Amel membawa Yunita ke pusat perbelanjaan terbesar di Kota Nataya dengan mengendarai sepeda listrik. Yunita mengerutkan keningnya bingung dan bertanya, "Kak Amel, aku ingat kita juga melihat dasi di Pasar Citra. Sepertinya model dasi di sana lebih banyak dan murah. Kenapa kamu nggak membelikan dasi untuk Kak Dimas di sana saja?""Dasi itu berbeda dengan pakaian. Nggak peduli pakaian itu bagus atau nggak, dasi itu berbeda dan yang dibeli adalah mereknya. Kakakmu juga termasuk seorang pimpinan, jadi dia nggak boleh terlihat terlalu lusuh," kata Amel dengan nada serius. Tentu saja, membelikan dasi untuk Dimas tidak boleh sembarangan, karena dasi juga merupakan simbol jati diri seorang pria.Saat mendengar itu, Yunita tersenyum, lalu menyahut, "Kak Amel, kamu sangat perhatian. Kakakku beruntung sekali bisa menikah denganmu."Amel tersenyum malu-malu. Kemudian, dia dan Yunita berjalan ke dalam pusat perbelanjaan dan langsung menuju area toko yang khusus menjual jas dan dasi.Amel sekilas la
Saat mendengar hal itu, Jeny menatap Amel dengan alis berkerut. Satu hal yang paling dia benci adalah ketika orang lain mengatakan kalau dia gemuk!"Halo, Nona. Apakah kalian jadi membeli dasi biru ini? Kalau kalian nggak jadi membelinya, tolong jangan mengganggu bisnis kami," kata pegawai toko tersebut. Saat melihat Jeny, pegawai toko itu langsung tahu bahwa Jeny adalah orang kaya, jadi dia berusaha menyanjung Jeny."Jadi, siapa bilang kita nggak jadi membelinya?" sahut Yunita dengan kesal. Hal yang paling dia benci adalah ketika melihat tatapan orang yang suka memandang rendah orang lain.Saat melihat Yunita akan membeli dasi itu, Amel segera menghentikan Yunita sambil berkata, "Kita nggak jadi membelinya. Dasi seperti ini sama sekali nggak layak untuk suamiku." Amel melirik ke arah pegawai toko itu sambil mengatakan kalimatnya dengan jelas."Ya ampun, aku rasa kalian nggak mampu membelinya, 'kan? Amel, lihat betapa lusuhnya penampilanmu. Apakah kamu menikah dengan pria kasar dan ngg
Pegawai toko itu menjawab dengan ekspresi kesulitan, "Baik, aku mengerti."Tidak lama kemudian, Amel kembali dan bertanya lagi, "Maaf, bisakah kamu memberi tahu lagi berapa harga dasi ini?""Bu, dasi kami sedang ada diskon. Sekarang harganya hanya 2.672.000 saja. Kalau membelinya sekarang, akan sangat hemat karena barang mewah yang kami jual jarang memberikan diskon sebesar ini," jelas pegawai toko mengikuti perkataan yang sudah diajarkan oleh Yunita kepadanya."Harganya memang nggak terlalu mahal, kalau begitu bantu aku mengemasnya. Aku akan membeli yang itu," sahut Amel yang tidak tahu apa-apa, kemudian mengeluarkan kartunya dan menyerahkannya langsung pada pegawai toko tersebut.Amel hampir tidak pernah merasa tertekan saat membelikan sesuatu untuk Dimas, karena Dimas selalu bersikap jauh lebih baik padanya.Setelah pegawai toko menyelesaikan pembayarannya, dia segera membantu Amel mengemas dasi itu."Terima kasih atas kunjungannya. Silakan datang lagi lain kali!"Ketika Yunita dan
"Nggak bisa, dengarkan aku dan cepat mandi air panas dulu," bujuk Dimas berulang kali sampai akhirnya Amel menurut."Kak Dimas, aku juga basah kuyup. Kenapa kamu nggak membantu menyiapkan air panas untukku juga? Sebenarnya aku adik kandungmu atau bukan, sih?" tanya Yunita sambil mengerutkan bibirnya dengan sedikit kecewa."Kalau kamu nggak mau tinggal di rumahku, cepat beli tiket dan pulang saja," sahut Dimas sambil melirik Yunita. Yunita pun tidak ingin bicara dengan Dimas lagi dan buru-buru kembali ke kamar tidur. Dia sudah merasa cukup dengan kakaknya itu!Amel mandi dengan cepat. Dia menyeka rambutnya dan berjalan keluar kamar. Yunita yang baru saja duduk di sofa, juga ikut keluar dari kamar."Lihatlah kalian pulang dengan basah kuyup. Ke mana saja seharian ini? Apakah ini semua barang yang kalian beli?" tanya Dimas. Pada akhirnya, dia memperhatikan tas belanjaan yang ada di sofa."Benar. Kak Dimas, apakah kamu nggak tahu, hari ini Kak Amel membawaku ke sana. Total harga semua bara
Setelah Yunita mengirimkan foto Amel dan Dimas yang diambil secara diam-diam kepada Salma, wanita tua itu jadi tidak sabar untuk bertemu dengan cucu menantunya."Kak Amel, biarkan aku membantumu," ucap Yunita sambil berdiri dan berjalan ke dapur. Dia merasa tidak pantas jika membiarkan Amel bekerja di dapur sendirian, sementara dia beristirahat di ruang tamu."Nggak perlu, kamu bisa istirahat di luar. Aku bisa menanganinya sendiri.""Kak Amel, sebaiknya aku membantumu. Kalau berdua, bisa lebih cepat selesai.""Baiklah kalau begitu, tolong bantu cuci sayurannya di wastafel," perintah Amel sambil mengenakan celemek dan mulai menyiapkan makan malam."Kak Amel, kapan kamu dan kakakku berencana punya anak?" tanya Yunita secara tiba-tiba saat dia secara tidak sengaja melihat seorang anak kecil yang lucu di ponselnya.Amel tiba-tiba berhenti memotong sayuran, kemudian menjawab, "Mungkin dua tahun lagi, aku dan kakakmu baru saja menikah. Sekarang masih sama-sama sibuk dengan pekerjaan, jadi le
Amel langsung menggelengkan kepalanya. "Nggak usah, nggak usah. Kamu nggak perlu membawakan apa pun untukku."Amel dan Dimas tidak terlalu kaya. Jadi, mereka sama sekali tidak mengejar barang-barang mewah karena tidak sesuai dengan kondisi kehidupan mereka saat ini."Baiklah kalau begitu."Saat sedang makan, ponsel Amel tiba-tiba berdering. Amel pun berdiri dan berjalan menuju ruang tamu. Kemudian, dia mengeluarkan ponselnya dan melihat bahwa ternyata ada telepon dari Lili. Dia pun buru-buru menjawabnya."Bu, apa Ibu sudah makan malam?""Aku baru saja makan. Amel, coba tebak siapa yang kutemui saat aku keluar sore tadi?" tanya Lili dengan nada misterius dari ujung sambungan."Bu, Ibu bertemu dengan banyak orang saat keluar rumah setiap hari. Bagaimana bisa aku tahu siapa yang Ibu temui sore tadi?" Amel kehabisan kata-kata saat mendengar pertanyaan Lili."Sore tadi, waktu aku pergi ke pasar swalayan di depan kompleks perumahan untuk membeli sesuatu, aku bertemu dengan Ratih Bramantyo. K
Setelah makan malam, Dimas berinisiatif untuk mengambil alih pekerjaan membersihkan rumah. Sementara itu, Amel dan Yunita pergi ke kamar sambil membawa semua pakaian yang mereka beli hari ini. Yunita mencoba semua pakaian yang dibelinya hari ini dengan gembira.Tubuh Yunita tinggi semampai. Dia terlihat cantik mengenakan pakaian apa pun, seperti seorang model."Kak Amel, kalau Kakak nggak keberatan, aku akan memberikan semua pakaian yang kubawa kepada Kakak. Saat pergi nanti, aku hanya akan membawa pakaian-pakaian yang baru ini saja. Koperku nggak bisa muat terlalu banyak."Tanpa menunggu jawaban Amel, Yunita mengeluarkan semua pakaian yang ada di dalam kopernya. Masing-masing dari pakaian tersebut merupakan merek terkenal, harganya setidaknya sekitar empat sampai enam juta. Amel pun tidak berani menerimanya begitu saja."Tentu saja aku nggak keberatan. Tapi, pakaianmu ini masih bagus semua. Sayang sekali kalau diberikan padaku untuk kupakai. Bagaimana kalau kita simpan pakaianmu ini d
Setelah selesai mandi dan keluar dari kamar, Amel melihat Yunita sudah mulai sarapan."Selamat pagi, Kak Amel.""Mana kakakmu?" Begitu keluar dari kamar, Amel tidak mendengar suara Dimas. Dia pun tidak bisa menahan diri untuk bertanya pada Yunita."Kak Amel, setelah Kak Dimas membelikan sarapan, dia bilang ada sedikit masalah di lokasi konstruksi. Dia harus segera menyelesaikannya. Jadi, pagi-pagi sekali Kak Dimas sudah pergi ke lokasi konstruksi," jelas Yunita sambil menyantap sarapannya."Ternyata begitu.""Kak Amel, penerbanganku masih sore nanti. Apa Kakak tahu tempat menarik lainnya di sini? Aku ingin belanja lagi," kata Yunita dengan penuh semangat.Mendengar itu, Amel menunjukkan ekspresi kesulitan. "Yunita, aku benar-benar minta maaf. Aku nggak bisa menemanimu keluar hari ini. Toko makanan penutupku mendadak menerima banyak pesanan semalam. Aku harus menyelesaikan pesanan sebelum malam tiba. Tokoku ini kekurangan karyawan. Jadi, aku harus kembali membantu pagi ini."Yunita tamp