Siang harinya, Amel membawa produk baru yang baru saja dia kembangkan ke lokasi konstruksi Dimas. Dia seperti biasa pergi ke kantor terlebih dahulu, tetapi tidak ada seorang pun di kantor.Amel mengira Dimas mungkin pergi untuk memeriksa lokasi konstruksi, jadi dia menunggu dengan duduk di kursi Dimas.Setelah menunggu selama setengah jam dan tidak ada orang yang datang, Amel mengambil sepotong kue stroberi, lalu pergi ke ruang terbuka di belakang untuk bermain dengan Riska sebentar. Baru saja Amel keluar dari pintu kantor, dia mendengar seseorang yang tidak jauh darinya sedang membicarakan sesuatu."Huh, aku juga nggak tahu apakah kali ini Sandi bisa bertahan atau nggak.""Kalau jatuh dari lantai 13, kemungkinan besar sudah mati.""Kasihan sekali, putrinya, si Riska masih kecil. Kalau Sandi nggak ada, bagaimana dengan anak ini?""Bagaimana lagi? Kalau Sandi nggak ada, Riska akan menjadi yatim piatu. Malang sekali anak ini, dia sudah kehilangan ibunya setelah dia lahir, lalu sekarang .
"Bibi, kalau begitu kapan ayahku pulang?" tanya Riska seraya memandang Amel dengan polos."Bibi juga nggak tahu. Mungkin ayahmu baru pulang setelah menyelesaikan pekerjaannya," jawab Amel setelah terdiam sesaat. Amel tidak tahu bagaimana kondisi Sandi sekarang di rumah sakit, dia juga tidak berani menjanjikan apa pun pada Riska."Bibi, aku nggak mau ke mana-mana, aku mau menunggu di sini sampai Ayah pulang," sahut Riska dengan sedikit keras kepala sambil mengangkat kepala kecilnya tinggi-tinggi."Sudahlah, Kak Amel. Karena anak ini nggak mau pergi bersamamu, biarkan saja dia tinggal di sini. Anak ini biasanya sangat pengertian. Meskipun ayahnya nggak ada di sini, kami bisa membantu untuk menjaganya. Kakak nggak perlu khawatir," ujar beberapa pekerja yang memiliki hubungan dekat dengan Sandi."Baiklah kalau begitu. Karena anak ini akan merepotkan kalian, terimalah uang ini. Uangnya bisa kalian gunakan untuk membelikan sesuatu untuknya," balas Amel sambil mengeluarkan beberapa lembar uan
Begitu memasuki pintu perusahaan, Dimas kebetulan bertemu dengan Hardi."Kenapa manajer dari Departemen Teknik datang ke perusahaan lagi?" tanya Hardi dengan nada menghina sambil memandang Dimas dari ujung kepala sampai ujung kaki."Memang apa hubungannya denganmu kalau aku kembali ke perusahaan atau nggak?" sahut Dimas sambil menatap Hardi dengan dingin. Sekarang rumah sakit masih menunggu bantuan, jadi Dimas terlalu malas membuang waktunya untuk berdebat dengan orang itu. Dimas pun langsung pergi ke kantor Soni.Dimas mengetuk pintu perlahan, lalu membuka pintu setelah mendapat izin masuk dari dalam."Hei, ada apa kamu ke sini?" tanya Soni dengan nada bercanda setelah mendongak dan melihat bahwa orang yang masuk adalah Dimas. Pria itu segera meletakkan dokumen di tangannya."Kudengar kalau mau mengajukan biaya kompensasi, harus mencarimu. Hari ini ada seorang pekerja di lokasi konstruksi yang terpeleset dan jatuh dari lantai 13. Sekarang dia masih berada di rumah sakit. Aku datang ke
"Buang semuanya. Buang semua peralatan yang ada bagian rusaknya, lalu ganti dengan yang baru."Dimas tidak ingin terjadi kecelakaan yang menimpa pekerjanya lagi. Demi menghindari terjadinya kecelakaan, masalah harus diselesaikan sampai ke akar-akarnya."Pak Dimas."Dimas sibuk menyelesaikan pekerjaan di lokasi konstruksi dan hari sudah sangat larut ketika waktunya pulang kerja. Dimas mengeluarkan ponselnya, kemudian melihat dua panggilan tidak terjawab dari Amel.Dimas menepuk keningnya dengan frustrasi. Karena sibuk bekerja, dia tidak sengaja lupa waktu dan tidak menjemput Amel pulang kerja. Dia pun segera mengambil kunci mobil di atas meja dan bergegas menuju mobilnya.Dalam perjalanan ke toko makanan penutup, Dimas menerima pesan teks dari Amel."Kupikir sekarang pekerjaanmu pasti belum selesai. Kalau begitu, aku nggak menunggumu dan pulang lebih dulu."Dimas segera menelepon Amel kembali."Sayang, aku benar-benar minta maaf. Hari ini aku sibuk sampai lupa melihat jam, jadi aku lupa
"Tentu saja bisa. Mengendarai sepeda listrik itu sangat mudah dan sama sekali nggak menyulitkanku. Apa kamu nggak tahu, sejak SMP aku sudah bersepeda saat berangkat dan pulang sekolah? Aku masih bisa melakukannya dengan baik sampai sekarang.""Baiklah kalau begitu, besok sepulang bekerja aku akan menjemputmu, kemudian kita pergi membeli sepeda listrik bersama," setuju Dimas."Omong-omong, bagaimana kabar ayahnya Riska sekarang?" tanya Amel dengan cemas sambil menahan senyum di wajahnya."Bagaimana kamu tahu tentang ini?""Siang hari ini, aku pergi ke lokasi konstruksi untuk mencarimu. Setelah menunggu lama dan nggak kunjung melihatmu kembali, aku berpikir untuk pergi keluar mencarimu, tapi aku nggak sengaja mendengar percakapan para pekerja," jawab Amel dengan jujur."Ternyata begitu, keadaannya nggak terlalu baik. Meski berhasil selamat, dia masih belum melewati masa kritis. Bisa bertahan atau nggak, itu tergantung pada keberuntungannya sendiri," kata Dimas sambil menghela napas berat
Tubuh Andi menegang sesaat. Kemudian, dia mendongak dan berkata dengan sorot mata mematikan, "Nggak, aku datang untuk mengunjungi kakakku."Namun, tatapan penuh makna Dimas telah menunjukkan bahwa dia memahami segalanya.Andi yang tidak ingin berbicara dengan Dimas lagi, berdiri dan berjalan ke dapur. Dia bertanya, "Kak, kamu sedang masak apa?""Andi, kenapa kamu tiba-tiba datang ke sini?""Aku ke sini untuk menemuimu. Bukankah ini sudah waktunya makan malam? Aku datang untuk menumpang makan," kata Andi seraya tertawa main-main."Baguslah. Hari ini aku pergi ke supermarket dan membeli banyak sayuran. Aku akan membuatkan dua hidangan favoritmu nanti. Keluarlah dulu dan bersantai dengan Kak Dimas saja."Andi menggelengkan kepalanya, lalu menyahut, "Aku nggak mau keluar untuk beristirahat. Kak, siapa suruh adikmu ini sangat menyayangimu? Kakak sudah bekerja seharian, pasti capek. Aku akan mencuci sayuran di dapur dan membantumu."Andi sengaja bicara dengan berteriak ke arah ruang tamu.Di
"Kak, nggak perlu. Lagi pula, malam ini aku nggak akan pulang ke tempatnya. Besok hari Sabtu dan aku libur. Aku ingin pulang menemani Ayah dan Ibu.""Baiklah, kalau begitu Lidya nggak bisa makan makanan buatanku."Setelah makan malam, Andi tidak pergi ke tempat Lidya lagi, melainkan pulang ke rumah orang tuanya."Kenapa aku merasa kalau hari ini Andi terlihat sedang banyak pikiran? Apakah menurutmu terjadi sesuatu padanya?" gumam Amel pada Dimas dengan nada cemas."Seharusnya nggak. Aku rasa meskipun Andi masih muda, dia selalu tampak tenang. Mungkin dia sedang bertengkar dengan pacarnya," jawab Dimas memberi isyarat secara tidak langsung."Bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin dia punya pacar? Sebenarnya, adikku itu selalu menjadi murid yang baik sejak dia masih kecil. Dia bahkan nggak pernah mencari pacar selama masa remajanya.""Bukankah dia sama denganmu?""Hei, aku berbeda dengannya. Sekarang aku sudah menikah, tapi dia masih jomblo."Setelah mandi, Amel melilitkan handuk di badann
"Astaga, bagaimana aku akan menghadapinya nanti?" gumam Amel dengan frustrasi. Dia seharusnya mengganti pakaian dulu sebelum keluar.Memikirkan kejadian tadi, Amel merasa sangat malu sampai rasanya ingin menguburkan diri.Meskipun keduanya sudah menikah selama beberapa waktu, mereka tidak pernah melakukan apa-apa. Amel juga tidak pernah terbuka di depan Dimas.Setelah memakai piama, Amel menyesuaikan emosinya dan mengumpulkan keberanian untuk membuka pintu kamar mandi.Dimas duduk di tempat tidur sambil menatap Amel dengan penuh minat. Wajah kecil Amel masih memerah, dia berkata dengan terbata-bata, "Aku ... aku sudah selesai mandi. Cepat mandilah."Gadis itu menghindari tatapan Dimas dengan malu-malu, kemudian masuk ke dalam selimut dengan kepala tertunduk dan membalikkan punggungnya.Saat melihat itu, Dimas tertawa kecil, lalu berkata, "Sayang, jangan terlalu memikirkannya. Lagi pula, kita berdua juga sudah menikah, 'kan?"Dimas tahu bahwa Amel pasti masih merasa malu dengan apa yang
Lidya sudah terbiasa bebas dan tidak ingin terlalu cepat terikat oleh pernikahan."Baiklah, kita berdua nggak perlu terburu-buru. Orang tuamu dan orang tuaku mungkin sudah nggak sabar untuk menyuruh kita menikah karena ingin segera punya cucu," kata Andi dengan nada bercanda."Kalau Amel nggak menceraikan Dimas, dia mungkin harus mengikuti Dimas kembali ke Kota Ambara. Akan sulit untuk bertemu dengannya lagi di masa depan," sahut Lidya dengan sedih ketika memikirkan hal ini.Andi memeluk bahu Lidya dengan hangat sambil berkata, "Nggak apa-apa. Kalau kamu merindukan kakakku, kita bisa mengunjunginya kapan saja. Lagi pula, sekarang masih ada aku yang menemanimu, 'kan?"Lidya menghela napas, lalu menjawab, "Bagaimana kamu bisa dibandingkan dengan kakakmu."Di sisi lain, Dimas mengambil sup penghilang rasa mabuk yang sudah dimasak, lalu dengan hati-hati menyuapkannya kepada Amel. Setelah sibuk selama setengah malam, dia baru tertidur di samping Amel dengan mengantuk.Sinar matahari pagi me
Pada saat ini, Amel sudah tersungkur di atas meja, sementara Lidya terbelalak saat melihat Dimas melangkahkan kakinya selangkah demi selangkah ke arah mereka. Lidya pun mengguncang bahu Amel dengan lembut sambil berkata, "Amel, Dimas ada di sini.""Dimas? Dia itu penipu besar. Aku nggak akan pernah peduli lagi padanya," ucap Amel dengan tidak jelas sambil memeluk botol bir.Dimas mengerutkan kening saat mendengar kata-kata Amel. Melihat Amel dalam keadaan mabuk seperti itu, Dimas merasakan sakit di dalam hatinya."Amel, aku akan mengantarmu pulang," kata Dimas dengan lembut. Amel memaksakan diri untuk mengangkat kepalanya, lalu menatap Dimas yang ada di depannya. Dimas tampak tersenyum kepadanya."Aku nggak akan pulang." Amel menegaskan setiap kata yang diucapkannya. Dia masih marah karena Dimas sudah menipunya."Ka ... kalau begitu, aku serahkan Amel kepadamu. Aku pergi dulu." Melihat suasananya tidak terlalu bagus, Lidya pun bersiap untuk menyelinap pergi. Identitas Dimas sebagai dir
Amel ragu-ragu untuk beberapa saat, sebelumnya akhirnya perlahan-lahan berkata, "Sejujurnya, aku benar-benar nggak rela berpisah dari Dimas. Sejak kami menikah sampai sekarang, dia selalu memperlakukanku dengan sangat baik. Dimas adalah contoh sempurna dari suami yang baik."Semalam saat berbaring di tempat tidur, yang terlintas di benak Amel hanyalah kebaikan Dimas kepada dirinya. Amel pun menjadi tidak begitu marah lagi."Hatiku masih sangat kacau sekarang." Amel menggaruk-garuk kepalanya dengan kesal."Jangan khawatir. Semua pasti akan ada jalan keluarnya," bujuk Lidya sambil menepuk bahu Amel dengan lembut."Bagaimana kalau kita minum bersama malam ini, untuk menenangkan suasana hati?" usul Lidya saat melihat Amel tampak bingung dan gelisah.Sebelumnya, Amel pasti akan menolaknya. Namun, sekarang Amel langsung menyetujuinya tanpa ragu. "Oke."Dimas menghabiskan sepanjang pagi di rumah sakit. Kondisi Nenek Salma juga sudah stabil. "Ayah, Ibu, Nenek, masih ada beberapa hal yang harus
"Tentu saja, Kak Amel. Aku benar-benar ingin terus bekerja di sini," kata Clara dengan tegas. Dia sudah memantapkan hati untuk tetap bekerja pada Amel."Oke." Raut wajah Amel langsung menunjukkan perasaan lega.Dimas memesan penerbangan paling awal dan bergegas pulang malam itu juga. Sesampainya di rumah sakit, Salma sudah beristirahat di bangsal."Ayah, Ibu, aku datang.""Akhirnya kamu datang juga. Nenekmu terus menyebut-nyebut namamu sepanjang malam tadi," tegur Bela.Dimas berjalan menghampiri ranjang Salma dengan perasaan bersalah. Tiba-tiba saja Dimas menyadari jika neneknya benar-benar sudah sangat tua. Entah sejak kapan, rambut neneknya sudah memutih semua.Untuk sementara waktu ini, Dimas tidak memenuhi kewajibannya sebagai cucu. Dimas juga gagal membina hubungan asmaranya. Tiba-tiba saja, Dimas merasa agak sedih dan kecewa karenanya.Salma perlahan-lahan membuka matanya. Melihat Dimas, raut wajahnya tampak agak emosional."Aku sudah pulang, Nek." Dimas menggenggam erat tangan
Amel memandangi punggung kepergian Dimas. Dia merasa agak kehilangan di dalam hati. Namun, melihat Dimas yang tampak begitu cemas, Amel merasa pasti ada suatu masalah yang sangat penting.Lantaran suasana hatinya sedang buruk, Amel tidak punya keinginan untuk mengurus toko makanan penutup miliknya. Dia memutuskan untuk sementara waktu membiarkan Clara membantunya mengawasi toko. Keesokan harinya, Amel bangun pagi-pagi sekali, lalu pergi ke toko untuk memberi penjelasan pada Clara."Tenang saja, Pak Irfan. Aku pasti akan membantu Bu Amel menjaga toko dengan baik. Aku yakin Pak Dimas dan Bu Amel pasti akan baikan nanti."Begitu memasuki pintu, Amel mendengar suara Clara. Amel pun mengerutkan kening. Dia bertanya-tanya kenapa Clara berkata seperti itu.Memikirkan kembali sikap Clara terhadap Dimas dan fakta bahwa Clara yang merupakan seorang ahli pembuat makanan penutup top, tapi bersedia merendahkan diri untuk bekerja di toko makanan penutup kecil miliknya ini, Amel pun sepertinya sudah
Amel sangat sadar diri dan tahu bahwa dia tidak layak untuk pria di depannya ini. Mungkin sekarang Dimas memiliki perasaan padanya, tetapi jika kesenjangan antara keduanya mulai ditemukan di masa depan, kemungkinan besar cinta mereka akan perlahan-lahan kandas.Dimas cukup baik, orang-orang di sekitar Dimas juga sangat baik. Amel hanya seorang wanita biasa, benar-benar tidak bisa berjalan berdampingan dengan pria itu.Saat mendengar kata cerai, Dimas langsung terbelalak kaget, lalu berkata, "Aku nggak bisa. Amel, jangan cerai, ya? Nggak peduli siapa aku, cintaku padamu nggak akan pernah berubah."Dimas menjelaskan dengan tegas kepada Amel alasan kenapa dia menyembunyikan identitasnya, tetapi Amel tampaknya tetap bertekad untuk menceraikannya."Dimas, beri aku waktu untuk menenangkan diri dulu," jawab Amel, lalu menutup pintunya lagi.Lili menepuk bahu Dimas sambil berkata, "Beri dia waktu. Bagaimanapun, ini bukan masalah sepele. Dia perlu waktu untuk menerimanya."Dimas mengangguk frus
"Kami nggak bisa menerima permintaan maaf dari seorang direktur," sahut Gibran dengan kesal.Dimas mengerutkan keningnya dan kembali menjelaskan "Ayah, Ibu, aku benar-benar nggak bermaksud menyembunyikan identitasku.""Kalau begitu, beri tahu aku kenapa kamu menyembunyikan identitasmu?" sahut Lili dengan nada dingin.Saat menghadapi Dimas, Lili masih mengalah dan ingin memberi Dimas kesempatan untuk menjelaskan. Bagaimanapun, dia masih bisa memercayai karakter Dimas.Mereka juga dapat melihat bahwa Dimas tidak memperlakukan putri mereka hanya untuk bermain-main saja."Orang yang bertanggung jawab atas cabang Grup Angkasa adalah kerabat jauh Keluarga Cahyadi. Ketika aku meninjau dana pada akhir tahun lalu, aku menemukan ada celah keuangan yang besar. Aku menyelidikinya secara pribadi dan menemukan kalau dia telah menggelapkan dana publik. Dia sering mengabaikan tugasnya dan membeli properti dalam jumlah besar. Tapi karena kurangnya bukti, aku dan asistenku menyembunyikan identitas kami
Sebagai seorang profesor, Gibran tidak pernah memperhatikan ketenaran dan kekayaan selama bertahun-tahun. Meskipun identitas asli Dimas adalah direktur Grup Angkasa, menurutnya juga tidak ada yang istimewa dengan itu."Kenapa Dimas menyembunyikan identitasnya? Mungkinkah dia sengaja melakukannya pada kita karena takut kita menginginkan uangnya?" sahut Lili dengan nada kecewa.Lili selalu merasa bahwa Dimas lumayan baik. Dia bahkan menganggap Dimas seperti putranya sendiri."Amel, karena kamu sudah memikirkannya dan memutuskan untuk menceraikannya, Ayah akan mendukung keputusanmu. Keluarga Santoso nggak peduli apakah dia direktur atau bukan," ucap Gibran. Pria itu adalah orang pertama yang mengungkapkan sikapnya."Ibu juga mendukungmu. Hal yang paling penting bagi pasangan untuk hidup bersama adalah kejujuran. Dia bahkan nggak bisa melakukan integritas paling dasar. Meskipun Keluarga Cahyadi kaya, Amel juga nggak bisa menikmatinya. Jadi, lebih baik lupakan saja," ujar Lili dengan nada k
"Aku ingin menceraikannya. Dia adalah seorang direktur Grup Angkasa, sementara aku cuma gadis biasa. Kami nggak berasal dari dunia yang sama dan nggak akan mendapatkan hasil apa pun di masa depan," tukas Amel. Ketika mengatakan itu, Amel merasa sakit yang menyesakkan datang dari hatinya.Ketika mendengar itu, Lidya langsung mengerutkan dahinya. Dia bisa melihat betapa Amel sangat mencintai Dimas."Huh ...." Lidya menghela napas panjang."Aku nggak pernah mengira bahwa hal dramatis yang ditampilkan di TV akan terjadi padaku," ujar Amel. Dia merasa sangat kecewa dengan Dimas ketika mengingat kembali berapa banyak kebohongan yang sudah dibuat pria ini untuk menipunya sejak mereka menikah."Ya, ini sudah keterlaluan. Kupikir hal semacam ini hanya ada di TV, tapi nggak disangka hal ini benar-benar terjadi di kehidupan nyata," sahut Lidya dengan emosi.Setelah suasana hati Amel sedikit stabil, Lidya mengantarnya pulang ke rumah Keluarga Santoso.Saat ini, Mirna sedang berbicara dengan Lili,