"Oke, oke, kalau begitu kita istirahat dulu di rumah." Lidya berbaring di sofa sebelah Amel tanpa sungkan.Setelah makan siang, mereka berkendara ke tempat konser bersama. Karena terlalu banyak penggemar yang datang untuk menghadiri konser, terjadi kemacetan parah. Dimas harus memarkir mobilnya di tempat parkir pinggir jalan. Kemudian, mereka berempat turun dari mobil, lalu berjalan hampir setengah jam sebelum sampai di pintu masuk konser."Untung kita datang lebih awal, jadi kita nggak terlambat." Lidya menghela napas lega. Melihat betapa padatnya kemacetan lalu lintas, dia pikir dia akan melewatkan separuh acara konser."Kita berempat harus tetap berdekatan, jangan sampai terpisah." Amel memberi instruksi saat melihat kerumunan orang di tempat tersebut.Masih ada waktu setengah jam sebelum konser dimulai, tapi tempat ini sudah penuh sesak. Karena mereka datang agak terlambat, jadi agak sulit bagi mereka untuk mendapatkan tempat duduk di kursi barisan depan.Saat ini, Dimas berjalan m
Saat Leo sedang bernyanyi, dia tiba-tiba berhenti di depan Amel. Dia berlutut, lalu memberikan properti bunga di tangannya pada Amel.Mata Amel membelalak tak percaya. Dia mengambil bunga yang diserahkan padanya dengan terkejut, rasanya seperti sedang bermimpi. Ketika Dimas melihat ini, dia menatap Leo dengan tatapan tajam. Namun, pemuda itu malah mengedipkan mata ke arah Dimas sebelum mengambil mikrofon, lalu melarikan diri."Astaga! Amel! Aahhh! Kamu benar-benar menerima bunga dari Leo. Aku iri sekali!" Lidya melihat buket mawar di tangan Amel, hampir saja meneteskan air mata iri."Senang sekali. Leo benar-benar memberiku bunga!" Amel masih tenggelam dalam kegembiraannya, seperti telah benar-benar melupakan keberadaan Dimas.Dimas pun mengerucutkan bibirnya. Bahkan saat dia memberikan kalung pada Amel semalam, Amel juga tidak sesenang ini."Lidya, kalau kamu sangat menyukainya, aku akan memberikannya padamu." Amel dengan murah hati meletakkan bunga itu ke tangan Lidya. Lidya sangat t
Ketika Leo mendengar ini, dia melirik ke arah Dimas dengan bangga. Ketika dia memilih karier ini, Dimas sebagai kakaknya, sangat menentangnya. Dimas bahkan mengurungnya di rumah selama seminggu. Untungnya, dia berhasil mencapai prestasi yang diharapkan."Leo, bolehkah kita berfoto bersama?" tanya Lidya dengan ragu-ragu."Tentu saja." Leo langsung menyetujuinya.Amel dan Lidya masing-masing berdiri di samping Leo, lalu berfoto bersama dengannya."Leo, pasti kamu sangat capek setelah mengadakan konser yang panjang hari ini. Jadi, kami nggak akan mengganggumu lagi," kata Amel dengan sopan."Baiklah. Jangan lupa untuk datang lagi saat aku mengadakan konser lain kali, ya!" Leo mengantar kepergian mereka dengan senyuman di wajahnya."Sayang, kamu ternyata kenal dengan Leo!" Di tengah perjalanan, Amel menatap Dimas dengan tatapan tidak percaya.Amel tidak bisa memahami bagaimana suaminya bisa mengenal Leo. Bagaimana bisa keduanya bertemu?"Setelah apa yang terjadi hari ini, aku makin yakin ka
Ketika Amel dan Dimas sedang tidur nyenyak, bel pintu yang keras tiba-tiba berbunyi, membangunkan keduanya dari alam mimpi."Siapa yang mengganggu kita pagi-pagi begini?" Amel mengusap matanya yang masih mengantuk, lalu turun dari tempat tidur dengan enggan."Sayang, biar aku saja yang membuka pintunya," kata Dimas sambil bangkit dari tempat tidur."Kak, Kak Amel, aku datang untuk menemui kalian!" Suara penuh energi Yunita langsung terdengar begitu pintu terbuka."Bukannya kamu sudah pulang? Kenapa kamu ada di sini lagi? Lain kali jangan datang sepagi ini dan mengganggu tidurku dengan Amel," kata Dimas sambil mengerutkan kening, tidak merasakan kegembiraan sama sekali.Yunita mendengus sedih, lalu berkata, "Kak, aku datang ke sini segera setelah aku turun dari pesawat. Karena aku sangat ingin segera bertemu dengan kalian, aku jadi lupa memeriksa waktu ketika datang ke sini."Amel yang berada di kamar tidur mendengar suara Yunita datang dari ruang tamu. Dia pun segera merapikan pakaian,
"Baiklah." Seperti kata pepatah, jika kamu menerima sesuatu dari orang lain, kamu akan menuruti mereka. Jadi, Amel langsung menyetujui tanpa ragu-ragu.Yunita terbang kembali langsung dari luar negeri. Dia masih belum pulih dari jet lag, tapi malah ingin pergi ke pusat perbelanjaan bersama Amel. Yunita biasanya sangat sibuk dengan pekerjaannya, hampir tidak punya waktu untuk pergi berbelanja. Alasan kenapa dia punya banyak waktu kali ini adalah karena perhiasan rancangannya menjadi populer musim ini. Jadi, dia bisa istirahat sejenak. Gelang yang dia berikan pada Amel adalah hasil rancangannya sendiri."Kak Amel, aku nggak begitu familier dengan Kota Nataya. Apa kamu tahu di mana tempat yang menjual pakaian yang bagus?" tanya Yunita.Amel berpikir sejenak sebelum menjawab, "Sebenarnya ada satu tempat. Harga pakaian di sana juga oke. Tapi aku nggak tahu apa kamu akan menyukainya atau nggak."Alasan mengapa Amel memiliki kekhawatiran ini adalah karena cara berpakaian Yunita yang tidak sed
"Tunggu sebentar." Amel tiba-tiba menghentikan langkah Yunita.Yunita berbalik menatap Amel dengan ekspresi bingung, lalu bertanya, "Ada apa, Kak Amel?""Aku harus memberitahumu satu hal dulu sebelumnya. Kalau kamu menemukan pakaian yang kamu suka nanti, beri tahu aku dulu. Aku akan menawarkannya untukmu. Selain itu, saat aku sedang menawar, kamu nggak boleh mengatakan apa-apa," jelas Amel dengan wajah serius. Dia bisa melihat bahwa Yunita bukan orang yang pandai menawar, jadi dia memberi peringatan khusus.Yunita mengangguk, tampak sangat penurut. Dia pun menjamin, "Jangan khawatir, Kak Amel. Aku nggak akan bicara sembarangan."Amel mengangguk puas sebelum memimpin Yunita masuk.Begitu masuk, Yunita langsung dibuat tercengang. Pusat perbelanjaan itu dipenuhi dengan toko-toko kecil. Toko-toko itu dipenuhi dengan berbagai jenis barang, berbeda sekali dengan toko-toko yang biasa menjual barang-barang mewah.Mereka berdiri di pintu, lalu Amel menjelaskan lagi, "Pakaian ada di lantai satu,
Pakaian termurah Yunita seharga jutaan. Ketika Amel menawar seharga 360 ribu, Yunita sontak terkejut, tetapi tidak berani menunjukkan keterkejutannya dengan jelas di depan pemilik toko itu."Jangan kembali, tunggu saja. Kemungkinan besar dia akan meminta kita untuk kembali," ucap Amel. Amel masih belum menarik Yunita pergi jauh, ketika suara pemilik toko itu terdengar dari belakang."Oke, oke. Kalian berdua, kembalilah.""Kak Amel, kamu sangat hebat," sahut Yunita dengan mata bersinar. Dia kegirangan seperti seorang anak kecil."Aku akan mengemasnya untuk kalian. Lain kali kalau datang ke sini, jangan menawar denganku seperti ini lagi, ya," ucap pemilik toko itu sambil membungkus pakaiannya ke dalam kantong."Kamu memberi kita harga murah, kami pasti akan kembali lagi kelak," jawab Amel sambil membawa barang hasil penawarannya dan mengajak Yunita pergi dengan senang hati.Yunita sudah tidak sabar untuk mengenakan setelan jas merah muda itu, dia berkata, "Wah, Kakak bisa membeli pakaian
Amel membawa Yunita ke pusat perbelanjaan terbesar di Kota Nataya dengan mengendarai sepeda listrik. Yunita mengerutkan keningnya bingung dan bertanya, "Kak Amel, aku ingat kita juga melihat dasi di Pasar Citra. Sepertinya model dasi di sana lebih banyak dan murah. Kenapa kamu nggak membelikan dasi untuk Kak Dimas di sana saja?""Dasi itu berbeda dengan pakaian. Nggak peduli pakaian itu bagus atau nggak, dasi itu berbeda dan yang dibeli adalah mereknya. Kakakmu juga termasuk seorang pimpinan, jadi dia nggak boleh terlihat terlalu lusuh," kata Amel dengan nada serius. Tentu saja, membelikan dasi untuk Dimas tidak boleh sembarangan, karena dasi juga merupakan simbol jati diri seorang pria.Saat mendengar itu, Yunita tersenyum, lalu menyahut, "Kak Amel, kamu sangat perhatian. Kakakku beruntung sekali bisa menikah denganmu."Amel tersenyum malu-malu. Kemudian, dia dan Yunita berjalan ke dalam pusat perbelanjaan dan langsung menuju area toko yang khusus menjual jas dan dasi.Amel sekilas la