“Adeline!” Sabrina menggeram saat melihat putri tirinya datang ke ruang keluarga.
Matanya memindai penampilan Adeline dari atas sampai bawah sembari melanjutkan. “Apa yang kau pakai sebenarnya? Apa kau ingin mempermalukan keluarga Daniester, hah?!”
“Memangnya ada apa, Ibu? Bukankah tidak ada yang salah? Saya hanya memakai pakaian yang menurut saya nyaman. Apakah Ibu juga ingin mengatur baju saya?” Adeline menyambar seiring dengan kepalanya yang menoleh ke arah Sabrina.
“Dan lagi, kita hanya bertemu dengan keluarga Lazlo. Mengapa saya harus berusaha keras memberikan penampilan terbaik? Bukankah tidak ada yang spesial, karena keluarga Lazlo dan keluarga Daniester sudah seperti saudara?”
Wanita itu kembali menambahkan kata-kata pedasnya, hingga membuat semua pasang mata terheran-heran, termasuk Alfred. Ya, pria yang akan menjadi suami Adeline itu awalnya terkejut, tapi dirinya sungguh tahu cara untuk menghadapi Adeline.
“Tidak masalah, Nyonya Sabrina. Apapun yang dikenakan oleh Adeline, dia tetap terlihat cantik. Lagi pula, saya sangat menyukai wanita dengan penampilan atraktif seperti ini,” ujarnya disertai senyuman.
Getah empedu seperti naik ke mulut Adeline saat mendengar kata-kata itu terlontar dari Alfred, sungguh memuakkan.
‘Sialan, pria bajingan ini rupanya ingin bermain denganku. Baiklah, kalau begitu aku tidak akan segan membuka kartumu di sini, Alfred Lazlo!’ batin Adeline penuh kedongkolan.
Adeline pun duduk di satu-satunya bangku kosong yang berhadapan dengan Alfred. Namun, dia sama sekali tak berniat menatap calon suaminya tersebut. Dirinya malah merogoh lollipop dari saku jaketnya, lantas memakan kembang gula itu sambil memainkan rambutnya.
Sungguh, Sabrina serasa akan meledak dengan tingkah putri tirinya, dan Heinry menyadari itu. Hingga dia pun menatap Adeline sembari mendecak, “beri hormat pada calon mertuamu, Adeline!”
Sang putri lekas mencabut batang lollipop dari mulutnya. “Uh? Calon mertua? Jadi keluarga Lazlo calon mertua saya? Dan Alfred yang akan menjadi suami saya?!”
Wanita itu mengedipkan matanya beberapa kali, sambil memindai ekspresi setiap orang. Dan tanpa diduga, dia malah tertawa terbahak-bahak seolah meremehkan pertemuan yang penting ini.
“Maaf, ini sangat lucu. Benar-benar seperti pertunjukan sirkus karena saking lucunya!” tukas Adeline seraya mengusap air mata yang keluar akibat gelak tawanya. “Hah … bagaimana mungkin keluarga Lazlo berbesan dengan Daniester? Dan bagaimana bisa Alfred menjadi suami saya?!”
Ibu Alfred yang menjunjung tinggi etika sudah geram sejak awal Adeline menunjukan diri. Hingga dia pun tak ragu menyahut, “apa yang Anda maksud, Nona? Apa Anda berpikir Alfred tidak cocok untuk Anda? Dan keluarga Lazlo tidak pantas berbesan dengan keluarga Daniester?!”
“Syukurlah jika Anda paham, Bibi!” sambar Adeline menoleh padanya.
“A-apa?!”
Seketika itu, ibu Alfred ingin berdiri dan memaki Adeline, tapi suaminya dengan cepat menahan dan berusaha menenangkannya.
Namun, Alfred yang merasa Adeline sudah keterlaluan tak bisa diam saja. Pria itu memicingkan mata menatap Adeline sembari mendengus, “cukup, Adeline. Jika kau marah padaku, maka aku minta maaf. Kita akan menikah, jadi lupakanlah semua kesalahan di masa lalu, karena aku juga akan seperti itu.”
Adeline kembali tertawa kencang mendengar cerocosan pria yang tak berguna macam Alfred.
“Hei, Alfred Lazlo. Jangan berlagak suci di depan semua orang!” decak Adeline memberang sengit. “Kau sama sekali tidak pantas menasihatiku. Jadi, sebelum bicara lebih baik kau berkaca dan lihat dirimu sendiri!”
“Ah … apa kalian tidak tahu kelakuan Alfred selama ini?” Adeline bertanya saat melihat kedua orang tua Alfred menatapnya dengan sinis. “Kalian semua pasti mengenal putri pemilik Bank Dehan ‘kan? Saat itu Alfred, Kak Ludwig dan putri pemilik Bank Dehan … sedang bermain bertiga di sebuah hotel pusat kota.”
Sontak, semua orang pun terkejut mendengar pernyataan tak terduga dari Adeline.
“A-apa ini? Bermain bertiga? Apa yang kau maksud dengan bermain bertiga?!” berang ibu Alfred dengan kemarahan menggantung di ubun-ubun.
“Astaga Bibi, memangnya apalagi yang akan dilakukan dua pria dan satu wanita di kamar hotel? Saya rasa Anda bisa menebaknya sendiri. Atau … silakan tanya langsung pada Alfred dan Kak Ludwig!” sahut Adeline disertai seringai miring. “Oh, saya ingat. Kalau tidak salah, itu terjadi saat malam natal tahun lalu. Itu berarti, baru sekitar tiga bulan? Tentunya mereka tidak akan lupa ‘kan?”
Mendengar rahasianya terbongkar, baik Ludwig maupun Alfred tak bisa diam saja.
“Apa yang kau maksud Adeline? Jangan sembarangan bicara!” Ludwig berkata dengan tatapan garangnya.
“Mengapa, Kak? Apa Kak Ludwig ingin aku ingatkan lebih jauh?” balas Adeline tanpa takut. “Bahkan satu bulan lalu, putri pemilik Bank Dehan itu menggugurkan kandungannya karena kalian tidak ada yang bertanggung jawab. Aku tidak mengarang karena mendengarnya langsung dari Dokter yang menanganinya!”
Sungguh, Adeline benar-benar memberi pukulan hebat pada Alfred dan Ludwig. Bahkan membuat semua orang tua tak dapat angkat bicara karena saking menjijikkannya berita yang dibawa oleh Adeline.
“Jadi, Paman, Bibi.” Adeline memandang ayah dan ibu Alfred secara bergantian. “Saya tidak bisa menikahi putra Anda yang sudah menjadi bekas orang lain. Lalu, lebih baik kalian mencari nona dari keluarga lain atau terima saja putri pemilik Bank Dehan. Setidaknya, dengan begitu keluarga kalian tidak akan terus menjadi kacung keluarga Daniester, bukan?”
“A-apa? Berani sekali anak ini bicara seperti itu?!” tutur ayah Alfred menahan geram. “Nyonya Sabrina, Tuan Heinry. Saya mengakui bahwa keluarga Daniester sangat terpandang, tapi saya tidak menyangka putri kalian tidak punya sopan santun!”
Sabrina yang sudah kehilangan kesabaran hanya menumpuk amarah di kepala dan berniat menuangkannya pada Adeline saat keluarga Lazlo pergi. Namun, Heinry tak bisa berpangku tangan lagi.
Laki-laki itu melirik Adeline dan lantas berkata, “ikuti Ayah!”
Heinry pun mangkir dari ruang keluarga, dan Adeline terpaksa mengekor padanya meski tahu bahwa sang ayah pasti akan murka padanya.
Benar saja, saat tiba di ruang makan yang berjarak cukup jauh dari ruang keluarga, Heinry langsung melayangkan tamparan pada wajah putrinya. Sungguh, Adeline kaget bukan main. Dia berpikir Heinry akan mengoceh padanya, tapi baru kali ini ayahnya tersebut bersikap kasar.
“A-ayah memukul saya?” tutur Adeline dengan manik gemetar. Bahkan air mata mulai merembes tanpa dia minta.
“Anak kurang ajar seperti dirimu memang pantas untuk dipukul!” sahut Heinry marah. “Ayah tidak membesarkanmu hanya untuk menjadi wanita berengsek, Adeline. Kau—”
“Apa Ayah pernah membesarkan saya? Kapan Ayah peduli pada saya dan kapan Ayah pernah merawat saya, hah?!” sambar sang putri sebelum Heinry menuntaskan ucapnya.
Namun, tanpa keduanya duga, Sabrina menyaksikan semuanya. Ya, nyonya Daniester itu rupanya mengikuti mereka berdua.
“Jika kau pikir cara murahan tadi bisa membatalkan pernikahanmu dengan Alfred, maka kau salah, Adeline!” tukas Sabrina yang seketika membuat putri tirinya berpaling.
“A-apa yang Ibu maksud?!” Adeline bertanya dengan tampang bingungnya.
Dengan senyum paripurna, Sabrina kembali melanjutkan. “Mau sekeras apapun kau membantah, kau akan tetap menjadi istri Alfred. Pernikahan ini telah disepakati dua keluarga besar, jadi kau tidak berhak menolak hanya karena kau tidak menyukai Alfred!”
Sungguh, rasanya usaha Adeline seperti sia-sia. Dia telah lari menggebu-gebu, tapi garis finisnya seolah menghilang.
“Mengapa Ibu harus melakukan ini? Mengapa Ibu seperti ini pada saya?!” Wanita itu menyahut dengan wajah kaku.
Alih-alih langsung menjawab, Sabrina malah berjalan mendekat. Lantas mengelus kepala Adeline dengan lembut.
“Bukankah aku sudah bilang? Kau harus menikah, Adeline!” balasnya kemudian.
Namun, Adeline tahu benar Sabrina melakukan semua ini. Dia sengaja menikahkan Adeline dengan Alfred, semata-mata agar bisa mengontrol putrinya.
Adeline pun menarik napas dalam, dia menyingkirkan tangan Sabrina dari kepalanya dan lantas bicara. “Baiklah, Ibu. Saya akan menikah, tapi bukan dengan Alfred. Saya sudah punya calon suami sendiri, jadi saya akan menikah dengannya!”
“A-apa?!”
“Apa yang kau bicarakan, Adeline? Sejak kapan kau dekat dengan seorang pria?!” Heinry yang selama ini tak memperhatikan kehidupan putrinya, langsung terkejut.Namun, belum sempat Adeline membalas, Sabrina lebih dulu mendecak sinis. “Apa kau pikir kami akan percaya? Kau sudah berusaha merusak perjodohan saat pertemuan keluarga. Apa kau pikir aku tidak tahu jika kali ini juga trik licikmu untuk lolos dari perjodohan?!”Adeline sempat menegang, tapi dia berusaha keras menata ekspresinya tetap datar di depan ayah dan ibu tirinya.Sabrina pun menjulurkan tangannya ke pipi Adeline sembari bergeming, “sepertinya wajah cantik ini harus mendapat tamparan lebih keras. Kau bilang sudah memiliki calon suami sendiri? Konyol sekali!”“Ya, Ayah dan Ibu tidak salah dengar. Saya memang memiliki calon suami, dan kami sudah menjalani hubungan cukup lama!” sambar Adeline yang seketika membuat alis Sabrina saling bertaut.Alih-alih murka lebih kencang, tawa Sabrina malah meledak. Dia terbahak-bahak meliha
‘Apa dia sudah gila? Untuk apa aku menikahi seorang pembunuh?!’ batin Adeline dengan manik membelalak lebar.Meski bungkam, River bisa melihat jelas bahwa wanita di hadapannya sedang terkejut. Namun, dirinya tak peduli dengan hal ini, sebab yang dia butuhkan adalah jawaban. Adeline berusaha menata ekspresinya seraya bertanya, “mengapa saya harus menikah dengan Anda?”“Anda tahu bahwa saya tidak sedang memohon ‘kan? Waktu Anda untuk memutuskan hanya lima menit, jadi pikirkan baik-baik sebelum saya mengambil tindakan tegas!” sahut River dengan wajah tenang, tapi kata-katanya jelas mengandung ancaman.“Mana mungkin saya memutuskan hanya dalam lima menit?!”“Waktu Anda tinggal empat menit lagi!” River mendecak sembari melirik arloji di pergelangan tangan kirinya.Dan itu, sungguh membuat Adeline tak habis pikir sampai dirinya pun mendengus, “a-apa Anda sudah gila?! Bagaimana bisa—”Adeline seketika menghentikan ucapnya saat asisten River tiba-tiba berdiri di belakang sembari mengarahkan p
“Me-mengapa dia datang ke sini?!” Adeline bergeming saat melihat River berdiri dengan sorot mata tajam.Sedangkan Ludwig yang mendengar ucapan adik tirinya, lantas berpaling seraya bertanya, “apa ini? Jadi kau mengenalnya?”Alih-alih menjawab, Adeline justru bungkam. Dia tak ada niatan menjelaskan pada Ludwig hingga kakak tirinya itu tampak semakin kesal.“Jadi kau tidak ingin mengatakan apapun? Kau tahu akibatnya jika membuatku marah ‘kan?!” Ludwig mendecak seiring dengan tangannya yang semakin rapat mencekik leher Adeline.Hal ini sungguh mengusik River sebab Ludwig tak menghiraukan peringatan pertamanya. Pria itu melangkah mendekati mereka dan lantas menarik tangan Ludwig agar menjauh dari wanitanya.“Apa Anda tuli? Saya bilang menyingkir darinya!” dengus River amat tegas. “Jangan pernah menyentuh calon istri saya, atau Anda akan menyesal!”“A-apa? Calon istri?!” Ludwig menyahut dengan ekspresi terkejut.Dia seolah tidak mempercayai ucapan tersebut, tapi baik Adeline maupun River
“Apa maksud Kakek buyut? Mengapa saya tidak bisa menikahi Adeline?!” tukas River menuntut penjelasan. “Sekali Kakek bilang tidak, maka artinya tidak!” Hans-Kakek buyut River itu menyambar dengan tajam. Situasi di ruang makan tersebut berubah lebih tegang. Dan Adeline yang baru pertama kali menginjakkan kaki di sana, sungguh merasa terintimidasi sebab tidak ada satu pun keluarga River yang menyambutnya dengan hangat. Akan tetapi, River yang keras kepala tak bisa menurut begitu saja. Dia semakin erat menggenggam tangan Adeline sembari berkata tegas. “Jika Kakek buyut tidak mau mengatakan alasannya, maka saya tidak peduli. Karena apapun yang terjadi, saya akan tetap menikahi Adeline!” “River!” Hans kembali memberang dengan sorot penuh tekanan. “Bukankah Kakek buyut meminta saya untuk segera menikah? Tapi mengapa malah melarang setelah saya membawa calon istri?!” sambar River tak kalah berang. Hans kini merapatkan alisnya, nyaris tak percaya karena River berani meninggikan nada di ha
“Apa yang Anda lakukan?!” Adeline memberang usai River melepas ciumannya. Tatapan wanita itu pun berubah garang karena tak senang dengan tindakan sang pria. Akan tetapi, saat Adeline mendorong River menjauh, pria tersebut malah kian erat memeluk pinggulnya. “Berani sekali Anda bersikap kurang ajar pada saya! Walau saya setuju menikah dengan Anda, tapi bukan berarti Anda bisa memperlakukan saya seenaknya, Tuan Reiner!” tukas wanita itu menambahkan dengan sengit. Mendapati reaksi Adeline, River hanya menyeringai sinis, dan itu semakin membuat sang wanita dongkol. Dirinya pun menatap Adeline lekat dan lantas berbisik, “tenang saja, Nona. Besok pagi kita akan memberi kejutan pada semua orang.” “Kejutan? Apa maksud Anda?!” Adeline menodong penjelasan dengan alis saling bertaut. Meski tahu wanitanya amat penasaran, tapi River tak berniat menjelaskan dengan detail. Hingga esok hari tiba, kediaman Daniester pun dibuat heboh. Semua orang terkejut karena media didominasi dengan berita tak
“Bukankah hanya ini cara terbaik untuk menjaga citra Hera Group tetap aman, Daddy?!” decak River dengan tampang seriusnya. “Lagi pula seluruh orang di San Pedro sudah mengetahui skandal ini, jika saya tidak menikah dengan Adeline, apa yang akan mereka pikirkan?!” Jade tahu putranya sangat bertekad, tapi dia tak bisa setuju begitu saja karena Hans tidak mudah memberi restu. Dan dia pun tahu alasan Hans tidak tertarik dengan keluarga Daniester. “DNS, group perusahaan keluarga Daniester itu pernah berkonflik dengan Hera Group saat generasi Kakek buyutmu. Sebab itulah kakek buyutmu tidak akan memberi restu dengan mudah. Dan kau tahu, Daddy tidak akan memberi dukungan jika itu berpotensi merusak Hera Group ‘kan?” Jade mendengus dengan sorot tajamnya. River yang keras kepala seketika menarik sebelah bibirnya ke atas. “Apa itu salah Adeline? Calon istri saya tidak ada hubungannya dengan konflik itu, Daddy. Bukankah tidak adil jika melimpahkan kesalahan masa lalu pada kami?” balasnya kemud
“Apa yang Anda bicarakan, Nyonya Daniester?” Ibu River bertanya dengan alis saling bertaut.Di tengah ketegangan itu, Sabrina pun menimpali, “seperti yang saya katakan, Adeline hanya anak tiri. Walau saya sudah menganggapnya sebagai putri kandung, tapi bukankah Adeline tidak setara dengan River yang akan menjadi pewaris Hera Group?”Sontak, semua orang terkejut saat Sabrina bicara blak-blakan. Bahkan dia tak ragu menjatuhkan harga diri Adeline di hadapan keluarga calon suaminya.“Berhenti bicara omong kosong, Sabrina!” Heinry pun berbisik dengan tatapan berang.“Mengapa? Semua itu memang benar. Saya hanya tidak ingin keluarga Herakles menyesal dan akhirnya menjelek-jelekkan keluarga Daniester karena menerima Adeline sebagai menantu!” sahut Sabrina tanpa ragu.Mendapati ucapan nyonya Daniester tersebut, Anais-ibu River seketika merasa terganggu. Ekspresinya tampak muak dengan sifat tak terduga calon besannya itu.“Apa Anda pikir keluarga Herakles sepicik itu?!” decak Anais mendapukkan a
River hanya menyeringai saat sang asisten bertanya.Alih-alih menjelaskan, pria itu malah berkata, “aku harus segera menemukan dalangnya, tapi sialnya si berengsek itu malah lenyap. Apa orang-orang kita sudah menemukan anggota mereka yang lain?”“Saya mendapat informasi bahwa mereka kabur ke perairan La Ceiba, dan sekarang anggota kita masih terus mencarinya,” sahut sang asisten.Wajah River berubah berang mendengar laporan tersebut. “Terus kejar mereka sampai kita menangkap dalangnya!”“Baik, saya mengerti, Tuan.” Asisten River pun melajukan sedan mewah itu lebih kencang. Sepanjang perjalanan, River beralih menatap luar jendela mobilnya. Sorot matanya tampak dingin saat membatin, ‘tunggulah. Sesuai janjiku, aku akan menghukum mereka semua!’Begitu tiba di mansion Herakles, River pun mengunjungi kakek buyutnya. Kemarin dia dilarang ayahnya bertemu Hans, sebab kondisi pimpinan senior Hera Group itu belum stabil. Dan pasti akan semakin memburuk karena masih kesal dengan River yang tiba
***Malam itu River dan Adeline menghadiri pesta kemenangan di I&S Hotel. Presiden baru San Pedro itu mengundang keluarga Herakles secara khusus, sebab berhasil memenangkan pemilihan berkat andil besar River.Sebuah limosin hitam mewah berhenti di depan I&S Hotel. Dan itu menarik perhatian banyak tamu di sana. Terlebih saat River muncul menawan dengan balutan jas hitamnya. Meski mulai berumur, tapi ketampanan pria itu tetap paripurna.Dia menjulurkan tangan pada Adeline yang baru keluar dari limosinnya. Semua pasang mata juga tertuju pada wanita itu, yang tampil anggun dengan dress hitam elegan.“Astaga, mereka pasti pasangan paling serasi sepanjang abad. Meski sudah memiliki tiga anak remaja, tapi Tuan River dan Nyonya Adeline tetap bersinar!” bisik seorang perempuan yang memegang gelas wine.Teman di sebelahnya pun membalas pelan. “Kau benar. Aku benar-benar iri melihat mereka. Kapan aku punya suami seperti Tuan River? Aku sudah lelah dengan status lajang bertahun-tahun.”“Ehei! Kau
“Saya mohon maaf, Tuan. Saya bersalah karena menempatkan Tuan Muda Johan dalam bahaya,” tukas Siegran dengan leher tegang.Dia bersiap menerima hukuman dari River. Padahal Siegran sendiri tahu seberapa cemasnya River dengan putranya yang satu itu.Namun, alih-alih menyahut dengan kata-kata, River malah bangkit dan menatap Siegran yang diserang tegang sejak tadi.“Baguslah!” katanya yang sontak memicu Siegran mengernyit.“Ma-maaf?” Siegeran menyahut bingung.Dia mengira telinganya salah dengar, tapi saat melihat raut wajah River, agaknya tuannya tersebut memang memujinya.“Aku percaya pada penilaianmu,” tukas River yang lantas memasukan kedua tangan ke saku celananya. “Johan memang berbeda dengan Jenson. Sejak kecil, dia tumbuh di dunia yang keras, penuh darah dan beragam senjata mematikan untuk bertahan hidup. Karena itu aku tak heran kalau dia tidak bisa diam saja saat ada situasi genting.”Siegran terdiam, tapi alisnya berangsur mendapuk saat melihat seringai tipis di bibir River.
***Berita kematian Sabrina Daniester sampai ke telinga Sebastian sehari sebelum pemilihan. Seorang asisten yang baru melaporkan berita itu, malah dilempar asbak oleh calon presiden tersebut.“Apa maksudmu, hah? Tidak mungkin Nyonya ma … tidak! Kau tidak tahu Sabrina Daniester orang seperti apa. Di wanita hebat yang punya segalanya. Ada banyak pengawal berkemampuan tinggi yang mengurusnya. Dan aku baru saja menemui Nyonya beberapa hari lalu. Mana mungkin? Mana mungkin sekarang dia mati?!” Sebastian mendengus tak percaya.Memang tak ada berita yang tersebar ke media, sebab secara resmi Sabrina Daniester masihlah tawanan yang ada di penjara.“Mo-mohon maaf, Tuan. Laporan dari penjaga yang tersisa, ada seorang pria yang menyerang Rather Hall kemarin malam,” tutur Asisten Sebastian ragu-ragu.Lawan bincangnya memicing kian berang dan lantas menimpali. “Apa kau bilang? Seorang pria? Maksudmu satu orang?!”“Be-benar, Tuan. Orang itu datang membawa jasad Tuan Frederick, lalu menghabisi beber
Alih-alih kembali ke mansion Devante, River malah membawa mayat Frederick ke mobilnya. Dia memacu kendaraan itu amat kencang menembus jalanan malam yang sepi.‘Sekarang aku akan mengakhiri semuanya. Dendam masa lalu itu harus selesai, demi Adeline dan anak-anakku!’ batin pria tersebut menatap tajam.Maniknya melirik Frederick yang tergeletak di kursi belakang.‘Dia pasti sudah lama merencanakan pembalasan dendam. Kali ini aku yang akan menyelesaikan segalanya!’ sambung River yang lantas menginjak gas kian dalam.Hingga setelah lama mengemudi, River bisa melihat bangunan megah yang dikelilingi tembok besar. Di pintu masuknya ada gerbang yang tertutup. Akan tetapi River tak peduli. Dia terus melesatkan mobilnya dan menabrak gerbang yang ada di depan. Suara gubrakan keras terdengar saat bemper mobil River menghantam gerbang itu. Hal ini membuat beberapa penjaga di sana tersentak kaget.“Sial! Orang gila mana yang berani masuk sembarangan?!” tukas salah satu penjaga di sana.Rekannya yang
“Hah, sial!” Fredercik mengumpat tajam.Alisnya mendapuk dengan seringai miring saat River menahan mata tajam belatinya dengan sebelah tangan. Ya, tanpa peduli telapak tangannya berlumuran darah, River tetap mencengkeramnya seolah itu bukanlah apa-apa.“Aku tidak akan mengampunimu!” cecarnya yang lantas memutar tangan Frederick hingga belatinya berbalik arah.Tanpa ragu, River semakin menekannya hingga benda tajam itu menusuk dada Frederick. Namun, sialnya sang sepupu dengan keras mendorongnya menjauh, hingga River tak sampai menekan belatinya terlalu dalam.“Argh, brengsek!” Frederick mengumpat keras sambil mencabut belati itu dari dadanya.Akan tetapi dirinya tak menduga bahwa di depan sana River sudah mengeluarkan pistol dan mengacungkan padanya.“Hah … aku terlalu meremehkanmu. Rupanya kau masih gesit meskipun sudah tua!” Frederick mencecar geram.Tapi tanpa menjawab apapun, River langsung melesatkan peluru pada paha Frederick. Lelaki tersebut mengernyit sambil berdiri dengan tump
‘Sial! Bajingan yang membawa Adeline benar-benar Frederick!’ batin River dengan amukan membengkak.Tanpa ragu, dia langsung menginjak gas dan membanting setir untuk memotong jalan. Nyaris saja mobil dari arah depan menghantamnya, tapi sang pengemudi mati-matian menginjak rem sebelum menabrak mobil River.“Dasar, bajingan sialan! Jika tidak bisa menyetir, jangan bawa mobil!” cecar pengemudi itu mengeluarkan kepala dari jendela.River tak meggubris. Di kepalanya hanya ada Adeline. Ya, River tahu seberapa gilanya Frederick. Dia sudah menyaksikan Jenson yang tergantung di atap, lantas apa yang akan dilakukan pria itu pada istrinya sekarang?“Brengsek! Aku akan membunuhnya jika menyentuh Adeline seujung rambut saja!” tukas River menatap amat tajam.Sial sekali mobil Frederick melaju amat cepat, hingga dia ketinggalan jauh. Namun, itu bukan masalah. River menginjak gas amat dalam, melaju kencang menyalip beberapa mobil yang menghalangi jalannya.‘Aish, sial! Dia pasti mau membawa Adeline k
‘Adeline, apa yang terjadi? Apa itu kecelakaan?’ batin River ragu-ragu.Dia coba menghubungi sopir yang mengemudi mobil wanita itu, sialnya tetap nihil. Anteknya tersebut tidak mengangkat panggilan juga.Tanpa buang waktu, River pun melacak ponsel Adeline. Dari system, gawai sang istri berada tak jauh dari Picasso Hotel.Kening pria itu mengernyit ketika perasaan buruk menyerangnya. Dia tahu anteknya yang bersama Adeline bukan orang ringkih. Hingga tanpa ragu, dia pun beranjak pergi ke lokasi wanita tersebut.Baru masuk mobilnya, River pun menghubungi Siegran yang sudah berada di depan vila sekitar hutan La Daga.“Siegran, jika situasi terlalu berbahaya, kau cukup awasi sekitar. Kita tunda penyerangan. Aku tidak bisa datang karena Adeline dalam bahaya!” tukasnya disertai tatapan tajam.Dari seberang, tangan kanannya itu pun menjawab, “Tuan, orang kita sudah menyusup ke dalam. Tapi Frederick tidak ada di markas. Dari perbincangan anak buahnya, Frederick masih ada di pusat San Pedro!”
“Jadi mereka semua bekerja sama?!” tukas River menyeringai tajam.Tanpa mengangkat pandangan, pria itu lantas berkata, “Siegran, segera bongkar kebusukan Sebastian dan Howard Company!”Ya, dia langsung mengambil keputusan, setelah mengetahui calon presiden itu bertemu Frederick di Rather Hall. River tahu betul bahwa tempat itu property pribadi keluarga Daniester yang disembunyikan. Jadi sudah pasti Sabrina Daniester ada di sana juga.“Lakukan itu sehari sebelum pemilihan. Dengan begitu, mereka tidak punya waktu untuk memperbaiki citranya,” sambung River meletakkan tab tadi ke meja.“Saya mengerti, Tuan. Lalu bagaimana dengan Frederick dan Sabrina? Mereka pasti merencanakan penyerangan lagi. Anak-anak Anda akan dalam bahaya, terutama Nona Jennifer. Sejak insiden penculikan Tuan Muda Jenson, Frederick selalu mengawasi akademi balet La Huerta.” Siegran berkata cemas.River menyatukan alisnya dengan tatapan garang.“Aku tahu. Sampai hari pemilihan, anak-anak tidak akan keluar dari mansion
“Apa ini? Tidak disangka Calon Presiden ikut dalam pertemuan seperti ini,” ujar Frederick dengan tatapan sinis.Ya, orang yang datang memanglah Sebastian Howard. Alih-alih menjawab, lelaki dengan perut buncit itu malah melangkah ke dekat Sabrina.“Nyonya, apa maksudnya ini? Saya pikir ini pertemuan privat, tapi kenapa ada orang lain di sini?” katanya protes.Mendengar sindiran tersebut, Frederick seketika menyeringai sinis. Dia mengepulkan asap rokoknya, lalu mematikan dengan kasar ke asbak yang ada di meja.“Sabrina, Sebenarnya siapa yang ‘orang lain’ di sini?” decaknya memicing berang.Sabrina melirik Sebastian seraya berkata tegas. “Diam dan duduklah. Waktu kita tidak banyak. Kalian sendiri tahu, siapa orang yang kita hadapi!”“Tapi, Nyonya—”“Kau berani menentangku?!” sentak Sabrina lebih tajam sebelum Sebastian menyelesaikan perkataannya.Hanya dengan satu kalimat itu, Sebastian langsung bungkam. Frederick pun tercengang karena Sebastian yang seorang calon presiden dan pemilik Ho