih tua dari terakhir kali ia melihatnya, namun di balik wajah itu, ada gurat penyesalan yang tak bisa disembunyikan. "Ayah..." Astoria tak mampu menyembunyikan rasa canggungnya. Perasaan bercampur aduk antara rindu, marah, dan harapan membuatnya bingung. Ia ingin memeluk ayahnya, namun luka masa lalu masih begitu segar di hatinya. Brandon menarik kursi dan duduk di depannya. "Aku... aku tidak tahu harus mulai dari mana. Tapi, Astoria, aku ingin minta maaf," katanya lirih, suaranya bergetar. Astoria hanya diam, menunggu penjelas

  • Terjerat Pesona CEO Dingin   Chapter 97

    Astoria memandang layar ponselnya, jantungnya berdebar kencang saat melihat foto Mikhail yang tampak rentan.Namun, seolah tak memberi waktu untuk meresapi perasaannya, pesan baru muncul di layar. Ia menatap nama pengirim dengan curiga.Ternyata itu Rose.[Astoria, suamimu mabuk parah, dia di antar pulang oleh supirku.]Mendengar kabar itu, rasa tenang seolah merayap kembali ke dalam diri Astoria. Ia menghela napas lega, Kecurigaan yang sempat terbesit di benaknya sirna seketika. Ternyata Mikhail masih tak seperti yang Jerry tuduhkan, dan yang paling penting, dia baik-baik saja.“Terima kasih, Rose,” balasnya cepat, seolah untuk menegaskan rasa syukurnya. Namun Rose tampaknya memiliki pesan lain yang ingin disampaikan.[Sama-sama, Astoria. Oh iya, ayah kita bilang dia ingin bertemu denganmu, kapan kau siap?]Astoria terhenti sejenak, merasakan aliran dingin di tulang belakangnya. Meski hatinya bergetar mendengar nama itu

  • Terjerat Pesona CEO Dingin   chapter 96

    Mikhail menarik napas dalam-dalam, seolah menahan gelombang amarah yang masih tersisa di dadanya.Dia mendekat lagi, jarak di antara mereka semakin tipis. Tangannya perlahan mengangkat, jemarinya dengan lembut menyentuh wajah Astoria.Kulitnya terasa dingin di bawah sentuhan Mikhail, namun ada kehangatan aneh yang mengalir dari ujung jemarinya. Astoria terdiam, terperangkap dalam tatapan pria itu, marah, namun tak mampu benar-benar melukai.“Kau tahu, Astoria ...” Suaranya rendah, hampir berbisik, tetapi setiap kata yang keluar terasa berat, seolah penuh dengan emosi yang ia sembunyikan. “Aku masih belum bisa sepenuhnya memaafkan apa yang terjadi. Tapi itu tak berarti aku tak ingin melindungimu.”Tangannya bergerak turun, menelusuri rahang Astoria dengan pelan, nyaris ragu, sebelum berhenti di lehernya, jemarinya mengelus perlahan.“Terkadang, aku ingin marah. Tapi, pada saat yang sama, aku ingin memastikan kau baik-baik saja ... dengan c

  • Terjerat Pesona CEO Dingin   Chapter 95

    Astoria melangkah perlahan, mengantarkan Jhein ke kamar yang pernah menjadi miliknya. Setiap langkah terasa berat, seiring dengan pertanyaan yang terus bergulir di benaknya. Jhein berjalan di sampingnya, tanpa banyak bicara, tampak malu dan gugup setelah menandatangani kontrak dengan Mikhail. Astoria dan Jhein akhirnya sampai di kamar yang dulunya milik Astoria. "Ini... kamarmu untuk sementara waktu," ujar Astoria dengan suara lemah, mencoba tetap tenang meski hatinya bergejolak. Jhein menatap sekeliling kamar itu dengan rasa canggung. Meski kamar tersebut sederhana di Penthouse, tapi bagi Jhein itu sudah lebih dari cukup, hingga ia merasa semakin segan. Astoria meletakkan tangannya di gagang pintu, hendak berbalik meninggalkan Jhein sendirian. Namun, sebelum ia melangkah keluar, Jhein memanggilnya. "Astoria … terima kasih," kata Jhein pelan, suaranya dipenuhi dengan rasa bersalah yang dalam. Astoria hanya mengangguk kecil. "Istirahatlah. Kita bisa bicarakan ini nanti," j

  • Terjerat Pesona CEO Dingin   Chapter 94

    Pada akhirnya, Mikhail memutuskan untuk tidak mengantar Jhein pulang ke rumahnya. 'Dia tidak bisa kembali ke tempat seperti itu dengan kondisi seperti ini,' pikirnya. Namun, keputusannya bukan hanya soal belas kasihan. Dalam benaknya, Mikhail sudah merencanakan sesuatu. Mobil berhenti di depan penthouse, dan mereka bertiga turun. Mikhail berjalan lebih dulu, langkahnya mantap memimpin di depan Astoria dan Jhein menuju unit Penthousenya. 'Aku tak sebaik itu, tak akan memberinya secara cuma-cuma,' batinnya semakin tegas. Saat mereka tiba di penthouse, suasana terasa sunyi. Mikhail langsung menuju ruang kerjanya tanpa banyak bicara. Sebelum menghilang di balik pintu, ia berbalik dan berkata dengan nada tegas, "Ajak Jhein ke ruang kerjaku," ujarnya pada Astoria. Astoria, meskipun merasa sedikit tak nyaman dengan sikap Mikhail yang dingin, tetap mengikuti instruksi suaminya. Ia meraih tangan Jhein yang terlihat gelisah, menggenggamnya erat sambil berkata lembut, "Ayo, mari ki

  • Terjerat Pesona CEO Dingin   Chapter 93

    Astoria melangkah pelan di trotoar, menikmati hembusan angin sore yang membawa sedikit kedamaian setelah pertemuan yang emosional dengan Rose.Pikirannya masih dipenuhi oleh percakapan barusan, tentang ayahnya dan hubungan yang selama ini tersembunyi. Langkahnya lambat, dan ia berusaha menenangkan hatinya yang masih bergolak.Tiba-tiba, terdengar suara klakson dari arah samping. Astoria terhenti, menoleh dengan cepat ke sumber suara. Sebuah mobil hitam berhenti di dekatnya. Jendela mobil itu turun perlahan, memperlihatkan wajah Mikhail di balik kemudi, tatapannya serius namun terkesan tenang."Masuklah!" ajaknya dengan nada yang tenang namun tegas.Astoria membelalakkan mata. "Mi-Mikhail?" suaranya mengandung keheranan, tak menyangka Mikhail mengikutinya hingga ke sini. Meski terkejut, ia tahu benar bahwa Mikhail bukan orang yang suka diabaikan, terutama ketika ia memerintahkan sesuatu. Tanpa banyak berpikir lagi, Astoria membuka pintu dan segera

DMCA.com Protection Status