"Kalau kotor 'kan bisa dibersihkan lagi nanti. Kenapa harus berlebihan seperti itu?" balas Yeri dengan sinis sambil berdiri. Dia juga bersikap tidak sopan dengan langsung membuang semua kulit kacangnya ke lantai.Mendengar suara kulit kacang yang jatuh ke lantai, Amel langsung menggertakkan giginya kuat-kuat sampai rasanya giginya hampir hancur. Saat amarahnya sudah hampir meledak, tiba-tiba saja Dimas menggenggam tangannya."Serahkan saja padaku," kata Dimas dengan lembut.Dimas pergi ke rak penyimpanan untuk mengambil sapu dan pengki. Kemudian, dia menyapu sampah-sampah yang ada di lantai dengan tekun."Lihatlah, betapa rajinnya Dimas. Amel, kamu harus belajar darinya," sindir Erna dengan tidak tahu malu.Kemudian, Dimas membuang semua sampah yang sudah disapunya ke atas kepala mereka. Begitu Erna selesai bicara, dia sudah kembali berteriak."Apa yang kamu lakukan? Apa kamu sudah gila?" teriak Erna dengan keras. Suaranya menggema di seluruh vila."Aku nggak gila. Aku hanya membuang s
Segera setelah itu, Amel kembali membersihkan bagian dalam dan luar rumahnya. Bahkan, seprai dan selimut yang digunakan Erna dan yang lainnya untuk tidur juga dicuci dan disterilkan oleh Amel. Setelah menyelesaikan semua pekerjaannya, Amel baru kembali ke kamarnya untuk beristirahat."Sayang, terima kasih banyak untuk hari ini. Kalau bukan karena kamu, aku nggak tahu berapa lama lagi mereka akan tinggal di rumah kita." Amel bersandar di kepala tempat tidur dengan perasaan senang dan mengacungkan jempol pada Dimas."Kalau begitu, kamu bisa memberiku hadiah untuk hari ini, Sayang." Dimas menaikkan alisnya ke arah Amel dengan gaya yang berbeda.Amel menarik kembali senyumnya dan melirik Dimas. "Cepatlah mandi dan tidur."Setelah berkata seperti itu, Amel langsung tidur tengkurap. Dimas pun mengerucutkan bibirnya. Dia buru-buru mandi dan kembali ke tempat tidur. Kemudian, Dimas memeluk Amel dari belakang dan ingin 'bertukar perasaan' dengan Amel. Namun, tiba-tiba Dimas menyadari jika Amel
Keesokan harinya, Amel terbangun dan merasa ragu-ragu untuk menghubungi Andi."Kak, kenapa meneleponku sepagi ini?" Suara Andi terdengar seperti belum bangun tidur."Andi, apa kamu punya banyak uang?" tanya Amel dengan malu."Kak, saat ini aku ada 120 juta. Uang itu kutabung selama aku bekerja setelah lulus. Kenapa? Apa Kakak butuh uang?" tanya Andi sambil mengucek-ucek matanya yang masih mengantuk."Bukan aku yang butuh uang, tapi keluarga Lidya. Investasi Paman Kelvin gagal. Sekarang, dia punya banyak utang luar negeri." Setelah Andi mendengar berita tersebut dari Amel, rasa kantuknya hilang seketika. Dia langsung duduk di tempat tidur."Aku mengerti, Kak. Aku langsung telepon Kak Lidya saja nanti." Setelah berkata seperti itu, Andi pun buru-buru menutup teleponnya.Saat mengetahui keluarga Lidya tengah menghadapi masalah, Andi seakan-akan lupa jika hubungannya dengan Lidya tengah memburuk. Tanpa ragu-ragu lagi, dia langsung mentransfer semua tabungannya kepada Lidya."Kamu di mana?
"Aku nggak peduli. Selama aku bisa bersamamu, semua itu nggak masalah bagiku," kata Andi dengan tulus. Dibandingkan dengan uang, Lidya lebih penting."Andi ...." Lidya bersandar di pelukan Andi sambil menangis sesenggukan. Seperti kata pepatah, rintangan membuktikan semuanya. Tampaknya Andi benar-benar tulus padanya.Sementara itu, Kelvin tampak seakan menua dalam semalam. Dia duduk di kamar tidur dengan cemas, merokok satu demi satu hingga keesokan paginya.Tiba-tiba, teleponnya berdering. Dia mengira itu adalah panggilan dari penagih utang. Dia pun mengangkat telepon, lalu ingin menutup teleponnya. Namun, dia menyadari bahwa itu adalah panggilan dari asistennya.Dia akhirnya menjawab telepon, lalu mendengar, "Kabar baik, Pak Kelvin, perusahaan kita bisa selamat!"Ketika Kelvin mendengar suara gembira asistennya di telepon, dia tertegun sejenak. Kemudian, dia bertanya seolah tidak bisa memercayai telinganya, "Apa katamu?""Pak Kelvin, aku bilang perusahaan kita bisa diselamatkan. Asis
"Kamu urus sendiri investasi kali ini. Pastikan saja perusahaan Kelvin nggak bangkrut," kata Dimas dengan santai. Selama bisa diselesaikan dengan uang, itu bukan masalah untuknya."Pak Dimas, aku sudah membuat perkiraan awal. Perusahaannya memiliki utang sekitar 7,4 miliar. Kalau mau perusahaannya beroperasi dengan normal, dia perlu setidaknya 8 miliar." Irfan memberi tahu Dimas tentang hasil penyelidikannya."Kalau begitu, kita investasikan 8 miliar. Karena masalah ini sudah aku serahkan kepadamu, kamu yang akan bertanggung jawab untuk itu," kata Dimas sebelum menutup telepon dengan cepat.Irfan menyimpan ponselnya, mengambil dokumen, lalu keluar dari mobil. Di luar, Kelvin sudah berdiri di depan pintu perusahaan sambil menatap pintu dengan penuh harap.Ketika melihat Irfan berjalan sambil membawa dokumen, Kelvin langsung menyapanya dengan gembira, "Halo, apakah kamu Pak Irfan?"Irfan mengangguk sembari berujar, "Ya, aku Irfan. Direktur kami terlalu sibuk dengan pekerjaannya, jadi dia
"Aku mengerti."Belum sampai waktu untuk makan siang, tapi Andi dan Lidya sudah datang bersama."Bukankah aku meminta kalian berdua datang setelah makan siang? Kenapa kalian datang secepat ini?""Kami ingin makan bersamamu, jadi kami membawa makanan ke sini," jawab Lidya sambil menunjukkan barang-barang di tangannya."Lidya, ada 240 juta di dalam ATM yang aku dan Dimas simpan. Kami awalnya berencana menggunakannya untuk membuka cabang, tapi sekarang kamu lebih membutuhkannya daripada aku. Kamu bisa menggunakannya terlebih dahulu," kata Amel sambil menyodorkan ATM-nya ke tangan Lidya dengan murah hati.Lidya menolak dengan tegas, "Nggak bisa, aku nggak bisa menerima uang darimu. Kamu juga tahu kalau keluargaku sudah memiliki utang begitu banyak di luar. Aku pasti nggak akan bisa mengembalikannya padamu dalam waktu dekat. Aku nggak bisa menghambatmu membuka toko.""Sudahlah, jangan sungkan denganku. Terima saja uangnya."Lidya merasa sangat tersentuh hingga dia hampir menitikkan air mata
"Nggak perlu, kita bukan orang asing. Aku pikir Dimas pasti hanya melakukan apa yang bisa dia lakukan. Nggak perlu terlalu sungkan.""Dimas sudah sangat membantu, kami harus mengundangnya makan. Aku sudah memesan tempat di restoran, akan aku krimkan detailnya padamu nanti. Kamu bisa memberi tahu Amel dan Dimas." Kelvin bersikeras untuk mengundang mereka makan dengan senang hati, jadi Lili tidak punya pilihan selain menyetujuinya.Saat baru tiba di rumah, Lidya langsung mendengar kabar baik ini. Keningnya yang sudah berkerut selama dua hari akhirnya mengendur! Setelah pengalaman ini, Lidya tidak akan pernah berani mengeluarkan uang secara berlebihan lagi. Meski kali ini mereka berhasil selamat, mereka mungkin tidak akan seberuntung itu di masa depan.Senja pun tiba dan lampu-lampu kota mulai menyala.Untuk merayakan kebangkitan kembali pasca bencana, Kelvin secara khusus memesan hotel bintang lima terbesar di Kota Nataya.Di dalam ruang VIP, mereka bercengkerama dengan penuh tawa. Tak l
Ketika hampir sampai di rumah, ponsel Dimas tiba-tiba berdering. Dia melihat nomor asing di layar, ragu-ragu apakah mau menjawabnya atau tidak."Kenapa kamu nggak menjawabnya?""Ini dari nomor yang nggak dikenal. Bisa jadi ini adalah panggilan yang nggak penting.""Mungkin itu telepon dari seorang pekerja di lokasi konstruksimu. Kenapa kamu nggak menjawabnya saja? Jangan sampai kamu melewatkan hal penting."Dimas pun menjawab panggilan itu dengan patuh. Begitu dia menjawab telepon, suara manis seorang wanita datang dari ujung lain telepon."Halo, Kak, ini aku Nana!"Dimas mengerutkan kening dengan bingung, lalu berkata "Ternyata kamu. Bagaimana kamu bisa tahu nomor teleponku? Ada urusan apa kamu menghubungiku?"Dimas tampak sedikit tidak senang dengan sikap lancang Nana."Kak Dimas, aku ingin mentraktirmu makan berdua sebagai rasa terima kasihku. Terakhir kali saat kalian datang untuk makan hotpot, aku nggak bisa mentraktir kalian. Aku jadi merasa nggak enak." Suara Nana terdengar sang