"Itu semua karena kamu. Waktu itu kamu sedang minum-minum di bar. Saat aku pergi menjemputmu, kebetulan aku melihat gadis kecil ini diintimidasi oleh preman di bar, jadi aku pun membantunya. Kira-kira begitu yang terjadi," jelas Dimas dengan berani sambil duduk tegak."Oh, ternyata begitu.""Kak Dimas, apa kamu menyadari kalau pelayan barusan itu agak mirip dengan kakakku?" tanya Andi yang ternyata juga memperhatikannya."Penampilannya agak mirip, tapi di hatiku cuma istriku yang paling cantik!"Andi menatap mereka berdua dengan tajam. Apalagi yang ingin dia makan? Rasanya Andi sudah merasa kenyang."Kak Dimas, kamu benar-benar menggelikan. Aku nggak mau makan bersama kalian berdua lagi," ungkap Andi dengan jijik.Tidak lama kemudian, gadis kecil itu datang sambil mendorong gerobak kecil penuh hidangan."Kak, ini adalah hidangan yang kalian pesan, sementara yang ini adalah hadiah untuk kalian. Silakan menikmati, aku nggak akan mengganggu kalian lagi," jelas Nana. Setelah berkata demiki
"Ketika aku mau bayar, dia bersikeras nggak mau dibayar. Katanya dia ingin berterima kasih atas kebaikan Kak Dimas. Kupikir, kalau dia nggak mau dibayar, bosnya pasti akan memotong gajinya karena dia hanya seorang pelayan biasa. Itu sebabnya aku juga bersikeras. Akhirnya, dia membiarkanku membayar sebesar 400 ribu saja," jelas Andi secara singkat mengenai apa yang baru saja terjadi."Ternyata begitu. Pantas saja kamu lama sekali membayarnya."Ketika mereka berdiri dan bersiap untuk pergi, Nana berlari-lari kecil menghampiri mereka."Kakak-kakak sekalian, jangan lupa datang lagi, ya.""Hotpot di restoran ini memang enak. Lain kali kami pasti akan datang lagi. Kerja yang bagus," kata Amel sambil memeluk lengan Dimas dengan santai.Nana melirik tangan Amel sambil berkata, "Baiklah, silakan datang lagi."Setelah mengantar mereka pergi, senyum di wajah Nana tiba-tiba menghilang. Dia menatap punggung Amel dengan sedikit cemburu. Nana benar-benar tidak menyangka jika Dimas sudah menikah.Seja
"Kalau kotor 'kan bisa dibersihkan lagi nanti. Kenapa harus berlebihan seperti itu?" balas Yeri dengan sinis sambil berdiri. Dia juga bersikap tidak sopan dengan langsung membuang semua kulit kacangnya ke lantai.Mendengar suara kulit kacang yang jatuh ke lantai, Amel langsung menggertakkan giginya kuat-kuat sampai rasanya giginya hampir hancur. Saat amarahnya sudah hampir meledak, tiba-tiba saja Dimas menggenggam tangannya."Serahkan saja padaku," kata Dimas dengan lembut.Dimas pergi ke rak penyimpanan untuk mengambil sapu dan pengki. Kemudian, dia menyapu sampah-sampah yang ada di lantai dengan tekun."Lihatlah, betapa rajinnya Dimas. Amel, kamu harus belajar darinya," sindir Erna dengan tidak tahu malu.Kemudian, Dimas membuang semua sampah yang sudah disapunya ke atas kepala mereka. Begitu Erna selesai bicara, dia sudah kembali berteriak."Apa yang kamu lakukan? Apa kamu sudah gila?" teriak Erna dengan keras. Suaranya menggema di seluruh vila."Aku nggak gila. Aku hanya membuang s
Segera setelah itu, Amel kembali membersihkan bagian dalam dan luar rumahnya. Bahkan, seprai dan selimut yang digunakan Erna dan yang lainnya untuk tidur juga dicuci dan disterilkan oleh Amel. Setelah menyelesaikan semua pekerjaannya, Amel baru kembali ke kamarnya untuk beristirahat."Sayang, terima kasih banyak untuk hari ini. Kalau bukan karena kamu, aku nggak tahu berapa lama lagi mereka akan tinggal di rumah kita." Amel bersandar di kepala tempat tidur dengan perasaan senang dan mengacungkan jempol pada Dimas."Kalau begitu, kamu bisa memberiku hadiah untuk hari ini, Sayang." Dimas menaikkan alisnya ke arah Amel dengan gaya yang berbeda.Amel menarik kembali senyumnya dan melirik Dimas. "Cepatlah mandi dan tidur."Setelah berkata seperti itu, Amel langsung tidur tengkurap. Dimas pun mengerucutkan bibirnya. Dia buru-buru mandi dan kembali ke tempat tidur. Kemudian, Dimas memeluk Amel dari belakang dan ingin 'bertukar perasaan' dengan Amel. Namun, tiba-tiba Dimas menyadari jika Amel
Keesokan harinya, Amel terbangun dan merasa ragu-ragu untuk menghubungi Andi."Kak, kenapa meneleponku sepagi ini?" Suara Andi terdengar seperti belum bangun tidur."Andi, apa kamu punya banyak uang?" tanya Amel dengan malu."Kak, saat ini aku ada 120 juta. Uang itu kutabung selama aku bekerja setelah lulus. Kenapa? Apa Kakak butuh uang?" tanya Andi sambil mengucek-ucek matanya yang masih mengantuk."Bukan aku yang butuh uang, tapi keluarga Lidya. Investasi Paman Kelvin gagal. Sekarang, dia punya banyak utang luar negeri." Setelah Andi mendengar berita tersebut dari Amel, rasa kantuknya hilang seketika. Dia langsung duduk di tempat tidur."Aku mengerti, Kak. Aku langsung telepon Kak Lidya saja nanti." Setelah berkata seperti itu, Andi pun buru-buru menutup teleponnya.Saat mengetahui keluarga Lidya tengah menghadapi masalah, Andi seakan-akan lupa jika hubungannya dengan Lidya tengah memburuk. Tanpa ragu-ragu lagi, dia langsung mentransfer semua tabungannya kepada Lidya."Kamu di mana?
"Aku nggak peduli. Selama aku bisa bersamamu, semua itu nggak masalah bagiku," kata Andi dengan tulus. Dibandingkan dengan uang, Lidya lebih penting."Andi ...." Lidya bersandar di pelukan Andi sambil menangis sesenggukan. Seperti kata pepatah, rintangan membuktikan semuanya. Tampaknya Andi benar-benar tulus padanya.Sementara itu, Kelvin tampak seakan menua dalam semalam. Dia duduk di kamar tidur dengan cemas, merokok satu demi satu hingga keesokan paginya.Tiba-tiba, teleponnya berdering. Dia mengira itu adalah panggilan dari penagih utang. Dia pun mengangkat telepon, lalu ingin menutup teleponnya. Namun, dia menyadari bahwa itu adalah panggilan dari asistennya.Dia akhirnya menjawab telepon, lalu mendengar, "Kabar baik, Pak Kelvin, perusahaan kita bisa selamat!"Ketika Kelvin mendengar suara gembira asistennya di telepon, dia tertegun sejenak. Kemudian, dia bertanya seolah tidak bisa memercayai telinganya, "Apa katamu?""Pak Kelvin, aku bilang perusahaan kita bisa diselamatkan. Asis
"Kamu urus sendiri investasi kali ini. Pastikan saja perusahaan Kelvin nggak bangkrut," kata Dimas dengan santai. Selama bisa diselesaikan dengan uang, itu bukan masalah untuknya."Pak Dimas, aku sudah membuat perkiraan awal. Perusahaannya memiliki utang sekitar 7,4 miliar. Kalau mau perusahaannya beroperasi dengan normal, dia perlu setidaknya 8 miliar." Irfan memberi tahu Dimas tentang hasil penyelidikannya."Kalau begitu, kita investasikan 8 miliar. Karena masalah ini sudah aku serahkan kepadamu, kamu yang akan bertanggung jawab untuk itu," kata Dimas sebelum menutup telepon dengan cepat.Irfan menyimpan ponselnya, mengambil dokumen, lalu keluar dari mobil. Di luar, Kelvin sudah berdiri di depan pintu perusahaan sambil menatap pintu dengan penuh harap.Ketika melihat Irfan berjalan sambil membawa dokumen, Kelvin langsung menyapanya dengan gembira, "Halo, apakah kamu Pak Irfan?"Irfan mengangguk sembari berujar, "Ya, aku Irfan. Direktur kami terlalu sibuk dengan pekerjaannya, jadi dia
"Aku mengerti."Belum sampai waktu untuk makan siang, tapi Andi dan Lidya sudah datang bersama."Bukankah aku meminta kalian berdua datang setelah makan siang? Kenapa kalian datang secepat ini?""Kami ingin makan bersamamu, jadi kami membawa makanan ke sini," jawab Lidya sambil menunjukkan barang-barang di tangannya."Lidya, ada 240 juta di dalam ATM yang aku dan Dimas simpan. Kami awalnya berencana menggunakannya untuk membuka cabang, tapi sekarang kamu lebih membutuhkannya daripada aku. Kamu bisa menggunakannya terlebih dahulu," kata Amel sambil menyodorkan ATM-nya ke tangan Lidya dengan murah hati.Lidya menolak dengan tegas, "Nggak bisa, aku nggak bisa menerima uang darimu. Kamu juga tahu kalau keluargaku sudah memiliki utang begitu banyak di luar. Aku pasti nggak akan bisa mengembalikannya padamu dalam waktu dekat. Aku nggak bisa menghambatmu membuka toko.""Sudahlah, jangan sungkan denganku. Terima saja uangnya."Lidya merasa sangat tersentuh hingga dia hampir menitikkan air mata