"Aku nggak peduli. Selama aku bisa bersamamu, semua itu nggak masalah bagiku," kata Andi dengan tulus. Dibandingkan dengan uang, Lidya lebih penting."Andi ...." Lidya bersandar di pelukan Andi sambil menangis sesenggukan. Seperti kata pepatah, rintangan membuktikan semuanya. Tampaknya Andi benar-benar tulus padanya.Sementara itu, Kelvin tampak seakan menua dalam semalam. Dia duduk di kamar tidur dengan cemas, merokok satu demi satu hingga keesokan paginya.Tiba-tiba, teleponnya berdering. Dia mengira itu adalah panggilan dari penagih utang. Dia pun mengangkat telepon, lalu ingin menutup teleponnya. Namun, dia menyadari bahwa itu adalah panggilan dari asistennya.Dia akhirnya menjawab telepon, lalu mendengar, "Kabar baik, Pak Kelvin, perusahaan kita bisa selamat!"Ketika Kelvin mendengar suara gembira asistennya di telepon, dia tertegun sejenak. Kemudian, dia bertanya seolah tidak bisa memercayai telinganya, "Apa katamu?""Pak Kelvin, aku bilang perusahaan kita bisa diselamatkan. Asis
"Kamu urus sendiri investasi kali ini. Pastikan saja perusahaan Kelvin nggak bangkrut," kata Dimas dengan santai. Selama bisa diselesaikan dengan uang, itu bukan masalah untuknya."Pak Dimas, aku sudah membuat perkiraan awal. Perusahaannya memiliki utang sekitar 7,4 miliar. Kalau mau perusahaannya beroperasi dengan normal, dia perlu setidaknya 8 miliar." Irfan memberi tahu Dimas tentang hasil penyelidikannya."Kalau begitu, kita investasikan 8 miliar. Karena masalah ini sudah aku serahkan kepadamu, kamu yang akan bertanggung jawab untuk itu," kata Dimas sebelum menutup telepon dengan cepat.Irfan menyimpan ponselnya, mengambil dokumen, lalu keluar dari mobil. Di luar, Kelvin sudah berdiri di depan pintu perusahaan sambil menatap pintu dengan penuh harap.Ketika melihat Irfan berjalan sambil membawa dokumen, Kelvin langsung menyapanya dengan gembira, "Halo, apakah kamu Pak Irfan?"Irfan mengangguk sembari berujar, "Ya, aku Irfan. Direktur kami terlalu sibuk dengan pekerjaannya, jadi dia
"Aku mengerti."Belum sampai waktu untuk makan siang, tapi Andi dan Lidya sudah datang bersama."Bukankah aku meminta kalian berdua datang setelah makan siang? Kenapa kalian datang secepat ini?""Kami ingin makan bersamamu, jadi kami membawa makanan ke sini," jawab Lidya sambil menunjukkan barang-barang di tangannya."Lidya, ada 240 juta di dalam ATM yang aku dan Dimas simpan. Kami awalnya berencana menggunakannya untuk membuka cabang, tapi sekarang kamu lebih membutuhkannya daripada aku. Kamu bisa menggunakannya terlebih dahulu," kata Amel sambil menyodorkan ATM-nya ke tangan Lidya dengan murah hati.Lidya menolak dengan tegas, "Nggak bisa, aku nggak bisa menerima uang darimu. Kamu juga tahu kalau keluargaku sudah memiliki utang begitu banyak di luar. Aku pasti nggak akan bisa mengembalikannya padamu dalam waktu dekat. Aku nggak bisa menghambatmu membuka toko.""Sudahlah, jangan sungkan denganku. Terima saja uangnya."Lidya merasa sangat tersentuh hingga dia hampir menitikkan air mata
"Nggak perlu, kita bukan orang asing. Aku pikir Dimas pasti hanya melakukan apa yang bisa dia lakukan. Nggak perlu terlalu sungkan.""Dimas sudah sangat membantu, kami harus mengundangnya makan. Aku sudah memesan tempat di restoran, akan aku krimkan detailnya padamu nanti. Kamu bisa memberi tahu Amel dan Dimas." Kelvin bersikeras untuk mengundang mereka makan dengan senang hati, jadi Lili tidak punya pilihan selain menyetujuinya.Saat baru tiba di rumah, Lidya langsung mendengar kabar baik ini. Keningnya yang sudah berkerut selama dua hari akhirnya mengendur! Setelah pengalaman ini, Lidya tidak akan pernah berani mengeluarkan uang secara berlebihan lagi. Meski kali ini mereka berhasil selamat, mereka mungkin tidak akan seberuntung itu di masa depan.Senja pun tiba dan lampu-lampu kota mulai menyala.Untuk merayakan kebangkitan kembali pasca bencana, Kelvin secara khusus memesan hotel bintang lima terbesar di Kota Nataya.Di dalam ruang VIP, mereka bercengkerama dengan penuh tawa. Tak l
Ketika hampir sampai di rumah, ponsel Dimas tiba-tiba berdering. Dia melihat nomor asing di layar, ragu-ragu apakah mau menjawabnya atau tidak."Kenapa kamu nggak menjawabnya?""Ini dari nomor yang nggak dikenal. Bisa jadi ini adalah panggilan yang nggak penting.""Mungkin itu telepon dari seorang pekerja di lokasi konstruksimu. Kenapa kamu nggak menjawabnya saja? Jangan sampai kamu melewatkan hal penting."Dimas pun menjawab panggilan itu dengan patuh. Begitu dia menjawab telepon, suara manis seorang wanita datang dari ujung lain telepon."Halo, Kak, ini aku Nana!"Dimas mengerutkan kening dengan bingung, lalu berkata "Ternyata kamu. Bagaimana kamu bisa tahu nomor teleponku? Ada urusan apa kamu menghubungiku?"Dimas tampak sedikit tidak senang dengan sikap lancang Nana."Kak Dimas, aku ingin mentraktirmu makan berdua sebagai rasa terima kasihku. Terakhir kali saat kalian datang untuk makan hotpot, aku nggak bisa mentraktir kalian. Aku jadi merasa nggak enak." Suara Nana terdengar sang
Sejak membeli sepeda listrik, Amel jarang merepotkan Dimas untuk mengantarnya ke tempat kerja. Keduanya bekerja tidak pada waktu yang selalu bersamaan. Dulu, Dimas akan terlambat hampir setiap hari untuk mengantar Amel ke toko. Namun, dia cukup bahagia bisa bersama istrinya.Amel tiba di toko lebih awal hari ini. Dia mengeluarkan kunci dari tasnya, lalu membuka pintu toko makanan penutup. Tugas pertamanya hari ini adalah membersihkan dan menyemprotkan disinfeksi di dalam toko, lalu memeriksa persediaan."Kak Amel, kenapa kamu datang pagi-pagi sekali hari ini?" Clara sedikit terkejut saat melihat sosok Amel yang sudah sibuk begitu dia memasuki toko."Aku bangun lebih awal hari ini. Selain itu, aku nggak ada kerjaan di rumah, jadi aku datang lebih awal," jelas Amel sambil tersenyum.Begitu Amel mengatakan ini, Sarah juga datang untuk bekerja. Dia tidak terlihat bahagia. Biasanya, Sarah akan dengan senang hati menyapa mereka ketika melihat mereka. Namun, hari ini sepertinya suasana hatiny
"Bukankah kamu pelayan di restoran hotpot waktu itu?" tanya Amel seraya berjalan keluar dari meja kasir.Nana mengangguk, lalu menjawab, "Halo, Kak, aku nggak menyangka akan bertemu denganmu di sini. Apakah kamu bekerja di sini?""Benar, aku yang menjalankan toko makanan penutup ini. Coba lihat dulu makanan penutup apa yang kamu inginkan. Terakhir kali saat kita pergi makan hotpot, kamu memberi kami setengah harga. Kali ini aku yang akan memberimu setengah harga untuk makanan penutupmu."Saat mendengar ini, Nana tertawa pelan, kemudian berkata, "Nggak perlu, Kak. Saat itu aku memang harus melakukannya karena Kak Dimas sudah menyelamatkanku, jadi aku harus berterima kasih kepadanya dengan baik.""Sebenarnya kamu nggak perlu bersikap sopan seperti itu. Dia hanya sekalian membantumu saja."Mendengar hal tersebut, Nana tidak melanjutkan percakapannya, melainkan memilih beberapa makanan penutup yang disukainya sambil berkata, "Kak, aku lihat sepertinya beberapa makanan penutup ini enak. Beg
Amel yang baik hati, merasa sedikit iba saat mendengar cerita ini, jadi dia menggenggam tangan Nana."Pasti nggak mudah bagimu hidup sendirian di Kota Nataya," kata Amel. Dia merasa sangat bersimpati dengan pengalaman Nana. Sangat sulit bagi Amel membayangkan gadis ini menjalani kehidupan yang sulit di usianya yang masih sangat belia."Masih cukup baik, kok. Setidaknya sekarang aku punya pekerjaan dan punya penghasilan tetap setiap bulan. Masa tersulitku adalah saat aku baru saja sampai di Kota Nataya," ucap Nana sambil tersenyum getir.Tatapan simpatik Amel membuat Nana merasa sedikit tidak nyaman."Kak, kamu hebat sekali. Kamu bisa membuka toko makanan penutup sendiri. Setiap aku berulang tahun saat masih kecil, aku nggak pernah makan kue ulang tahun. Saat aku melihat anak-anak lain membawa kue ulang tahun dari toko kue, diam-diam aku berjanji dalam hatiku, kalau saat sudah dewasa nanti, aku pasti akan membuka toko makanan penutup sendiri, tapi sayangnya sekarang aku justru nggak pun