Setelah berjalan melewati jalan setapak yang berkelok-kelok, tiba-tiba saja muncul begitu banyak kunang-kunang. Amel membelalakkan matanya karena terkejut. Tiba-tiba saja dia merasa bahagia seperti anak kecil."Lihat, itu kunang-kunang." Amel berlari ke depan dengan gembira, lalu membuka tangannya. Tak lama kemudian, dua kunang-kunang hinggap di telapak tangannya.Melihat adegan tersebut, Dimas buru-buru mengeluarkan ponselnya untuk merekam momen itu."Aku nggak menyangka, kita benar-benar bisa melihat kunang-kunang di sini. Aku sangat menyukai tempat ini," kata Amel dengan mata berbinar.Dimas berjalan mendekati Amel sambil menatap wanita itu dengan penuh kasih sayang. Kemudian, Dimas menangkup dagu Amel, mengangkatnya dengan lembut, lalu mencium bibir tipis wanita itu.Amel merasa telinganya agak panas. Dia juga merasakan suasana ambigu di antara mereka."Kunang-kunang." Tiba-tiba saja terdengar suara kekanak-kanakan yang memecah suasana ambigu di antara mereka berdua. Kemudian, seor
"Kalau dia takut padaku, pasti sudah sejak tadi dia berhenti mengikuti kita," kata Dimas sambil melirik anak laki-laki yang bersembunyi di belakang Amel itu.Kemudian, Dimas dan Amel pun membawa anak laki-laki itu kembali ke hotel."Siapa namamu, Dik?" tanya Amel.Anak laki-laki itu berdeham. Dia berdiri di depan Amel dan Dimas, lalu memperkenalkan dirinya dengan sungguh-sungguh, "Namaku Joshua Aditya. Umurku tujuh tahun.""Namamu kedengarannya cukup bagus. Kamu menginap di kamar yang mana? Aku dan Paman akan mengantarmu pulang. Sekarang sudah malam. Kamu nggak boleh berkeliaran sendirian. Ini di pinggiran kota. Kalau kamu berkeliaran sendirian, kamu akan tersesat," bujuk Amel dengan lembut."Kakak Cantik, aku dan orang tuaku tinggal di kamar 2305.""Serius?" tanya Dimas sambil menoleh ke samping."Memangnya kenapa?" Amel menatap Dimas dengan curiga."Kamar kita di 2306. Aku nggak menyangka bisa kebetulan seperti ini.""Kalau begitu kebetulan. Ayo pulang bersama kami," kata Amel sambil
"Astaga, Amel, kamu dapat banyak uang, ya? Hotel bergaya kediaman para bangsawan ini harganya 100 juta per malam. Aku sudah lama ingin pergi ke sana. Tapi, karena harganya terlalu mahal, aku jadi ragu untuk pergi.""Dimas yang mengajakku ke sini. Katanya ini hadiah dari perusahaan untuknya."Jika bukan karena alasan ini, Amel mungkin tidak akan pernah punya kesempatan untuk menginjakkan kaki di hotel mewah seperti ini seumur hidupnya.Saat Dimas keluar dari kamar mandi, Amel sudah tertidur dengan posisi bersandar di atas tempat tidur. Dimas pun berjingkat-jingkat untuk membaringkan Amel di atas tempat tidur. Kemudian, Dimas mencium dahi Amel dengan lembut dan memeluk Amel hingga tertidur.Sinar matahari pagi menerobos masuk ke dalam kamar melalui tirai jendela yang begitu tipis. Amel membuka matanya dengan malas. Saat menoleh, dia bertatapan dengan mata Dimas yang hitam pekat."Amel, kamu sudah bangun?"Amel mengangguk sambil tersenyum."Kalau begitu, cepat bangun dan mandi. Kebetulan
"Aku hanya bercanda saja, Paman. Jangan dianggap serius," tawa Joshua. Dua lesung pipinya terlihat sangat lucu.Melihat itu, Amel merasa hatinya sudah akan meleleh. Setiap ada pertemuan, pasti ada perpisahan. Setelah sarapan, Amel dan Dimas bersiap untuk meninggalkan tempat tersebut.Awalnya, melihat Amel begitu menyukai tempat ini, Dimas berencana untuk menginap satu malam lagi. Namun, ketika memikirkan mereka akan selalu diganggu oleh anak laki-laki itu, Dimas pun memutuskan untuk pulang lebih awal."Joshua, aku dan Paman akan segera pergi. Kamu nggak boleh berkeliaran sendirian lagi," kata Amel sambil berjongkok di depan anak laki-laki itu. Sebelum pergi, Amel menyentuh kepala anak laki-laki itu dan menasihatinya dengan sedih."Kakak Cantik, ini untukmu. Jangan pernah melupakanku, ya." Joshua dengan berat hati mengeluarkan gantungan kunci dari sakunya dan memberikannya kepada Amel."Tenang saja. Aku pasti nggak akan melupakanmu. Oh ya, Kakak membuka toko makanan penutup di Kota Nata
Siang harinya, Amel membawa produk baru yang baru saja dia kembangkan ke lokasi konstruksi Dimas. Dia seperti biasa pergi ke kantor terlebih dahulu, tetapi tidak ada seorang pun di kantor.Amel mengira Dimas mungkin pergi untuk memeriksa lokasi konstruksi, jadi dia menunggu dengan duduk di kursi Dimas.Setelah menunggu selama setengah jam dan tidak ada orang yang datang, Amel mengambil sepotong kue stroberi, lalu pergi ke ruang terbuka di belakang untuk bermain dengan Riska sebentar. Baru saja Amel keluar dari pintu kantor, dia mendengar seseorang yang tidak jauh darinya sedang membicarakan sesuatu."Huh, aku juga nggak tahu apakah kali ini Sandi bisa bertahan atau nggak.""Kalau jatuh dari lantai 13, kemungkinan besar sudah mati.""Kasihan sekali, putrinya, si Riska masih kecil. Kalau Sandi nggak ada, bagaimana dengan anak ini?""Bagaimana lagi? Kalau Sandi nggak ada, Riska akan menjadi yatim piatu. Malang sekali anak ini, dia sudah kehilangan ibunya setelah dia lahir, lalu sekarang .
"Bibi, kalau begitu kapan ayahku pulang?" tanya Riska seraya memandang Amel dengan polos."Bibi juga nggak tahu. Mungkin ayahmu baru pulang setelah menyelesaikan pekerjaannya," jawab Amel setelah terdiam sesaat. Amel tidak tahu bagaimana kondisi Sandi sekarang di rumah sakit, dia juga tidak berani menjanjikan apa pun pada Riska."Bibi, aku nggak mau ke mana-mana, aku mau menunggu di sini sampai Ayah pulang," sahut Riska dengan sedikit keras kepala sambil mengangkat kepala kecilnya tinggi-tinggi."Sudahlah, Kak Amel. Karena anak ini nggak mau pergi bersamamu, biarkan saja dia tinggal di sini. Anak ini biasanya sangat pengertian. Meskipun ayahnya nggak ada di sini, kami bisa membantu untuk menjaganya. Kakak nggak perlu khawatir," ujar beberapa pekerja yang memiliki hubungan dekat dengan Sandi."Baiklah kalau begitu. Karena anak ini akan merepotkan kalian, terimalah uang ini. Uangnya bisa kalian gunakan untuk membelikan sesuatu untuknya," balas Amel sambil mengeluarkan beberapa lembar uan
Begitu memasuki pintu perusahaan, Dimas kebetulan bertemu dengan Hardi."Kenapa manajer dari Departemen Teknik datang ke perusahaan lagi?" tanya Hardi dengan nada menghina sambil memandang Dimas dari ujung kepala sampai ujung kaki."Memang apa hubungannya denganmu kalau aku kembali ke perusahaan atau nggak?" sahut Dimas sambil menatap Hardi dengan dingin. Sekarang rumah sakit masih menunggu bantuan, jadi Dimas terlalu malas membuang waktunya untuk berdebat dengan orang itu. Dimas pun langsung pergi ke kantor Soni.Dimas mengetuk pintu perlahan, lalu membuka pintu setelah mendapat izin masuk dari dalam."Hei, ada apa kamu ke sini?" tanya Soni dengan nada bercanda setelah mendongak dan melihat bahwa orang yang masuk adalah Dimas. Pria itu segera meletakkan dokumen di tangannya."Kudengar kalau mau mengajukan biaya kompensasi, harus mencarimu. Hari ini ada seorang pekerja di lokasi konstruksi yang terpeleset dan jatuh dari lantai 13. Sekarang dia masih berada di rumah sakit. Aku datang ke
"Buang semuanya. Buang semua peralatan yang ada bagian rusaknya, lalu ganti dengan yang baru."Dimas tidak ingin terjadi kecelakaan yang menimpa pekerjanya lagi. Demi menghindari terjadinya kecelakaan, masalah harus diselesaikan sampai ke akar-akarnya."Pak Dimas."Dimas sibuk menyelesaikan pekerjaan di lokasi konstruksi dan hari sudah sangat larut ketika waktunya pulang kerja. Dimas mengeluarkan ponselnya, kemudian melihat dua panggilan tidak terjawab dari Amel.Dimas menepuk keningnya dengan frustrasi. Karena sibuk bekerja, dia tidak sengaja lupa waktu dan tidak menjemput Amel pulang kerja. Dia pun segera mengambil kunci mobil di atas meja dan bergegas menuju mobilnya.Dalam perjalanan ke toko makanan penutup, Dimas menerima pesan teks dari Amel."Kupikir sekarang pekerjaanmu pasti belum selesai. Kalau begitu, aku nggak menunggumu dan pulang lebih dulu."Dimas segera menelepon Amel kembali."Sayang, aku benar-benar minta maaf. Hari ini aku sibuk sampai lupa melihat jam, jadi aku lupa