“Pasti ada kesalahpahaman. Suamiku tak mungkin menjualku!”
Serena berkata dengan suara gemetar di hadapan pria yang sudah membelinya, Kendrick Alonzo.
Di hadapan Serena, pria berwajah tampan itu menatap dengan dingin. “Tidak mungkin menjualmu? Begitu percaya diri.”
Jawaban Kendrick membuat Serena merasa semakin merasa terdesak. Apalagi ditambah dengan latar belakang pria itu yang begitu berkuasa.
Namun, meski begitu, dia menolak untuk percaya. Sebab, di kota ini, tak ada yang tidak mengenal tabiat Kendrick yang rela melakukan apa saja untuk mendapatkan yang ia inginkan.
Bisa saja Kendrick menekan Leo dan memaksa suaminya itu menjualnya, kan? Sebab, menurut Serena, pernikahannya dengan Leo baik-baik saja dan cenderung damai tanpa ada masalah berarti.
Oleh karena itu, Serena berjalan menjauh dan mencoba untuk menghubungi Leo, tapi sama sekali tidak diangkat.
Dua kali mencoba, Serena mulai merasa gelisah.
Samar-samar, Serena mendengar dengusan dari arah Kendrick sebelum kemudian suara kertas yang membentur kaca membuat Serena menoleh.
“Baca dan resapi.”
Serena sontak berjalan mendekat dan mengambil surat itu dengan ragu sebelum kemudian membacanya.
Beberapa detik kemudian, mata Serena membelalak lebar dan berubah menjadi buram. Seluruh keraguannya hilang karena hanya dalam sekali pandang, Serena sangat mengenali tulisan tangan dan juga cap keluarga suaminya.
Bagaimana bisa pria itu menukarnya dengan investasi sebesar dua ratus miliar?
“Sudah percaya?” Kendrick berkata lagi sambil memainkan gelas berisi wine di tangannya. Mata pria itu menyorot dingin, dan menyiratkan hasrat yang dalam.
Melihat itu, air mata Serena menetes melewati pipinya. Apa yang akan dilakukan oleh Kendrick padanya?!
“Tuan, saya sama sekali tidak tahu mengenai transaksi ini. Saya dijebak dan ini di luar persetujuan saya. Saya–”
“Apa aku terlihat peduli?” Kendrick berkata dingin. “Awalnya, suamimu hendak menjualmu ke pelacuran demi perusahaannya, tapi aku membelimu. Apakah begini caramu berterima kasih?”
Air mata Serena semakin deras. “Saya sangat berterima kasih, Tuan. Namun, tolong lepaskan saya. Saya janji saya akan membayar–”
“Membayar?” Kendrick tertawa sinis sebelum kemudian beranjak dan berjalan ke arah Serena.
Sesampainya di hadapan wanita itu, ia menarik pinggang Serena mendekat dan memposisikan wajah mereka berhadapan.
Serena refleks menahan napas.
“Kamu bicara seakan kamu mampu.” kata Kendrick. “Hutang Leonardo hanya lima puluh miliar, tapi dia menambah hargamu menjadi dua ratus miliar, Serena.”
Kendrick berbisik serak sambil menundukkan wajahnya ke arah leher Serena, membuat gadis itu berjengit dan refleks memundurkan diri.
Namun, Kendrick mempererat rangkulannya pada pinggang gadis itu.
“Itu pun belum termasuk bunganya. Katakan, bagaimana kamu akan membayar?” Kendrick mengecupnya pundak Serena pelan yang langsung membuat wanita itu tak sengaja meloloskan satu desahan singkat.
“Butuh waktu hampir satu abad untuk kamu melunasi bunganya. Lalu, bagaimana dengan hutang pokoknya?” kata Kendrick lagi. “Sampai matipun kamu tak akan bisa melunasinya. Mengerti?!”
Penjelasan itu membuat Serena terdiam dan keraguan mulai muncul, tapi dengan penuh tekad dia berkata lagi. “Saya akan tetap mengusahakannya, Tuan. Saya.. tidak bisa menggadaikan harga diri saya pada Anda.”
“Naif dan tidak tahu diri.” Kendrick berkata dengan tajam sembari melepaskan tubuh Serena dari dekapannya. “Aku ingin lihat apa kamu masih punya harga diri setelah menerima kabar setelah ini.”
Serena langsung mundur dan mengerutkan dahinya. Namun, saat dia hendak bertanya lebih lanjut, tiba-tiba saja ponselnya bergetar dan menampilkan telepon dari administrator rumah sakit.
Tubuh Serena refleks menegang dan ingatannya pun langsung tertuju pada ibunya yang tengah dirawat di rumah sakit karena Leukimia.
Apakah Kendrick melakukan sesuatu pada ibunya?!
[Halo, Nyonya Serena? Saat ini kondisi Ibu Anda semakin menurun dan segera memerlukan tindakan operasi. Kami harap Anda bisa segera datang dan menyelesaikan administrasinya.]
Perkataan Administrator itu membuat Serena tercekat dan langsung menatap ke arah Kendrick yang telah kembali duduk di sofa.
Namun, pria itu hanya membalas tatapannya dengan datar sambil menyilangkan kaki.
Kepala Serena mulai pusing. Bukankah seharusnya tagihan itu sudah dilunasi oleh Leo dua bulan lalu?
[Setelah mengecek riwayat transaksi keuangan, kami sama sekali tidak menerima dana dari Pak Leo sejak tiga bulan lalu. Pak Leo juga telah memblokir nomor kami sehingga tak dapat dihubungi.]
Mendengar itu, tubuh Serena lemas, tapi dia buru-buru memberi kalimat konfirmasi untuk melakukan yang terbaik.
[Kami akan menunggu pelunasan administrasinya hingga besok, Nyonya. Jika tak kunjung diselesaikan, maka mohon maaf kami tak lagi bisa memberikan fasilitas kepada Ibu Anda.]
Setelah telepon ditutup, tubuh Serena merosot ke lantai tanpa hambatan. Kali ini, dia tidak tahu harus berbuat apa.
Keyakinan untuk melunasi hutang pun menguap entah kemana. Tadinya, Serena optimis bisa melunasi setengah hutangnya pada Kendrick dengan menjual aset peninggalan ayahnya.
Dengan begitu, dia hanya perlu menyisil sisa hutang dengan cara lain.
Namun, jika tunggakan rumah sakit juga belum dibayar, maka nominal yang harus ditanggung pun menjadi sangat jauh dari bayangannya.
Saat ini, Serena berusaha untuk tidak menangis, sama seperti yang biasanya ia lakukan. Namun, ia tak sanggup lagi. Dia sangat lelah sehingga tak lagi bisa menahan diri dan mulai terisak.
Sejak kecil, Serena tak pernah mengenal kata beruntung.
Dia lahir menjadi anak tunggal dari ibu yang merupakan istri kedua ayahnya. Oleh karena itu, keberadaannya tak begitu diperhitungkan dan malah dibenci.
Setelah ayahnya meninggal, satu-satunya aset yang bisa dia dapatkan hanya rumah kecil yang ia tinggali bersama ibunya dan sepetak kecil tanah kosong di samping rumah.
Oleh karena itu, saat menikah dengan Leo, Serena begitu bahagia. Mereka saling mencintai dan Serena pikir Leo lah yang akan menjadi pasangannya sehidup semati dan berbagi suka-duka bersama.
Namun, siapa sangka kalau Leo ternyata menjadi pihak yang paling menjerumuskan Serena ke lembah kelam?
Tak hanya menjual Serena kepada pria lain, Leo pun ternyata melenyapkan uang hasil penjualan tanah yang seharusnya digunakan untuk membiayai operasi ibunya.
Masih dengan air mata yang mengalir, Serena mengambil ponselnya untuk menghubungi Leo dan meminta keterangan.
Namun, ternyata nomornya telah diblokir bersama dengan sebuah pesan yang masuk ke dalam ponselnya.
[Jangan pernah menghubungiku lagi. Layani Tuan Kendrick dengan baik.]
“Jadi, bagaimana cara kamu melunasinya?” suara Kendrick membuat Serena menatap pria itu sekaligus menariknya ke dalam realita.
Posisi pria itu tak berubah dan Serena bisa mendengar suara ejekan dari kalimatnya. Namun, tatapan pria itu begitu dalam dan berhasil membuat Serena tercekat.
Perlahan, Serena berdiri dan berjalan ke arah Kendrick sebelum kemudian jatuh berlutut ke hadapan pria itu.
“Tuan, tolong bantu ibu saya. Saya akan melakukan apa pun sebagai gantinya.”
“Tentu,” Permintaan Serena membuat Kendrick menyeringai kecil. “Tapi jadilah wanitaku.”
Serena membelalakkan matanya sejenak sebelum kemudian mengangguk pelan. Senyum getir tersungging di bibir Serena saat dia memalingkan wajah, diam-diam meminta maaf pada ibunya dalam hati.'Hanya dengan begini, Ibu bisa segera dioperasi…'“Bagus.” Kendrick menjawab sembari mengarahkan wajah Serena untuk menatapnya. Sedetik kemudian, Serena berteriak kecil karena pria itu telah menarik lembut tubuh Serena hingga terjatuh ke pangkuannya. Serena berusaha untuk menahan diri agar tak jatuh sepenuhnya ke dalam pelukan Kendrick dengan menahan dada pria itu menggunakan tangannya.Namun, hembusan nafas Kendrick yang panas di lehernya dan pijatan lembut pria itu di pinggangnya membuat tubuh Serena melemas."Ada peraturan yang harus kamu pahami saat bekerja bersamaku, Serena.” bisik Kendrick serak. “Jangan sekali-sekali kamu dekat dengan laki-laki lain. Mengerti?” Serena menjawab dengan anggukan kecil yang langsung membuat Kendrick tersenyum samar. “Mengerti, Tuan.”“Good.”Kendrick mengecup
Serena menatap bangunan mewah yang ada di depannya itu. Sebelumnya dia telah memasuki mansion itu dengan penuh paksaan. Tapi, kali ini dia memasuki mansion itu dengan sadar dan tanpa paksaan dari siapapun. Seorang pria paruh baya menyambut mereka dengan sangat sopan dan ramah. “Selamat datang Tuan dan Nona.” Serena cukup terkejut mendengar panggilan dari pria paruh baya itu. “Antar dia ke kamar!” titah Kendrick yang kemudian berlalu pergi meninggalkan Serena. Serena menatap punggung Kendrick yang menjauh masuk ke dalam lift. “Nona, sebelumnya perkenalkan saya Verdi, ketua pelayan di mansion ini,” jelas Verdi dengan membungkukkan badannya. Verdi pria paruh baya yang memegang jabatan sebagai kepala pelayan di mansion Kendrick. Dengan posturnya yang tegap dan sikapnya yang selalu teratur, Verdi dikenal memiliki dedikasi dan loyalitas yang tinggi terhadap keluarga Kendrick. Dia juga sangat pandai dalam mempertahankan sikap yang sopan dan profesional, tidak pernah membiarkan emos
Sudut bibir Kendrick seketika terangkat dia langsung menyudutkan Serena ke dinding. “Aku tidak tahu jika kamu akan seberani ini,” bisik Kendrick yang mengecup telinga Serena. “Bukankah ini sudah tugas saya? Anda begitu baik memindahkan ibu saya ke ruang VIP jadi saya pun akan melakukan tugas saya dengan baik.”Kendrick terlihat tidak puas dengan jawaban Serena, dia segera menyambar bibir Serena dengan kasar membuat Serena sedikit terkejut dengan serangan tiba-tiba Kendrick. Ciuman itu tidaklah lembut tapi Serena cukup menikmatinya. Serena bisa merasakan jika Kendrick begitu ahli melakukannya membuat Serena kewalahan.Dia menepuk dada Kendrick, meminta Kendrick untuk melepaskan ciumannya karena Serena kehabisan nafas. Kendrick pun sejenak melepaskan ciuman mereka lalu kembali mencium Serena dan membawa Serena ke tempat tidur. Dengan mudah Kendrick melepas bathrobe yang Serena kenakan membuat Kendrick mengerang kecil. Meskipun awalnya Kendrick menciumnya dengan kasar tapi semakin lam
Serena membuka matanya ketika cahaya matahari masuk melalui celah gorden. Tubuhnya begitu sakit seakan dia baru saja lari maraton berkilo-kilo meter. Inti tubuhnya pun sangat nyeri, karena Kendrick tak membiarkannya istirahat. Pria itu menggempurnya hingga pagi. Serena menatap ke samping dimana Kendrick yang masih tertidur. Wajah Kendrick terlihat begitu tenang berbeda saat Kendrick terbangun maka wajahnya terlihat tanpa ekspresi dan aura dingin menyebar. Serena mengambil bathrobe yang ada di lantai dan segera mengenakannya. Namun, ketika dia akan melangkah turun dari tempat tidur terdengar dering telepon membuat Serena segera mengangkat teleponnya dan mendengar suara Evan di seberang. "Hai, Serena! Aku punya kabar baik untukmu," Evan berkata dengan suara yang ceria.Serena penasaran dan bertanya, "Ada apa, Evan?”"Aku menawarkan pekerjaan sebagai staf di perusahaan kami," Evan menjawab. "Kamu akan bekerja sebagai staf Business Development, dan aku yakin kamu akan sangat cocok untuk
“Kak Kendrick, dia Serena karyawan baru yang aku bicarakan.”“Temanmu?” “Iya, dia temanku.”Evan sebelumnya memang sudah mengatakan jika dia akan memasukan karyawan baru yang tak lain adalah temannya waktu SMA. Serena menelan ludahnya, matanya bertemu dengan sosok yang tak pernah dia duga akan ada disini. Wajah Kendrick datar, dia seolah tidak mengenal Serena. “Serena, perkenalkan dirimu,” bisik Evan membuyarkan lamunan Serena. “Sa-ya Serena.”Hanya itu yang keluar dari mulut Serena dia pun mengulurkan tangannya tapi Kendrick tidak menyambutnya. Serena segera menarik kembali tangannya, dia bingung harus mengucapkan apa karena melihat pria di depannya saja sudah cukup membuatnya terkejut. “Hm kami kembali ke ruangan dulu, Kak.”Evan berpamitan kepada Kendrick tetapi tidak ada tanggapan dari Kendrick. Pria itu tetap dengan ekspresi datar menatap mereka seolah tidak peduli dengan kehadiran Serena sebagai karyawan baru. Evan langsung membawa Serena keluar dari ruangan Kendrick. Evan
Satu jam telah berlalu dan jam makan siang telah lewat tapi Evan belum melihat batang hidung Serena. Dia semakin cemas hingga memutuskan untuk kembali ke ruangan Serena. “Apa Kalian tidak ada yang melihat Serena?” tanya Evan kepada Echa dan Miska. “Sepertinya Serena belum kembali, Pak,” jawab Echa. Evan langsung keluar dari ruangan itu, dia masuk ke dalam lift menuju ke lantai paling atas perusahaan itu. Dia begitu gelisah hingga pintu lift terbuka membuatnya terkejut. “Serena?”“Pak Evan?”Evan langsung menarik tangan Serena untuk masuk ke dalam lift. “Apa Kakakku melakukan sesuatu yang buruk?” tanya Evan yang melihat peluh di dahi Serena dan rambut Serena yang tidak serapi siang tadi. “Pak Kendrick hanya menyuruh saya membersihkan ruangan, Pak.”“Jika hanya ada kita berdua maka santai saja,” tutur Evan yang kini keluar dari lift membawa Serena masuk ke ruangannya. “Duduk.”Setelah menyuruh Serena duduk maka Evan membukakan air mineral untuk Serena. “Kamu terlihat lelah, apa kamu
Serena masuk ke dalam kamar dia, merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Ponselnya yang ada didalam tas bergetar membuatnya segera mengambil ponsel itu. Tertera nama Evan disana, Serena pun mengangkat telepon itu. “Halo Evan, ada apa?”“Kamu dimana?” “Aku, udah pulang. Kenapa?”“Tidak apa-apa, aku pikir kamu belum pulang. Kamu tinggal dimana?”Sebenarnya Evan berniat untuk mengantar Serena pulang, dia yang tahu jika Serena telah berpisah dengan suaminya membuat dia mendekati Serena. Belum sempat Serena menjawab dia melihat pesan dari Julian jika Kendrick akan segera pulang. Serena yang panik pun langsung terduduk. “Evan, ada sesuatu yang harus aku lakukan. Aku tutup teleponnya, bye!”Serena segera masuk ke dalam kamar mandi, dia tanpa berendam langsung membasuh tubuhnya di bawah shower. Serena berniat bersantai terlebih dahulu karena tadi Julian sempat mengatakan jika Kendrick paling awal pulang pukul tujuh. Sedangkan ini baru pukul lima sore. Serena segera bersiap menyambut Kend
Kamar itu dipenuhi dengan hening yang berat saat Kendrick membuka pintu perlahan. Serena terlihat damai, tidur pulas dengan posisi tengkurap, kepala bersandar pada bantal putih yang tampak sedikit kusut karena gerak tidurnya yang tidak tenang. Sebuah senyuman kecil terukir di wajah Kendrick saat dia mengamati Serena yang tampak begitu polos dan tidak bersalah dalam tidurnya.Dia berjalan perlahan mendekati tempat tidur, menatap wajah Serena yang tenang. Kendrick merasa ada secercah kedamaian yang menyelimutinya hanya dengan melihat Serena tidur. Amarah yang hampir saja meledak tiba-tiba lenyap dengan menatap wajah Serena. Setelah beberapa saat berdiri mematung, dia berbalik perlahan, menuju ke walk-in closet untuk memilih setelan terbaiknya. Selama ini dia jarang sekali menghadiri makan malam yang diadakan oleh kakeknya. Namun, kali ini sepertinya dia harus hadir. Setelah kedatangan Evan yang melihat Serena, itu cukup mengusik ketenangannya. Kendrick berjalan keluar dari kamar deng
Serena berjalan masuk ke dalam rawat inap, terlihat ibunya yang telah menunggu kedatangannya. Saat dia melihat ibunya, dia langsung berlari menuju ke arahnya dan memeluknya erat."Ibu, apa kabar?” .Wajah ibunya pucat, namun senyumnya menghangatkan ruangan itu. "Ibu semakin membaik, sayang.”Serena melepaskan pelukan dan memandang ibunya dengan khawatir. "Maafin Serena karena jarang menjenguk Ibu.’Ibunya menggelengkan kepala dan berkata, "Tidak apa-apa, sayang. Ibu mengerti. Kamu harus fokus pada pekerjaan kamu. Ibu hanya ingin kamu bahagia dan sukses."Serena menganggukan kepalanya, “Hari ini aku sangat bahagia.” Raut wajah Serena berubah menjadi cerah. "Aku dipercaya menangani sebuah proyek besar di kantor. Aku sangat bahagia, tapi juga sedikit cemas."Lydia, yang terlihat lemah dan pucat, tersenyum dan mengambil tangan Serena. "Apa yang membuat kamu cemas, sayang?" Lydia bertanya, dengan suara yang lembut.Serena mengambil napas dalam-dalam dan berkata, "Aku takut tidak bisa menye
Serena melangkah gontai memasuki ruangan kantor. Rasa canggung menghantui setiap langkahnya setelah kemarin ia absen tanpa pemberitahuan. Matanya menangkap tatapan sinis dari dua rekan kerjanya, Icha dan Miska, yang duduk di sampingnya. Senyuman paksa terukir di wajah Serena, mencoba mengabaikan atmosfer dingin yang tercipta.Icha memandang Serena dari atas ke bawah, seolah memeriksa kesalahan lain yang mungkin dilakukan oleh Serena. "Menyenangkan bisa tidak masuk tanpa kabar, ya?" sindir Icha dengan nada yang tajam dan mata yang tak lepas menatap Serena.Serena menelan ludah, merasakan ketegangan di ruangan itu semakin memuncak. "Maaf, kemarin aku tidak enak badan,” jawabnya, suaranya terdengar sedikit gemetar.“Kemarin aku tidak enak badan,” Miska menirukan Serena dengan nada mencemooh. "Kami disini bekerja keras, bukan main-main, Serena."Serena merasakan panas di pipinya, pertahanannya mulai goyah di bawah tekanan sinis dua rekan kerjanya. "Aku tahu, dan aku benar-benar minta maaf
Kendrick menuju ke lantai tiga. Setibanya di depan kamar Serena, dia mendapati Nadia yang sedang berdiri di samping pintu. Nadia, yang merasakan kehadiran tuannya, langsung menundukkan kepala sebagai tanda hormat. Dengan isyarat tangan yang singkat, Kendrick meminta Nadia untuk meninggalkan lorong. Setelah Nadia menghilang dari pandangan, Kendrick membuka pintu kamar Serena dengan lembut.Serena yang tadinya duduk terpaku di tepi tempat tidurnya, terkejut saat mendengar suara pintu dibuka. Aroma parfum Kendrick langsung tercium di indra penciuman Serena, tapi kali ini Serena mencium aroma rokok. Dia bisa menebak jika Kendrick baru saja merokok. Kendrick langsung melangkah ke arahnya dia menarik Serena untuk mendekat, Kendrick langsung melumat bibir Serena. Kali ini Serena bisa merasakan lumatan itu cukup kasar seolah Kendrick tengah melampiaskan amarahnya hingga Serena memukul dada Kendrick karena dia kehabisan nafas. Nafas Serena tersenggal-senggal, dia tanpa sadar meremas lengan K
Serena terbangun dari tidurnya ketika merasakan tangan kekar melingkar di perutnya. Dengan mata yang masih setengah tertutup, dia menoleh untuk memastikan dan benar saja, itu adalah Kendrick yang sedang tidur di sampingnya. Keterkejutan memicu detak jantungnya berpacu lebih cepat. Tubuhnya yang awalnya santai sekarang tegang, rasa tak nyaman memenuhi pikirannya. Dia berusaha bergerak perlahan agar tidak membangunkan Kendrick, tetapi semakin dia bergerak, semakin erat juga pelukan Kendrick. Akhirnya, dengan nafas yang tertahan, Serena berbalik menghadap Kendrick dan menatapnya dengan tatapan yang penuh pertanyaan. Kendrick yang merasakan pergerakan itu, perlahan membuka matanya. “Kenapa kamu terkejut melihatku?” Suara Kendrick menyadarkan Serena dari lamunannya. “Maaf Tuan, itu karena Anda mengatakan akan pergi dua hari dan sekarang baru satu hari,” jelas Serena agar Kendrick tidak marah karena salah paham. “Aku sangat lelah, setelah menyelesaikan semuanya aku bergegas pulang agar
Serena menarik napas dalam-dalam sebelum membuka pintu ruang kerjanya, memaksa senyum yang paling meyakinkan di wajahnya. Matanya yang sembab menandakan bahwa ia baru saja melewati badai emosi, namun dia berusaha keras agar tidak ada yang menyadarinya. Memasuki ruangan, dia langsung mengambil tempat di meja kerjanya, menatap layar komputer dengan fokus yang tampak terpaksa.Miska dan Icha, yang duduk di sebelahnya, saling pandang. Mereka berdua bisa melihat raut wajah Serena yang berusaha menyembunyikan kesedihannya.Serena mengetik dengan cepat, dokumen-dokumen di layarnya berganti dengan laju. Sesekali, dia menghela napas, memejamkan mata sejenak seolah mencoba mengusir bayang-bayang kesedihan yang masih menggelayut di benaknya. Dia kemudian melanjutkan pekerjaannya, mencoba menenggelamkan perasaan pribadinya dalam tumpukan tugas yang harus diselesaikan.“Serena,” panggil Evan yang tiba-tiba menghampirinya. “Iya Pak Evan, ada yang bisa saya ban
Kendrick, yang duduk di dalam mobilnya, memperhatikan layar macbook yang menampilkan gambar Serena. Serena terlihat sibuk dengan tumpukan dokumen di mejanya. Rambutnya yang panjang terikat rapi, memperlihatkan wajah serius yang sesekali mengernyitkan dahi. Kamera CCTV yang terpasang di sudut ruangan itu menangkap setiap gerakan Serena dengan detail. “Sepertinya hari ini Pak Kendrick tidak datang,” gumam Icha. “Aku dengar dari Bu Sandra beliau di Australia dua hari,” saut Miska. Serena hanya mendengarkan obrolan rekan kerjanya itu tanpa ingin ikut bergabung. Lagipula disana Serena seakan tidak dianggap oleh mereka, kedua rekannya itu masih tidak menyukai Serena karena Serena yang cukup dekat dengan Evan. Padahal di kantor Serena sebisa mungkin bersikap profesional. Dia pun mulai menjaga jarak dengan Evan agar tidak ada kesalahpahaman yang membuat dia kesulitan di kantor. Bukan maksud menjadi kacang lupa kulit, tapi kedekatan dia dan Evan memang akan membuat masalah. Selain masalah
“Pertemuan diajukan pagi," kata Kendrick ketika mematikan sambungan telepon. Mereka baru saja makan malam dan jam menunjukkan pukul satu pagi. “Jadi, Anda akan pergi sekarang juga?” tanya Serena. Kendrick menganggukkan kepalanya. Serena cekatan memilihkan beberapa kemeja dan dasi yang cocok, serta setelan jas yang rapi. Dia menyusun semuanya di atas tempat tidur, kemudian mulai melipat dengan hati-hati. "Berapa hari Anda disana?" tanya Serena, sambil memasukkan pakaian ke dalam koper."Dua hari," jawabnya, fokus pada ponsel yang terus berdering dengan notifikasi email.“Tuan,” panggil Serena ketika dia selesai menata pakaian Kendrick. Serena berjalan ke arah Kendrick membuat Kendrick memasukan ponselnya ke dalam saku. Kendrick menatap ke arah Serena seolah bertanya kenapa. “Bolehkah saya besok menginap di rumah sakit?” tanya Serena dengan hati-hati. Tatapan Kendrick terlihat menajam membuat bibir Serena terkatup dengan rapat. “Hanya satu malam,” sambung Serena dengan suara yang be
“Ayo pulang," ucapnya dengan nada dingin yang biasa. Tanpa menunggu jawaban, Kendrick langsung berbalik dan berjalan menuju ke arah parkiran.Serena, yang masih terkejut dengan kedatangan Kendrick, bergegas mengikuti pria itu. Hatinya dipenuhi tanda tanya yang tidak terjawab. Mereka berjalan berdampingan dalam diam, langkah kaki mereka terdengar sinkron di lorong rumah sakit yang semakin sepi.Sesampainya di parkiran, Kendrick berjalan menuju mobilnya. Dengan gerakan yang terlihat manis namun masih menyisakan kesan cuek, ia membukakan pintu mobil untuk Serena. "Masuk," katanya singkat, tanpa melihat mata Serena.Serena, masih dalam kebingungan, perlahan masuk ke dalam mobil. Ia menoleh sejenak, mencoba membaca ekspresi Kendrick yang kini tersembunyi di balik kemudi.“Maaf Tuan jika saya terlalu lama di rumah sakit,” ucap Serena memecahkan keheningan. “Besok aku harus pergi,” tutur Kendrick tiba-tiba membuat Serena menoleh menatap pria itu. “Tetap pulang tepat waktu, jangan berpikir
Serena merapikan dokumen-dokumen terakhir di mejanya sambil melirik jam dinding yang telah menunjukkan pukul empat sore. Hari sudah mulai gelap, dan ia berniat segera pulang untuk menjenguk ibunya di rumah sakit. Tiba-tiba, langkahnya terhenti saat melihat Evan, atasannya, mendekat dengan senyum ramah."Serena, kamu sudah mau pulang?" tanya Evan sambil memperhatikan tumpukan berkas di meja Serena."Iya, Pak. Saya mau ke rumah sakit, menjenguk ibu," jawab Serena dengan nada hormat."Boleh saya temani? Saya bisa mengantar kamu ke sana," tawar Evan dengan nada yang tulus.Serena terdiam sejenak, merasa terjepit. "Terima kasih, Pak, tapi tidak usah. Saya bisa pergi sendiri," tolak Serena halus.Evan, yang tidak ingin menyerah begitu saja, mendekatkan diri. "Ayo, jangan sungkan. Lagipula, saya juga ingin menjenguk Ibu."Serena menggigit bibir, berusaha keras menjaga ketenangan. "Pak Evan, Ibu saya tidak tahu kalau saya sudah bercerai dengan Leo. Jika saya datang dengan laki-laki lain itu j