Sungguh gila, akhirnya permainan ranjang panas tak bisa terbendung, hingga malam penuh peluh pun menjadi sejarah mereka.
Dan kala bangun di pagi hari, River tampak memasang ekspresi bengis karena Adeline sudah tidak ada di sampingnya. Pria itu menutup dahinya dengan lengan kiri seraya menyeringai tipis.‘Ternyata dia sengaja bermain denganku agar bisa kabur, ya? Jangan senang dulu, Nona. Aku pasti menemukanmu, meski kau lari ke ujung dunia sekalipun!’ gemingnya bertekad keras.Namun, saat River bangkit dari ranjang, dia menyadari ada barangnya yang hilang. Wajahnya seketika berubah bengis sembari mengumpat, “sialan! Apa wanita itu yang mencurinya?!”Sedangkan di lobi hotel, seorang lelaki dengan potongan rambut cepak tampak cemas menanti seseorang.“Nona Adeline?!” pekiknya kemudian.Wajahnya tampak antusias saat melihat Adeline keluar dari lift dan berjalan ke arahnya dengan terburu-buru.“Akhirnya saya menemukan Anda,” lanjut lelaki tadi yang adalah Sopir Adeline. “Apakah Nona baik-baik saja? Anda menghilang di tengah acara lelang.”“Mari kita pergi dulu dari sini,” balas Adeline dengan raut muka gelisah.Ya, dia tentunya harus cepat kabur sebelum River bangun dan menyadari ketidakhadirannya. Wanita itu bergegas keluar lobi hotel dan segera naik ke mobil yang dikemudikan sopirnya.Namun, tanpa diduga, River ternyata melihat Adeline dari jendela kamarnya. Tatapan pria itu terpaku pada nomor plat mobil Adeline yang semakin berjalan menjauh.Dia meraih ponselnya dan lantas bicara pada asistennya. “Cari tahu informasi pemilik nomor plat mobil yang aku kirimkan!”Agaknya, River memang tidak akan melepaskan Adeline begitu saja.Sementara itu, sang wanita yang berpikir bahwa dirinya sudah lolos dari River, tengah menyandarkan punggung dengan kepala menengadah di kursi belakang mobilnya. Akan tetapi, ketenangannya terusik saat sopirnya tiba-tiba berdehem.Dengan ragu, lelaki yang sedang menyetir itu bertanya, “mo-mohon maaf, Nona. Sebenarnya apa yang terjadi tadi malam? Apakah Anda dalam masalah? Saat itu Tuan Ludwig juga tiba-tiba diseret oleh petugas keamanan dan dibawa ke kantor polisi.”“Bukan apa-apa. Kemarin malam saya tidak sengaja mabuk dengan teman saya dan akhirnya menginap di salah satu kamar hotel,” sahut Adeline dengan mata terpejam. “Apakah orang mansion menelepon Anda?”“Ah, ya ….”Mendengar jawaban sopirnya, Adeline lekas membuka netranya.“A-apakah Ayah yang menelepon?” tanya wanita seraya menegakkan tubuhnya.“Maaf, bukan, Nona. Nyonya Sabrina yang menelepon.”Dugaan Adeline yang salah, membuat semangat di wajahnya kembali luntur. ‘Memangnya apa yang aku harapkan? Sejak kapan Ayah peduli padaku?’“Dan … sepertinya Nyonya Sabrina sangat marah, Nona.” Sang Sopir kembali berkata.Adeline yang kini menatap ke luar jendela, hanya menghela napas panjang. Dia sudah tak heran jika nyonya Daniester itu murka. Terlebih jika menyangkut Ludwig-putra kesayangannya!Ketika tiba di pelataran mansion Daniester, rasanya Adeline sungguh berat untuk masuk ke dalam. Namun, dia tak bisa lari seperti tikus pecundang hanya untuk menghindari kemarahan ibu tirinya. Dan benar saja, saat Adeline menginjak lantai ruang tengah, dia sudah disambut tatapan bengis Sabrina dan Heinry.“A-ayah ….” Suara Adeline kembali teredam kala Sabrina mendadak melangkah ke arahnya.Dengan wajah menahan amukan, Nyonya Daniester itu langsung menampar pipi Adeline amat kencang.“Berani sekali kau melaporkan putraku ke Polisi, hah?!” Sabrina memberang dengan nada tinggi. “Kau menjebloskan kakakmu ke penjara? Apa kau sudah gila?!”Sebelah tangan Adeline memegang pipinya yang terasa berdenyut. Akan tetapi, dia tak merasa bersalah sedikitpun karena baginya, Ludwig memang pantas dihukum.“Semua itu salah Kak Ludwig! Dia ….”Belum sempat Adeline menuntaskan katanya, Sabrina kembali mendaratkan tamparan di sisi lain pipi putrinya. Bahkan, tatapan nyonya Daniester itu berubah lebih garang seolah ingin mencabik-cabik Adeline.Irisnya bergetar penuh emosi sembari berujar, “siapa yang memberimu hak untuk membantah? Ludwig kakakmu. Jadi apapun yang terjadi, kau harus menghormatinya. Bahkan jika kalian sedang bertengkar, bukankah seharusnya kau mengalah dan menuruti ucapan kakakmu?!”Mendengar celotehan Sabrina, rasanya Adeline ingin muntah. Nyonya Daniester itu memang selalu menutup mata pada kesalahan yang dilakukan putranya.“Lalu, apakah saya harus diam saja saat Kak Ludwig meletakan obat perangsang di minuman saya? Apa saya harus menurut ketika Kak Ludwig berniat melecehkan saya?!” Adeline menyahut dengan tegasnya.Namun, belum sempat Sabrina menjawab, Heinry yang sejak tadi diam kini angkat bicara. “Hentikan omong kosong itu, Adeline!”“Apa yang Ayah maksud omong kosong?” sambar sang putri seraya merapatkan alisnya.Dia melirik Heinry dan Sabrina secara bergantian. “Ayah dan Ibu tahu sendiri sifat Kak Ludwig seperti apa terhadap saya. Lalu, apa kalian masih menganggap saya bersalah hanya karena membela diri?!”“Ya, kau bersalah. Tentu saja kau bersalah karena sudah mempermalukan keluarga Daniester! Aku tidak akan peduli jika itu kau, tapi berbeda kalau Ludwig. Apa kau tidak tahu bahwa Ludwig adalah wajah DNS Group?!” decak Sabrina dengan amarah memuncak.Nyonya Daniester itu terang-terangan mengungkap ketidaksukaannya pada Adeline dan Heinry diam saja. Sungguh, Adeline nyaris tak percaya dengan situasi ini. Namun, tidak ada kegilaan yang mustahil karena ini adalah keluarga Daniester.Adeline menatap tajam Sabrina dan lekas bertanya, “apakah itu berarti Ibu tidak masalah jika Kak Ludwig memperkosa saya?!”Alih-alih langsung menjawab, Sabrina hanya menarik sebelah sudut bibirnya dengan sinis. Dia mengikis jaraknya dengan Adeline hingga wajah mereka saling berhadapan.“Kalau begitu, kau harus menikah, Adeline,” bisiknya kemudian.Sang putri seketika tertegun saat mendapati titah tak terduga tersebut. Dengan mulutnya yang terasa kering, dia pun menyambar, “a-apa? Menikah? Mengapa saya harus menikah?”“Kalau kau tidak menikah, apa kau ingin terus menjadi pelacur yang menggoda kakak tirimu sendiri?!” sambar Sabrina melotot tajam.“Malam ini keluarga dari calon suamimu akan datang. Jadi bersiaplah dan pastikan kau bersikap sopan!” Sabrina pun berbalik dan meninggalkan ruangan sebelum Adeline sempat menentang.Adeline melirik Heinry yang masih berada di dekat sofa, tapi ayahnya tersebut hanya memampangkan iras muka datar, seolah tak ingin membicarakan apapun dengannya.Hingga waktu malam tiba, keluarga calon suami Adeline benar-benar datang. Namun, Adeline rasanya sungguh enggan untuk turun dari kamarnya, sampai-sampai Sabrina memerintahkan pelayan untuk menjemputnya.“Nona Adeline, semua orang sudah menunggu Anda,” tukas seorang Pelayan usai mengetuk pintu Adeline. “Nyonya Sabrina meminta Anda untuk keluar sekarang, Nona.”Pelayan itu sudah menunggu beberapa menit, tapi tidak ada sahutan apapun dari dalam. Dia berniat mengetuk sekali lagi, tapi tiba-tiba pintu terbuka dan Adeline keluar dengan tampang sinisnya.“Ah, Nona?” Pelayan tadi seketika terkejut melihat penampilan Adeline, tapi dia tak berani memberi komentar apa-apa.Ya, Adeline sengaja mengenakan jaket kulit hitam dan celana jeans longgar dengan bagian lutut yang sobek-sobek. Sementara rambutnya yang terbiasa digerai indah, kini dia ikat seperti kuncir kuda. Penampilannya sungguh berbeda dari kesan anggun dan feminimnya sehari-hari. Wanita itu berjalan mendahului sang pelayan dengan tatapan amat tajam. Sialnya, dia malah bertemu Ludwig saat akan turun dari tangga.“Lihat ini. Kau ingin bertemu calon suami atau ingin balapan di sirkuit, hah?” tutur Ludwig memancing keributan. “Apa mungkin … kau memberontak karena ibuku berniat menikahkanmu dengan orang lain?”“Tutup mulutmu, Kak Ludwig! Aku sangat malas berdebat sekarang!” sahut Adeline tegas.Namun, sang kakak malah semakin mendekatinya sambil berbisik, “kau harus membayar perbuatanmu karena membuatku tidur di kantor polisi, Adeline!”Adeline pun mendapukkan alisnya, tapi belum sempat dia membalas, Ludwig sudah berlalu menuruni anakan tangga.“Cepatlah, Adeline. Apa kau tidak penasaran dengan calon suamimu?” Ludwig kembali bercakap tanpa menoleh ke belakang.Mendengar itu, perasaan Adeline sudah tak enak. Dan benar saja, dirinya seketika terbelalak saat melihat keluarga dan pria yang dipilihkan Sabrina untuk menjadi suaminya.‘Apa-apaan ini? Mengapa harus dia?!’“Adeline!” Sabrina menggeram saat melihat putri tirinya datang ke ruang keluarga.Matanya memindai penampilan Adeline dari atas sampai bawah sembari melanjutkan. “Apa yang kau pakai sebenarnya? Apa kau ingin mempermalukan keluarga Daniester, hah?!”“Memangnya ada apa, Ibu? Bukankah tidak ada yang salah? Saya hanya memakai pakaian yang menurut saya nyaman. Apakah Ibu juga ingin mengatur baju saya?” Adeline menyambar seiring dengan kepalanya yang menoleh ke arah Sabrina.“Dan lagi, kita hanya bertemu dengan keluarga Lazlo. Mengapa saya harus berusaha keras memberikan penampilan terbaik? Bukankah tidak ada yang spesial, karena keluarga Lazlo dan keluarga Daniester sudah seperti saudara?”Wanita itu kembali menambahkan kata-kata pedasnya, hingga membuat semua pasang mata terheran-heran, termasuk Alfred. Ya, pria yang akan menjadi suami Adeline itu awalnya terkejut, tapi dirinya sungguh tahu cara untuk menghadapi Adeline.“Tidak masalah, Nyonya Sabrina. Apapun yang dikenakan oleh Adeline,
“Apa yang kau bicarakan, Adeline? Sejak kapan kau dekat dengan seorang pria?!” Heinry yang selama ini tak memperhatikan kehidupan putrinya, langsung terkejut.Namun, belum sempat Adeline membalas, Sabrina lebih dulu mendecak sinis. “Apa kau pikir kami akan percaya? Kau sudah berusaha merusak perjodohan saat pertemuan keluarga. Apa kau pikir aku tidak tahu jika kali ini juga trik licikmu untuk lolos dari perjodohan?!”Adeline sempat menegang, tapi dia berusaha keras menata ekspresinya tetap datar di depan ayah dan ibu tirinya.Sabrina pun menjulurkan tangannya ke pipi Adeline sembari bergeming, “sepertinya wajah cantik ini harus mendapat tamparan lebih keras. Kau bilang sudah memiliki calon suami sendiri? Konyol sekali!”“Ya, Ayah dan Ibu tidak salah dengar. Saya memang memiliki calon suami, dan kami sudah menjalani hubungan cukup lama!” sambar Adeline yang seketika membuat alis Sabrina saling bertaut.Alih-alih murka lebih kencang, tawa Sabrina malah meledak. Dia terbahak-bahak meliha
‘Apa dia sudah gila? Untuk apa aku menikahi seorang pembunuh?!’ batin Adeline dengan manik membelalak lebar.Meski bungkam, River bisa melihat jelas bahwa wanita di hadapannya sedang terkejut. Namun, dirinya tak peduli dengan hal ini, sebab yang dia butuhkan adalah jawaban. Adeline berusaha menata ekspresinya seraya bertanya, “mengapa saya harus menikah dengan Anda?”“Anda tahu bahwa saya tidak sedang memohon ‘kan? Waktu Anda untuk memutuskan hanya lima menit, jadi pikirkan baik-baik sebelum saya mengambil tindakan tegas!” sahut River dengan wajah tenang, tapi kata-katanya jelas mengandung ancaman.“Mana mungkin saya memutuskan hanya dalam lima menit?!”“Waktu Anda tinggal empat menit lagi!” River mendecak sembari melirik arloji di pergelangan tangan kirinya.Dan itu, sungguh membuat Adeline tak habis pikir sampai dirinya pun mendengus, “a-apa Anda sudah gila?! Bagaimana bisa—”Adeline seketika menghentikan ucapnya saat asisten River tiba-tiba berdiri di belakang sembari mengarahkan p
“Me-mengapa dia datang ke sini?!” Adeline bergeming saat melihat River berdiri dengan sorot mata tajam.Sedangkan Ludwig yang mendengar ucapan adik tirinya, lantas berpaling seraya bertanya, “apa ini? Jadi kau mengenalnya?”Alih-alih menjawab, Adeline justru bungkam. Dia tak ada niatan menjelaskan pada Ludwig hingga kakak tirinya itu tampak semakin kesal.“Jadi kau tidak ingin mengatakan apapun? Kau tahu akibatnya jika membuatku marah ‘kan?!” Ludwig mendecak seiring dengan tangannya yang semakin rapat mencekik leher Adeline.Hal ini sungguh mengusik River sebab Ludwig tak menghiraukan peringatan pertamanya. Pria itu melangkah mendekati mereka dan lantas menarik tangan Ludwig agar menjauh dari wanitanya.“Apa Anda tuli? Saya bilang menyingkir darinya!” dengus River amat tegas. “Jangan pernah menyentuh calon istri saya, atau Anda akan menyesal!”“A-apa? Calon istri?!” Ludwig menyahut dengan ekspresi terkejut.Dia seolah tidak mempercayai ucapan tersebut, tapi baik Adeline maupun River
“Apa maksud Kakek buyut? Mengapa saya tidak bisa menikahi Adeline?!” tukas River menuntut penjelasan. “Sekali Kakek bilang tidak, maka artinya tidak!” Hans-Kakek buyut River itu menyambar dengan tajam. Situasi di ruang makan tersebut berubah lebih tegang. Dan Adeline yang baru pertama kali menginjakkan kaki di sana, sungguh merasa terintimidasi sebab tidak ada satu pun keluarga River yang menyambutnya dengan hangat. Akan tetapi, River yang keras kepala tak bisa menurut begitu saja. Dia semakin erat menggenggam tangan Adeline sembari berkata tegas. “Jika Kakek buyut tidak mau mengatakan alasannya, maka saya tidak peduli. Karena apapun yang terjadi, saya akan tetap menikahi Adeline!” “River!” Hans kembali memberang dengan sorot penuh tekanan. “Bukankah Kakek buyut meminta saya untuk segera menikah? Tapi mengapa malah melarang setelah saya membawa calon istri?!” sambar River tak kalah berang. Hans kini merapatkan alisnya, nyaris tak percaya karena River berani meninggikan nada di ha
“Apa yang Anda lakukan?!” Adeline memberang usai River melepas ciumannya. Tatapan wanita itu pun berubah garang karena tak senang dengan tindakan sang pria. Akan tetapi, saat Adeline mendorong River menjauh, pria tersebut malah kian erat memeluk pinggulnya. “Berani sekali Anda bersikap kurang ajar pada saya! Walau saya setuju menikah dengan Anda, tapi bukan berarti Anda bisa memperlakukan saya seenaknya, Tuan Reiner!” tukas wanita itu menambahkan dengan sengit. Mendapati reaksi Adeline, River hanya menyeringai sinis, dan itu semakin membuat sang wanita dongkol. Dirinya pun menatap Adeline lekat dan lantas berbisik, “tenang saja, Nona. Besok pagi kita akan memberi kejutan pada semua orang.” “Kejutan? Apa maksud Anda?!” Adeline menodong penjelasan dengan alis saling bertaut. Meski tahu wanitanya amat penasaran, tapi River tak berniat menjelaskan dengan detail. Hingga esok hari tiba, kediaman Daniester pun dibuat heboh. Semua orang terkejut karena media didominasi dengan berita tak
“Bukankah hanya ini cara terbaik untuk menjaga citra Hera Group tetap aman, Daddy?!” decak River dengan tampang seriusnya. “Lagi pula seluruh orang di San Pedro sudah mengetahui skandal ini, jika saya tidak menikah dengan Adeline, apa yang akan mereka pikirkan?!” Jade tahu putranya sangat bertekad, tapi dia tak bisa setuju begitu saja karena Hans tidak mudah memberi restu. Dan dia pun tahu alasan Hans tidak tertarik dengan keluarga Daniester. “DNS, group perusahaan keluarga Daniester itu pernah berkonflik dengan Hera Group saat generasi Kakek buyutmu. Sebab itulah kakek buyutmu tidak akan memberi restu dengan mudah. Dan kau tahu, Daddy tidak akan memberi dukungan jika itu berpotensi merusak Hera Group ‘kan?” Jade mendengus dengan sorot tajamnya. River yang keras kepala seketika menarik sebelah bibirnya ke atas. “Apa itu salah Adeline? Calon istri saya tidak ada hubungannya dengan konflik itu, Daddy. Bukankah tidak adil jika melimpahkan kesalahan masa lalu pada kami?” balasnya kemud
“Apa yang Anda bicarakan, Nyonya Daniester?” Ibu River bertanya dengan alis saling bertaut.Di tengah ketegangan itu, Sabrina pun menimpali, “seperti yang saya katakan, Adeline hanya anak tiri. Walau saya sudah menganggapnya sebagai putri kandung, tapi bukankah Adeline tidak setara dengan River yang akan menjadi pewaris Hera Group?”Sontak, semua orang terkejut saat Sabrina bicara blak-blakan. Bahkan dia tak ragu menjatuhkan harga diri Adeline di hadapan keluarga calon suaminya.“Berhenti bicara omong kosong, Sabrina!” Heinry pun berbisik dengan tatapan berang.“Mengapa? Semua itu memang benar. Saya hanya tidak ingin keluarga Herakles menyesal dan akhirnya menjelek-jelekkan keluarga Daniester karena menerima Adeline sebagai menantu!” sahut Sabrina tanpa ragu.Mendapati ucapan nyonya Daniester tersebut, Anais-ibu River seketika merasa terganggu. Ekspresinya tampak muak dengan sifat tak terduga calon besannya itu.“Apa Anda pikir keluarga Herakles sepicik itu?!” decak Anais mendapukkan a
“Asley, bagaimana kau bisa jadi seliar ini? Sejak kapan ayah mengajarimu minum alkohol? Apalagi main bersama lelaki berandalan, hah?!” Derek memberang penuh amarah.Sang putri yang tak mengerti dengan sikapnya, kini tertegun.“A-ayah … sepertinya Ayah salah paham. Aku memang ada di bar untuk ker—”“Kau masih berani membantah?!” Derek langsung menyambar sebelum ucapan Ashley tuntas.Gadis itu melangkah lebih dekat, berusaha menjelaskan agar ayahnya jadi tenang. Namun, Derek dengan geramnya menyambar beberapa lembar foto dari nakas belakangnya, lalu melemparkan pada Ashley.Manik Ashley sontak berubah selebar cakram saat melihat potret dirinya yang tengah pingsan, sedang berada di antara dua pria yang memegang botol alkohol.“Hah! A-apa ini?!” Ashley menegang.Dia tahu foto itu rekayasa. Pasti Rose yang membuatnya. Tapi tetap saja Ashley sangat merinding sebab pria-pria tadi adalah dua orang yang sebelumnya menyekap Ashley di gedung tua. Sial, sensasi empedu seperti naik ke tenggorokan
*** “Buka pintunya!” titah seorang lelaki berbadan gempal yang membawa nampan makanan. Rekannya yang memiliki tato ular di lehernya, melirik bubur di nampan itu.“Apa dia bisa memakannya?” tanyanya.Lelaki gempal tadi menaikkan sebelah alisnya seraya menimpali, “siapa yang peduli? Yang penting kita sudah memberinya makanan. Kalau dia tidak mau makan, ya sudah. Mati saja sana. Itu lebih memudahkan pekerjaan kita.”Temannya tadi menarik seringai miring dan lantas membuka kunci pintu ruangan Ashley disekap. Di sana, gadis itu tampak pucat sebab sudah sehari dua malam ini perutnya tidak terisi makanan atau minuman. Dia memicing tajam saat dua lelaki mendatanginya. Lelaki bertato ular tadi melepas tali yang mengikat tangan dan kaki Ashley pada pilar. Begitu bebas, gadis itu seketika ambruk karena seluruh tubuhnya lemas. Lelaki gempal pun menyodorkan nampan makanan pada Ashley. “Makanlah jika kau masih mau hidup!”Alih-alih senang, Ashley justru menampik nampan tadi hingga mangkok bubu
“Putraku. Golongan darah putraku dan River sama,” ujar Adeline diliputi tegang. Tenaga medis di hadapannya pun menimpali, “mohon maaf, apa maksudnya putra Anda yang juga terluka dan datang bersama Tuan River? Kondisinya tidak memungkinkan jika melakukan tranfusi darah saat terluka, Nyonya.” “Tidak. Adiknya, saudara kembar Jenson. Aku akan membawa saudara kembar putraku ke sini,” sahut Adeline menjelaskan. Ya, tak ada pilihan lain yang cepat selain meminta bantuan Johan. Akhirnya Adeline menghubungi pemuda tersebut dan memintanya datang ke rumah sakit. Usai menunggu beberapa waktu, Johan pun tiba. Dia bergegas mengikuti perawat untuk mendonorkan darahnya pada River. “Johan,” tutur Adeline memanggil sang putra yang baru datang. “Mommy, bagaimana keadaan Daddy dan Jenson?” tanya pemuda tersebut. Dengan ekspresi tegang, Adeline pun menimpali, “mereka baru saja memindahkan Jenson ke ruang rawat, tapi Daddy sangat membutuhkanmu sekarang.” “Mommy tenang saja, saya sudah di sini. Daddy
Jennifer menoleh ke belakang saat suara langkah itu tak lagi terdengar. ‘Apa tadi hanya perasaanku?’ gemingnya mengerutkan kening. Tatapannya terus waspada, lalu kembali melangkah menuju lokernya. Namun, ketika dia berjalan beberapa langkah, suara tadi kembali menggema seakan mengikutinya. Jennfer terhenti dan detik itu juga tiba-tiba seseorang menepuk bahunya. “Hah!” Jennifer tersentak. Gadis itu dengan cepat berbalik dan langsung memukul lengan orang yang menyentuhnya. Dia hendak merengkuh punggung orang tersebut, lalu membantingnya. Akan tetapi, orang tadi malah mencekal tangan Jennifer, bahkan meraih pinggang gadis itu dan merapatkan pada tubuhnya. “Reflek yang bagus, gadisku,” bisik suara seorang pemuda. Jennifer mendongak. Di tengah kegelapan itu, dia menajamkan pandangan dan baru mengenali wajah orang di hadapannya. “Lionel?” katanya. “Apa aku mengejutkanmu?” sahut pemuda tersebut. “Ck!” Jennifer mendecak dan lantas mendorong Lionel menjauh darinya. Tapi pemuda itu kem
‘Hah! A-apa yang aku dengar?!’ batin Adeline tertegun.Ponsel yang digenggamnya pun jatuh. Dia nyaris tak percaya dengan pendengarannya, tapi suara yang memanggilnya sangatlah jelas. “Tidak mungkin! I-ini … tidak mungkin. Bajingan itu kembali?” gumamya terserang tegang.Bayangan wajah pria pemilik suara itu memenuhi kepala, hingga membuat napas Adeline tercekat. Sementara Johan yang semula berdiri di dekat jendela, kini langsung menghampiri sang ibu di tepi ranjang. Dia tampak cemas melihat Adeline terserang panik.“Mommy? Ada apa? Mommy baik-baik saja?” Pemuda itu bertanya.Adeline tak langsung menyahut. Bahkan dia seperti tak mendengar ucapan putranya. Johan pun menyentuh bahu wanita itu seraya berujar, “Mommy?”“Ah?!” Adeline akhirnya tersadar. “Johan, Mommy tidak apa-apa.” Wanita itu melanjutkan disertai senyum.Akan tetapi Johan tahu sang ibu tersenyum paksa. Dia melirik layar ponsel yang terjatuh ke ranjang, tapi Adeline buru-buru meraihnya dan membalik layarnya agar sang pu
S2: Aku Harus Memastikannya “Tuan River!” Terdengar suara lelaki memekik kencang. Itu anak buah River. Dia bergegas naik ke tangga dan menghampiri sang tuan. “Tuan River!” Lelaki itu membelalak saat melihat luka tembak dan darah yang mengalir dari perut River. “Tuan, bertahanlah. Kami akan membawa Anda ke rumah sakit!” Anak buah tersebut merengkuh River karena api dari ledakan di lantai dua mulai menyebar. Alih-alih langsung menurut, River malah menahan tangan anak buahnya tersebut. Dengan tatapan gemetar, pria itu bertanya, “Jenson. D-di mana Jenson? Apa kalian menemukannya?” “Ya, Tuan. Kami menemukan Tuan Muda Jenson jatuh dari atap,” sahut anak buah tersebut yang sontak memicu River melebarkan maniknya. “Tapi Anda tenang saja, Tuan Muda Jenson akan baik-baik saja. Beliau tidak terluka parah.” Mendengar itu, kecemasan River tak terkikis banyak. Dia tak akan lega sampai melihat kondisi sang putra dengan mata kepalanya sendiri. “Aku harus memastikannya!” tukas River penuh tekad
“Kau?!” Sorot Mata River bertambah tajam saat melihat sosok di balik masker hitam itu.Dia nyaris tak percaya, tapi wajah lelaki di hadapannya benar-benar jelas.“Apa kabar, Sepupu?!” ujar Frederick tersenyum miring.Ya, laki-laki itu memanglah Frederick Chen. Sepupu River yang lama koma akibat kecelakaan hebat sembilan belas tahun lalu. River tak tahu kapan Frederick sadar. Sudah lama dia tak mendengar kabarnya, karena Leah-nenek River telah memindahkan Frederick ke rumah sakit lain tanpa sepengetahuan orang lain.“Padahal aku merindukan Princess, tapi kau malah datang dengan tikusmu. Aku benar-benar kecewa!” Frederick melanjutkan sambil menaikkan kedua alisnya.Alih-alih langsung menyambar, River justru menekan cengkeraman lebih kuat di leher Frederick. Amukannya seketika membengkak saat sepupunya itu menyinggung sang istri.“Ugh ….” Napas Frederick sangat tercekat, tapi River tak peduli.“Kau! Berani sekali muncul di hadapanku lagi. Harusnya saat itu aku membunuhmu!” tukas River de
“Argh ….” Wanita yang bersama River mengerang saat dada kirinya tertembak.Gelenyar darah mengalir deras dari titik anak timah tenggelam. Wajahnya pun mulai pucat disertai keringat dingin karena menahan sakit.River merengkuhnya. Dengan alis bertaut, dia pun berkata, “bertahanlah, aku akan memanggil bantuan!”Baru saja selesai berujar, River merasakan tatapan tajam dari sebelah. Dengan sigap, dia mengacungkan pistol dan langsung melesatkan pelurunya. Akan tetapi tembakannya hanya mengenai pilar besar di sana.‘Brengsek!’ batinnya mengumpat saat menyadari beberapa orang berpakaian hitam mengelilingnya.Mereka semua membawa senjata. Dan itu membuat posisi River amat sulit karena dirinya kalah jumlah.Detik berikutnya dia dikejutkan oleh tepukan tangan yang menggema. Perhatian River sekejap teralih pada lelaki bermasker hitam yang berdiri di lantai atas.“River Reiner!” tukasnya penuh tekanan.Matanya memicing tajam pada wanita yang tertembak tadi dan lantas melanjutkan. “Apa kau sudah s
“Hubungi tunangan Jenson!” Johan meminta dengan wajah datarnya.Jennifer seketika mempersempit jarak alisnya. Dia heran karena tiba-tiba sang kakak menyinggung gadis tersebut. Dengan ragu, dia pun bertanya, “ma-maksud Kak Johan … Ashley Walter?”“Ya, cari tahu apakah dia ada di kediaman Walter atau tidak.”Mendengar permintaan itu, malah memicu rasa curiga Jennifer membesar. Tidak biasanya Johan peduli pada orang lain. Terlebih ini tunangan saudara kembarnya.‘Hah! Entah kenapa aku jadi sebal pada Ashley Walter. Tidak hanya satu atau dua kali, tapi dia sering membuat Jenson maupun Kak Johan terlibat masalah. Sebenarnya gadis seperti apa dia?’ batin Jennifer dalam hati. “Jenny?” Johan membuyarkan lamunan sang adik. Jennifer kembali mengangkat pandangan padanya. Sorot matanya berubah lebih tegas seolah tak menyukai pembahasan ini. “Kak Johan, kenapa kau peduli pada Ashley?!” decaknya menuntut penjelasan.Alis Johan sekejap mendapuk. “Apa yang kau bicarakan, Jenny? Aku bertanya karen