"Istri?" Megan mengerutkan keningnya tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Wajah dingin itu tersenyum sinis. "Ya. Kamu adalah istriku." *** Megan White—seorang scriptwritter film dan drama populer harus merelakan hidupnya yang damai, berubah seketika 360° dalam satu malam setelah kecelakaan yang menimpanya. Secara tiba-tiba ia terbangun di ranjang sang miliader dan menyandang status sebagai nyonya di istana Riley Charles.
View More"Megan!"Zian berteriak nyaring. Dia tengah susah payah memegangi background agar tak terhempas angin kencang yang mengarah dari blower besar yang diletakkan di depan model."Kamu kejam," desisnya nelangsa.Megan terkekeh-kekeh sambil mengibaskan tangannya."Jangan cengeng," balasnya tanpa mengindahkan protes Zian.Baron yang tengah melakukan pose di tengah set up pantry dengan background puluhan jenis tanaman—sambil memegang moca pot, harus mengencangkan otot pipinya agar tidak tertawa keras ataupun melayangkan protes yang sama nyaringnya kepada Megan."Ok, cut." Suara teriakan yang menandakan pengambilan satu scene telah selesai, sukses membuat Baron dan Zian kompak mendesah lega."Baron, kita istirahat dulu ya," ujar wanita yang memegang kamera.Baron mengangguk cepat dan buru-buru merenggangkan tubuhnya dan berjalan keluar dari set. Dibelakangnya, Zian melakukan hal yang sama dan segera mengejar langkah kru lainnya."Megan, kita kesini mau liburan loh. Ini malah tiba-tiba jadi suka
"Rey, apa kamu marah karena aku menolak permintaan Papa untuk mengadakan ulang pesta pernikahan kita?"Megan memainkan jemarinya di atas gelembung sabun yang menutupi permukaan air."Ah." Pekik Megan kaget karena tiba-tiba tubuhnya di tarik ke belakang hingga punggungnya menempel di dada bidang suaminya."Katakan alasannya, kenapa aku harus marah?" bisik Riley tepat telinga istrinya.Tubuh Megan mengelijang, ia bergelung di dada suaminya. "Aku takut, kamu berpikir bahwa aku terlalu egois karena memutuskan untuk menolak permintaan Papa tanpa berdiskusi denganmu," sesalnya.Riley menciumi pundak Megan. "Boleh aku tahu, apa alasan sebenarnya kamu menolak?""Aku hanya tidak ingin media terlalu menyorot pernikahan kita, terlebih anak-anak. Tidak ada orang lain yang boleh menyentuh milikku." Tutur Megan sambil mengosok buku-buku jari suaminya."Menjadi posesif, hmm?' goda Riley."Tidak boleh?"Riley tak berkata apapun, ia hanya mencium kening Megan lamat-lamat."Hmm. Rey, itu … ahhh." Megan
"Hufff … sedikit lagi, Sayang."Zian menopangkan kedua tungkai Nesa ke pundak lalu mendorong gerakan pinggulnya lebih dalam dan keras."Cepat! A—acara udah mau di mulai," teriak Nesa panik."Sedikit lagi. Aku hampir nyampe," racau Zian. Ia menyibak gaun yang dikenakan Nesa untuk memberi akses lebih dalam baginya. Zian mempercepat gerakannya, mendorong lebih untuk menembus kedalaman menuju dasar."Akh, Zian! Terlalu cepat." Protes Nesa saat Zian bergerak maju mundur dengan tempo cepat tanpa memberinya kesempatan untuk bernapas."Sayang, di luar atau da—dalam?" Napas Zian tersengal hingga membuat kalimatnya terputus-putus."Dalam aja," lenguh Nesa. "Jangan mengotori gaunnya." Pesannya sebelum mengepalkan tangannya, mencengkram pinggiran sofa dengan erat."Ah … Zian, a—aku …" Nesa menjerit nyaring kala menjemput puncak pelepasannya."Akh … ah." Zian mengikuti jejak istrinya. Melepaskan sentakan beserta tembakan kuat ke dalam rahim dan perlahan menarik keluar miliknya.Zian bangkit untuk
Megan keluar dari kamarnya dengan wajah cerah. Ia menyibakkan rambut sebahunya yang mengayun lembut setelah keramas untuk yang kedua kalinya. Langkahnya masih sedikit terseok-seok akibat pertempuran semalam. Riley benar-benar mengamuk, bagai kuda liar melampiaskan seluruh hasratnya yang telah lama tertunda. Megan meraih kenop pintu, kamar si kembar. Bibirnya mengurai senyum geli melihat kumpulan orang yang tidur, saling berhimpitan di ranjang sempit.Semalam, para sahabat menginap di ruangan si kembar sedangkan para bayi tidur terpisah di kamar tamu bersama kakeknya."Baron." Panggilnya sambil mencolek pipi pria imut yang memeluk erat lengan kekasihnya."Hmm." Erang Baron pelan."Udah pagi."Baron mengeliat pelan. "Hmm." Balasnya dan kembali menyandarkan kepalanya di dada Allen. "Lima menit lagi."Megan tersenyum kecil lalu beralih pada Nesa yang merebahkan kepalanya di paha suaminya."Bangunlah. Bukankah kalian harus ke lokasi syuting hari ini?" Megan mengelus pipi Nesa yang pucat
Baron dan Zian berjingkrak perlahan, mengendap-endap bagai maling jemuran yang tengah menyortir tali jemuran targetnya."Di mana mereka?" Bisik Zian.Baron menggeleng. Ia telah menyusuri hampir seluruh rumah tapi tak juga menemukan jejak Megan dan suaminya.Keduanya menghilang bagai di telan bumi setelah menyerahkan si kembar di bawah pengawasan para kakek dan nenek."Apa mereka ke hotel?" Celetuk Zian."Masa sih? Niat banget," balas Baron ragu."Mereka 'kan udah lama nggak make out. Pasti bakal semalaman bertempur."Baron menegakkan tubuhnya, lelah mengintai. Ia memutar pinggulnya ke kiri dan kanan untuk merenggangkan tubuh."Dah ah, nggak asyik." Keluhnya. "Masuk yuk, lapar."Zian mengikuti jejaknya. "Ya udah deh. Aku juga mau nemanin Nesa bobok."Baron mengerlingkan matanya. "Cie … udah punya temen bobok," godanya.Zian melayangkan tangannya untuk mengeplak kepala Baron, tapi pria imut itu dengan cepat berkelit."Kamu butuh seribu tahun lagi untuk menyentuh ku," ledek Baron."Awas a
"Ku harap hasilnya baik." Gumam Edbert sambil terkekeh. Menertawakan kebodohan yang tengah dilakukannya.Edbert membuka amplop yang diterimanya dari dokter Brown, ia mengeluarkan dua lembar kertas dari dalam sana dan mulai membaca setiap baris kalimat yang tercetak di kertas."Tentu saja baik, Pak. Apakah itu DNA putri anda? Karena 99%, DNA nya cocok dengan milik anda," ujar sang dokter yang seketika membuat dunia Edbert terguncang."Cocok? Maksud mu?" Edbert mengabaikan kertas yang hendak ia buka dan lebih tertarik untuk memandang sang dokter. Mencari kebenaran akan apa yang baru saja ia dengar."Ya. Dari sampel darah yang anda berikan, kami memastikan bahwa DNA itu adalah putri kandung anda.""Anda yakin dokter Brown?" "Seratus persen yakin." Ucap sang dokter tegas.Edbert memegangi kepalanya yang tiba-tiba terasa panas dan berat. "Anakku? Putriku?" Gumamnya sedih."Apa ada masalah, Pak Edbert?"Edbert melambaikan tangannya. "Tidak, tidak ada yang salah. Justru ini kabar yang sanga
"Pergilah," usir Riley."Rey, mari kita bicara dengan kepala dingin," ajak Zian. Ia maju beberapa langkah mendekati Riley."Lebih baik kalian pergi. Aku tidak ingin bertindak kasar," ucap Riley lalu berbalik kembali masuk ke dalam rumah."Rey!"Baron berusaha maju tapi para pengawal yang berjaga segera menghentikan langkahnya."Sialan," umpat Baron sambil menendang pot disampingnya hingga terguling menjauh."Jangan sakiti dirimu, Baron," tahan Allen yang menarik Baron ke sisinya."Apa yang harus kita lakukan sekarang? Riley tidak akan mau mendengar siapapun lagi," desah Zian. Ia mengacak rambutnya lalu meremas gemas."Bagaimana dengan Papanya? Kita bisa minta Jenderal itu untuk menemui Riley dan bicara padanya." Usul Nesa."Jangan gila!" Sergah Baron cepat. "Riley sudah lama memutuskan hubungannya dengan Papanya. Lagian, siapa yang masih mau berurusan dengan sumber masalah."Zian mengangguk setuju. "Baron benar. Untuk saat ini Riley tidak akan mau mendengarkan orang lain, terutama Papa
Megan mengangkat Ayanna dan meletakkannya dalam pelukan Riley. Kemudian beralih pada Anthea yang kembali menangis."Sabar, Sayang. Gantian sama Kakak ya," hibur Megan."Ayanna dan Anthea," gumam Riley. "Nama yang bagus.""Artinya bunga. Mereka adalah bunga dihidup kita Rey."Riley terharu saat Ayanna menatapnya dengan mata kecil yang mengemaskan sambil tersenyum senang."Rey, gantian sama Anthea. Biar Ayanna menyusu dulu." Megan meletakkan Anthea kembali ke dalam box dan beralih pada Ayanna.Riley tersenyum senang melihat Anthea tersenyum padanya dan menyerahkan tangannya. Meminta untuk digendong."Apa aku boleh mengendongnya?"Megan mengangguk. "Anthea baru selesai menyusu, jadi tepuk punggungnya dengan lembut agar dia sendawa.""Baiklah." Riley merebahkan Anthea di dadanya dan menepuk lembut punggungnya."Apa mereka hanya menyusu?" "Terkadang aku memberi mereka susu formula tapi itu jarang terjadi hanya pada kondisi darurat," sahut Megan. Ia berkonsentrasi menyusu si sulung yang ta
"Rey, sakit." Teriak Megan saat Riley menariknya denga paksa untuk masuk ke kamar.Tubuh Megan dihempaskan dengan kasar ke atas ranjang."Sakit," ringis Megan. Dia memijat pergelangan tangannya yang merah akibat cengkraman tangan Riley yang terlalu kuat hingga meninggalkan cetakan ruas jarinya. Megan beringsut mundur saat Riley menarik kursi dan duduk dihadapannya."Kenapa? Kamu takut padaku?" Tukas Riley sengit.Megan tak berusaha untuk mengelak tudingan Riley. Ia hanya diam, menutup rapat-rapat mulutnya."Apa maksud semua ini?" Riley melemparkan lembaran kertas yang dibawanya ke atas ranjang."Cerai? Kamu minta cerai?" Suara Riley bergetar saat mengucapkan kata cerai. Ia tak menyangka, Megan akan sejauh ini menyiksanya.Megan melirik kertas yang dikirimkannya ke kantor Riley melalui kurir pagi ini."I—iya, Rey. Kamu hanya perlu menandatangani surat itu dan aku akan mengurus semuanya sampai sidang perceraian kita selesai," tutur Megan terbata.Riley mengacak rambutnya geram akan
'Dimana ini? Apa yang terjadi?'Di sebuah ruangan serba putih, seorang wanita terbaring lemah di atas ranjang. Berteman dengan belasan alat medis yang menempel hampir di seluruh tubuhnya. Jarinya bergerak, menyusul jeritan EKG yang berdetak dua kali lebih cepat.Megan White membuka matanya perlahan. Silau! Kata pertama yang bisa dipikirkannya. Setelah matanya beradaptasi dengan cahaya yang masuk, Megan mengedarkan pandangannya ke sekeliling. Meneliti ruangan dan ranjang dimana tubuhnya terbaring.'Rumah sakit?' Tebaknya. Satu nama tempat yang bisa dideskripsikan Megan setelah mengamati dinding yang di dominasi warna putih, tiang infus, peralatan medis yang melekat di tubuhnya dan barang-barang lain yang ada di dalam ruangan.'Apa yang terjadi padaku?' Megan berusaha mengingat kejadian terakhir. Dia terus mencoba mengurut rangkaian kejadian yang menyebabkannya terbaring di atas ranjang ini. Sayangnya gagal, hanya bayangan samar-samar yang muncul, membuat kepalanya berdenyut nyeri.Mega
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments