Satnight ditemani River-Adeline Happy reading, guys!
Adeline membawa tiga orang berjas hitam ke ruangannya. "Sekarang katakan, apa tujuan kalian datang ke sini?" decak wanita itu dengan tatapan tajam. Alih-alih langsung menjawab, salah satu dari mereka malah menyodorkan dokumen dengan kasar ke meja. "Mengapa kau pura-pura bodoh, Nona?!" sentaknya menyeringai sinis. "Hotel ini punya utang pada Boss kami. Hari ini sudah jatuh tempo, jadi kau harus melunasinya sekarang juga!" Seketika itu, alis Adeline menyatu. Dirinya melirik dokumen tadi dan lantas mendengus, "jika kalian hanya omong kosong, sebaiknya pergi sekarang. Saya tidak ada waktu untuk hal semacam ini!" “Kau tidak buta 'kan?! Jelas-jelas di sini Picasso Hotel berhutang 2 milliar pada kami!" sahut pria tadi memberang. "Saya tidak pernah menekan kontrak pinjaman utang pada kalian. Jadi Picasso-" "Nyonya Sabrina yang menekan kontrak atas nama Picasso Hotel!” Pria tersebut menyambar dengan tedasnya. Dan itu, sontak membuat manik Adeline berubah selebar piring. Bahkan kerongkon
“K-kau?!” Adeline seketika terbelalak saat melihat River di depan mansion Daniester. Ya, suaminya itu berdiri di samping sedan mewahnya sembari menyilangkan kedua tangan di depan dada. Manik abunya menatap lurus pada Adeline hingga membuat sang istri tertegun. “Apa yang membawamu ke sini?” Adeline bertanya dengan wajah kaku. “Apa lagi? Tentu saja aku menyusul istriku!” sambar River yang kian membuat Adeline tak mengerti. Alih-alih percaya, wanita itu malah memamerkan seringai sinisnya. Dengan leher menegang, dia pun membalas, “Seorang Tuan Reiner tidak akan repot-repot mencari istri kontraknya kalau tidak butuh bantuan. Kali ini ada apa? Apa yang kau inginkan dariku?” Reaksi Adeline benar-benar di luar dugaan River. Namun, tanpa menjelaskan apapun, pria tersebut malah membuka pintu mobilnya untuk Adeline. “Masuklah!” titahnya sembari melirik sedannya. “Aku membawa mobil, untuk apa aku menumpang padamu?” sahut sang istri mengedutkan alisnya. River membuka pintu lebih lebar dan l
“Apa kau gila? Mengapa aku harus mendesah?” decak Adeline menyatukan alisnya. “Aku tidak sudi melakukannya!”Dia amat tersinggung dengan ide suaminya.Namun, River malah menarik seringai tipis dan lantas membalas, “bukankah kau pandai mendesah? Jadi lakukan dengan cepat agar mereka yakin kalau kita sedang bercinta.”Sungguh, rasa kesal pun kini ke pipi Adeline. Dia benar-benar tak percaya suaminya mengatakan gagasan konyol dengan wajah datar.“Kau lihat sendiri, Kakek buyut dan semua anggota Herakles mendesak kita untuk memiliki bayi. Jadi mereka tidak akan berhenti membahas hal itu sampai kau mengandung!” River mendengus seiring tatapannya yang berubah tajam. “Apa kau lupa kontrak perjanjian kita?!”Adeline pun terdiam. Kini dia paham mengapa River memintanya pura-pura sedang berhubungan badan. Sebab poin 61 dalam kontrak pernikahan mereka, pihak pertama tidak menginginkan seorang anak. Namun, jika pihak kedua terlanjur hamil, maka bayi itu harus digugurkan!Ya, meski River sering me
Akibat Kalah Taruhan *** Pagi itu River mengantar Adeline ke Picasso Hotel sebab mobil sang istri masih ada di mansion Daniester. Jika bukan karena berakting di depan keluarga Herakles, tentu saja Adeline tak mau satu mobil dengan pria itu. Dirinya mematung di kursi penumpang seraya membatin, ‘sialan! Setelah memperlakukanku seperti itu tadi malam, bagaimana bisa dia diam saja seolah tidak terjadi apa-apa?’ Mengingat kejadian semalam, Adeline pun sadar tentang tawaran River mengenai dua milliard untuk Oseing Bank. “Ah, benar. Tawaran itu berlaku ‘kan? Aku sudah mengikuti permainan konyolmu tadi malam, jadi aku bisa mendapat dua milliard!” tukas Adeline melirik sang suami yang duduk di sampingnya. Alih-alih mengiyakan, River justru menyeringai sengit. Tanpa berpaling ke arah Adeline, dia pun membalas, “apa maksudmu, istriku? Kau tidak ingat? Kau kalah dalam taruhan kemarin malam. Kau mendesah lebih dulu, jadi kau kehilangan dua milliard!” “Hei!” Adeline seketika menyambar. Dia
“Aish, sial! Siapa orang-orang brengsek ini? Beraninya mereka mencuri lukisanku!” Adeline mengumpat saat melihat rekaman dari flash driver yang dibawakan Ben. Di gudang penyimpanan yayasan Serenity, tampak dua orang pria berpakaian serba hitam, dengan topi dan masker senada. Mereka diam-diam mengeluarkan lukisan yang diduga besar milik Adeline. Sayangnya wajah kedua pria itu tertutup, sehingga tidak bisa dideteksi oleh kamera pengintai. “Saat ini pihak Serenity juga ricuh, Nona. Mereka menyesal dan mungkin akan segera mendatangi Anda untuk memohon maaf secara langsung,” tutur Ben buka suara. “Ya, tentu saja mereka harus minta maaf. Aku sudah mengeluarkan banyak uang, mana bisa menerima barang palsu!” Adeline menyambar dengan tatapan tajam. Namun, kemarahannya tak tertuju pada yayasan Serenity saja. ‘Apa kau yang menyuruh orang-orang bajingan ini mencuri barangku, Kak Ludwig?!’ batinnya dalam hati menerka. Ya, kecurigaannya sudah naik sejak Ludwig muncul di acara lelang kala itu.
‘Aish, mengapa kau sangat ceroboh, Adeline?!’ geming Adeline merutuki diri sendiri.Tatapannya yang tegang bertambah buncah saat para lelaki gahar di dalam sana memicing ke arahnya. Beruntung pintu gedung itu tertutup sebagian, jadi mereka tak sampai melihat wajah Adeline. Istri River itu berniat kabur, tapi di dekat mobilnya datang dua orang lainnya yang dipastikan anggota mereka.‘Sialan! Aku tidak boleh tertangkap!’Adeline yang panik langsung berlari ke samping gedung. Dia tak ada pilihan lain karena jika lari ke arah mobilnya, pasti akan ketahuan.“Pasti belum jauh. Cepat cari dan seret dia ke sini!” teriak seorang lelaki.Adeline yang mendengarnya gertakan itu semakin mempercepat langkah. Sialnya hak sepatu yang tinggi menghambat larinya. Lalu Adeline pun melepas sepatunya dan semakin cepat mengitar bangunan tua tersebut.‘Aku harus sembunyi,’ pikirnya diselimuti cemas.Dia pun membuang kedua sepatunya ke arah hutan. Tapi bukannya lari ke sana juga, Adeline malah masuk ke gedung
“Aku akan membayarmu!” Adeline berteriak kencang tepat sebelum lelaki itu melesatkan pelurunya. Wajah cantiknya berubah merah dan tegang karena pukulan yang diterimanya tadi. Maniknya bergetar ketakutan karena para gangster itu tak segan main tangan. Tentu saja, bahkan melenyapkan nyawa saja pekerjaan sehar-hari mereka. Namun, alih-alih tertarik dengan tawaran Adeline, para pria kejam itu malah tertawa. Lelaki yang memegang pistol pun menaikan sebelah alisnya seraya mencibir, “meski hanya punya uang recehan, kau memang harus membayar kami. Sekarang pilih, bayar dengan tubuhmu, layani kami semua! Atau … kau mau membayarnya dengan nyawa?!” “Bajingan! Bahkan derajat hewan lebih tinggi dari kalian. Cepat tembak, aku tidak sudi melihat tampang busuk kalian!” Adeline menyambar dengan tatapan membara. Tantangan itu tentunya membangkitkan hasrat iblis para gangster. “Baiklah, aku akan mendorongmu ke neraka tanpa rasa sakit!” decak lelaki tadi dingin. Seketika itu, suara tembakan menggem
“Tuan Reiner, aku ….” Adeline berkata lirih saat menarik ciumannya dari River.Sang pria semakin bingung dengan tingkah aneh istrinya.“Ayo pulang, kau bisa mengatakan semuanya setelah sampai di rumah,” balas River kemudian.Namun, wajah Adeline kini berubah pucat. Tatapannya mulai berbintik saat denyutan hebat menyerang belakang kepalanya.River yang memegang kedua sisi bahu Adeline merasakan tubuh istrinya semakin lemas, hingga akhirnya sang istri ambruk di pelukannya.“Adeline?” River memanggil wanita itu, tapi tak ada sahutan.Pria tersebut memeriksa Adeline, rupanya sang istri sudah tak sadarkan diri. Dia berniat mengangkat Adeline, tapi ketika tangannya tak sengaja merengkuh belakang kepala wanita itu, River menemukan bekas darah.Ya, saat Adeline berusaha kabur ketika pertama kali ketahuan telah mengintai gedung tersebut, ternyata anggota gangster itu memukulnya dengan botol alkohol, hingga sekitar tengkuk dan kepala belakangnya cedera.Wajah River sekejap mengeras dengan tatap