"Cepat, bawa dulu orang itu ke rumah sakit," teriak Dimas dengan emosi."Pak Dimas, aku nggak perlu dibawa ke rumah sakit. Nanti juga sembuh sendiri," kata pekerja dengan dahi yang terluka itu dengan suara yang agak lemah. Mereka datang ke lokasi konstruksi untuk mencari uang. Sekarang, mereka malah mau pergi ke rumah sakit untuk mengeluarkan uang, bahkan sebelum bisa menghasilkan uang. Tentu saja, dia menolak untuk melakukannya."Zainal, kamu harus dibawa ke rumah sakit. Kepalamu berdarah seperti ini. Lukanya pasti dalam," teriak Dimas dengan nada memerintah."Pak Dimas, aku benar-benar nggak perlu dibawa ke rumah sakit. Aku sudah sering terbentur dan tergores sejak kecil. Jadi, ini bukan masalah besar. Pergi ke rumah sakit hanya akan menghabiskan banyak uang. Lebih baik nggak usah." Pekerja bernama Zainal Wasesa itu melambaikan tangannya dan menolak untuk pergi ke rumah sakit."Benar, Pak Dimas. Aku juga nggak mau pergi ke rumah sakit," kata pekerja yang lengannya terluka, Joko Siswa
Karena tidak ada kerjaan, Amel menemani Dimas di lokasi konstruksi untuk sementara waktu. Setelah kembali dari rumah sakit, Zainal dan Joko langsung pergi ke ruangan Dimas."Aku pergi dulu." Setelah menyapa mereka, Amel pun langsung pergi.Kebetulan sekarang sudah hampir jam empat. Jika Amel pulang sekarang, dia masih bisa mengejar tiket jam setengah lima."Katakan padaku, ada apa dengan kalian berdua? Aku sudah mengetahuinya dari mandor. Kalian sudah bekerja di lokasi konstruksi ini selama lebih dari satu tahun. Hari ini kalian malah berkelahi. Apa kalian sudah bosan hidup?" tegur Dimas dengan wajah murung."Maaf, Pak Dimas. Aku benar-benar minta maaf karena sudah membuat masalah bagimu," kata Zainal dengan malu sambil menggosok tangannya."Ini bukan soal membuat masalah bagiku atau nggak. Kalian adalah tulang punggung keluarga. Apa kalian pernah berpikir, bagaimana nasib keluarga kalian kalau sampai terjadi sesuatu pada kalian? Nggak ada ganti rugi kalau kalian berkelahi sampai menga
Amel membuka bungkusan itu dengan tidak sabar. Seuntai kalung yang indah terpampang di depan matanya. "Wow, cantik sekali. Berapa harga kalung ini, Sayang?"Amel sangat menyukai kalung tersebut. Hanya saja, harga kalung itu sepertinya tidak murah."Harganya nggak terlalu mahal. Toko itu baru buka. Jadi, aku dapat diskon yang lumayan besar." Dimas takut Amel akan merasa tertekan. Jadi, dia tidak memberitahukan harga kalung tersebut pada Amel."Baguslah kalau begitu, Sayang. Seleramu benar-benar bagus." Suasana hati Amel menjadi jauh lebih baik."Aku agak lapar, Sayang. Malam ini kita makan apa?" tanya Dimas sambil memegang perutnya yang kosong."Tunggu sebentar. Aku akan pergi memasak sekarang." Amel berdiri, kemudian pergi ke dapur.Sementara itu, Dimas mengambil ponselnya dan bergegas menuju ruang kerjanya."Kak, kenapa tiba-tiba meneleponku hari ini?" tanya Leo keheranan."Berikan empat tiket konsermu padaku. Aku akan mengajak Amel untuk menonton." Dimas langsung menyampaikan maksudn
"Omong-omong, tiket konser ini sangat sulit didapat. Bagaimana kamu bisa mendapatkannya?" Lidya merasa sangat penasaran di dalam hati.Lidya yang rela menghabiskan banyak uang, bahkan tidak bisa mendapatkan tiket dari calo. Namun, Dimas malah bisa mendapatkan empat tiket sekaligus."Seorang teman yang memberikannya padaku," jawab Dimas dengan acuh tak acuh."Betapa baiknya temanmu itu." Lidya tanpa bisa ditahan merasa emosional."Lidya, kamu pergi ke rumahku malam-malam. Pasti demi empat tiket ini saja, 'kan?" Dimas akhirnya melihat betapa gilanya para wanita itu mengejar artis."Tentu saja. Akhirnya, kamu melakukan sesuatu yang hebat." Lidya menatap Dimas dengan sedikit kekaguman di matanya. Satu tiket konser benar-benar sudah bisa membuat Lidya terpikat."Oke. Sekarang sudah malam. Bagaimana kalau kamu menginap di rumah kami malam ini?" Amel menguap."Nggak, nggak. Aku nggak akan lama-lama di sini. Aku harus segera pulang dan mempersiapkan diri dengan baik." Lidya tinggal di rumah Am
"Oke, oke, kalau begitu kita istirahat dulu di rumah." Lidya berbaring di sofa sebelah Amel tanpa sungkan.Setelah makan siang, mereka berkendara ke tempat konser bersama. Karena terlalu banyak penggemar yang datang untuk menghadiri konser, terjadi kemacetan parah. Dimas harus memarkir mobilnya di tempat parkir pinggir jalan. Kemudian, mereka berempat turun dari mobil, lalu berjalan hampir setengah jam sebelum sampai di pintu masuk konser."Untung kita datang lebih awal, jadi kita nggak terlambat." Lidya menghela napas lega. Melihat betapa padatnya kemacetan lalu lintas, dia pikir dia akan melewatkan separuh acara konser."Kita berempat harus tetap berdekatan, jangan sampai terpisah." Amel memberi instruksi saat melihat kerumunan orang di tempat tersebut.Masih ada waktu setengah jam sebelum konser dimulai, tapi tempat ini sudah penuh sesak. Karena mereka datang agak terlambat, jadi agak sulit bagi mereka untuk mendapatkan tempat duduk di kursi barisan depan.Saat ini, Dimas berjalan m
Saat Leo sedang bernyanyi, dia tiba-tiba berhenti di depan Amel. Dia berlutut, lalu memberikan properti bunga di tangannya pada Amel.Mata Amel membelalak tak percaya. Dia mengambil bunga yang diserahkan padanya dengan terkejut, rasanya seperti sedang bermimpi. Ketika Dimas melihat ini, dia menatap Leo dengan tatapan tajam. Namun, pemuda itu malah mengedipkan mata ke arah Dimas sebelum mengambil mikrofon, lalu melarikan diri."Astaga! Amel! Aahhh! Kamu benar-benar menerima bunga dari Leo. Aku iri sekali!" Lidya melihat buket mawar di tangan Amel, hampir saja meneteskan air mata iri."Senang sekali. Leo benar-benar memberiku bunga!" Amel masih tenggelam dalam kegembiraannya, seperti telah benar-benar melupakan keberadaan Dimas.Dimas pun mengerucutkan bibirnya. Bahkan saat dia memberikan kalung pada Amel semalam, Amel juga tidak sesenang ini."Lidya, kalau kamu sangat menyukainya, aku akan memberikannya padamu." Amel dengan murah hati meletakkan bunga itu ke tangan Lidya. Lidya sangat t
Ketika Leo mendengar ini, dia melirik ke arah Dimas dengan bangga. Ketika dia memilih karier ini, Dimas sebagai kakaknya, sangat menentangnya. Dimas bahkan mengurungnya di rumah selama seminggu. Untungnya, dia berhasil mencapai prestasi yang diharapkan."Leo, bolehkah kita berfoto bersama?" tanya Lidya dengan ragu-ragu."Tentu saja." Leo langsung menyetujuinya.Amel dan Lidya masing-masing berdiri di samping Leo, lalu berfoto bersama dengannya."Leo, pasti kamu sangat capek setelah mengadakan konser yang panjang hari ini. Jadi, kami nggak akan mengganggumu lagi," kata Amel dengan sopan."Baiklah. Jangan lupa untuk datang lagi saat aku mengadakan konser lain kali, ya!" Leo mengantar kepergian mereka dengan senyuman di wajahnya."Sayang, kamu ternyata kenal dengan Leo!" Di tengah perjalanan, Amel menatap Dimas dengan tatapan tidak percaya.Amel tidak bisa memahami bagaimana suaminya bisa mengenal Leo. Bagaimana bisa keduanya bertemu?"Setelah apa yang terjadi hari ini, aku makin yakin ka
Ketika Amel dan Dimas sedang tidur nyenyak, bel pintu yang keras tiba-tiba berbunyi, membangunkan keduanya dari alam mimpi."Siapa yang mengganggu kita pagi-pagi begini?" Amel mengusap matanya yang masih mengantuk, lalu turun dari tempat tidur dengan enggan."Sayang, biar aku saja yang membuka pintunya," kata Dimas sambil bangkit dari tempat tidur."Kak, Kak Amel, aku datang untuk menemui kalian!" Suara penuh energi Yunita langsung terdengar begitu pintu terbuka."Bukannya kamu sudah pulang? Kenapa kamu ada di sini lagi? Lain kali jangan datang sepagi ini dan mengganggu tidurku dengan Amel," kata Dimas sambil mengerutkan kening, tidak merasakan kegembiraan sama sekali.Yunita mendengus sedih, lalu berkata, "Kak, aku datang ke sini segera setelah aku turun dari pesawat. Karena aku sangat ingin segera bertemu dengan kalian, aku jadi lupa memeriksa waktu ketika datang ke sini."Amel yang berada di kamar tidur mendengar suara Yunita datang dari ruang tamu. Dia pun segera merapikan pakaian,