"Tentu saja aku nggak keberatan. Lagi pula, Lidya juga pemegang saham di tokoku," kata Amel acuh tak acuh."Kalau begitu aku bisa mengambilnya dengan bebas," sahut Andi. Dia mengambil nampan khusus untuk makanan penutup dan memilih beberapa kue sesuai dengan selera favorit Lidya."Apakah kamu akan pergi ke tempat Lidya nanti?""Ya. Kak, aku berencana pindah dari perusahaan dan kembali ke rumah Kak Lidya. Masa-masa sibukku sudah berlalu, aku nggak perlu tinggal di perusahaan lagi," sambung Andi dengan gembira. Selama tinggal di perusahaan, dia hampir tidak bisa tidur nyenyak setiap malam. Untuk menghilangkan rasa sakit di hatinya, terkadang Andi memilih untuk tidur di rumah, jadi setidaknya dia masih punya seseorang untuk diajak bicara.Saat mendengar itu, Amel sedikit mengernyit, kemudian dia mendidik adiknya dengan serius, "Apakah kamu sudah menanyakan hal ini kepada Lidya? Sekarang Lidya sudah punya pacar. Meskipun dia selalu memperhatikanmu dari kecil sampai dewasa, kamu juga sudah
"Ya ampun, bahkan mengancam akan mati? Tapi aku nggak menyangka Keluarga Yanuar begitu mementingkan keuntungan. Sekarang Keluarga Sentana bukan hanya nggak akan bangkrut, bahkan mempunyai pasangan kerja sama yang lebih baik. Kurasa seluruh anggota keluarga mereka akan menyesal," gumam Amel yang merasa agak kesal ketika mendengar itu."Lidya, jangan sedih. Suatu hari nanti, kamu pasti akan bertemu seseorang yang lebih baik. Kalau kelak kamu mengalami hal seperti ini lagi, jangan menyimpannya di dalam hati. Kita berdua adalah sahabat. Kalau terjadi sesuatu padamu, katakan saja langsung padaku, jangan ditahan sendirian karena itu hanya menimbulkan penyakit. Untungnya, kali ini keluargamu sudah keluar dari bahaya," pesan Amel dengan hangat.Jika hari ini Lidya tidak memberitahunya, Amel mungkin tidak akan pernah tahu alasan sebenarnya dari putusnya hubungan Lidya dan Bima."Aku tahu, sebenarnya aku nggak terlalu merasa sedih. Lagi pula, aku dan dia nggak ada perasaan apa-apa. Saat pertama
"Mau makan hotpot lagi?"Amel mengangguk dengan berat, lalu menyahut, "Tentu saja, aku nggak akan pernah bosan dengan hotpot. Setelah toko makanan penutup kami menghasilkan banyak uang, aku akan membuka restoran hotpot. Kemudian, aku bisa menikmati hotpot sepuasnya!"Kalimat yang dikatakan dengan asal oleh Amel diingat oleh Dimas yang sudah mulai berencana membuka restoran hotpot untuk Amel.Setelah membeli banyak bahan makanan untuk hotpot di supermarket, mereka langsung menuju rumah Lidya. Ketika mereka tiba, Andi sedang berbaring di sofa seperti seorang lelaki tua yang sedang bermalas-malasan di rumah."Andi, kamu benar-benar menganggap tempat Lidya seperti rumahmu sendiri, ya. Bahkan kamu dengan bangga berbaring dan menempati seluruh sofa. Kamu menyuruh kita duduk di mana? Di lantai?" cerca Amel sambil melirik adiknya sekilas, kemudian duduk dengan enggan."Kak Amel, Kak Dimas, aku hampir saja mati kelaparan. Aku sudah menunggu kalian berdua dari tadi, kenapa kalian baru datang?" k
Lidya berpura-pura membuka mata Andi dan memeriksa dengan hati-hati, "Nggak ada, matamu kemasukan apa?""Berhati-hatilah kalau melakukan sesuatu. Baiklah, cepat keluar. Suruh Dimas memeriksanya. Cahaya lampu di dapur nggak terlalu terang," sahut Amel membujuk Andi keluar. Lidya dan Andi pun langsung bernapas lega.Andi berjalan ke ruang tamu, Dimas menatapnya sambil tersenyum, sementara Andi tersenyum malu-malu sambil bertanya, "Kak Dimas, apa kamu mau minum teh?""Nggak perlu. Andi, kebohongan nggak bisa ditutupi terus. Cepat atau lambat kalian berdua pasti akan ketahuan," kata Dimas penuh arti. Walaupun Dimas tidak mengatakan apa-apa, seiring berjalannya waktu, Amel dan yang lainnya pasti akan menyadarinya.Andi menggaruk kepalanya karena malu, kemudian menjawab, "Kak Dimas, sebenarnya kami nggak bermaksud merahasiakannya dari keluarga kami. Kami cuma merasa nggak tahu bagaimana cara mengatakannya sekarang. Kami pasti akan membicarakannya nanti."Setelah mempertimbangkannya, Andi ber
"Keluarga kita hampir bangkrut, jadi kami menghubungi semua teman yang bisa kami hubungi. Tapi kami nggak menghubungi Keluarga Yanuar karena kami takut kalau kamu menikah nanti, kamu nggak akan dihormati di keluarga mereka. Pada akhirnya, meski ada masalah besar terjadi pada keluarga kita, nggak ada satu pun dari mereka yang menanyakannya. Tepat sebelum aku datang ke sini, aku hendak menelepon Keluarga Yanuar untuk menanyakan tentang masalah pernikahan. Tapi aku menyadari kalau ibunya Bima sudah memblokir nomor WhatsApp-ku. Nomor teleponku dan ayahmu juga diblokir. Aku pikir mereka takut kita akan menghubungi mereka untuk meminjam uang. Kemudian, aku menelepon Bima dengan emosi, sebelum akhirnya mengetahui tentang kalian berdua yang ternyata sudah putus." Mirna mengeluh dengan marah. Dia tidak menyangka bahwa Keluarga Yanuar akan begitu realistis."Nak, Ibu sudah memaki-maki si bajingan Bima itu untukmu. Untung saja kamu nggak jadi menikah dengannya. Lain kali Ibu akan mencarikan pasan
"Untuk sementara ini biarkan saja dia." Dimas masih tidak berniat untuk menghentikan Dio. Meskipun itu berarti mereka jadi memboroskan bahan bangunan, dia berencana untuk mengatasi Dio dengan cara yang lebih keras, membuat pria itu membayar dengan harga yang lebih mahal.Setelah menutup telepon, Dimas kembali ke kamar."Sayang, kenapa kamu belum tidur?" tanya Dimas sambil duduk di tempat tidur, lalu mengelus tubuh Amel dengan penuh kasih."Aku sedang menunggumu. Aku nggak bisa tidur kalau kamu nggak ada di sini," jawab Amel sambil tersenyum manis."Kalau kamu mengantuk, kamu tidur dulu saja. Aku mau mandi dulu."Amel mengangguk patuh, lalu memainkan ponselnya sambil menunggu Dimas.Dimas mandi dengan sangat cepat. Dia keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di pinggangnya dalam waktu kurang dari 10 menit. Amel tidak bisa menahan diri untuk tersipu ketika melihat otot perut Dimas.Meskipun mereka berdua sudah tidur bersama, Amel tetap merasa malu saat melihat adegan ini."Say
Sambil mengatakan ini, Dimas memakaikan sabuk penghangat di pinggang Amel dengan perhatian."Kapan kamu membelikanku barang semacam ini?" tanya Amel dengan terkejut. Dia bahkan tidak tahu kapan Dimas membeli barang seperti ini untuk dirinya."Aku melihat seseorang merekomendasikannya di internet minggu lalu. Jadi, aku membelinya untuk dicoba. Setelah barangnya sampai, aku menaruhnya di lemari. Aku pikir baru mengeluarkannya kalau kamu merasa nggak nyaman saat menstruasi. Sekarang kelihatannya kamu memerlukannya," kata Dimas dengan sedikit bangga."Sayang, kamu benar-benar perhatian. Kamu merawatku dengan begitu baik, kelak aku jadi nggak bisa hidup tanpamu," kata Amel dengan gembira sambil meminum minuman yang sudah disiapkan Dimas."Kalau begitu, kita akan bersama selamanya, nggak akan pernah berpisah. Aku akan menjadi pendukungmu selamanya," kata Dimas dengan serius. Sejak dia dan Amel menikah, dia berencana untuk selalu bersama dengan wanita ini selama sisa hidupnya.Setelah Amel se
"Benar katamu. Mereka sudah menyinggung hampir semua orang di desa. Aku mau lihat siapa yang masih akan memercayai kata-kata mereka." Lili biasanya memperlakukan orang dengan sangat lembut, tapi kali ini dia juga sudah dibuat marah oleh mereka."Sudahlah. Kalian berdua berhentilah membicarakan masalah ini. Bagaimanapun juga, mereka adalah keluarga kita." Gibran menghela napas tak berdaya. Meski dia tahu bahwa keluarga kakak laki-lakinya itu sudah melakukan sesuatu yang salah, dia akan selalu berusaha menjaga kedamaian keluarga."Ayah, menurutku karena Ayah selalu bersikap seperti ini, Paman dan keluarganya jadi sangat semena-mena. Ayah adalah orang yang terpelajar, juga berwawasan luas, jadi Ayah nggak mau berdebat dengan mereka. Tapi mereka akan semakin merasa wajar kalau keluarga kita bersikap baik pada mereka. Waktu itu mereka hampir menghancurkan toko Amel. Selama dua hari mereka tinggal di rumah kami, rumah kami juga selalu dalam keadaan kacau. Vas besar yang diletakkan oleh teman