Serena menatap bangunan mewah yang ada di depannya itu. Sebelumnya dia telah memasuki mansion itu dengan penuh paksaan. Tapi, kali ini dia memasuki mansion itu dengan sadar dan tanpa paksaan dari siapapun.
Seorang pria paruh baya menyambut mereka dengan sangat sopan dan ramah. “Selamat datang Tuan dan Nona.” Serena cukup terkejut mendengar panggilan dari pria paruh baya itu. “Antar dia ke kamar!” titah Kendrick yang kemudian berlalu pergi meninggalkan Serena. Serena menatap punggung Kendrick yang menjauh masuk ke dalam lift. “Nona, sebelumnya perkenalkan saya Verdi, ketua pelayan di mansion ini,” jelas Verdi dengan membungkukkan badannya. Verdi pria paruh baya yang memegang jabatan sebagai kepala pelayan di mansion Kendrick. Dengan posturnya yang tegap dan sikapnya yang selalu teratur, Verdi dikenal memiliki dedikasi dan loyalitas yang tinggi terhadap keluarga Kendrick. Dia juga sangat pandai dalam mempertahankan sikap yang sopan dan profesional, tidak pernah membiarkan emosi pribadi mengganggu pekerjaannya. “Saya Serena, Paman bisa memanggil saya Serena saja,” ucap Serena karena dia merasa aneh dengan panggilan Nona di mansion itu. “Maaf Nona, saya tidak berani melakukannya,” tutur Verdi yang kembali menundukkan kepalanya. “Mari saya antar ke kamar, Nona Serena.” Serena pun mengikuti langkah Verdi yang berjalan ke arah lift. Mansion tiga lantai itu begitu mewah, membuat Serena terpukau. Langkah Serena terhenti saat dia memasuki ruangan yang luas dengan perabotan mewah yang berkilauan di bawah cahaya lampu kristal. “Ini kamar Anda Nona, silahkan Anda istirahat jika butuh sesuatu panggil saya saja atau pelayan lain,” tutur Verdi. “Anda juga bisa memakai semua fasilitas yang ada di kamar ini,” sambung Verdi yang diakhiri oleh sebuah senyuman. “Baik, terimakasih Paman Verdi.” “Sama-sama Nona, kalau begitu saya pamit kembali ke dapur.” “Oh ya Paman, kamar Tuan Kendrick dimana?” “Kamar Tuan tepat berada di samping kiri kamar Anda, Nona.” “Baiklah, Paman boleh keluar.” “Baik Nona, selamat malam.” Setelah mengatakan itu maka Verdi keluar dari kamar Serena dengan menutup pintu. Serena menatap sekeliling kamar itu. Sebuah tempat tidur besar dengan selimut sutra berwarna krem dan bantal-bantal lembut yang teratur rapi di atasnya. Di sudut, ada sebuah meja rias lengkap dengan cermin besar yang terbingkai dengan emas. Serena berjalan mengitari kamar, menyentuh setiap detail yang disediakan dengan teliti. Matanya terhenti pada sebuah pintu yang tertutup. Serena membuka pintu itu, terlihat beberapa lemari yang menarik perhatiannya. Serena membuka salah satu lemari itu di dalamnya tergantung beberapa set pakaian yang tampaknya telah disesuaikan dengan ukuran tubuhnya. Setiap pakaian tampak elegan dan mahal, dari gaun malam hingga pakaian santai. Serena mengangkat salah satu gaun, merasakan kainnya yang halus meluncur di antara jari-jarinya. Tiba-tiba, kecurigaan menghantui pikirannya. “Bagaimana dia tahu ukuranku? Kenapa dia begitu perhatian?” Serena merasa ada yang tidak beres, pertanyaan-pertanyaan itu mulai berkecamuk dalam benaknya, membuatnya merasa tidak nyaman. “Apa Leo mengatakan segalanya tentangku,” gumam Serena lagi. “Termasuk ukuranku.” Serena mengangkat bahu, dia memilih menuju ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Serena mengingat apa yang telah Kendrick lakukan hari ini untuknya dan dia pun ingat jika Kendrick menginginkannya malam ini. Meskipun itu menghancurkan harga dirinya tapi Serena tetap akan melakukannya. Itu semua dia lakukan demi ibunya. Serena tak ingin kehilangan satu-satunya orang yang sangat berharga baginya. Serena berendam air hangat, dia memastikan tubuhnya segar dan wangi untuk malam ini. Setelah dirasa cukup maka Serena segera membilas tubuhnya dengan shower. Serena menyiapkan dirinya untuk malam ini, dia kini berdiri di depan cermin. Memandang dirinya sendiri yang mengenakan bathrobe yang terbuat dari bahan satin tipis dan dua tali di bahunya. “Aku benar-benar terlihat seperti wanita murahan,” gumam Serena yang mencoba mengatur nafasnya. “Ibu maafkan aku, aku harap ibu akan mengerti,” sambung Serena. Serena keluar dari kamar dia melangkah menuju ke kamar Kendrick yang berada tepat di samping kamarnya. Serena berdiri di depan kamar mengambil nafas dalam-dalam sebelum membukanya. Serena menetralkan degup jantungnya dan memastikan lagi penampilannya kali ini. Dalam keheningan koridor yang hanya disertai suara langkah kaki yang bergema, Serena masih berdiri ragu di depan pintu kamar Kendrick. Jantungnya berdebar kencang, perasaannya bercampur antara ketakutan dan kegugupan. Serena merasa jika dia benar-benar tak bisa melakukannya hingga berbalik memilih pergi. Namun, seketika tangan besar yang hangat meraih pergelangan tangannya, menariknya dengan kekuatan yang lembut namun pasti masuk ke dalam kamar. Kendrick berdiri di belakangnya, napasnya terasa hangat di tengkuk Serena. Ketika pintu tertutup dengan suara klik yang mengejutkan, Serena merasakan detak jantungnya yang semakin tidak teratur. Ruangan itu dipenuhi dengan aroma parfum Kendrick yang lembut, membuatnya semakin merasa tidak berdaya. “Apa kamu berubah pikiran?” Kendrick berbicara dengan suara rendah yang menggema di dinding kamar. Serena berbalik menghadap Kendrick, matanya memancarkan sedikit ketakutan. “Sa-saya hanya gugup, Tuan,” ucap Serena dengan suara yang gemetar. Kendrick menatapnya dengan intens. “Kamu sangat seksi, Serena,” bisik Kendrick sambil menggenggam tangan Serena lebih erat. Suasana di kamar itu tiba-tiba terasa sangat intim dan penuh emosi. Serena masih terdiam, mencoba memproses situasi yang tiba-tiba ini, sementara Kendrick perlahan mendekat, matanya tidak pernah lepas dari wajah Serena yang penuh kekhawatiran. Serena mengalihkan tatapannya dari Kendrick karena pria di depannya itu hanya memikirkan handuk di pinggangnya. Pemandangan itu membuat Serena semakin gugup hingga tak berani menatap Kendrick. “Apa ini balasanmu setelah apa yang aku lakukan?” Pertanyaan itu membuat tenggorokan Serena tercekat. “Pandang aku, Serena!” Suara itu terdengar seperti perintah bagi Serena, dia dengan ragu menatap Kendrick. “Sentuh perutku Serena, bukankah kamu menyukainya?” Detak jantung Serena tak bisa di kontrol, dia ingin menolak tapi tentu saja tak bisa menolak perintah dari pria yang telah membelinya itu. Tangannya dengan ragu menyentuh perut Kendrick, yang keras dan berotot dengan gugup hingga membuat tangannya bergetar. Kendrick melihat jelas bagaimana Seren gugup tapi dia cukup puas hingga senyum samar terlukis di wajahnya.Sudut bibir Kendrick seketika terangkat dia langsung menyudutkan Serena ke dinding. “Aku tidak tahu jika kamu akan seberani ini,” bisik Kendrick yang mengecup telinga Serena. “Bukankah ini sudah tugas saya? Anda begitu baik memindahkan ibu saya ke ruang VIP jadi saya pun akan melakukan tugas saya dengan baik.”Kendrick terlihat tidak puas dengan jawaban Serena, dia segera menyambar bibir Serena dengan kasar membuat Serena sedikit terkejut dengan serangan tiba-tiba Kendrick. Ciuman itu tidaklah lembut tapi Serena cukup menikmatinya. Serena bisa merasakan jika Kendrick begitu ahli melakukannya membuat Serena kewalahan.Dia menepuk dada Kendrick, meminta Kendrick untuk melepaskan ciumannya karena Serena kehabisan nafas. Kendrick pun sejenak melepaskan ciuman mereka lalu kembali mencium Serena dan membawa Serena ke tempat tidur. Dengan mudah Kendrick melepas bathrobe yang Serena kenakan membuat Kendrick mengerang kecil. Meskipun awalnya Kendrick menciumnya dengan kasar tapi semakin lam
Serena membuka matanya ketika cahaya matahari masuk melalui celah gorden. Tubuhnya begitu sakit seakan dia baru saja lari maraton berkilo-kilo meter. Inti tubuhnya pun sangat nyeri, karena Kendrick tak membiarkannya istirahat. Pria itu menggempurnya hingga pagi. Serena menatap ke samping dimana Kendrick yang masih tertidur. Wajah Kendrick terlihat begitu tenang berbeda saat Kendrick terbangun maka wajahnya terlihat tanpa ekspresi dan aura dingin menyebar. Serena mengambil bathrobe yang ada di lantai dan segera mengenakannya. Namun, ketika dia akan melangkah turun dari tempat tidur terdengar dering telepon membuat Serena segera mengangkat teleponnya dan mendengar suara Evan di seberang. "Hai, Serena! Aku punya kabar baik untukmu," Evan berkata dengan suara yang ceria.Serena penasaran dan bertanya, "Ada apa, Evan?”"Aku menawarkan pekerjaan sebagai staf di perusahaan kami," Evan menjawab. "Kamu akan bekerja sebagai staf Business Development, dan aku yakin kamu akan sangat cocok untuk
“Kak Kendrick, dia Serena karyawan baru yang aku bicarakan.”“Temanmu?” “Iya, dia temanku.”Evan sebelumnya memang sudah mengatakan jika dia akan memasukan karyawan baru yang tak lain adalah temannya waktu SMA. Serena menelan ludahnya, matanya bertemu dengan sosok yang tak pernah dia duga akan ada disini. Wajah Kendrick datar, dia seolah tidak mengenal Serena. “Serena, perkenalkan dirimu,” bisik Evan membuyarkan lamunan Serena. “Sa-ya Serena.”Hanya itu yang keluar dari mulut Serena dia pun mengulurkan tangannya tapi Kendrick tidak menyambutnya. Serena segera menarik kembali tangannya, dia bingung harus mengucapkan apa karena melihat pria di depannya saja sudah cukup membuatnya terkejut. “Hm kami kembali ke ruangan dulu, Kak.”Evan berpamitan kepada Kendrick tetapi tidak ada tanggapan dari Kendrick. Pria itu tetap dengan ekspresi datar menatap mereka seolah tidak peduli dengan kehadiran Serena sebagai karyawan baru. Evan langsung membawa Serena keluar dari ruangan Kendrick. Evan
Satu jam telah berlalu dan jam makan siang telah lewat tapi Evan belum melihat batang hidung Serena. Dia semakin cemas hingga memutuskan untuk kembali ke ruangan Serena. “Apa Kalian tidak ada yang melihat Serena?” tanya Evan kepada Echa dan Miska. “Sepertinya Serena belum kembali, Pak,” jawab Echa. Evan langsung keluar dari ruangan itu, dia masuk ke dalam lift menuju ke lantai paling atas perusahaan itu. Dia begitu gelisah hingga pintu lift terbuka membuatnya terkejut. “Serena?”“Pak Evan?”Evan langsung menarik tangan Serena untuk masuk ke dalam lift. “Apa Kakakku melakukan sesuatu yang buruk?” tanya Evan yang melihat peluh di dahi Serena dan rambut Serena yang tidak serapi siang tadi. “Pak Kendrick hanya menyuruh saya membersihkan ruangan, Pak.”“Jika hanya ada kita berdua maka santai saja,” tutur Evan yang kini keluar dari lift membawa Serena masuk ke ruangannya. “Duduk.”Setelah menyuruh Serena duduk maka Evan membukakan air mineral untuk Serena. “Kamu terlihat lelah, apa kamu
Serena masuk ke dalam kamar dia, merebahkan dirinya di atas tempat tidur. Ponselnya yang ada didalam tas bergetar membuatnya segera mengambil ponsel itu. Tertera nama Evan disana, Serena pun mengangkat telepon itu. “Halo Evan, ada apa?”“Kamu dimana?” “Aku, udah pulang. Kenapa?”“Tidak apa-apa, aku pikir kamu belum pulang. Kamu tinggal dimana?”Sebenarnya Evan berniat untuk mengantar Serena pulang, dia yang tahu jika Serena telah berpisah dengan suaminya membuat dia mendekati Serena. Belum sempat Serena menjawab dia melihat pesan dari Julian jika Kendrick akan segera pulang. Serena yang panik pun langsung terduduk. “Evan, ada sesuatu yang harus aku lakukan. Aku tutup teleponnya, bye!”Serena segera masuk ke dalam kamar mandi, dia tanpa berendam langsung membasuh tubuhnya di bawah shower. Serena berniat bersantai terlebih dahulu karena tadi Julian sempat mengatakan jika Kendrick paling awal pulang pukul tujuh. Sedangkan ini baru pukul lima sore. Serena segera bersiap menyambut Kend
Kamar itu dipenuhi dengan hening yang berat saat Kendrick membuka pintu perlahan. Serena terlihat damai, tidur pulas dengan posisi tengkurap, kepala bersandar pada bantal putih yang tampak sedikit kusut karena gerak tidurnya yang tidak tenang. Sebuah senyuman kecil terukir di wajah Kendrick saat dia mengamati Serena yang tampak begitu polos dan tidak bersalah dalam tidurnya.Dia berjalan perlahan mendekati tempat tidur, menatap wajah Serena yang tenang. Kendrick merasa ada secercah kedamaian yang menyelimutinya hanya dengan melihat Serena tidur. Amarah yang hampir saja meledak tiba-tiba lenyap dengan menatap wajah Serena. Setelah beberapa saat berdiri mematung, dia berbalik perlahan, menuju ke walk-in closet untuk memilih setelan terbaiknya. Selama ini dia jarang sekali menghadiri makan malam yang diadakan oleh kakeknya. Namun, kali ini sepertinya dia harus hadir. Setelah kedatangan Evan yang melihat Serena, itu cukup mengusik ketenangannya. Kendrick berjalan keluar dari kamar deng
“Sepertinya kabar yang aku dengar itu salah,” gumam Kendrick yang duduk di hadapan Calvin. Kendrick datang malam itu bukan hanya provokasi dari Evan tetapi dia juga ingin melihat keadaan Calvin karena dia mendengar jika pria yang usianya sudah tak muda lagi tengah sakit. “Jadi wanita mana yang akan kamu nikahi,” Calvin mengalihkan topik pembicaraan mereka membuat Kendrick berdecak. “Posisimu akan semakin kuat jika kamu menikah dan memiliki anak, Kendrick.” “Aku tidak membutuhkan wanita.” Terdengar helaan nafas dari Calvin, meskipun keduanya tampak tidak akrab dalam pembicaraan tersebut. Pada dasarnya, mereka saling mengkhawatirkan satu sama lain. “Aku harus segera pergi,” ucap Kendrick yang bangkit dari duduknya. “Tidak bisakah kamu tinggal di sini, Kendrick?” Perkataan sang kakek membuat langkah Kendrick tertentu. “Kamu pewaris Alonzo sudah seharusnya mansion utama ini milikmu.” “Apa Kakek kira aku miskin, hingga tidak dapat membeli mansion sendiri?” Setelah berkata, Ke
Serena merapikan dokumen-dokumen terakhir di mejanya sambil melirik jam dinding yang telah menunjukkan pukul empat sore. Hari sudah mulai gelap, dan ia berniat segera pulang untuk menjenguk ibunya di rumah sakit. Tiba-tiba, langkahnya terhenti saat melihat Evan, atasannya, mendekat dengan senyum ramah."Serena, kamu sudah mau pulang?" tanya Evan sambil memperhatikan tumpukan berkas di meja Serena."Iya, Pak. Saya mau ke rumah sakit, menjenguk ibu," jawab Serena dengan nada hormat."Boleh saya temani? Saya bisa mengantar kamu ke sana," tawar Evan dengan nada yang tulus.Serena terdiam sejenak, merasa terjepit. "Terima kasih, Pak, tapi tidak usah. Saya bisa pergi sendiri," tolak Serena halus.Evan, yang tidak ingin menyerah begitu saja, mendekatkan diri. "Ayo, jangan sungkan. Lagipula, saya juga ingin menjenguk Ibu."Serena menggigit bibir, berusaha keras menjaga ketenangan. "Pak Evan, Ibu saya tidak tahu kalau saya sudah bercerai dengan Leo. Jika saya datang dengan laki-laki lain itu j
Malam telah larut ketika Serena terbangun dari tidurnya. Gadis itu merasakan kelaparan yang mendesak, memaksanya bangkit dari peraduan hangatnya. Dengan langkah gontai, dia berjalan menuju dapur yang hanya diterangi cahaya rembulan yang menembus jendela.Serena mengambil paket mie instant dari rak dan sebutir telur dari kulkas. Dengan gerakan yang masih kaku karena baru bangun tidur, dia mulai memasak. Air mulai mendidih dalam panci, sementara Serena memecahkan telur ke dalamnya, menunggu dengan sabar sambil mengaduk perlahan.Suasana dapur yang sunyi hanya sesekali dipecahkan oleh bunyi gemericik air dan desis mie yang mulai matang. Serena memandang jam dinding, melihat jarum jam yang terus bergerak, merenungi kesendirian malam itu sambil menunggu mie siap disantap.Sementara itu, Kendrick masih sibuk dengan pekerjaannya di ruang kerja, terpisah oleh dinding yang menghadang suara dan kehangatan. Meski bekerja keras, sesekali dia menghela napas, merindukan kebersamaan yang hanya bisa
Hari ini Serena hanya fokus merawat ibunya di rumah sakit. Dia menemani dan melayani apa yang Lydia butuhkan, dengan penuh kasih sayang dan perhatian. Serena tidak ingin meninggalkan ibunya sendirian, bahkan untuk sejenak pun.Dia membantu ibunya makan, minum,dan melakukan kegiatan lainnya yang diperlukan. Serena juga selalu memastikan bahwa ibunya merasa nyaman dan tidak mengalami kesulitan apa pun. Hingga tanpa terasa jam telah menunjukkan pukul lima sore, Serena baru saja menyuapi Lydia makan dan minum obat. “Jika kamu mau pulang, maka kamu bisa pulang sekarang. Kamu pasti lelah dan besok masih harus bekerja,” tutur Lidya membuat Serena menatap ibunya. “Iya Bu, nanti Serena akan pulang. Ada yang ibu butuhkan lagi?” tanya Serena dengan lembut Dia memang telaten merawat ibunya dengan lembut dan penuh kasih sayang. “Tidak ada Sayang, pulanglah sekarang. Sebentar lagi jam kerja pulang pasti macet jadi kamu harus pulang sekarang agar tidak terjebak macet.”“Baiklah, Serena akan pulan
"Kamu harus makan. Aku akan menunggu sampai kamu selesai, wajahmu pucat pasti kelelahan," ujar Evan kembali lembut, mencoba meyakinkan Serena untuk menjaga kesehatannya juga.Serena segera menggeleng, "Ti-tidak. Aku akan makan setelah Ibu makan. Kamu tidak perlu menunggu, kamu bisa pergi. Jangan sampai kamu terlambat ke kantor gara-gara aku."Evan menghela napas. "Tidak apa-apa jika aku terlambat sedikit. Yang penting kamu baik-baik saja."Namun, Serena tetap bersikukuh, "Tidak, Evan. Aku serius, kamu harus pergi sekarang. Aku tidak mau menjadi alasan kamu mendapat masalah di kantor. Aku benar-benar akan makan setelah ibu makan,” Serena berkata untuk menyakinkan Evan. Tapi yang sebenarnya dia lakukan adalah mengusir Evan secara halus. Ada kegelisahan yang Serena sembunyikan. Kendrick, yang sudah lama berada di kamar mandi, sedang menunggu Evan pergi. Serena merasa cemas dan ingin segera mengakhiri situasi ini.Evan, yang merasakan ada sesuatu yang tidak beres, memandang Serena dengan
Serena terpaku di kursi yang berada di samping ranjang rumah sakit tempat ibunya terbaring lemah. Cahaya lampu malam yang remang-remang menerangi wajah ibunya yang tampak damai dalam tidur yang dalam. Serena tidak beranjak sejak Sofia dan Melodi pulang beberapa jam yang lalu. Tiba-tiba, suara pintu kamar yang terbuka dengan pelan membuyarkan lamunannya, dan sosok Kendrick muncul dari balik pintu. Dia tidak menyangka bahwa Kendrick akan kembali datang, sehingga dia merasa terkejut melihatnya. Kendrick hanya tersenyum lembut dan berjalan mendekati Serena. Tanpa berkata apa-apa, dia mencium kening Serena dengan lembut. "Maaf aku terlalu lama," kata Kendrick dengan suara lembut. “Mama tiba-tiba datang ke mansion lama.”“Apa semua baik-baik saja?” tanya Serena yang menatap mata Kendrick. “Tentu saja.” Kendrick lalu duduk di samping Serena dan memandang wajah ibu Serena yang sedang tidur. "Bagaimana keadaan ibumu?" tanyanya dengan suara lembut.Serena tersenyum dan mengangguk. "Ibuku b
Kendrick masuk ke dalam mansion lama dengan santai, tidak menunjukkan tanda-tanda kejutan atau kegelisahan. Hal itu karena dia sudah mendapat kabar dari Paman Verdi bahwa Mamanya, sedang mengelilingi mansion, mencari tanda-tanda bahwa Kendrick membawa perempuan ke mansion itu.Teresa, yang sedang berdiri di ruang tamu, menatap Kendrick dengan curiga. Dia mencari tanda-tanda apa pun yang bisa mengungkapkan apa yang sebenarnya terjadi. "Kamu tidak ke kantor hari ini?" tanyanya, dengan nada yang sedikit keras dan curiga.Kendrick tidak menunjukkan tanda-tanda kegelisahan atau kejutan, “Ada pekerjaan yang harus aku urus, Ma.”“Pekerjaan apa?” tanya Teresa kembali karena merasa tidak puas dengan pertanyaan Kendrick. “Sebelumnya Mama tak pernah tertarik dengan apa yang aku lakukan, kenapa sekarang sepertinya ingin tahu segala hal tentangku?” balas Kendrick membuat Teresa mendengus kesal. “Karena Mama tidak mau kamu seperti Evan yang dengan bodohnya jatuh cinta dengan jalang itu!” ucap Ter
Hari telah sore, dan cahaya matahari yang masuk ke dalam kamar rumah sakit mulai memudar. Namun, suasana di kamar itu tidaklah suram, karena ibu Serena, Lydia, telah melakukan operasi dengan lancar dan sekarang telah siuman.Serena terlihat cukup lega melihat ibunya yang bisa lagi mengobrol bersamanya. Dia duduk di samping tempat tidur ibunya, memegang tangan ibunya dengan erat. Lydia, meskipun masih berbaring di atas tempat tidur, tersenyum lemah dan berbicara dengan suara yang lembut."Ibu baik-baik saja, sayang," kata Lydia, dengan mata yang berkilauan dengan kelelahan. "Ibu hanya perlu istirahat sekarang."Serena tersenyum dan memeluk ibunya dengan erat. "Aku senang, Bu," katanya, dengan suara yang penuh dengan kelegaan. "Aku sangat senang ibu baik-baik saja.”Kendrick datang dengan membawa dua plastik di tangannya. “Ibu pasti lapar, ibu makan dulu ya sebelum minum obat,” tutur Kendrick. “Tidak boleh menolak, ibu Baik hati tidak seperti anak ibu yang susah diatur dia tidak mau ma
Matahari belum juga menampakkan dirinya ketika Serena membuka mata. Tanda-tanda fajar baru saja muncul di ufuk timur, namun jam weker di samping tempat tidur telah menunjukkan pukul lima pagi. Dengan gerakan yang pelan, Serena menggeser tangan Kendrick yang masih terlelap di sampingnya, berusaha keras agar tidak membangunkannya. Setelah yakin Kendrick masih dalam lelapnya, dia perlahan-lahan bangkit dari tempat tidur. Kaki Serena melangkah ringan menuju kamar mandi, hati-hati untuk tidak membuat suara. Udara pagi yang dingin menyambutnya saat dia melewati lorong menuju kamar mandi. Serena memutar kenop kamar mandi, suara air yang mengalir dari shower segera mengisi keheningan pagi. Pikirannya terpusat pada satu tujuan: segera mandi dan bertemu dengan ibunya di rumah sakit.Air hangat yang menetes di tubuhnya sedikit memberikan kenyamanan, namun rasa gelisah karena ingin segera melihat keadaan ibunya membuatnya cepat-cepat mengakhiri mandi. Saat keluar dari kamar mandi Serena melihat
Serena kini berada di dalam mobil bersama dengan Kendrick, yang kini kembali bersikap perhatian kepadanya. Suasana di dalam mobil tampak hangat, dengan Kendrick yang memandang Serena dengan mata yang lembut.Julian berada di depan, menyetir mobil menuju ke mansion Kendrick. Dia tidak menoleh ke belakang, membiarkan Kendrick dan Serena memiliki waktu bersama.Kendrick mengambil tangan Serena dan memegangnya dengan lembut. "Aku tidak bermaksud melukaimu,” tutur Kendrick melihat memar di lengan Serena. Serena menatap Kendrick dengan mata yang lembut, merasa bahwa Kendrick kembali menjadi dirinya yang lembut. "Saya tidak apa-apa," katanya dengan suara yang lembut. "Saya hanya ingin tahu apa yang sebenarnya terjadi."Kendrick menjelaskan kepada Serena bahwa Rachel datang dengan bukti yang menunjukkan bahwa dia tidak terlibat dalam sabotase. Setelah mendapat peringatan dari Alonzo Group, Rachel memutuskan untuk menyelidiki dan menemukan siapa di balik semua kejadian tersebut.Rachel menemu
Kendrick menatap wajah Serena yang telah terlelap, wanita itu tertidur setelah Kendrick melakukan pelepasan terakhirnya. Kali ini Kendrick memang bermain cukup kasar kepada Serena. Dia mudah sekali marah dan tanpa sadar melampiaskannya langsung kepada Serena. Terlihat memar di lengan Serena, Kendrick mengecup lembut kening Serena dan mengusap kepala Serena. Sebelum bangkit dari tempat tidur dia menarik selimut untuk menutup tubuh Serena yang tidak mengenakan apapun. Kendrick melangkah ke arah kamar mandi, dia berniat untuk mandi. Tubuhnya penuh dengan peluh bercampur aroma parfum milik Serena. Air dingin mengalir mengguyur tubuh Kendrick. Kendrick keluar dari kamar mandi dan mendapati Serena yang terduduk di atas tempat tidur. “Jam berapa ini, sakit sekali badanku,” lirih Serena yang masih bisa didengar oleh Kendrick. Kendrick pun berjalan ke arah Serena, wanita itu belum membuka mata sepenuhnya. Rasa lelah membuatnya mengantuk, tapi dia masih mengingat jika dia sekarang berada d