Amel langsung menggelengkan kepalanya. "Nggak usah, nggak usah. Kamu nggak perlu membawakan apa pun untukku."Amel dan Dimas tidak terlalu kaya. Jadi, mereka sama sekali tidak mengejar barang-barang mewah karena tidak sesuai dengan kondisi kehidupan mereka saat ini."Baiklah kalau begitu."Saat sedang makan, ponsel Amel tiba-tiba berdering. Amel pun berdiri dan berjalan menuju ruang tamu. Kemudian, dia mengeluarkan ponselnya dan melihat bahwa ternyata ada telepon dari Lili. Dia pun buru-buru menjawabnya."Bu, apa Ibu sudah makan malam?""Aku baru saja makan. Amel, coba tebak siapa yang kutemui saat aku keluar sore tadi?" tanya Lili dengan nada misterius dari ujung sambungan."Bu, Ibu bertemu dengan banyak orang saat keluar rumah setiap hari. Bagaimana bisa aku tahu siapa yang Ibu temui sore tadi?" Amel kehabisan kata-kata saat mendengar pertanyaan Lili."Sore tadi, waktu aku pergi ke pasar swalayan di depan kompleks perumahan untuk membeli sesuatu, aku bertemu dengan Ratih Bramantyo. K
Setelah makan malam, Dimas berinisiatif untuk mengambil alih pekerjaan membersihkan rumah. Sementara itu, Amel dan Yunita pergi ke kamar sambil membawa semua pakaian yang mereka beli hari ini. Yunita mencoba semua pakaian yang dibelinya hari ini dengan gembira.Tubuh Yunita tinggi semampai. Dia terlihat cantik mengenakan pakaian apa pun, seperti seorang model."Kak Amel, kalau Kakak nggak keberatan, aku akan memberikan semua pakaian yang kubawa kepada Kakak. Saat pergi nanti, aku hanya akan membawa pakaian-pakaian yang baru ini saja. Koperku nggak bisa muat terlalu banyak."Tanpa menunggu jawaban Amel, Yunita mengeluarkan semua pakaian yang ada di dalam kopernya. Masing-masing dari pakaian tersebut merupakan merek terkenal, harganya setidaknya sekitar empat sampai enam juta. Amel pun tidak berani menerimanya begitu saja."Tentu saja aku nggak keberatan. Tapi, pakaianmu ini masih bagus semua. Sayang sekali kalau diberikan padaku untuk kupakai. Bagaimana kalau kita simpan pakaianmu ini d
Setelah selesai mandi dan keluar dari kamar, Amel melihat Yunita sudah mulai sarapan."Selamat pagi, Kak Amel.""Mana kakakmu?" Begitu keluar dari kamar, Amel tidak mendengar suara Dimas. Dia pun tidak bisa menahan diri untuk bertanya pada Yunita."Kak Amel, setelah Kak Dimas membelikan sarapan, dia bilang ada sedikit masalah di lokasi konstruksi. Dia harus segera menyelesaikannya. Jadi, pagi-pagi sekali Kak Dimas sudah pergi ke lokasi konstruksi," jelas Yunita sambil menyantap sarapannya."Ternyata begitu.""Kak Amel, penerbanganku masih sore nanti. Apa Kakak tahu tempat menarik lainnya di sini? Aku ingin belanja lagi," kata Yunita dengan penuh semangat.Mendengar itu, Amel menunjukkan ekspresi kesulitan. "Yunita, aku benar-benar minta maaf. Aku nggak bisa menemanimu keluar hari ini. Toko makanan penutupku mendadak menerima banyak pesanan semalam. Aku harus menyelesaikan pesanan sebelum malam tiba. Tokoku ini kekurangan karyawan. Jadi, aku harus kembali membantu pagi ini."Yunita tamp
Mendengar itu, Jeny memperhatikan lingkungan di sekeliling toko, kemudian berkata dengan nada menghina, "Hmph, harus diakui. Toko kecilmu ini memang benar-benar kumuh."Amel menatap Jeny dengan tajam dan berkata, "Kalau toko ini kumuh, kenapa kamu masih mau datang kemari? Lebih baik, cepat keluar dari sini. Jangan sampai toko kecilku ini merusak citramu." Amel sama sekali tidak ingin berurusan dengan Jeny."Kalau bukan karena teman-teman bilang makanan penutup buatanmu itu enak, aku pasti nggak akan pernah datang kemari. Baru membuka toko makanan penutup kecil saja, sombongnya sudah selangit," kata Jeny dengan sinis dan raut wajah yang angkuh. Dia bersikap seolah-olah datang ke toko makanan penutup milik Amel untuk membeli makanan penutup merupakan anugerah terbesar bagi Amel."Nona Jeny, kalau kamu mau membeli sesuatu, cepatlah pilih. Kalau kamu hanya ingin mencari gara-gara, cepat pergi dari sini sekarang. Aku nggak punya banyak waktu untuk disia-siakan di sini bersamamu." Setelah be
"Kak Amel, aku pergi sendiri saja. Kamu bisa melanjutkan pekerjaanmu," kata Yunita sambil melepas celemeknya."Baiklah kalau begitu. Yunita, kali ini aku nggak bisa menemanimu. Aku akan bermain denganmu saat kamu datang lagi lain kali," kata Amel dengan penuh penyesalan."Oke, aku pergi dulu," pamit Yunita sebelum pergi naik taksi di depan toko makanan penutup.Untuk menghemat waktu, Amel langsung memesan layanan pengiriman makanan."Amel, keluar kamu!" Begitu selesai memasukkan adonan kue ke dalam oven, Amel mendengar sebuah suara yang familier datang dari luar."Kak Amel, sepertinya ada seseorang yang mencarimu di luar." Sarah mengingatkan.Amel mengangguk, lalu keluar dengan terburu-buru."Amel, lihat makanan penutupmu. Ini sama sekali nggak higienis. Aku mau melaporkan kalian!" seru Jeny sambil meletakkan tangan di pinggul, tampak sangat marah."Kenapa makanan penutup kami nggak higienis? Kami punya izin kesehatan. Jangan bicara omong kosong di sini!" kata Amel sambil mengerutkan k
"Kak Amel, komentar netizen akan berdampak sangat buruk pada toko kita," kata Clara dengan ekspresi khawatir."Saat kita membuat makanan penutup, kita semua selalu memakai topi, juga menutupi rambut dengan rapat. Selain itu, kita juga mengenakan pakaian standar. Bagaimana bisa ada rambut yang jatuh ke dalam makanan penutup?" keluh Sarah pada dirinya sendiri.Toko makanan penutup mereka bukan usaha berskala besar. Namun, karena makanan penutup mereka rasanya enak dan harganya murah, banyak pelanggan yang datang ke sini. Amel juga sangat senang karena usahanya tidak sia-sia.Jika masalah saat ini tidak dapat diselesaikan dengan baik, pelanggan dan reputasi yang berhasil mereka bangun dengan susah payah pasti akan hancur.Ada banyak perusahaan dan toko yang bangkrut karena pengaruh negatif di internet. Saat ini, Amel benar-benar merasa sangat tertekan.Video Jeny dengan cepat punya dua ribu lebih komentar. Amel membuka kolom komentar dengan gugup."Aku baru saja membeli makanan penutup di
Jeny sangat marah ketika panggilannya ditutup. Dia menggunakan kekuatan supernya untuk mencari beberapa akun pemasaran yang tidak bermoral, lalu mulai mengatur langkahnya. Dia membuat orang-orang yang tidak mengetahui kebenarannya mulai menyalahkan toko Amel.Pada awalnya, ini bukanlah masalah besar. Sebenarnya masalah ini cukup mudah diselesaikan kalau diurus dengan baik. Namun, Jeny bersikeras untuk membuat masalah ini menjadi lebih besar. Dia ingin mengambil kesempatan ini untuk membuat toko Amel tutup.Amel baru saja mulai membuka layanan pesan antar di sebuah platform minggu lalu. Sekarang, saat dia membuka platform tersebut, semua netizen mengkritiknya. Amel tidak punya pilihan selain menutup sementara layanan pesan antar, lalu menghapus sementara tokonya dari platform tersebut."Kak Amel, kalau masalah ini terus berlanjut, toko kita mungkin nggak bisa bertahan." Clara adalah seseorang yang sudah melihat badai besar di kota besar. Dia tahu betapa menakutkannya kekerasan online. J
"Nggak peduli seberapa sibuknya aku, aku masih punya waktu. Nggak ada urusan yang lebih penting dari urusanmu," kata Dimas sambil menyeka air mata di wajah Amel dengan lembut.Suasana hati Amel berangsur-angsur membaik. Dia bertanya, "Sayang, apa yang harus aku lakukan selanjutnya?""Biar aku yang menangani masalah ini." Dimas sepertinya sudah yakin bahwa Jeny sengaja menjebak Amel."Omong-omong, Sayang, di mana rambut itu?" tanya Dimas secara tiba-tiba.Amel tertegun sejenak, lalu menjawab, "Aku membuang rambut itu ke tempat sampah. Kenapa? Apa rambut itu masih berguna?"Amel bertanya sambil menarik napas, tidak bisa menyembunyikan keheranan di wajahnya."Tentu saja. Aku curiga dia mencabut rambutnya sendiri atau rambut orang lain, lalu menaruhnya di atas makanan penutupmu. Kamu cukup mengirim rambut itu untuk diuji. Kalau rambut itu bukan milik kalian, itu sudah cukup untuk menjadi bukti kalau kalian bertiga nggak bersalah." Begitu mendengar penjelasan Dimas, Amel langsung mengerti.