Share

Part 06

“Sshh..” ringis Abizar

Abizar memegangi kepalanya yang terasa sakit dan sedikit pusing. Ia menatap sekeliling karena merasa asing dengan tempatnya saat ini. “Ini di mana?” gumamnya

Ketika Abizar ingin bangun ia merasakan sesuatu melingkar di atas perutnya. Ia menunduk untuk melihat apa yang menimpa perutnya. Abizar melebarkan matanya ketika melihat sebuah tangan sedang memeluknya. Ia menoleh ke samping dan betapa terkejutnya ia melihat keberadaan Sania.

Deg

“Nggak! Nggak mungkin!” gumam Abizar

Abizar langsung bangun dan seketika rasa pusing menyerang kepalanya. “Sshh..” ringis Abizar sembari memegangi kepalanya

“Enghh..” lenguh Sania

Perlahan mata Sania terbuka karena merasa terganggu. Ia mengerjap pelan sembari tersenyum ketika melihat keberadaan Abizar yang sudah bangun lebih dulu darinya. Tidak ada rasa malu sedikitpun yang dirasakan Sania. Ia justru terlihat begitu bahagia karena telah menikmati malam yang begitu panjang bersama Abizar.

“Ternyata kamu udah bangun!” gumam Sania dengan suara seraknya

“Brengsek!” desis Abizar

“Kenapa, hm? Kok marah gitu sih?”

Sania tersenyum manis menggoda Abizar, tapi sayangnya Abizar sama sekali tidak tergoda dengannya. Abizar membuka selimut yang menutupi tubuhnya lalu mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai. Ia memakainya secepat kilat karena ingin segera pergi dari tempat ini.

Sania mengikuti pergerakan Abizar. Ketika ingin bergerak menyusul Abizar ia merasakan sakit di bagian tubuhnya, hal itu membuat Abizar terkejut. Bahkan Abizar lebih terkejut ketika melihat bercak darah yang ada di seprei kasurnya. Abizar mengepalkan kedua tangannya sembari menggelengkan kepalanya tidak percaya.

Abizar menatap ke arah Sania dengan tatapan tajam. “Itu nggak mungkin kan?”

“Apa yang nggak mungkin, Bi? Kamu laki-laki pertama yang memiliki aku sepenuhnya!”

Deg

Tubuh Abizar mematung di tempat. Ia menggelengkan kepalanya tidak percaya. Ia tidak percaya jika Sania masih virgin. Abizar tahu betul bagaimana pergaulan Sania di dunia malam dan tidak mungkin dirinya laki-laki pertama yang mengambilnya.

“Bi, kamu harus bertanggung jawab!” kata Sania dengan pelan

Abizar tersenyum smirk. Ia bukan laki-laki bodoh yang mudah percaya dengan seorang perempuan, apalagi ia tahu betul bagaimana hidup Sania. “Bertanggung jawab? Mimpi!” dan setelah itu Abizar keluar dari kamar tersebut

“Brengsek!” desis Sania dengan tajam

Sania menarik nafas panjang lalu menghembuskan secara perlahan. Ia mencoba untuk tetap tenang sekalipun Abizar mengatakan tidak ingin bertanggung jawab. Abizar pikir dirinya akan menyerah begitu saja, tidak! Sania memiliki seribu rencana untuk mendapatkan Abizar kembali di hidupnya.

***

Bugh

Bugh

“Aaarrgghhh” teriak Abizar sembari memukul stir mobilnya berulang kali

“BODOH!” teriaknya

Abizar merutuki dirinya sendiri karena berhasil dijebak oleh Sania. Selama perjalanan pulang ia terus memikirkan bercak darah yang ada di seprei tadi. Berulang kali Abizar meyakinkan dirinya sendiri jika ia bukanlah orang pertama yang pernah tidur dengan Sania.

“Nggak mungkin! Nggak mungkin gue orang pertama itu!” gumam Abizar

Jika benar dirinya orang pertama hal itu akan menjadi penyesalan baginya seumur hidup. “Aarrgghh. Brengsek lo Sania!”

Beberapa menit kemudian

Akhirnya mobil yang dikendarai Abizar sampai di rumah. Ia langsung keluar dari mobil dan segera berjalan memasuki rumah. Ketika ingin menaiki tangga menuju kamarnya ia bertemu dengan orang tuanya, hal itu membuat Abizar menghela nafas kasar.

“Dari mana saja kamu baru pulang?” tanya Haikal dengan wajah dinginnya

“—“

Abizar memilih diam. Dan ketika ingin melanjutkan langkahnya dengan cepat Haikal menahan lengannya. “Papa tanya sama kamu. Dari mana kamu semalaman nggak pulang?”

“Di rumah teman!”

“Alasan!”

Haikal melepaskan tangan putranya. Beliau tahu Abizar berbohong padanya. Beliau tahu betul bagaimana putranya, apalagi semalaman tidak pulang entah ke mana perginya! “Jawab yang jujur. Dari mana kamu?”

“Pa, Abizar baru pulang dan Abizar mau langsung ke kantor tapi Papa justru bertanya ini-itu yang membuat kepala Abizar semakin pusing.”

“Apa susahnya menjawab pertanyaan Papa, ha? Papa cuma tanya dan kamu hanya perlu menjawabnya dengan jujur!”

“Abizar sudah jawab.”

“Tapi jawaban kamu—“

“Ck, Abizar mau ke kamar!” tanpa menunggu jawaban dari orang tuanya Abizar langsung pergi begitu saja meninggalkan Haikal.

“Abizar, kamu belum jawab pertanyaan Papa!” teriak Haikal

“—“

“Ck, anak itu!”

Haikal menarik nafas panjang lalu menghembuskan secara perlahan. Beliau melakukannya berulang kali agar amarahnya bisa sedikit lebih redah. Haikal geleng-geleng kepala melihat putra satu-satunya itu.

“Sabar, Pa!” kata Astrid sembari mengelus lengan suaminya

Astrid melihat obrolan suaminya dengan putranya. Beliau sebagai istri sekaligus Ibu hanya bisa menenangkan ketika salah satu dari mereka tersulut amarah. Abizar masih muda dan beliau tahu bagaimana sifat putranya. Astrid mengajak suaminya untuk duduk agar hatinya bisa lebih tenang. Menghadapi putra mereka harus bisa lebih bersabar lagi.

“Papa sabar, ya! Jangan sampai tersulut emosi ketika bicara dengan Abizar.” kata Astrid

“Tapi Abizar selalu menguji kesabaran Papa, Ma.”

“Iya. Mama tahu, Pa. Tapi Abizar baru saja pulang jadi sebaiknya nanti saja kita bertanya padanya!”

“Anak itu nggak bisa dibiarkan, Ma! Pulang seenaknya seolah tidak memiliki tanggung jawab yang lain. Papa tidak ingin Abizar salah jalan, apalagi sampai berbuat seenaknya di luar sana.”

“Sabar, Pa! Tenangin diri Papa dulu!”

Astrid mengelus dada suaminya agar Haikal bisa lebih tenang. Sepertinya beliau harus menunda untuk bicara pada suaminya tentang putra mereka. Astrid tahu suaminya bersikap tegas seperti ini untuk kebaikan Abizar. Mereka tidak ingin Abizar salah jalan meskipun dia sudah dewasa, sudah bisa menentukan jalannya sendiri. Tapi sebagai orang tua Haikal dan Astrid memiliki kekhawatiran sendiri bagi putranya, apalagi Abizar adalah putra satu-satunya di Keluarga Bagaskara.

Di sisi lain, Abizar berulang kali memukul dinding kamarnya. Ia benar-benar menyesal telah datang ke club malam itu dan berakhir penyesalan seumur hidupnya.

Bugh

Bugh

“Aarrgghhh” teriak Abizar

Untung saja kamar Abizar kedap suara, hal itu membuat orang rumah tidak mendengar suaranya. “BRENGSEK LO, SANIA!” teriaknya

“Gue nggak akan tanggung jawab sekalipun lo hamil! Gue yakin kalau lo hamil anak itu bukan darah daging gue!”

Abizar mengepalkan kedua tangannya sampai terlihat otot-otot tangannya. Punggung tangannya serta jemarinya mengeluarkan darah akibat berulang kali memukul dinding. Meskipun tangannya terluka ia sama sekali tidak merasakan sakit, melainkan penyesalan yang ia rasakan.

“Gue tahu lo sengaja jebak gue, Sania! Lo sengaja jebak gue agar lo bisa nikah sama gue.”

Abizar tersenyum meremehkan. “Rencana murahan!” desisnya dengan tajam

Salam dari Author cantik❣️

Jangan lupa kasih komen ya biar aku makin semangat buat up:)

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Alifatin Nayla1107
ga update kah?
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status