Share

Chapter 7

Mikhail berdiri tegak di tengah keramaian, dikelilingi oleh kolega dan kenalannya, namun tiba-tiba pandangannya terpaku pada sosok yang familiar di kejauhan. Astoria. Dia ada di sini, di tengah kerumunan yang gemerlap dan riuh.

Hatinya bertanya-tanya sejenak, 'Astoria mengenal Rose?' Pikiran itu berputar di kepalanya, namun dia dengan cepat mengalihkan fokusnya kembali ke percakapan dengan Pak Chriss, berusaha tetap tenang meski rasa penasaran menggigit pikirannya.

Mikhail tetap mendengarkan Pak Chriss berbicara tentang rencana pembangunan hotel di dekat stasiun yang akan segera dimulai. Hotel yang akan menjadi jantung ekonomi baru di kawasan itu, menguntungkan semua pihak yang terlibat.

Mikhail mengangguk, menunjukkan ketertarikannya meskipun pikirannya masih setengah di tempat lain. Sesekali, matanya melirik ke arah Astoria, berusaha memantau situasinya tanpa menimbulkan kecurigaan.

Pak Chriss, yang tak menyadari distraksi kecil Mikhail, mengajaknya untuk berbicara lebih lanjut di tempat yang lebih tenang. “Mari kita bicara lebih nyaman di meja yang telah disiapkan,” ajaknya sambil memberi isyarat ke sudut ruangan yang lebih sepi.

Sebelum Mikhail sempat melangkah, matanya kembali menangkap sosok Astoria, kali ini lebih jelas. Ia sedang tertawa lepas bersama Rose dan beberapa teman lainnya, tampak ceria dan bebas, seolah dunia di sekelilingnya tidak ada.

Wajah Astoria bersinar dalam kilauan lampu kristal, senyum yang jarang Mikhail lihat begitu tulus terpancar dari bibirnya.

Astoria, di sisi lain, benar-benar larut dalam percakapan hangat dengan Rose. Mereka membicarakan segala hal yang membuat mereka tertawa—mulai dari mode, cerita-cerita kecil tentang keseharian, hingga gosip ringan yang tak jarang memancing canda tawa.

Astoria merasakan kenyamanan yang sudah lama hilang, tertawa bersama sahabatnya membuat semua beban sejenak menghilang. Ia merasa kembali menjadi dirinya sendiri, meskipun hanya untuk sesaat. Suasana pesta semakin meriah, dengan tawa dan musik yang mengisi setiap sudut ruangan.

Rose, dengan tawa riang dan wajah yang memerah karena beberapa gelas anggur yang sudah ditenggaknya, mulai kehilangan keseimbangan.

Matanya berkilau dengan keceriaan, tapi langkahnya semakin tak stabil. Melihat sahabatnya seperti itu, Astoria merasa khawatir. "Rose, kau sudah minum terlalu banyak," bisiknya, mencoba mengingatkan dengan lembut.

Namun, Rose hanya terkekeh dan mengangkat gelasnya lagi. "Jangan khawatir, Astoria. Aku kuat minum. Malam ini kita bersenang-senang saja," jawabnya, suaranya sedikit terbata-bata namun penuh semangat.

Astoria hanya bisa menggelengkan kepala, tahu betapa berat beban yang harus dipikul Rose dalam keluarganya. Bagi Rose, malam ini adalah satu-satunya pelarian dari kenyataan yang menghimpit.

Beberapa menit berlalu, dan Rose mulai terhuyung-huyung, tubuhnya oleng ke belakang. Astoria yang menyadari bahaya itu segera meraih lengan sahabatnya, mencoba menahannya agar tidak jatuh. Namun dalam upaya itu, Rose malah menyenggol seorang pelayan yang sedang membawa nampan penuh gelas anggur.

Kejadian itu begitu cepat. Gelas-gelas berisi anggur merah tumpah, menghujam lantai marmer dengan bunyi yang memekakkan telinga.

Astoria, dalam usahanya menyelamatkan Rose, justru kehilangan keseimbangan dan jatuh terduduk di antara pecahan kaca yang berserakan.

Saat tangannya menyentuh lantai, rasa perih langsung menjalar ke seluruh tubuhnya. Telapak tangannya terluka, mengeluarkan darah segar yang mengalir perlahan di antara pecahan kaca.

Namun bukan rasa sakit fisik yang membuat Astoria meringis, melainkan pemandangan darah yang segera memicu trauma lamanya.

Saat darah menetes di tangannya, pikirannya seketika terseret kembali ke masa lalu. Ingatannya berkabut, terputar dalam gambar-gambar buram-kecelakaan di musim dingin, suara rem berdecit, tubuh seseorang terbaring di aspal dengan darah yang mengalir tanpa henti.

Darah merah yang kontras dengan salju putih, begitu mencolok hingga menghantui setiap sudut pikirannya. Astoria terperangkap dalam lingkaran ketakutannya sendiri, tubuhnya gemetar hebat.

Napasnya mulai tersengal, pandangannya kabur oleh air mata yang mulai menggenang. Suara sekitar menghilang, digantikan oleh gema dari ingatan yang tak ingin ia ingat.

Pesta yang riuh seakan menjauh, menyisakan hanya dirinya dan bayangan trauma yang melumpuhkan. Astoria merasakan sesak di dadanya, seperti dunia ini mengecil dan menyempitkan ruang untuk bernapas.

la ingin berteriak, ingin keluar dari kengerian ini, namun suaranya tercekat, tak mampu keluar dari tenggorokannya yang kering.

"Astoria! kau baik-baik saja?" tanya Rose.

Suara panggilan Rose terdengar bagai dengungan yang jauh di telinga Astoria, seperti berada di bawah air, sayup-sayup dan tak jelas.

Dunia di sekelilingnya mulai memudar, hanya ada dirinya dan rasa takut yang semakin menguasai. Nafasnya tersengal, semakin cepat, dan dadanya terasa seperti dihimpit oleh sesuatu yang berat, begitu berat hingga ia kesulitan untuk menghirup udara.

Tubuhnya gemetar tak terkendali, jantungnya berdebar kencang, seolah-olah ingin melompat keluar dari rongga dadanya.

Keringat dingin mengucur di pelipisnya, menggantikan rasa hangat yang biasanya ada dalam tubuhnya. Pandangannya kabur, bercampur antara rasa sakit dan ketakutan yang semakin memburuk.

Setiap detik yang berlalu seperti sebuah penantian yang menyiksa, seolah-olah waktu bergerak terlalu lambat, menyisakan dirinya dalam jeratan trauma yang menakutkan.

Astoria mencoba untuk bangkit, namun tubuhnya seakan tidak merespon perintah otaknya.

Kakinya lemas, tangannya gemetar tak terkendali, dan pandangannya mulai menghitam di tepinya, menandakan bahwa tubuhnya akan menyerah kapan saja.

Kepanikan yang merayap di benaknya membuat dunianya semakin menyempit, menyisakan hanya rasa takut yang begitu besar hingga membuatnya lumpuh.

Perlahan, segalanya mulai terasa semakin jauh, semakin memudar, hingga akhirnya pandangannya sepenuhnya menghitam.

Tubuhnya terkulai, tak mampu lagi menahan serangan panik yang begitu dahsyat. Samar-samar, sebelum kesadarannya sepenuhnya lenyap, ia melihat bayangan seseorang dengan tubuh tegap mendekatinya, namun sebelum ia sempat mengenali siapa orang itu, pandangannya berubah menjadi gelap sepenuhnya.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status