"Kak, nggak perlu. Lagi pula, malam ini aku nggak akan pulang ke tempatnya. Besok hari Sabtu dan aku libur. Aku ingin pulang menemani Ayah dan Ibu.""Baiklah, kalau begitu Lidya nggak bisa makan makanan buatanku."Setelah makan malam, Andi tidak pergi ke tempat Lidya lagi, melainkan pulang ke rumah orang tuanya."Kenapa aku merasa kalau hari ini Andi terlihat sedang banyak pikiran? Apakah menurutmu terjadi sesuatu padanya?" gumam Amel pada Dimas dengan nada cemas."Seharusnya nggak. Aku rasa meskipun Andi masih muda, dia selalu tampak tenang. Mungkin dia sedang bertengkar dengan pacarnya," jawab Dimas memberi isyarat secara tidak langsung."Bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin dia punya pacar? Sebenarnya, adikku itu selalu menjadi murid yang baik sejak dia masih kecil. Dia bahkan nggak pernah mencari pacar selama masa remajanya.""Bukankah dia sama denganmu?""Hei, aku berbeda dengannya. Sekarang aku sudah menikah, tapi dia masih jomblo."Setelah mandi, Amel melilitkan handuk di badann
"Astaga, bagaimana aku akan menghadapinya nanti?" gumam Amel dengan frustrasi. Dia seharusnya mengganti pakaian dulu sebelum keluar.Memikirkan kejadian tadi, Amel merasa sangat malu sampai rasanya ingin menguburkan diri.Meskipun keduanya sudah menikah selama beberapa waktu, mereka tidak pernah melakukan apa-apa. Amel juga tidak pernah terbuka di depan Dimas.Setelah memakai piama, Amel menyesuaikan emosinya dan mengumpulkan keberanian untuk membuka pintu kamar mandi.Dimas duduk di tempat tidur sambil menatap Amel dengan penuh minat. Wajah kecil Amel masih memerah, dia berkata dengan terbata-bata, "Aku ... aku sudah selesai mandi. Cepat mandilah."Gadis itu menghindari tatapan Dimas dengan malu-malu, kemudian masuk ke dalam selimut dengan kepala tertunduk dan membalikkan punggungnya.Saat melihat itu, Dimas tertawa kecil, lalu berkata, "Sayang, jangan terlalu memikirkannya. Lagi pula, kita berdua juga sudah menikah, 'kan?"Dimas tahu bahwa Amel pasti masih merasa malu dengan apa yang
Sebelum Amel selesai berbicara, Dimas mengangguk dengan berat.Amel menghela napas dengan sedih, lalu berkata, "Biarkan aku menemanimu menjemput Riska di lokasi konstruksi. Dia masih kecil, aku khawatir kamu nggak akan sanggup melakukannya sendiri.""Baiklah," jawab Dimas. Mereka berdua tidak berani menunda barang sejenak dan segera bangkit dari tempat tidur. Setelah berganti pakaian, mereka pun berangkat ke lokasi konstruksi.Ketika tiba di lokasi konstruksi, sudah ada pekerja yang sedang menunggu di depan pintu bersama Riska."Paman dan Bibi mau membawaku ke mana?" tanya Riska sambil mengusap matanya yang mengantuk.Amel memeluk Riska sambil menjawab, "Paman dan Bibi akan membawamu bertemu dengan ayahmu, oke?"Begitu mendengar bahwa akan dibawa bertemu dengan ayahnya, Riska tiba-tiba tidak merasa mengantuk dan berkata, "Baiklah, sudah seharian aku nggak ketemu Ayah. Aku kangen sekali dengan Ayah."Amel tidak bisa menahan perasaan sedih, matanya sedikit merah, tetapi dia menahan air m
Sebelum Dimas masuk ke dalam kamar, Amel sudah keluar."Ibu, Bibi Mirna, kenapa kalian berdua ada di sini?" tanya Amel seraya memandang mereka berdua dengan bingung."Amel, apakah kamu dan Dimas baik-baik saja? Ada tetangga kita yang bilang kalau dia melihatmu dan Dimas di rumah sakit pagi ini. Dia juga bilang kalau suasana hati kalian berdua agak aneh. Ibu dan bibimu merasa khawatir, jadi kami segera datang kemari.""Bu, Bibi Mirna ... kami baik-baik saja."Saat mendengar itu, Mirna merasa sedikit cemas. Dia pun berkata, "Amel, kalau ada sesuatu yang terjadi pada kalian berdua, jangan menyembunyikannya dari kami. Kalau kalian berdua memang baik-baik saja, kenapa kalian terlihat begitu tertekan di rumah sakit pagi tadi? Beri tahu kami sebenarnya apa yang terjadi?"Melihat ini, Amel tidak punya pilihan selain duduk di sebelah mereka dan menjelaskan dengan sabar, "Bu, Bibi Mirna, ada seorang pekerja di lokasi konstruksi Dimas yang meninggal tadi malam. Selain putrinya yang baru berusia e
Amel menghabiskan satu hari penuh untuk mengunjungi semua panti asuhan di Kota Nataya dan pada akhirnya dia menemukan panti asuhan yang cukup bagus. Sebelum mengirim Riska ke panti asuhan, dia dan Dimas membawa gadis kecil itu ke pusat perbelanjaan dan membeli banyak barang yang dia pakai sekarang, serta beberapa kebutuhan sehari-hari."Paman dan Bibi, terima kasih sudah membelikan barang-barang ini untukku.""Sama-sama, Riska. Bibi sudah menulis nomor ponsel Bibi di kertas ini. Masukkan kertas ini ke dalam sakumu. Sebaiknya kamu menghafal nomor ponsel Bibi, jadi kalau di kemudian hari kamu merindukan Bibi atau membutuhkan sesuatu, kamu bisa menelepon Bibi kapan saja," jelas Amel sambil memasukkan kertas berisi nomor ponselnya ke dalam saku Riska."Aku mengerti, Bibi."Ketika Amel melihat guru dari panti asuhan membawa Riska masuk, air matanya kembali jatuh tidak terkendali.Dimas memeluk bahu istrinya sambil berkata, "Lebih baik dia tinggal di sini daripada ikut bersama kita. Ayo perg
"Maaf, maaf, aku nggak sengaja," ucap Amel segera meminta maaf.Barusan Amel melamun saat menunggu lampu lalu lintas dan tidak sengaja menabrak mobil ini."Memangnya bisa selesai hanya dengan kalimat nggak sengaja? Apa kamu tahu mobil jenis apa ini? Kalau mengalami kecelakaan seperti ini, butuh biaya puluhan juta untuk memperbaikinya."Meskipun Amel siap membayar kompensasi, ketika sopirnya berkata demikian, Amel pun tanpa bisa ditahan bergidik ngeri.Amel mungkin harus menggunakan gajinya satu tahun untuk membayar kompensasi ini. Ini adalah pertama kalinya Amel mengalami kecelakaan yang tidak terduga dan dia tidak tahu bagaimana cara menghadapinya, jadi dia harus mengambil risiko dan menelepon Dimas."Sayang, apakah kamu sudah sampai di lokasi konstruksi?" tanya Amel dengan hati-hati."Hampir sampai. Ada apa?" sahut Dimas yang dapat mendengar dengan cermat bahwa ada yang tidak beres dengan suara Amel."Aku nggak sengaja menabrak mobil seseorang. Mobilnya Rolls-Royce," jawab Amel denga
"Pak Dimas, aku nggak menyangka kalau ternyata itu kamu," kata pria itu sambil tersenyum. Dia melangkah maju dan menjabat tangan Dimas dengan antusias.Dimas juga menjabat tangan pria itu. "Halo, Pak Halim. Aku nggak menyangka kalau hari ini kita akan bertemu dengan cara seperti ini."Amel, yang duduk di dalam mobil, merasa bingung saat melihat pria itu memperlakukan Dimas dengan begitu sopan."Ya, ya. Sepertinya kita memang sudah ditakdirkan untuk bertemu. Pak Dimas, yang barusan tadi ...!""Yang barusan adalah istriku, yang menikah tak lama ini denganku. Aku benar-benar minta maaf, istriku sudah menabrak mobilmu. Mari kita lihat, berapa banyak yang harus kami bayar," kata Dimas dengan tenang."Pak Dimas, dengan berkata seperti itu, kamu sudah menganggapku seperti orang lain. Tahun lalu, perusahaan kita menjalin kerja sama. Grup Angkasa sudah memberi kami banyak keuntungan. Aku selalu mengingat hal ini di dalam hati. Sekalipun hari ini istrimu menabrak mobilku sampai hancur, aku juga
"Aku rasa nggak perlu ke rumah sakit. Hanya nggak sengaja tertindih sedikit. Nanti aku mengompresnya dengan es batu saja di toko." Amel ingin menghemat uang. Bagaimanapun, dia tidak tahu berapa biaya perbaikan mobil tadi. Jika pergi ke rumah sakit lagi, Amel khawatir setidaknya dia akan mengeluarkan uang sebesar 600 ribu hingga satu juta."Bagaimana bisa seperti itu? Lihatlah, kakimu sudah bengkak seperti ini. Kalau kamu nggak mau pergi ke rumah sakit, bagaimana kalau kondisinya menjadi makin parah?" tanya Dimas dengan cemas sambil mengerutkan kening."Benar-benar nggak apa-apa. Aku paham dengan tubuhku sendiri. Pasti nggak ada tulang yang patah. Percayalah padaku, kita nggak perlu pergi ke rumah sakit untuk membuang-buang uang. Dikompres es saja pasti akan sembuh nanti." Amel bersikeras tidak mau pergi ke rumah sakit.Dimas tahu jika Amel merasa sayang untuk menggunakan uangnya. "Sayang, aku minta maaf karena sudah membuatmu menderita dengan menikah denganku. Aku benar-benar bukan seo