“Saya mohon maaf, Tuan. Saya bersalah karena menempatkan Tuan Muda Johan dalam bahaya,” tukas Siegran dengan leher tegang.Dia bersiap menerima hukuman dari River. Padahal Siegran sendiri tahu seberapa cemasnya River dengan putranya yang satu itu.Namun, alih-alih menyahut dengan kata-kata, River malah bangkit dan menatap Siegran yang diserang tegang sejak tadi.“Baguslah!” katanya yang sontak memicu Siegran mengernyit.“Ma-maaf?” Siegeran menyahut bingung.Dia mengira telinganya salah dengar, tapi saat melihat raut wajah River, agaknya tuannya tersebut memang memujinya.“Aku percaya pada penilaianmu,” tukas River yang lantas memasukan kedua tangan ke saku celananya. “Johan memang berbeda dengan Jenson. Sejak kecil, dia tumbuh di dunia yang keras, penuh darah dan beragam senjata mematikan untuk bertahan hidup. Karena itu aku tak heran kalau dia tidak bisa diam saja saat ada situasi genting.”Siegran terdiam, tapi alisnya berangsur mendapuk saat melihat seringai tipis di bibir River.
***Malam itu River dan Adeline menghadiri pesta kemenangan di I&S Hotel. Presiden baru San Pedro itu mengundang keluarga Herakles secara khusus, sebab berhasil memenangkan pemilihan berkat andil besar River.Sebuah limosin hitam mewah berhenti di depan I&S Hotel. Dan itu menarik perhatian banyak tamu di sana. Terlebih saat River muncul menawan dengan balutan jas hitamnya. Meski mulai berumur, tapi ketampanan pria itu tetap paripurna.Dia menjulurkan tangan pada Adeline yang baru keluar dari limosinnya. Semua pasang mata juga tertuju pada wanita itu, yang tampil anggun dengan dress hitam elegan.“Astaga, mereka pasti pasangan paling serasi sepanjang abad. Meski sudah memiliki tiga anak remaja, tapi Tuan River dan Nyonya Adeline tetap bersinar!” bisik seorang perempuan yang memegang gelas wine.Teman di sebelahnya pun membalas pelan. “Kau benar. Aku benar-benar iri melihat mereka. Kapan aku punya suami seperti Tuan River? Aku sudah lelah dengan status lajang bertahun-tahun.”“Ehei! Kau
“Sebentar lagi obatnya pasti akan bekerja!” tukas Ludwig yang seketika membuat gelas wine di cengkeraman Adeline terlepas. Bunyi pekak beling yang berhamburan, sontak menarik perhatian banyak orang yang tengah berada di acara lelang lukisan I&S Hotel. Dengan manik terbelalak, Adeline segera menyahut, “apa yang kau lakukan, Kak Ludwig?!” Bukannya menjelaskan, Ludwig Daniester malah mendekati adik tirinya. Dengan tatapan penuh hasrat berbahaya, pria itu menyeringai seolah mengejek Adeline. “Berhenti memanggilku Kakak, Adeline. Wanita ular sepertimu, hanya pantas untuk pria bernafsu binatang sepertiku.” Pria itu berbisik dengan sinisnya. “Jadi, mari kita nikmati malam ini bersama!” Adeline yang tahu rencana bejat Ludwig untuk menidurinya, sekejap panik bukan main. ‘Sialan! Ludwig telah menjebakku. Tidak bisa, aku tidak boleh diam saja!’ “Benarkah? Kalau begitu lihat, apa Kakak bisa menghadapiku?!” sungut wanita itu yang lantas membuat Ludwig mengernyit. Belum sempat sang pria berta
Sungguh gila, akhirnya permainan ranjang panas tak bisa terbendung, hingga malam penuh peluh pun menjadi sejarah mereka. Dan kala bangun di pagi hari, River tampak memasang ekspresi bengis karena Adeline sudah tidak ada di sampingnya. Pria itu menutup dahinya dengan lengan kiri seraya menyeringai tipis. ‘Ternyata dia sengaja bermain denganku agar bisa kabur, ya? Jangan senang dulu, Nona. Aku pasti menemukanmu, meski kau lari ke ujung dunia sekalipun!’ gemingnya bertekad keras. Namun, saat River bangkit dari ranjang, dia menyadari ada barangnya yang hilang. Wajahnya seketika berubah bengis sembari mengumpat, “sialan! Apa wanita itu yang mencurinya?!” Sedangkan di lobi hotel, seorang lelaki dengan potongan rambut cepak tampak cemas menanti seseorang. “Nona Adeline?!” pekiknya kemudian. Wajahnya tampak antusias saat melihat Adeline keluar dari lift dan berjalan ke arahnya dengan terburu-buru. “Akhirnya saya menemukan Anda,” lanjut lelaki tadi yang adalah Sopir Adeline. “Apakah Nona
“Adeline!” Sabrina menggeram saat melihat putri tirinya datang ke ruang keluarga.Matanya memindai penampilan Adeline dari atas sampai bawah sembari melanjutkan. “Apa yang kau pakai sebenarnya? Apa kau ingin mempermalukan keluarga Daniester, hah?!”“Memangnya ada apa, Ibu? Bukankah tidak ada yang salah? Saya hanya memakai pakaian yang menurut saya nyaman. Apakah Ibu juga ingin mengatur baju saya?” Adeline menyambar seiring dengan kepalanya yang menoleh ke arah Sabrina.“Dan lagi, kita hanya bertemu dengan keluarga Lazlo. Mengapa saya harus berusaha keras memberikan penampilan terbaik? Bukankah tidak ada yang spesial, karena keluarga Lazlo dan keluarga Daniester sudah seperti saudara?”Wanita itu kembali menambahkan kata-kata pedasnya, hingga membuat semua pasang mata terheran-heran, termasuk Alfred. Ya, pria yang akan menjadi suami Adeline itu awalnya terkejut, tapi dirinya sungguh tahu cara untuk menghadapi Adeline.“Tidak masalah, Nyonya Sabrina. Apapun yang dikenakan oleh Adeline,
“Apa yang kau bicarakan, Adeline? Sejak kapan kau dekat dengan seorang pria?!” Heinry yang selama ini tak memperhatikan kehidupan putrinya, langsung terkejut.Namun, belum sempat Adeline membalas, Sabrina lebih dulu mendecak sinis. “Apa kau pikir kami akan percaya? Kau sudah berusaha merusak perjodohan saat pertemuan keluarga. Apa kau pikir aku tidak tahu jika kali ini juga trik licikmu untuk lolos dari perjodohan?!”Adeline sempat menegang, tapi dia berusaha keras menata ekspresinya tetap datar di depan ayah dan ibu tirinya.Sabrina pun menjulurkan tangannya ke pipi Adeline sembari bergeming, “sepertinya wajah cantik ini harus mendapat tamparan lebih keras. Kau bilang sudah memiliki calon suami sendiri? Konyol sekali!”“Ya, Ayah dan Ibu tidak salah dengar. Saya memang memiliki calon suami, dan kami sudah menjalani hubungan cukup lama!” sambar Adeline yang seketika membuat alis Sabrina saling bertaut.Alih-alih murka lebih kencang, tawa Sabrina malah meledak. Dia terbahak-bahak meliha
‘Apa dia sudah gila? Untuk apa aku menikahi seorang pembunuh?!’ batin Adeline dengan manik membelalak lebar.Meski bungkam, River bisa melihat jelas bahwa wanita di hadapannya sedang terkejut. Namun, dirinya tak peduli dengan hal ini, sebab yang dia butuhkan adalah jawaban. Adeline berusaha menata ekspresinya seraya bertanya, “mengapa saya harus menikah dengan Anda?”“Anda tahu bahwa saya tidak sedang memohon ‘kan? Waktu Anda untuk memutuskan hanya lima menit, jadi pikirkan baik-baik sebelum saya mengambil tindakan tegas!” sahut River dengan wajah tenang, tapi kata-katanya jelas mengandung ancaman.“Mana mungkin saya memutuskan hanya dalam lima menit?!”“Waktu Anda tinggal empat menit lagi!” River mendecak sembari melirik arloji di pergelangan tangan kirinya.Dan itu, sungguh membuat Adeline tak habis pikir sampai dirinya pun mendengus, “a-apa Anda sudah gila?! Bagaimana bisa—”Adeline seketika menghentikan ucapnya saat asisten River tiba-tiba berdiri di belakang sembari mengarahkan p
“Me-mengapa dia datang ke sini?!” Adeline bergeming saat melihat River berdiri dengan sorot mata tajam.Sedangkan Ludwig yang mendengar ucapan adik tirinya, lantas berpaling seraya bertanya, “apa ini? Jadi kau mengenalnya?”Alih-alih menjawab, Adeline justru bungkam. Dia tak ada niatan menjelaskan pada Ludwig hingga kakak tirinya itu tampak semakin kesal.“Jadi kau tidak ingin mengatakan apapun? Kau tahu akibatnya jika membuatku marah ‘kan?!” Ludwig mendecak seiring dengan tangannya yang semakin rapat mencekik leher Adeline.Hal ini sungguh mengusik River sebab Ludwig tak menghiraukan peringatan pertamanya. Pria itu melangkah mendekati mereka dan lantas menarik tangan Ludwig agar menjauh dari wanitanya.“Apa Anda tuli? Saya bilang menyingkir darinya!” dengus River amat tegas. “Jangan pernah menyentuh calon istri saya, atau Anda akan menyesal!”“A-apa? Calon istri?!” Ludwig menyahut dengan ekspresi terkejut.Dia seolah tidak mempercayai ucapan tersebut, tapi baik Adeline maupun River
***Malam itu River dan Adeline menghadiri pesta kemenangan di I&S Hotel. Presiden baru San Pedro itu mengundang keluarga Herakles secara khusus, sebab berhasil memenangkan pemilihan berkat andil besar River.Sebuah limosin hitam mewah berhenti di depan I&S Hotel. Dan itu menarik perhatian banyak tamu di sana. Terlebih saat River muncul menawan dengan balutan jas hitamnya. Meski mulai berumur, tapi ketampanan pria itu tetap paripurna.Dia menjulurkan tangan pada Adeline yang baru keluar dari limosinnya. Semua pasang mata juga tertuju pada wanita itu, yang tampil anggun dengan dress hitam elegan.“Astaga, mereka pasti pasangan paling serasi sepanjang abad. Meski sudah memiliki tiga anak remaja, tapi Tuan River dan Nyonya Adeline tetap bersinar!” bisik seorang perempuan yang memegang gelas wine.Teman di sebelahnya pun membalas pelan. “Kau benar. Aku benar-benar iri melihat mereka. Kapan aku punya suami seperti Tuan River? Aku sudah lelah dengan status lajang bertahun-tahun.”“Ehei! Kau
“Saya mohon maaf, Tuan. Saya bersalah karena menempatkan Tuan Muda Johan dalam bahaya,” tukas Siegran dengan leher tegang.Dia bersiap menerima hukuman dari River. Padahal Siegran sendiri tahu seberapa cemasnya River dengan putranya yang satu itu.Namun, alih-alih menyahut dengan kata-kata, River malah bangkit dan menatap Siegran yang diserang tegang sejak tadi.“Baguslah!” katanya yang sontak memicu Siegran mengernyit.“Ma-maaf?” Siegeran menyahut bingung.Dia mengira telinganya salah dengar, tapi saat melihat raut wajah River, agaknya tuannya tersebut memang memujinya.“Aku percaya pada penilaianmu,” tukas River yang lantas memasukan kedua tangan ke saku celananya. “Johan memang berbeda dengan Jenson. Sejak kecil, dia tumbuh di dunia yang keras, penuh darah dan beragam senjata mematikan untuk bertahan hidup. Karena itu aku tak heran kalau dia tidak bisa diam saja saat ada situasi genting.”Siegran terdiam, tapi alisnya berangsur mendapuk saat melihat seringai tipis di bibir River.
***Berita kematian Sabrina Daniester sampai ke telinga Sebastian sehari sebelum pemilihan. Seorang asisten yang baru melaporkan berita itu, malah dilempar asbak oleh calon presiden tersebut.“Apa maksudmu, hah? Tidak mungkin Nyonya ma … tidak! Kau tidak tahu Sabrina Daniester orang seperti apa. Di wanita hebat yang punya segalanya. Ada banyak pengawal berkemampuan tinggi yang mengurusnya. Dan aku baru saja menemui Nyonya beberapa hari lalu. Mana mungkin? Mana mungkin sekarang dia mati?!” Sebastian mendengus tak percaya.Memang tak ada berita yang tersebar ke media, sebab secara resmi Sabrina Daniester masihlah tawanan yang ada di penjara.“Mo-mohon maaf, Tuan. Laporan dari penjaga yang tersisa, ada seorang pria yang menyerang Rather Hall kemarin malam,” tutur Asisten Sebastian ragu-ragu.Lawan bincangnya memicing kian berang dan lantas menimpali. “Apa kau bilang? Seorang pria? Maksudmu satu orang?!”“Be-benar, Tuan. Orang itu datang membawa jasad Tuan Frederick, lalu menghabisi beber
Alih-alih kembali ke mansion Devante, River malah membawa mayat Frederick ke mobilnya. Dia memacu kendaraan itu amat kencang menembus jalanan malam yang sepi.‘Sekarang aku akan mengakhiri semuanya. Dendam masa lalu itu harus selesai, demi Adeline dan anak-anakku!’ batin pria tersebut menatap tajam.Maniknya melirik Frederick yang tergeletak di kursi belakang.‘Dia pasti sudah lama merencanakan pembalasan dendam. Kali ini aku yang akan menyelesaikan segalanya!’ sambung River yang lantas menginjak gas kian dalam.Hingga setelah lama mengemudi, River bisa melihat bangunan megah yang dikelilingi tembok besar. Di pintu masuknya ada gerbang yang tertutup. Akan tetapi River tak peduli. Dia terus melesatkan mobilnya dan menabrak gerbang yang ada di depan. Suara gubrakan keras terdengar saat bemper mobil River menghantam gerbang itu. Hal ini membuat beberapa penjaga di sana tersentak kaget.“Sial! Orang gila mana yang berani masuk sembarangan?!” tukas salah satu penjaga di sana.Rekannya yang
“Hah, sial!” Fredercik mengumpat tajam.Alisnya mendapuk dengan seringai miring saat River menahan mata tajam belatinya dengan sebelah tangan. Ya, tanpa peduli telapak tangannya berlumuran darah, River tetap mencengkeramnya seolah itu bukanlah apa-apa.“Aku tidak akan mengampunimu!” cecarnya yang lantas memutar tangan Frederick hingga belatinya berbalik arah.Tanpa ragu, River semakin menekannya hingga benda tajam itu menusuk dada Frederick. Namun, sialnya sang sepupu dengan keras mendorongnya menjauh, hingga River tak sampai menekan belatinya terlalu dalam.“Argh, brengsek!” Frederick mengumpat keras sambil mencabut belati itu dari dadanya.Akan tetapi dirinya tak menduga bahwa di depan sana River sudah mengeluarkan pistol dan mengacungkan padanya.“Hah … aku terlalu meremehkanmu. Rupanya kau masih gesit meskipun sudah tua!” Frederick mencecar geram.Tapi tanpa menjawab apapun, River langsung melesatkan peluru pada paha Frederick. Lelaki tersebut mengernyit sambil berdiri dengan tump
‘Sial! Bajingan yang membawa Adeline benar-benar Frederick!’ batin River dengan amukan membengkak.Tanpa ragu, dia langsung menginjak gas dan membanting setir untuk memotong jalan. Nyaris saja mobil dari arah depan menghantamnya, tapi sang pengemudi mati-matian menginjak rem sebelum menabrak mobil River.“Dasar, bajingan sialan! Jika tidak bisa menyetir, jangan bawa mobil!” cecar pengemudi itu mengeluarkan kepala dari jendela.River tak meggubris. Di kepalanya hanya ada Adeline. Ya, River tahu seberapa gilanya Frederick. Dia sudah menyaksikan Jenson yang tergantung di atap, lantas apa yang akan dilakukan pria itu pada istrinya sekarang?“Brengsek! Aku akan membunuhnya jika menyentuh Adeline seujung rambut saja!” tukas River menatap amat tajam.Sial sekali mobil Frederick melaju amat cepat, hingga dia ketinggalan jauh. Namun, itu bukan masalah. River menginjak gas amat dalam, melaju kencang menyalip beberapa mobil yang menghalangi jalannya.‘Aish, sial! Dia pasti mau membawa Adeline k
‘Adeline, apa yang terjadi? Apa itu kecelakaan?’ batin River ragu-ragu.Dia coba menghubungi sopir yang mengemudi mobil wanita itu, sialnya tetap nihil. Anteknya tersebut tidak mengangkat panggilan juga.Tanpa buang waktu, River pun melacak ponsel Adeline. Dari system, gawai sang istri berada tak jauh dari Picasso Hotel.Kening pria itu mengernyit ketika perasaan buruk menyerangnya. Dia tahu anteknya yang bersama Adeline bukan orang ringkih. Hingga tanpa ragu, dia pun beranjak pergi ke lokasi wanita tersebut.Baru masuk mobilnya, River pun menghubungi Siegran yang sudah berada di depan vila sekitar hutan La Daga.“Siegran, jika situasi terlalu berbahaya, kau cukup awasi sekitar. Kita tunda penyerangan. Aku tidak bisa datang karena Adeline dalam bahaya!” tukasnya disertai tatapan tajam.Dari seberang, tangan kanannya itu pun menjawab, “Tuan, orang kita sudah menyusup ke dalam. Tapi Frederick tidak ada di markas. Dari perbincangan anak buahnya, Frederick masih ada di pusat San Pedro!”
“Jadi mereka semua bekerja sama?!” tukas River menyeringai tajam.Tanpa mengangkat pandangan, pria itu lantas berkata, “Siegran, segera bongkar kebusukan Sebastian dan Howard Company!”Ya, dia langsung mengambil keputusan, setelah mengetahui calon presiden itu bertemu Frederick di Rather Hall. River tahu betul bahwa tempat itu property pribadi keluarga Daniester yang disembunyikan. Jadi sudah pasti Sabrina Daniester ada di sana juga.“Lakukan itu sehari sebelum pemilihan. Dengan begitu, mereka tidak punya waktu untuk memperbaiki citranya,” sambung River meletakkan tab tadi ke meja.“Saya mengerti, Tuan. Lalu bagaimana dengan Frederick dan Sabrina? Mereka pasti merencanakan penyerangan lagi. Anak-anak Anda akan dalam bahaya, terutama Nona Jennifer. Sejak insiden penculikan Tuan Muda Jenson, Frederick selalu mengawasi akademi balet La Huerta.” Siegran berkata cemas.River menyatukan alisnya dengan tatapan garang.“Aku tahu. Sampai hari pemilihan, anak-anak tidak akan keluar dari mansion
“Apa ini? Tidak disangka Calon Presiden ikut dalam pertemuan seperti ini,” ujar Frederick dengan tatapan sinis.Ya, orang yang datang memanglah Sebastian Howard. Alih-alih menjawab, lelaki dengan perut buncit itu malah melangkah ke dekat Sabrina.“Nyonya, apa maksudnya ini? Saya pikir ini pertemuan privat, tapi kenapa ada orang lain di sini?” katanya protes.Mendengar sindiran tersebut, Frederick seketika menyeringai sinis. Dia mengepulkan asap rokoknya, lalu mematikan dengan kasar ke asbak yang ada di meja.“Sabrina, Sebenarnya siapa yang ‘orang lain’ di sini?” decaknya memicing berang.Sabrina melirik Sebastian seraya berkata tegas. “Diam dan duduklah. Waktu kita tidak banyak. Kalian sendiri tahu, siapa orang yang kita hadapi!”“Tapi, Nyonya—”“Kau berani menentangku?!” sentak Sabrina lebih tajam sebelum Sebastian menyelesaikan perkataannya.Hanya dengan satu kalimat itu, Sebastian langsung bungkam. Frederick pun tercengang karena Sebastian yang seorang calon presiden dan pemilik Ho