"Sepertinya Ibu semakin menyukai menantumu. Apa menurutmu menantumu jauh lebih berbakti daripada putrimu sendiri?" tanya Amel sambil mengerutkan bibirnya."Tentu saja. Oh ya, Amel aku dengar dari Bibi Mirna kalau harga rumah di Amarilis, perumahan yang baru dibangun di dekat rumah kita, sedang turun harga. Harganya hanya 20 juta per meter persegi. Bagaimana kalau kalian berdua melihat-lihat rumah di sana? Terus tinggal di rumah sewaan bukanlah pilihan yang baik." Lili tiba-tiba membahas masalah rumah."Beberapa waktu lalu aku juga mendengar harga rumah di sana sedang turun. Aku nggak menyangka berita ini benar. Kalau ada waktu, aku akan ke sana untuk melihat-lihat.""Oke, kamu bisa pergi untuk melihat-lihat kalau ada waktu. Tempat itu dekat dengan sekolah, kawasan sekitarnya juga relatif ramai. Yang paling penting, tempat itu juga dekat dengan rumah kita. Nanti kamu dan Dimas bisa sering-sering makan bersama kami." Tempat tinggal mereka yang sekarang memang tidak jauh, tapi Lili masih
Dimas dengan perhatian menyerahkan potongan steik pada Amel. Lili menjadi makin yakin bahwa dia tidak salah menilai menantunya ini. Menantunya ini tahu bagaimana menjaga putrinya!"Bu, aku ingat kamu bilang kamu ingin membeli gelang emas kecil beberapa waktu lalu. Kebetulan kita ada di luar hari ini, bagaimana kalau kita pergi melihat-lihat? Kalau ada yang cocok, belilah satu," saran Amel.Lili melambaikan tangannya dengan malu sembari berkata, "Aku hanya asal mengatakannya saja. Karena melihat Mirna memakai gelang emas kecil, aku rasa itu cukup bagus.""Kebetulan ada pusat perbelanjaan di daerah sini. Pasti ada gelang emas yang dijual di sana. Ayo kita pergi untuk melihat-lihat setelah makan." Dimas mengikuti saran Amel."Karena kedua anak ini ingin berbelanja denganmu, kita pergi saja," timpal Gibran. Lili akhirnya setuju.Setelah makan siang, mereka pergi ke pusat perbelanjaan terdekat. Lantai pertama pusat perbelanjaan tersebut hampir dipenuhi toko-toko yang menjual perhiasan emas.
Saat baru saja berjalan keluar dari pusat perbelanjaan, Dimas tiba-tiba menghentikan langkahnya."Ada apa?" tanya Amel sambi menengok ke arah Dimas.Dimas meletakkan kunci mobilnya ke tangan Amel, kemudian berkata, "Amel, antar Ayah dan Ibu ke mobil dulu. Aku mau pergi ke toilet dulu, mungkin aku salah makan, sekarang perutku sakit," ucap Dimas seraya memegang perutnya dan menunjukkan ekspresi kesakitan."Oke, cepatlah pergi," suruh Amel sambil menyerahkan sebungkus kecil tisu dari dalam tasnya pada Dimas.Amel dan orang tuanya menunggu di dalam mobil sekitar sepuluh menit lamanya, kemudian mereka baru melihat Dimas berjalan keluar dari pusat perbelanjaan.Dimas datang membuka pintu mobil, lalu menyerahkan barang di tangannya kepada Lili sambil berkata, "Bu, ini untukmu."Lili menatap kotak perhiasan di tangan Dimas dengan mata terbelalak sambil bergumam, "Ini ....""Cepat buka dan lihatlah."Lili tidak sabar untuk mengeluarkan kotak kecil itu dan membukanya. Ternyata isinya adalah s
"Kak Amel, aku sudah bersiap-siap untuk keluar sekarang. Tolong kirimkan alamatmu."Dalam perjalanan pulang, Amel menerima pesan dari Nana. Amel baru ingat jika dia belum memberikan alamat rumahnya, jadi dia pun segera mengirim alamat rumahnya."Omong-omong, aku lupa memberitahumu. Nana akan datang ke rumah untuk bertamu sore ini," kata Amel memberi tahu Dimas.Saat mendengar itu, Dimas agak terkejut. Kemudian, dia menjawab, "Sejak kapan hubungan kalian berdua menjadi sebaik ini?""Nggak terlalu baik juga. Bukankah aku sudah memberitahumu? Setelah makan bersamanya terakhir kali, aku merasa kami berdua bisa mengobrol dengan baik. Aku juga bersimpati dengan pengalamannya. Aku merasa karena dia adalah seorang gadis kecil yang tinggal sendirian di sini, pasti nggak mudah baginya untuk bekerja keras di kota asing," jelas Amel. Dia memang memiliki hati yang lembut. Jika memungkinkan, dia juga akan merasa senang bisa berteman dengan Nana."Baiklah," sahut Dimas. Kemudian, dia mengingat bahwa
"Kalau aku selalu datang, kamu nggak akan kesal, 'kan?""Tentu saja nggak."Keduanya mengobrol di ruang tamu, kemudian Nana tiba-tiba punya ide ingin belajar cara membuat makanan penutup dari Amel."Kebetulan sekali aku punya beberapa alat membuat makanan penutup di rumah. Bagaimana kalau aku mengajarimu saja?""Boleh juga.""Kalau begitu, ayo ikut aku ke dapur," ucap Amel sambil berdiri dan mengajak Nana ke dapur.Amel mengeluarkan semua bahan yang dia butuhkan di dapur untuk membuat makanan penutup."Mile crepes mangga yang akan kamu pelajari ini sebenarnya cukup mudah.""Aku sudah pernah membuatnya menurut resep secara daring beberapa kali sebelumnya, tapi semuanya selalu gagal. Aku juga nggak tahu kenapa, mungkin karena aku terlalu bodoh," sahut Nana sambil mengangkat bahu dan mentertawakan dirinya sendiri.Setelah Amel selesai mengajari cara membuat makanan penutup pada Nana, langit di luar juga semakin gelap."Ya ampun, sudah hampir jam tujuh. Apa kamu lapar, Nana? Makan malam di
Usai makan malam, hujan di luar masih belum menunjukkan tanda-tanda akan reda."Bagaimana ini? Sepertinya hujannya makin deras. Kak Amel, aku nggak bisa terus berada di rumahmu. Aku harus segera pulang," pamit Nana sambil berdiri dan hendak pergi.Amel meraih lengan Nana dengan cepat sambil berkata, "Nana, ini sudah malam, di luar juga hujan deras, sebaiknya kamu jangan pulang dulu. Bagaimana kalau malam ini kamu menginap saja di rumahku?"Amel merasa khawatir jika seorang gadis kecil seperti Nana naik taksi sendirian di malam yang hujan seperti ini. Cuaca seperti ini sangat mungkin bisa menyebabkan kecelakaan. Dia juga merasa tidak tenang jika menyuruh Dimas mengantar Nana pulang di tengah hujan lebat. Cara terbaik adalah membiarkan Nana menginap di rumahnya malam ini dan menunggu sampai hujan berhenti esok hari."Bagaimana mungkin? Aku sudah merepotkan kalian dengan makan malam di sini," tolak Nana yang merasa tidak enak hati."Sama sekali nggak masalah. Kalau kamu pulang dan masih h
"Lidya, apakah kamu gila? Ini sudah subuh dan kamu sudah bangun," sahut Amel. Dia melihat ponselnya dan menyadari bahwa saat ini baru pukul setengah lima, tetapi gadis itu sudah meneleponnya. Perlu diketahui biasanya Lidya selalu tidur sampai siang hari."Amel, dengarkan aku dulu.""Lebih baik berita itu sangat mengejutkan, kalau nggak aku pasti akan membalaskan dendam padamu," ancam Amel seraya menggertakkan giginya."Leo Baskara akan datang ke Kota Nataya dua hari lagi untuk konser. Bagaimana? Apakah kamu senang? Apakah kamu bersemangat?" sahut Lidya dengan penuh semangat, bahkan nada bersemangatnya bisa didengar melalui telepon.Tadi Lidya terbangun karena kebelet buang air kecil. Lalu, ketika dia bangun untuk pergi ke toilet, secara tidak sengaja dia melihat berita di ponselnya yang membuatnya langsung bersemangat. Awalnya, dia mengira itu adalah pesan dari kontak akun pemasaran yang mengirim pesan acak untuk menaikkan reputasi. Namun, di luar dugaan, saat mengecek akun Instagram,
Nana langsung melirik Dimas dengan penuh harap."Kelihatannya cukup enak," ucap Dimas sambil duduk di meja makan. Amel pun mengambilkan roti kecil untuk Dimas.Mereka bertiga sarapan bersama, kemudian Nana ingin membantu membersihkan dapur, tetapi Amel segera menghentikannya."Nana, kamu nggak perlu membersihkannya. Nanti biar aku yang membereskannya. Cepatlah berangkat kerja," ucap Amel. Nana bekerja untuk orang lain, jadi dia tidak boleh terlambat berangkat kerja. Sementara itu, berbeda dengan Amel. Dia membuka tokonya sendiri, jadi waktunya lebih fleksibel."Baiklah. Kak Amel, Kak Dimas, aku pergi dulu. Maaf sudah merepotkan kalian dua hari ini," kata Nana dengan canggung sebelum pergi."Nggak merepotkan. Kapan-kapan datanglah bermain ke sini kalau kamu punya waktu," sahut Amel. Setelah Amel mengantar Nana pergi, dia berbaring dengan malas di sofa. Memang benar rasanya canggung jika ada orang lain yang tinggal di rumahnya."Sayang, bagaimana pendapatmu tentang Nana?" tanya Amel tiba